Anda di halaman 1dari 127

ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN

ALAT PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU


DAN VARIABEL-VARIABEL MAKROEKONOMI
TERHADAP PERMINTAAN UANG DI INDONESIA

OLEH
ZAINAL MUTTAQIN
H14102105

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
RINGKASAN

ZAINAL MUTTAQIN. Analisis Pengaruh Penggunaan Alat Pembayaran dengan


Menggunakan Kartu dan Variabel-Variabel Makroekonomi terhadap Permintaan
Uang di Indonesia (dibimbing oleh RINA OKTAVIANI)

Dewasa ini, seiring dengan interdependensi antar agen yang semakin


meningkat, perekonomian perlu ditunjang oleh sistem pembayaran yang efektif
dan efisien. Sebab, hal ini merupakan prasyarat utama dalam mempromosikan
perdagangan dan transaksi baik di tingkat domestik maupun internasional
terutama bagi negara berkembang (Humphrey, Keppler, dan Montes-Negret,
1997). Efisiensi sebuah sistem pembayaran salah satunya bisa diukur dari
bagaimana sistem ini bisa meminimalisir biaya untuk mendapatkan manfaat dari
sebuah transaksi. Seorang pengguna jasa pembayaran akan memakai jasa
pembayaran yang memiliki harga yang rendah karena biayanya pun juga rendah.
Dengan kata lain, sistem pembayaran ini harus memiliki biaya imbangan yang
terkecil relatif terhadap sistem pembayaran jenis lain bagi seluruh agen ekonomi
yang menggunakannya.
Beruntung kini kebutuhan itu dapat diimbangi dengan kemajuan teknologi
dalam sistem pembayaran yang lebih bersifat elektronis. Menurut Listfield dan
Montes-Negret (1994), sistem pembayaran yang tanpa kertas ini tidak hanya
efektif untuk transaksi bernilai besar, melainkan juga untuk pembayaran rutin
(seperti listrik, air ledeng, serta gaji) serta pembayaran yang sensitif terhadap
waktu (seperti, pembayaran bunga). Melalui penurunan biaya transaksi dan
peningkatan kecepatan transaksi, elektronifikasi ini membuat sistem pembayaran
lebih efektif (Snellman dan Vesalla, 1999). Penggunaan sistem pembayaran
elektronik hanya membutuhkan biaya sepertiga atau setengah dari penggunaan
sistem pembayaran non tunai yang bersifat paper based.
Isu paling sentral dalam studi mengenai sistem pembayaran elektronis
dewasa ini adalah bagaimana pengaruh inovasi sistem pembayaran elektronik,
terutama Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) terhadap
permintaan uang (money demand) khususnya di masyarakat luas suatu negara.
Terkait dengan hal ini, dalam dunia yang modern, keterbukaan dari ekonomi,
globalisasi dari capital markets, dan kemudian kurs yang fleksibel, menunjukkan
peran penting dalam mengarahkan studi atas money demand (Yilmazkuday,
2006).
Kajian teoritis mengenai permintaan uang dewasa ini perlu diimbangi oleh
kajian yang secara empiris disesuaikan dengan perkembangan teknologi yang ada.
Walaupun pengkajian ini bisa dilakukan dalam berbagai sisi, namun hasil dan
dampaknya bisa berlaku umum untuk perekonomian (Rinaldi, 2002). Dalam
penelitian ini, faktor determinan permintaan uang yang dipelajari dalam teori
ekonomi makro (pendapatan nasional, suku bunga, dll) tetap akan dipertahankan
dan akan tetap dibahas walaupun tidak terlalu mendalam. Sebab, parameter-
parameter tersebut merupakan starting point utama dalam penelitian ini.
Tujuan dari penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut. Pertama,
menganalisis pengaruh penggunaan alat pembayaran dengan menggunakan kartu
dan variabel makroekonomi lainnya terhadap permintaan uang di Indonesia dalam
jangka panjang. Kedua, menganalisis hubungan dinamis pengaruh penggunaan
alat pembayaran dengan menggunakan kartu dan variabel makroekonomi lainnya
terhadap permintaan uang di Indonesia dalam jangka pendek.
Untuk mencapai tujuan penelitian di atas, digunakan metode Uji Kointegrasi
dan Error Correction Model (ECM). Jenis data yang diolah dalam penelitian ini
adalah data sekunder yang diperoleh dari berbagai litelatur yang bersumber dari
Bank Indonesia dan International Financial Statistics. Data yang digunakan
dalam penelitian ini meliputi permintaan uang riil, pendapatan nasional, SBI 30
hari, nilai tukar (Rp/$), inflasi, volume transaksi kartu kredit, kartu debet, kartu
ATM. Sedangkan, keseluruhan data-data yang digunakan merupakan data time
series bulanan dengan sampel waktu dari 2003:1 sampai 2005:08.
Terdapat pengaruh yang berbeda antara penggunaan APMK non-tunai (kartu
kedit dan kartu debet) dan kartu ATM terhadap permintaan uang. Hasil penelitian
ini membuktikan adanya hubungan jangka panjang antara penggunaan ATM
terhadap permintaan uang M1 dan uang tunai. Sementara itu, penggunaan kartu
kredit dan debet tidak signifikan mempengaruhi permintaan uang M1 dan uang
tunai. Perbedaan ini terjadi karena intensitas volume dan nilai transaksi kartu
ATM jauh lebih tinggi daripada kartu kredit dan kartu debet. Selain itu, pengguna
kartu ATM jauh lebih besar daripada pengguna kartu kredit dan kartu debet.
Hasil berbeda ditunjukkan dalam jangka pendek pengaruh APMK terhadap
permintaan uang M1 dan uang tunai. Perubahan permintaan terhadap M1 hanya
dipengaruhi oleh perubahan penggunan kartu ATM dan kartu debet. Sedangkan
perubahan permintaan uang tunai tidak dipengaruhi oleh penggunaan APMK.
Dalam model permintaan uang dinamis jangka pendek juga terlihat bahwa
ketidakseimbangan di pasar uang mempunyai pengaruh yang kecil terhadap
permintaan uang di Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa pengaruh
ketidakseimbangan pasar perbankan pada waktu sebelumnya relatif kecil.
Ketidakseimbangan pada pasar perbankan dikoreksi dengan lambat.
Berdasarkan hasil penelitian di atas telah dibuktikan bahwa keberadaan
APMK (kartu kredit dan kartu debet) dan ATM berpengaruh secara nyata
terhadap permintaan uang. Tentunya, bagi bank sentral (khususnya Bank
Indonesia) hal ini akan berdampak secara fundamental kepada kebijakan moneter
yang diambilnya. Konsekuensinya, bank sentral perlu mendefinisikan ulang
kembali mengenai pengukuran kuatitas uang dengan mengakomodir keberadaan
APMK seperti kartu kredit, debet dan ATM.
APMK telah terbukti dapat memberikan efektifitas, efisiensi serta keamanan
dalam sistem pembayaran di masyarakat serta dunia keuangan pada umumnya.
Bank sentral bekerja sama dengan dunia perbankan perlu mempromosikan
penggunaan APMK kepada masyarakat luas. Sebab diyakini bahwa potensi
APMK masih sangat besar karena jumlah pemegang kartu kredit, kartu debet serta
kartu ATM dari tahun ke tahun mengalami pertumbuhan. Hal itu didukung oleh
peningkatan infrastruktur dan teknologi dari sistem pembayaran yang bernominal
kecil tersebut.
ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN ALAT
PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU
DAN VARIABEL-VARIABEL MAKROEKONOMI
TERHADAP PERMINTAAN UANG DI INDONESIA

Oleh

ZAINAL MUTTAQIN
H14102105

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh:


Nama : Zainal Muttaqin
Nomor Registrasi Pokok : H14102105
Program Studi : Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Penggunaan Alat Pembayaran
dengan Menggunakan Kartu dan Variabel-
Variabel Makroekonomi terhadap Permintaan
Uang di Indonesia

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.

Menyetujui,
Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS


NIP. 131 846 872

Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS


NIP. 131 846 872

Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH


BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2006

Zainal Muttaqin
H14102105
RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Zainal Muttaqin, dilahirkan pada tanggal 7 Mei 1984 di


Garut, sebuah kota kecil di Provinsi Jawa Barat. Penulis ialah anak terakhir dari
tiga bersaudara, dari pasangan Rusdan Zakaria dan Siti Maryam. Jenjang
pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan. Setelah menamatkan jenjang pra-
sekolah di TK Bhayangkari 56 Garut pada tahun 1990, penulis melanjutkan ke SD
Negeri Kiansantang Garut dan lulus pada tahun 1996. Kemudian, penulis
melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Garut dan lulus pada tahun 1999. Selanjutnya
penulis diterima di SMU Negeri 1 Tarogong Garut, dan lulus pada tahun 2002.
Pada tahun yang sama, penulis meninggalkan kota tercinta untuk melanjutkan ke
jenjang pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima sebagai mahasiswa di
Departemen Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif pada beberapa organisasi dan
aktivitas kemahasiswaan lainnya. Adapun organisasi-organisasi tersebut adalah
BEM Tingkat Persiapan Bersama sebagai staf Departemen Sosial Politik dan
Keorganisasian, HIPOTESA (Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan
Studi Pembangunan) sebagai Wakil Ketua, DPM-FEM sebagai staf Komisi
Eksternal, Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) KM-IPB sebagai Ketua
Badan Pekerja II (Kepartaian dan Suksesi PEMIRA). Selain itu, penulis aktif pada
beberapa kepanitiaan seperti Masa Perkenalan Fakultas-Departemen di FEM
sebagai Ketua II (2004), dan Komisi Pemilihan Raya KM-IPB sebagai
Koordinator Tim Kampanye (2005).
Kupersembahkan karya kecil ini
untuk kedua orang tuaku tercinta...
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat melakukan penyusunan skripsi ini. Judul
skripsi ini adalah Analisis Pengaruh Penggunaan Alat Pembayaran dengan
Menggunakan Kartu dan Variabel-Variabel Makroekonomi terhadap
Permintaan Uang di Indonesia. Pembahasan mengenai sistem pembayaran
elektronik terutama Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) sangat
penting karena seiring dengan berkembang pesatnya teknologi informasi pengaruh
alat pembayaran ini dapat mempengaruhi kebijakan moneter perlu untuk
diketahui. Disamping hal tersebut, penyusunan skripsi ini merupakan salah satu
upaya untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian
Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini baik secara langsung
maupun tidak langsung. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan kepada:
1. Ibu Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS, sebagai Dosen Pembimbing yang telah
memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses
penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Ir. Noer Azam Achsani, M.Si, Ph.D sebagai Dosen Penguji yang telah
memberikan saran dan kritikan beliau merupakan hal yang sangat berharga
dalam penyempurnaan skripsi ini.
3. Bapak Syamsul Hidayat Pasaribu, SE, M.Si sebagai Komisi Pendidikan yang
telah memberikan saran dan kritikan dalam penulisan serta ejaan skripsi ini.
4. Kedua orang tua tercinta, Rusdan Zakaria dan Siti Maryam, yang telah
mencurahkan segala kasih sayang bagi penulis serta dorongan semangat dalam
penyusunan skripsi ini.
5. Kedua kakak tercinta, Kiki Noor Zakiah beserta keluarga, dan Fitri Rahmani
yang banyak memberikan bantuan dan dorongan bagi penulis hingga skripsi
ini terselesaikan.
6. Ibu Annisa Kurniatun (Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran Bank
Indonesia) serta Mbak Mitha (Inter-Cafe) yang bersedia membantu dalam
pengumpulan data tentang APMK.
7. Teman-teman di Ilmu Ekonomi 39 atas segala bantuan, dan dukungan
semangat bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
8. Keluarga Besar Pondok Girma atas segala kebersamaan dan dukungan bagi
penulis dalam penyusunan skripsi ini
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun,
besar harapan penulis semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
menambah khasanah ilmu pengetahuan mengenai sistem pembayaran dan
kebijakan moneter di Indonesia.

Bogor, Agustus 2006

Zainal Muttaqin
H14102105
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL......................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. vi
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................... vii
I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2. Perumusan Masalah .................................................................... 5
1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................ 9
1.4. Manfaat Penelitian ...................................................................... 10
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 11
2.1. Sistem Pembayaran ..................................................................... 11
2.1.1. Definisi............................................................................... 11
2.1.2. Evolusi Sistem Pembayaran............................................... 12
2.1.3. Karakteristik Sistem Pembayaran yang Efektif ................. 16
2.2. Teori Uang .................................................................................. 18
2.2.1. Definisi dan Fungsi Uang .................................................. 18
2.2.2. Teori Ekonomi Klasik ........................................................ 20
2.2.3. Teori Kuantitas Uang ......................................................... 21
2.2.4. Pendekatan Cambridge ...................................................... 22
2.2.5. Teori Neo-Klasik................................................................ 23
2.2.6. Teori Keynessian................................................................ 23
2.2.7. Teori Permintaan Uang Pasca Keyness ............................. 25
2.3. Pengukuran Kuantitas Uang........................................................ 27.
2.4. Penelitian Terdahulu ................................................................... 29
2.4.1. Substitusi Alat Pembayaran (Tunai-Non tunai) ................. 29
2.4.2. Manfaat Sistem Pembayaran Elektonis.............................. 30
2.4.3. Pengaruh Sistem Pembayaran Elektonis terhadap
Permintaan Uang................................................................ 31
ii

2.4.4. Dampak Pengenaan Tarif terhadap Penggunaan APMK ... 32


2.5. Kerangka Pemikiran.................................................................... 34
2.6. Hipotesis Penelitian..................................................................... 37
III. GAMBARAN SISTEM PEMBAYARAN NASIONAL
INDONESIA ...................................................................................... 38
3.1. Penyelenggara Jasa Pembayaran................................................. 38
3.1.1. Lembaga Keuangan Bank .................................................. 38
3.1.2. Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) ........................ 40
3.2. Cara Pembayaran ........................................................................ 40
3.2.1. Pembayaran Tunai.............................................................. 40
3.2.2. Pembayaran Bukan Tunai .................................................. 43
3.3. Rekening Giro (Cek) ................................................................... 45
3.4. APMK ......................................................................................... 45
3.4.1. Kartu kredit ....................................................................... 45
3.4.2. Kartu ATM dan Kartu Debet ............................................. 47
3.4.3. Smart Cards ....................................................................... 49
3.4.4. Warkat Pos ......................................................................... 50
IV. METODE PENELITIAN................................................................... 51
4.1. Jenis dan Sumber Data ................................................................ 51
4.2. Model Penelitian ......................................................................... 52
4.3. Metode Analisis Data.................................................................. 53
4.3.1. Uji Akar Unit ..................................................................... 54
4.3.2. Uji Kointegrasi ................................................................... 58
4.3.3. ECM ................................................................................... 60
4.3.4. Uji Kebaikan ECM............................................................. 63
4.4. Definisi Operasional.................................................................... 64
V. HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................... 67
5.1 Uji Kestasioneran Data (Uji Akar Unit)....................................... 67
5.2. Uji Kointegrasi ............................................................................ 69
5.2.1. Pengaruh Variabel Volume Transaksi APMK................... 71
5.2.2. Pengaruh Variabel-Variabel Makroekonomi ................... 75

ii
iii

5.3. Hasil Estimasi Jangka Pendek..................................................... 77


5.3.1. Pengaruh Variabel Volume Transaksi APMK................... 80
5.3.2. Pengaruh Variabel-Variabel Makroekonomi ..................... 81
5.3.3. Uji Kebaikan ECM............................................................. 82
V. KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................... 85
6.1 Kesimpulan .................................................................................. 85
6.2 Saran............................................................................................. 86
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 88
LAMPIRAN................................................................................................... 92

iii
iv

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
2.1. Hubungan M0, M1 dan M2.................................................................... 28
3.1. Perkembangan Kartu Kredit di Indonesia (1998-2004) ......................... 47
3.2. Perkembangan Kartu ATM di Indonesia (1999-2003) .......................... 48
3.3. Perkembangan Kartu Debet di Indonesia (1998-2004).......................... 49
4.1. Nama, Simbol dan Sumber Data............................................................ 51
5.1. Hasil Uji Akar Unit pada Level.............................................................. 67
5.2. Hasil Uji Akar Unit pada First Difference (Tanpa Trend)..................... 68
5.3. Hasil Uji Akar Unit pada First Difference (dengan Trend) ................... 69
5.4. Persamaan Jangka Panjang Pengaruh Penggunaan APMK dan
Variabel-Variabel Makroekonomi Lainnya terhadap Permintaan Uang 70
5.5. Hasil Uji Kointegrasi Kedua Model Penelitian...................................... 71
5.6. Estimasi Jangka Pendek Pengaruh APMK terhadap Permintaan Uang
di Indonesia yang Belum direstriksi....................................................... 78
5.7. Estimasi Jangka Pendek Pengaruh Alat Pembayaran dengan
Menggunakan Kartu terhadap Permintaan Uang di Indonesia yang
Telah direstriksi...................................................................................... 79
5.8. Hasil Uji Heteroskedastisitas ................................................................. 81
5.9. Hasil Uji Autokorelasi dengan Breusch-Godfrey Serial Correlation
LM Test .................................................................................................. 81
5.10. Hasil Uji Normalitas ............................................................................. 82

iv
v

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman
2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian............................................................... 36
3.1. Gambaran Intensitas Uang Tunai yang Diedarkan di Indonesia............. 41
3.2. Gambaran Peredaran Uang Tunai di Masyarakat Indonesia................... 42
5.1. Perkembangan Perbandingan Nilai Transaksi APMK dengan Peredaran
Uang di Indonesia (Maret 2000 Agustus 2005) ................................... 73
5.2. Perkembangan Perbandingan Volume Transaksi APMK di Indonesia
(Maret 2000 Agustus 2005) ................................................................. 75

v
vi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman
1. Data-Data Penelitian ................................................................................. 93
2. Persamaan Jangka Panjang Permintaaan Uang M1 .................................. 97
3. Uji Kointegrasi Persamaan Jangka Panjang Permintaan Uang M1 .......... 98
4. Persamaan Jangka Panjang Permintaan Uang TUNAI ............................. 99
5. Uji Kointegrasi Persamaan Jangka Panjang Permintaan Uang TUNAI ... 100
6. Persamaan Jangka Pendek Permintaan Uang M1 ..................................... 101
7. Persamaan Jangka Pendek Permintaan Uang TUNAI .............................. 102
8. Persamaan Jangka Pendek Permintaan Uang M1 yang Direstriksi ......... 103
9. Persamaan Jangka Pendek Permintaan TUNAI yang Direstriksi ............. 104
10. Uji Heteroskedastisitas Persamaan ECM Permintaan Uang M1 ............. 105
11. Uji Heteroskedastisitas Persamaan ECM Permintaan Uang TUNAI ...... 106
12. Uji Autokolerasi Persamaan ECM Permintaan Uang M1 ....................... 107
13. Uji Autokolerasi Persamaan ECM Permintaan Uang TUNAI................. 108
14. Uji Normalitas Persamaan ECM Permintaan Uang M1 .......................... 109
15. Uji Normalitas Persamaan ECM Permintaan Uang TUNAI.................... 110

vi
vii

DAFTAR SINGKATAN

ADF = Augmented Dickey-Fuller.


APMK = Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu.
ATM = Automatic Teller Machine.
BI = Bank Indonesia.
BI-RTGS = Bank Indonesia Real Time Gross Settlements
BPR = Bank Perkreditan Rakyat.
ECM = Error Correction Model
EFT-POS = Electronic Fund Transfer Point of Sale.
LKBB = Lembaga Keuangan Bukan Bank.

vii
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dewasa ini, seiring dengan adanya saling ketergantungan antar agen

ekonomi yang semakin meningkat, perekonomian suatu negara perlu ditunjang

oleh sistem pembayaran yang efektif dan efisien. Sebab, hal ini merupakan

prasyarat utama dalam mempromosikan perdagangan dan transaksi baik di tingkat

domestik maupun internasional terutama bagi negara berkembang (Humphrey,

Keppler, dan Montes-Negret, 1997). Efisiensi sebuah sistem pembayaran salah

satunya bisa diukur dari bagaimana sistem ini bisa meminimalkan biaya untuk

mendapatkan manfaat dari sebuah transaksi. Seorang pengguna jasa pembayaran

akan memakai jasa alat pembayaran yang memiliki harga yang rendah karena

biayanya pun juga rendah. Dengan kata lain, sistem pembayaran ini harus

memiliki biaya imbangan yang terkecil relatif terhadap sistem pembayaran jenis

lain bagi seluruh agen ekonomi yang menggunakannya.

Beruntung kini kebutuhan itu dapat diimbangi dengan kemajuan teknologi

dalam sistem pembayaran yang lebih bersifat elektronis. Menurut Listfield dan

Montes-Negret (1994), sistem pembayaran yang tanpa kertas ini tidak hanya

efektif untuk transaksi bernilai besar, melainkan juga untuk pembayaran rutin

(seperti listrik, air ledeng, serta gaji) serta pembayaran yang sensitif terhadap

waktu (seperti, pembayaran bunga). Melalui penurunan biaya transaksi dan

peningkatan kecepatan transaksi, elektronifikasi ini membuat sistem pembayaran

lebih efektif (Snellman dan Vesalla, 1999). Penggunaan sistem pembayaran


2

elektronik hanya membutuhkan biaya sepertiga atau setengah dari penggunaan

sistem pembayaran non tunai yang bersifat paper based (berbasis warkat).

Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) 1 yang banyak

dipakai oleh masyarakat merupakan bagian integral dari sistem pembayaran

elektronik. Penggunaan alat pembayaran ini memberikan manfaat yang sangat

besar bagi berbagai sektor perekonomian. Humphrey, Vale dan Kim (2001) dan

Stix (2002) mengungkapkan tersubstitusinya uang tunai oleh APMK,

mempengaruhi pendapatan bank sentral atas penciptaan uang baru (seigniorage).

Sementara itu, alat pembayaran elektronik ini juga dapat mengurangi pengeluaran

perusahaan terhadap penggunaan input modal yang biasanya dipakai untuk

melakukan pembayaran yang bersifat paper based, sehingga bisa dipakai untuk

melakukan ekspansi kegiatan usahanya. Dalam cakupan yang lebih luas, alat

pembayaran ini memiliki peran yang besar dalam memberikan fasilitas dalam

upaya terwujudnya pengembangan sistem perbankan yang sehat, karena dengan

demikian bank dapat lebih mudah mengelola likuiditasnya serta meningkatkan

perputaran transaksi dana baik antar bank maupun antar bank dengan nasabahnya

(Purusitawati, 2000).

Berikut ini merupakan sebagian dari hasil kajian empiris yang telah

dilakukan ekonom tentang manfaat penggunaan APMK bagi perekonomian. Pada

tahun 1990-an biaya yang dikeluarkan bank pada 12 negara Eropa mampu ditekan

sebesar 45 persen (Humphrey, Willeson, Lindblom, Bergendahl, 2003). De

Grauwe, Buyst dan Rinaldi (2000) dalam Rinaldi (2001) membandingkan biaya
1
Menurut Bank Indonesia (2004), Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) adalah
alat pembayaran yang berupa Kartu Kredit, Kartu Automatic Teller Machine (ATM), Kartu Debet,
Kartu Prabayar, dan atau yang dapat dipersamakan dengan itu.
3

rata-rata (average cost) dari APMK dengan pembayaran tunai yaitu sebesar 1,3

persen dan 9 persen dari nilai transaksi.

Hasil ini bisa tercapai karena dipengaruhi oleh tiga aspek. Pertama, besarnya

manfaat seiring dengan peningkatan skala ekonomis dari sistem pembayaran

elektronik. Kedua, penurunan biaya dari sistem pembayaran berdasarkan kertas.

Ketiga, rendahnya biaya telekomunikasi yang mengacu pada perubahan teknis

dari pembayaran, termasuk juga deregulasi dan kompetisi yang terjadi.

Dunia perbankan merupakan sumber inovasi dan salah satu sektor ekonomi

yang merasakan manfaat terbesar dari munculnya sistem pembayaran baru ini.

Perkembangan ini telah memacu praktisi perbankan untuk mengembangkan

sistem pelayanan kepada nasabah yang lebih efektif dan efisien. Kemajuan

teknologi informasi telah berhasil membuat Automatic Teller Machine (ATM) dan

portable computer menggantikan fisik kantor bank yang mahal. Kini dari

perangkat elektronik itu dapat dilakukan kegiatan perbankan, mulai dari melihat

saldo, mencetak statement rekening koran, transfer dana domestik maupun valas,

juga transaksi letter of credit. Perbankan menuju arah tanpa bentuk (virtual reality

banking) (Sukardi, 1997).

Hal ini yang merangsang para ekonom untuk melakukan kajian ekonomi

mengenai sistem pembayaran elektronik dalam cakupan yang lebih luas, tidak

hanya sebatas sektor perbankan saja. Penelitian mereka berkesimpulan sama, yaitu

besarnya manfaat sistem pembayaran elektronik terhadap perekonomian suatu

negara khususnya bagi lembaga keuangan 2 . Secara empiris dalam prakteknya di

2
Uraian yang lengkap mengenai hal ini dapat dilihat dalam Bab 2.
4

dunia nyata, keberadaan sistem pembayaran elektronik menuntut penyedia jasa

pembayaran (dalam hal ini perbankan) mencari cara untuk meningkatkan manfaat

jasanya bagi para nasabah (misalnya, menurunkan tarif transaksi). Begitu pun

dengan para pengusaha, mereka akan mencari cara untuk meminimalisir biaya

transaksi mereka, khususnya yang terkait dengan penggunaan jasa perbankan.

Berdasarkan uraian di atas ternyata dalam sudut pandang ilmu ekonomi

studi mengenai sistem pembayaran elektronik sangat menarik. Isu paling sentral

dalam studi mengenai alat pembayaran elektronik dewasa ini adalah bagaimana

pengaruh inovasi sistem pembayaran elektronik, dalam hal ini APMK terhadap

permintaan uang (money demand) khususnya di masyarakat luas suatu negara.

Dalam dunia yang modern, keterbukaan dari ekonomi, globalisasi dari capital

markets, dan kemudian kurs yang fleksibel, telah menunjukkan pentingnya

mengarahkan kajian atas money demand (Yilmazkuday, 2006).

Kajian teoritis mengenai permintaan uang perlu diimbangi oleh kajian yang

secara empiris disesuaikan dengan perkembangan teknologi yang ada. Walaupun

pengkajian ini bisa dilakukan dalam berbagai sisi, namun hasil dan dampaknya

bisa berlaku umum untuk perekonomian (Rinaldi, 2002). Dalam penelitian ini,

faktor determinan permintaan uang yang dipelajari dalam teori ekonomi makro

(pendapatan nasional, suku bunga, dll) tetap akan dipertahankan dan akan tetap

dibahas walaupun tidak terlalu mendalam. Sebab, parameter-parameter tersebut

merupakan starting point utama dalam penelitian ini.

Sementara itu, di tengah luasnya lapangan studi ekonomi, kajian atas money

demand merupakan studi yang paling menarik bagi para ekonom dan bank sentral
5

di banyak negara. Urgensinya terletak pada pengaruh langsung kajian ini kepada

aspek kebijakan moneter keseluruhan. Kestabilan permintaan uang membentuk

kebijakan moneter keseluruhan (aggregat monetary policy) sehingga dapat

diprediksi pengaruhnya terhadap tingkat output, suku bunga, serta tingkat harga

(Sriram, 1999).

1.2. Perumusan Masalah

Sistem pembayaran elektronik telah menjadi urat nadi dalam perekonomian

dewasa ini. Seiring dengan globalisasi ekonomi yang semakin nyata, kebutuhan

pengadopsian sistem ini kepada masyarakat luas serta perekonomian di Indonesia

akan segera terwujud baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut

Global Insight (2003), pengadopsian sistem pembayaran elektronik akan

meningkatkan penjualan barang dan jasa, menurunkan penghalang langsung

terhadap kredit dan likuiditas uang, serta menurunkan penghalang geografis dalam

perdagangan dan transaksi perekonomian.

Perkembangan yang cukup menarik sekarang ini adalah kompetisi yang

terjadi antara alat-alat pembayaran elektronik tersebut (Greenspan, 1996). Jumlah

mesin ATM serta volume transaksi melalui mesin ini semakin meningkat dari

tahun ke tahun. Di sisi lain, justru pada waktu yang relatif sama penggunaan cek,

kartu debet serta kartu kredit juga menunjukkan tren yang meningkat pula.

Perkembangan teknologi informasi (IT) telah memacu kompetisi ini untuk

meningkatkan kepuasan nasabah terhadap layanan perbankan (Warjiyo, 2006).

Perekonomian di berbagai negara kini sedang mencari sistem pembayaran yang


6

ideal (khususnya dalam transaksi pembayaran yang bernilai kecil) dan aman

(khususnya dalam penggunaan teknologi informasi internet).

Dalam kasus Indonesia, bukti empiris yang terjadi dewasa ini menunjukkan

terjadi peningkatan cakupan serta skala dari alat pembayaran elektronik dan non

tunai, seperti ATM, kartu kredit, kartu debet, serta smart cards (Warjiyo, 2006).

Pertumbuhan terbesar terjadi pada piranti ATM karena makin beragamnya

features kemudahan yang ditawarkan oleh ATM. Saat ini ATM telah berkembang

menjadi alat pembayaran yang multi fungsi (baik sebagai kartu kredit maupun

Electronic Fund Transfer/Point of Sale - EFT/POS). Perkembangan ini

menunjukkan makin meningkatnya penerimaan masyarakat terhadap keberadaan

alat pembayaran ini.

Diawali dengan diadopsinya penggunaan ATM pada tahun 1980-an, dunia

perbankan Indonesia sedikit demi sedikit merubah metode pelayanan kepada

nasabah dari paper-based (berbasis warkat) dengan meningkatkan pelayanan

pembayaran bersistem elektronik. Perkembangan alat pembayaran (baik tunai

maupun non tunai) elektronik berbasis kartu tumbuh sejalan dengan aktivitas

perekonomian yang direfleksikan oleh perkembangan uang beredar dan aktivitas

kliring (Bank Indonesia, 2006b).

Berdasarkan uraian di atas, kajian ekonomi mengenai APMK menjadi topik

bahasan yang relevan dan sangat urgen dianalisis dalam teori dan aplikasi ilmu

ekonomi, baik makro maupun mikro. Penggunaan alat pembayaran ini sedikit

demi sedikit telah merubah pola hidup masyarakat dalam melakukan transaksi

ekonomi. Sebagaimana diuraikan di atas, gambaran efek substitusi antara APMK


7

dengan uang tunai akan semakin nyata. Sebab, kini penggunaan kartu pembayaran

menjadi alternatif alat transaksi masyarakat selain uang. Bila ditinjau dari sudut

ekonomi makro, apabila perekonomian secara luas menggalakkan penggunaan

kartu pembayaran ini maka hal ini akan berpengaruh negatif terhadap permintaan

uang (Yilmazkuday, 2006).

Pembahasan yang akan dianalisa pada penelitian ini adalah pengaruh

penggunaan APMK sebagai alternatif media transaksi masyarakat terhadap

permintaan uang, khususnya di Indonesia. Walaupun masyarakat Indonesia belum

mencapai tahap cash-less society, namun penggunaan APMK telah mendapat

tempat dan perhatian tersendiri bagi sebagian masyarakat Indonesia. Potensi

pasar dan bisnis kartu pembayaran kini semakin meningkat seiring dengan

bergulirnya proses pemulihan ekonomi 3 .

Topik ini menjadi semakin relevan seiring dengan perkembangan

perekonomian Indonesia dewasa ini. Wacana yang kini menjadi pusat perhatian

oleh ekonom dan Bank Indonesia dalam kebijakan moneter adalah mengenai

keberadaan simpanan tabungan (saving deposit) dalam M2. Padahal, sebagaimana

diketahui, kebanyakan tabungan yang ditawarkan oleh perbankan adalah jenis

tabungan yang dapat ditarik sewaktu-waktu. Ditambah dengan kemudahan

pelayanan melalui penggunaan kartu ATM, sifat simpanan tabungan dinilai sama

dengan simpanan giral, bahkan hampir sama dengan uang tunai. Dengan demikian

simpanan tabungan jenis tersebut seharusnya digolongkan ke dalam jenis uang

M1, bukan M2.

3
Uraian mengenai hal ini dapat dilihat dalam Bab 3.
8

Sementara itu, perumusan model permintaan uang tidaklah terlepas dari

masalah. Hal ini terkait dengan pemilihan variabel-variabel yang

mempengaruhinya serta faktor masalah representasi di lapangan perekonomian.

Biaya imbangan dari memegang uang merupakan faktor yang signifikan.

Sehingga tidak mengherankan apabila tingkat suku bunga (baik dalam negeri

maupun luar negeri) serta nilai tukar sering dipakai dalam kajian permintaan uang.

Analisis mengenai variabel-variabel makroekonomi yang menjadi faktor

determinan permintaan uang, tetap akan dibahas dalam penelitian ini walaupun

tidak dengan mendalam.

Untuk kepentingan pemfokusan arah penelitian ini, jenis APMK yang

dianalisis pada penelitian ini dibatasi pada tiga jenis kartu yaitu kartu kredit, kartu

debet, serta kartu ATM. Pendekatan ini dipakai karena sesuai dengan definisi

APMK dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 6/30/PBI/2004 tentang

Penyelenggaraan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) serta

ketersediaan data dari Bank Indonesia. Selain itu, ketiga jenis alat tersebut sangat

luas digunakan oleh masyarakat Indonesia.

Beberapa permasalahan yang akan penulis garis bawahi dalam penelitian ini

diuraikan sebagai berikut

1. Bagaimana pengaruh penggunaan APMK dan variabel-variabel

makroekonomi lainnya terhadap permintaan uang di Indonesia dalam jangka

panjang?
9

2. Bagaimana hubungan dinamis serta pengaruh penggunaan APMK dan

variabel-variabel makroekonomi lainnya terhadap permintaan uang di

Indonesia dalam jangka pendek?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, terungkap

bahwa kajian empiris antara sistem pembayaran elektronik dengan analisis

ekonomi makro maupun mikro sangat urgen untuk dilaksanakan di Indonesia.

Faktanya, tentang hal ini ternyata Indonesia sudah jauh tertinggal dengan negara-

negara lain seperti, Norwegia, Finlandia, Belgia, Amerika Serikat, Inggris, dan

bahkan Thailand. Penelitian ini diharapkan menjadi bagian dalam upaya

mengatasi ketertinggalan ini. Fokus utama dalam penelitian ini adalah mengkaji

pengaruh penggunaan APMK terhadap permintaan uang di Indonesia. Permintaan

uang merupakan salah satu parameter utama yang diperhatikan dalam

pengambilan kebijakan moneter. Oleh karena itulah, maka tujuan dari penelitian

ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Menganalisis pengaruh penggunaan APMK dan variabel-variabel

makroekonomi lainnya terhadap permintaan uang di Indonesia dalam jangka

panjang.

2. Menganalisis hubungan dinamis serta pengaruh penggunaan APMK dan

variabel-variabel makroekonomi lainnya terhadap permintaan uang di

Indonesia dalam jangka pendek.


10

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan oleh penulis dari penelitian ini dapat diuraikan

sebagai berikut:

1. Bagi bank sentral sebagai regulator sistem pembayaran dan policy maker

dari kebijakan moneter, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian

selanjutnya serta rekomendasi dalam merumuskan pengembangan dan

kebijakan sistem pembayaran yang tepat bagi perekonomian Indonesia.

2. Bagi kalangan akademisi dan praktisi perbankan, penelitian ini diharapkan

dapat menjadi sebuah bahan referensi atau sebagai pembanding dalam

penelitian selanjutnya mengenai pengembangan sistem pembayaran elektronik

di Indonesia.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Pembayaran


2.1.1. Definisi
Meskipun terdapat berbagai redaksi yang berbeda, definisi mengenai sistem

pembayaran dari berbagai ekonom memiliki makna yang sama. Menurut Listfield

dan Montes-Negret (1994), sistem pembayaran adalah prosedur, peraturan,

standar, serta instrumen yang digunakan untuk pertukaran nilai keuangan

(financial value) antara dua pihak yang terlibat untuk melepaskan diri dari

kewajiban. Mishkin (2001) mengungkapkan secara sederhana bahwa sistem

pembayaran adalah metode untuk mengatur transaksi dalam perekonomian.

Sementara itu, menurut Purusitawati (2000), sistem pembayaran adalah

suatu sistem yang terdiri atas sekumpulan ketentuan hukum, standar, prosedur dan

mekanisme teknis operasional pembayaran yang dipergunakan untuk pertukaran

suatu nilai uang antara dua pihak dalam suatu wilayah negara maupun secara

internasional dengan memakai instrumen pembayaran yang diterima sebagai alat

pembayaran. Dalam pengertian ini tercakup pengertian mengenai

kelembagaan/organisasi yang terkait dalam mekanisme pembayaran seperti bank,

lembaga kliring, atau lembaga perantara pembayaran lainnya serta bank sentral.

Selanjutnya di dalam pengertian standar, prosedur dan mekanisme teknik

operasional pembayaran tercakup didalamnya proses penunjukkan, pemeriksaan

kebenaran dan penerimaan perintah pembayaran diikuti pelaksanaan/penyelesaian

kewajiban finansial melalui pertukaran suatu nilai uang antara para pihak yang

terkait.
12

Berdasarkan pengertian di atas, maka suatu sistem pembayaran terdiri atas

unsur-unsur sebagai berikut:

1. Politik/kebijaksanaan yang dianut, bersifat normatif, menerangkan mengenai

tujuan dan manfaat yang diharapkan dapat dicapai/diperoleh dari sistem

pembayaran.

2. Lembaga/organisasi yang terkait dalam sistem pembayaran.

3. Sistem hukum yang berlaku.

4. Alat-alat pembayaran yang lazim dan dinyatakan sah untuk dipergunakan.

Unsur-unsur sistem pembayaran di atas memperlihatkan bahwa sistem

pembayaran suatu negara adalah unik. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat

terjadi perbedaan antara sistem pembayaran suatu negara dengan negara lainnya.

Implikasinya, kondisi serta perilaku masyarakat untuk memegang uang berkaitan

erat dengan sistem pembayaran yang dianut dalam perekonomiannya. Mereka

akan lebih memilih alat pembayaran yang paling murah biayanya dan paling

nyaman digunakan. Carl Menger dalam Global Insight (2003) mengungkapkan

bahwa nilai-nilai subjektif masyarakat juga berperan dalam sistem pembayaran

tidak hanya tergantung pada karakteristik objektifnya. Kajian ini merupakan

kritikan kepada analisis Adam Smith (ekonom klasik) yang tidak menghitung

nilai-nilai preferensi dari masyarakat dalam perekonomian, yang sebenarnya

merupakan dasar dalam seluruh kegiatan perekonomian.

2.1.2. Evolusi Sistem Pembayaran

Seiring dengan perkembangan zaman dan kebutuhan perekonomian, hampir

berabad-abad lamanya sistem pembayaran telah berevolusi. Dalam beberapa


13

dekade terakhir perubahan tersebut terasa sangat cepat seiring dengan kemajuan

teknologi yang juga sangat pesat. Pengelolaan pembayaran menjadi semakin

terotomatisasi melalui pengelolaan yang semakin mengandalkan kemajuan

teknologi telekomunikasi dan informasi (Purusitawati, 2000). Selanjutnya, dalam

uraian di bawah ini akan dibahas bagaimana evolusi ini berlangsung hingga

bermuara ke sistem pembayaran elektronik.

Dalam perekonomian yang masih terbelakang, masyarakat mempergunakan

cara barter. Transaksi secara barter merupakan akar dari evolusi sistem

pembayaran. Karena barter menghadapi masalah kesetaraan nilai, maka

dipergunakanlah commodity money berupa emas atau perak serta koin. Masalah

ini muncul setelah adanya kesadaran masyarakat bahwa transaksi akan semakin

efektif dan efisien apabila masyarakat mempergunakan sesuatu yang digunakan

sebagai alat pembayaran.

Karena emas dan perak tidak praktis, maka evolusi ini berlanjut dengan

penggunaan uang fiat (uang kepercayaan). Uang fiat adalah uang kertas yang

diumumkan oleh pemerintah sebagai alat transaksi (Miskhin, 2001). Kelebihan

dari uang kertas ini adalah lebih ringan daripada koin emas atau perak.

Pembayaran sistem barter, commodity money, serta uang fiat dapat

dikelompokkan menjadi sistem pembayaran tunai. Sistem pembayaran ini

merupakan sistem pembayaran yang paling sederhana, dan paling banyak

digunakan untuk transaksi dalam perekonomian, terutama di negara-negara

berkembang. Sebab, dalam sistem pembayaran tunai dana dapat dengan mudah
14

ditransferkan secara instan tanpa adanya biaya lain seperti waktu, transaksi, dsb

(Listfield dan Montes-Negret, 1994)

Dalam kasus perekonomian Indonesia, untuk menjaga kualitas uang (uang

kartal, uang fiat) yang beredar di masyarakat, Bank Indonesia mengeluarkan

beberapa kebijakan. Kebijakan yang diambil tersebut adalah pengeluaran dan

pengedaran uang emisi baru, serta melanjutkan program public education

mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah (Bank Indonesia, 2006b). Beberapa standar

fisik keaslian uang kartal (fiat) untuk menjaga dari penyalahgunaan dan

pemalsuan diantaranya adalah ukuran, bahan, warna kertas yang unik, denominasi

uang, serta pengaman (tinta khusus, watermark, benang pengaman, gambar

tembus pandang, microtext, dll).

Setelah penggunaan uang fiat semakin meluas, bukan berarti evolusi ini

telah berhenti. Penggunaan uang kertas ini juga menyimpan berbagai biaya, dari

keamanan, biaya transportasi, hingga biaya transaksi (yaitu pengenaan tarif dalam

transaksi). Selain itu, uang fiat hanya bisa digunakan sebagai alat transaksi

sepanjang adanya kepercayaan kepada lembaga yang berwenang

mengeluarkannya dan pencetakannya sudah dalam tahap sukar untuk dipalsukan

(Miskhin, 2001).

Selanjutnya, pengembangan sistem pembayaran berlanjut dengan

penggunaan cek. Alat pembayaran ini sempat meluas penggunaannya di beberapa

negara maju, terutama di Amerika Serikat. Namun, seperti uang fiat ternyata

penggunaan cek juga membutuhkan biaya. Beberapa jenis cek hanya bisa

dicairkan dalam jangka waktu tertentu. Penggunaan cek juga memerlukan


15

keterlibatan satu atau lebih bank, yaitu transfer dana deposito dari rekening bank

pihak pembayar ke rekening bank penerima pembayaran. Dalam sistem

pembayaran non tunai seperti cek, jumlah nominal dana yang ditransaksikan harus

secara spesifik ditulis, begitupun juga nama pihak pembayar dan penerima

pembayaran. Tidak seperti sistem pembayaran tunai, dalam penggunan cek terjadi

dua proses, yaitu aliran cek secara fisik, serta transfer dana yang digunakan dalam

transaksi tersebut (Listfield dan Montes-Negret, 1994). Kedua proses ini

membutuhkan biaya waktu dan transportasi, karena cek bersifat front-office

payments, yang hanya bisa dicairkan di kantor bank yang bersangkutan.

Berdasarkan hambatan biaya tersebut maka evolusi ini berlanjut hingga

dikembangkannya sistem pembayaran yang berdasarkan elektronik.

Perkembangan ini ditunjang pula dengan kemajuan teknologi komputer yang

sedemikian cepat. Perkembangan alat-alat pembayaran tersebut mengarah dari

pengelolaan secara manual menjadi pengelolaan terinformatisasi (Purusitawati,

2000).

Sistem pembayaran elektronis mampu mengatasi masalah dalam

penggunaan uang fiat serta cek yang berdasarkan kertas. Masalah tersebut berkisar

pada ketidakpraktisan dan ketidaknyamanan untuk dipegang, serta adanya biaya

transportasi untuk melangsungkan transaksi antara pembayar (payer) dan

penerima pembayaran (payee). Pada sistem ini, transaksi yang terjadi antar bank

dapat berlangsung tanpa ada biaya pemrosesan seperti pada alat pembayaran

berdasarkan kertas. Sistem pembayaran elektronis memiliki efektifitas khususnya

dalam transaksi yang bervolume tinggi dengan nilai transaksi yang kecil, terutama
16

dalam perekonomian yang sedang berkembang yang memiliki akses teknologi

yang terbatas (Listfield dan Montes-Negret, 1994). Efektifitas ini ditandai pula

oleh adanya perubahan penandatanganan secara manual menjadi penandatanganan

secara elektronik pada alat-alat pembayaran (Purusitawati, 2000)

Pada dekade 1970-an dan 1980-an elektronifikasi dalam sistem pembayaran

mulai berkembang. APMK yang memudahkan masyarakat bertransaksi di

langsung di tempat penjualan (point of sale, POS) dan berbiaya rendah menjadi

fenomena. Varian pertama dari alat pembayaran ini yang mulai dikenal

masyarakat adalah kartu kredit. Berawal dari kajian pemasaran yang cukup

mendalam pada tahun 1958 Bank of America mengenalkan kartu kredit dengan

nama BankAmericard. (Global Insight, 2003). Untuk kepentingan ekspansi bisnis

maka bank-bank penerbit BankAmericard mendirikan Visa pada tahun 1977.

Penggunaan kartu kredit memungkinkan nasabah mendapatkan barang dan jasa

secara kredit, dan melunasinya dengan cek atau rekeningnya yang berada pada

bank pemegang lisensi penerbit kartu kredit tersebut (Visa, Mastercard, dll).

Perkembangan ini terus berlanjut dengan penemuan varian-varian alat

pembayaran elektronis lain seperti kartu debet, smart cards, internet banking, dll.

2.1.3. Karakteristik Sistem Pembayaran yang Efektif

Efektifitas dari suatu sistem pembayaran telah menjadi unsur yang sangat

penting dalam perekonomian sekarang ini. Sistem pembayaran yang paling

mendekatinya adalah sistem pembayaran elektronik. Berikut ini merupakan

kriteria umum efisiensi sebuah sistem pembayaran dapat dikatakan tercapai

(Listfield dan Montes-Negret, 1994).


17

1. Kecepatan pembayaran. Setiap transaksi pembayaran memerlukan transfer

dana yang efektif dan seketika, sebab kini waktu telah menjadi biaya yang

sangat berpengaruh juga dalam transaksi pembayaran. Keterlambatan yang

terjadi membuat ketidakpastian dalam penyelesaian transaksi, transfer dana,

serta biaya imbangan dari penginvestasian modal untuk kegiatan

perekonomian lain.

2. Kepastian pembayaran (certainty payments). Para pengguna suatu alat

pembayaran harus yakin, bahwa pembayaran yang dilakukannya akan sampai

pada tangan yang berhak. Jika keyakinan ini tidak ada maka mereka akan

kembali pada sistem pembayaran tunai menggunakan uang koin dan uang fiat,

daripada menggunakan sistem pembayaran non-tunai.

3. Keselamatan dan keamanan. Para pengguna suatu alat pembayaran harus

merasa aman dalam melakukan transaksi. Hal yang harus mendapat perhatian

dalam menjaga keselamatan dan keselamatan suatu transaksi adalah sebagai

berikut:

Pengawasan dari penggelapan. Sistem pembayaran harus didesain

sedemikian rupa dengan adanya pengawasan yang cukup untuk menjamin

dari adanya penggelapan dan akses yang tak resmi terhadap data sistem

pembayaran.

Pengawasan resiko kredit. Dalam beberapa kejadian sehari-hari, sering

kali ditemukan kasus adanya pengguna kartu kredit over limit dan gagal

bayar (default). Keadaan ini terjadi karena pihak penerima pembayaran

(retailer, dsb) tidak mengetahui apakah pihak pembayar (pemilik kartu


18

kredit) memiliki rekening yang cukup untuk membayar barang dan jasa

yang ditransaksikan. Seharusnya resiko kredit harus diantisipasi semenjak

awal.

Kepercayaan. Masyarakat luas harus percaya bahwa data sistem

pembayaran terlindungi dan tidak akan diakses informasinya oleh sumber

yang tidak resmi. Data tersebut seharusnya terlindungi baik selama

transaksi mapun sesudahnya.

4. Kenyamanan. Suatu sistem pembayaran harus membuat para pengguna

menjadi lebih nyaman, baik untuk memegang maupun melakukan transaksi

dengan alat pembayaran tersebut. Dengan kata lain, apabila ada biaya

transaksi dan biaya waktu (berupa keterlambatan) dalam penggunaan jasa

keuangan, hal ini akan kontraproduktif dalam perekonomian dengan

perekonomian di negara berkembang,

5. Biaya. Perekonomian membutuhkan sistem pembayaran yang memiliki biaya

paling rendah pada semua aspek.

2.2. Teori Uang

2.2.1. Definisi dan Fungsi Uang

Uang diartikan sebagai alat pembayaran sekaligus sebagai standar unit

(satuan hitung) dimana tingkat harga dan utang-utang (debts) dihitung (Sriram,

1999). Dari definisi ini, tergambar jelas bahwa uang dalam teori ekonomi tidaklah

terbatas pada fisik uang (currency) yang kita kenal sekarang ini. Sesuatu dapat
19

didefinisikan sebagai uang apabila memiliki tiga fungsi dari uang, yaitu alat

pertukaran, satuan hitung, serta sebagai alat penyimpan nilai (Mishkin, 2001) 2 .

Alat Pertukaran

Sebagaimana yang telah diketahui oleh masyarakat, uang berfungsi sebagai

alat pertukaran. Artinya, melalui uang seseorang dapat menghemat banyak waktu

(biaya transaksi) yang dibutuhkan dalam melakukan pertukaran (transaksi) barang

maupun jasa seperti dalam transaksi barter. Dengan adanya uang, seseorang dapat

langsung menukarkan uang tersebut dengan barang yang dibutuhkannya kepada

orang lain yang menghasilkan barang tersebut. Uang dapat menemukan keinginan

ganda (double coincidence of wants) antara penjual maupun pembeli. Suatu

barang dapat diklasifikasikan sebagai uang, apabila kriteria berikut ini terpenuhi,

yaitu barang tersebut dapat distandardisasikan dengan mudah, dapat secara luas

diterima, dapat dibagi-bagikan sehingga mudah untuk melakukan pertukaran,

sangat mudah untuk dibawa-bawa, serta tidak mudah rusak.

Satuan Hitung

Uang berfungsi sebagai satuan hitung, berarti uang merupakan alat yang

digunakan untuk mengukur nilai ekonomi suatu komoditi (barang maupun jasa).

Uang mengatasi kesulitan dalam melakukan pertukaran barang sebagaimana yang

terjadi dalam sistem barter. Melalui alat pembayaran ini, biaya transaksi dalam

pertukaran dalam sebuah ekonomi bisa ditekan.

2
Sementara itu, menurut Solikin dan Suseno (2002), uang juga berfungsi sebagai ukuran
pembayaran yang tertunda. selain berfungsi sebagai alat pertukaran, satuan hitung, serta
penyimpsn nilai. Maksudnya, uang merupakan salah satu cara untuk menghitung jumlah
pembayaran pinjaman
20

Penyimpan Nilai

Uang berfungsi sebagai penyimpan nilai, berarti uang dapat menyimpan

daya beli sepanjang waktu dari didapatkannya uang itu hingga dibelanjakannya.

Uang harus tetap bernilai dan berguna karena seseorang berhak untuk mengatur

waktu pembelanjaannya. Kebanyakan orang selalu menyimpan uangnya, dan

tidak serta merta dibelanjakan ketika uang itu diterima. Berdasarkan fungsi ini

maka saham, obligasi, tanah, perhiasan dapat juga berfungsi sebagai uang, jika

komoditas-komoditas tersebut dapat dengan mudah dikonversikan menjadi uang.

2.2.2. Teori Ekonomi Klasik

Berdasarkan teori ekonomi klasik, seluruh pasar dari komoditi barang dan

jasa selalu bersih dan harga relatif dari barang dan jasa fleksibel sehingga

didapatkan keadaan yang seimbang (jumlah penawaran sama dengan jumlah

permintaan). Perekonomian selalu dalam keadaan full employment terkecuali

dalam keadaan transisi sebagai akibat dari gangguan dalam perekonomian

(Sriram, 1999). Dalam perekonomian seperti ini, peran dari uang sangatlah mudah

yaitu sebagai satuan hitung. Menurut konsep ini, uang merupakan alat pertukaran,

penyimpan nilai, satuan hitung yang dapat mengekspresikan harga dan nilai suatu

barang. Sehingga, dalam hal ini uang berposisi netral tidak mempengaruhi

perubahan dalam harga relatif, tingkat suku bunga, tingkat keseimbangan dari

tingkat pendapatan (Sriram, 1999).


21

2.2.3. Teori Kuantitas Uang

Teori kuantitas uang membawa pengkajian yang lebih proporsional terhadap

konsep permintaan uang dalam perekonomian. Teori ini masih termasuk dalam

teori ekonomi klasik dan dikembangkan dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan

oleh Irving Fisher (ekonom Universitas Yale), serta pendekatan Cambridge (cash

balance approach) yang dikembangkan oleh A. C. Pigou.

Earlier dan Fisher menginisiasi konsep money holdings yang menjadi bagian

formal dalam teori ekonomi. Pendekatan lebih memfokuskan pada pendekatan

institusional. Fisher menemukan konsep velocity of money, tingkat kecepatan

perputaran uang, yang menghubungkan kuantitas uang (M) dengan total barang

dan jasa yang dibelanjakan (P x Y), dengan persamaan.


P Y
V= (2.1)
M
dengan mengalikan kedua persamaan dengan parameter M, maka didapatkan

persamaan pertukaran (equation of exchange) berikut ini

M V = P Y (2.2)

Dari persamaan di atas, V (velocity of money), didefinisikan sebagai jumlah

rata-rata waktu yang dihabiskan untuk membelanjakan komoditi barang dan jasa

yang diproduksi dalam perekonomian (Mishkin, 2001). Persamaan ini tidak cukup

baik menggambarkan keadaan keseimbangan. Keberadaan uang hanyalah untuk

memfasilitasi transaksi dan tidak memiliki kegunaan intrinsik.

Parameter velocity of money ditetapkan secara institusional yang mengatur

masyarakat dalam perekonomian. Misalkan, menggunakan kartu kredit, berarti

masyarakat membelanjakan uang lebih kecil daripada barang yang didapatkannya


22

(Mrelatif terhadap PY) dan tingkat V akan meningkat. Parameter V akan

menyesuaikan dengan lambat seiring perubahan institusional dan perubahan

teknologi, dalam jangka pendek relatif konstan.

2.2.4. Pendekatan Cambridge.

Pendekatan Cambridge terlahir sebagai alternatif dalam teori kuantitas uang

yang menghubungkannya dengan pendapatan nominal. Pendekatan ini

menekankan pentingnya permintaan uang dalam menggambarkan pengaruh

money supply dalam tingkat harga (Sriram, 1999). Disamping menganalisis

permintaan uang secara institusional, ekonom Cambridge lebih dalam

menganalisis bagaimana individu memegang uang daripada keseimbangan pasar

(Mishkin, 2001). Tingkat kesejahteraan masyarakat mempengaruhi permintaan

uang. Uang dalam pendekatan ini tidak saja berfungsi sebagai alat pertukaran,

melainkan sebagai penyimpan nilai. Para ekonom seperti A. C. Pigou dan Alfred

Marshall memformulasikan pendekatan ini melalui persamaan

M d = k PY (2.3)

dimana Md= permintaan uang, P = tingkat harga, Y = tingkat pendapatan, dan k =

konstanta.

Berdasarkan persamaan di atas dapat dijelaskan dua hal sebagai berikut.

1. Ekonom yang menganut pendekatan Cambridge sependapat dengan

pendekatan Fisher bahwa tingkat suku bunga tidak berpengaruh terhadap

money demand dalam jangka pendek (Mishkin, 2001).

2. Sesuai dengan asumsinya, parameter k, sebagaimana ditunjukkan dalam

persamaan 2.3 di atas dapat berfluktuasi seiring dengan perilaku masyarakat


23

dalam menggunakan uang untuk menyimpan kekayaan. Perilaku masyarakat

ini juga dipengaruhi oleh penerimaan yang diharapkan dari penggunaan

penyimpan kekayaan lain seperti saham dan obligasi (Sriram, 1999).

2.2.5. Teori Neo-Klasik

Analisis ekonom neo-klasik lebih memperkuat analisis Adam Smith

(ekonom mazhab klasik). Menurut pandangan mereka uang lebih bersifat netral.

Komoditas ini secara ekonomis menarik ketika disimpan dan disirkulasikan dalam

perekonomian melalui transaksi barang dan jasa. Menurut Sriram (1999) teori

neo-klasik berpendapat bahwa tidak ada pengaruh dari tingkat suku bunga.

Meskipun demikian, masih terdapat perbedaan sudut pandang dalam mazhab ini,

letak perbedaannya ialah pada faktor lain yang merupakan pelengkap dalam

penelitian mereka, seperti ketidakpastian di masa yang akan datang (Marshall dan

Pigou), antisipasi inflasi (Marshall). Lain halnya dengan ekonom Cambridge

(seperti Lavington dan Hicks), yang menyatakan bahwa suku bunga merupakan

faktor kunci yang mempengaruhi money demand, ceteris paribus.

2.2.6. Teori Keynessian

John Maynard Keyness melakukan pengkajian yang jauh lebih mendalam

dalam teori money demand dengan sudut pandang analisis yang berbeda. Apabila

ekonom dari mazhab klasik dan neo-klasik menganalisis permintaan uang dengan

mengasumsikan uang berfungsi netral, Keyness menekankan besarnya pengaruh

tingkat suku bunga. Keyness memformulasikan tiga motif permintaan uang, yaitu
24

motif transaksi, motif berjaga-jaga, serta motif berspekulasi. Adapun penjelasan

ketiga motif tersebut ialah sebagai berikut.

1. Motif transaksi. Sama dengan teori kuantitas uang, Keyness dalam hal ini

berpendapat bahwa uang merupakan alat pertukaran dan money demand

dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat. Sebab, dia meyakini

transaksi di tingkat individu dan juga tingkat masyarakat berhubungan dengan

tingkat pendapatan masyarakat (Sriram, 1999).

2. Motif berjaga-jaga. Bermula dari asumsi bahwa individu tidak menentu dalam

melakukan pembelanjaan, Keyness berpendapat bahwa masyarakat akan

memegang uang untuk kebutuhan yang tidak bisa diekspektasi sebelumnya

(untuk berjaga-jaga). Uang dalam hal ini tetap berfungsi netral sebagai alat

pertukaran dan dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat.

3. Motif spekulasi (Liquidity Preference). Keyness mempertegas teori

Cambridge, bahwa ketidakmenentuan di masa datang mempengaruhi

masyarakat untuk meminta uang. Uang bersifat sebagai penyimpan kekayaan,

dan masyarakat kadangkala akan menggunakan uang untuk kepentingan

spekulasi. Biaya imbangan dari seseorang memegang uang adalah tingkat

suku bunga dan interest jika dananya disimpan dalam bentuk portofolio.

Dalam hal ini beliau memfokuskan pada variabel ekonomi, tingkat suku bunga

di masa yang akan datang, yield dari obligasi di masa yang akan datang.

Keyness memformulasikan pendapatnya tentang pengaruh pendapatan serta

suku bunga terhadap permintaan uang melalui persamaan liquidity preference

yang mendefinisikan permintaan uang riil seperti di bawah ini


25

+
M d = f ( y , i ) (2.4)

dimana y adalah pendapatan dan i adalah tingkat suku bunga

Implikasi dari persamaan diatas dapat diuraikan sebagai berikut. Jika tingkat

suku bunga sangat rendah, maka tiap individu dalam perekonomian akan

berekspektasi bahwa suku bunga akan meningkat di masa yang akan datang.

Sehingga mereka lebih senang untuk memegang uang berapapun penawarannya.

Dalam keadaan ini, permintaan agregat dari uang akan elastis sempurna terhadap

tingkat suku bunga (Sriram, 1999). Keadaan ekonomi demikian disebut dengan

liquidity trap.

2.2.7. Teori Permintaan Uang Pasca-Keyness (Neo-Keynessian)

Ekonom-ekonom yang sependapat dengan pemikiran Keynes di atas cukup

banyak. Mereka melanjutkan penelitian dengan tetap berkerangka pemikiran yang

sama dengan Keyness bahwa uang merupakan penyimpan nilai, tingkat suku

bunga mempengaruhi permintaan uang. Setelah Keyness, sudut pandang

penelitian mereka lebih memfokuskan pada perilaku individu dan meninggalkan

perilaku masyarakat.

Pendekatan Perlengkapan (Inventaris) Teoritis (Inventory Theoretic)

Baumol serta Tobin menggunakan pendekatan ini untuk merumuskan

kerangka teori permintaan uang, dimana uang diposisikan sebagai alat untuk

transaksi. Walaupun aset finansial lain lebih liquid, tetapi biaya transaksinya

membuat masyarakat tetap untuk menggunakan kelengkapan uang. Mereka

membuat persamaan permintaan uang yang sensititf terhadap tingkat suku bunga.
26

Dalam model yang mereka bangun, uang bersifat earn zero interest, artinya

kentungan yang didapatkan dari memegang uang itu nol. Ketika suku bunga

meningkat, jumlah uang tunai untuk dipakai dalam transaksi akan menurun.

Sehingga tingkat perputaran uang meningkat seiring peningkatan suku bunga.

Pendekatan Permintaan untuk Berjaga-jaga (Precautionary Demand)

Sebagaimana motif transaksi, setiap individu memegang uang untuk

kepentingan berjaga-jaga. Permintaan uang masyarakat untuk berjaga-jaga

berhubungan negatif dengan tingkat suku bunga. Dalam pendekatan ini, semakin

banyak orang memegang uang, maka biaya imbangan mereka memegang uang

tersebut akan semakin menurun (Mishkin, 2001).

Pendekatan Teori Permintaan Konsumen (Consumer Demand Theory)

Pendekatan ini dikembangkan oleh ekonom Chicago School (Friedman dan

Barnett), yang menganggap uang sebagai komoditas barang yang bisa digunakan

untuk mendapatkan kegunaan dari barang tersebut. Friedman secara sederhana

menyebutkan faktor yang mempengaruhi permintaan uang sama dengan faktor

yang mempengaruhi permintaan aset finansial lain (Mishkin, 2001). Permintaan

uang merupakan fungsi dari kesejahteraan individu masyarakat dan expected

return mereka dari aset lain, serta expected return mereka dari memegang uang.

Pendekatan Friedman dapat diformulasikan dalam persamaan berikut ini.

Md
= f (Y p , rb rm , re rm , e rm ) (2.5)
P
(+) (-) (-) (-)
27

dimana

Md
= permintaan uang riil
P

Y p = pendapatan permanen, ukuran Friedman untuk kesejahteraan

rm = pengembalian yang diharapkan (expected return) dari memegang uang

rb = pengembalian yang diharapkan (expected return) dari memegang obligasi

r e = pengembalian yang diharapkan (expected return) dari memegang saham

e = perkiraan inflasi

tanda (+), (-) di bawah menunjukkan korelasi antara parameter di atasnya dengan

permintaan uang riil.

Karena permintaan terhadap aset berhubungan positif dengan kesejahteraan,

permintaan uang (money demand) berhubungan dengan konsep kesejahteraannya

Friedman yaitu pendapatan permanen. Hal ini bertolak belakang dengan konsep

pendapatan yaang kita pahami, yaitu bahwa pendapatan kita memiliki likuiditas

yang lebih kecil, karena pergerakan pendapatan hanya bersifat transit saja untuk

disalurkan ke pihak yang lain.

2.3. Pengukuran Kuantitas Uang

Sebagaimana yang kita ketahui dalam evolusi sistem pembayaran, banyak

jenis aset yang digunakan sebagai uang dari emas, uang fiat, hingga pada e-

money. Hal ini menyisakan permasalahan, sebab bagaimana kuantitas uang dapat

diukur dalam perekonomian sedangkan uang kini bukanlah merupakan aset

tunggal. Setiap individu bisa menggunakan berbagai aset untuk melakukan


28

transaksi, seperti uang tunai atau cek, meskipun sebagian aset lebih nyaman

daripada yang lainnya.

Sekali kita menerima logika memasukkan deposito permintaan dalam

persediaan uang, banyak aset lain yang juga bisa dimasukkan. Dana dalam

rekening tabungan, misalnya, bisa dengan mudah ditransfer menjadi rekening cek

dan bisa dengan mudah digunakan untuk transaksi. Oleh karena itu, aset ini bisa

dimasukkan dalam kuantitas uang (Mankiw, 2000).

Karena sukar menilai secara pasti aset mana yang seharusnya dimasukkan

dalam penawaran uang, tiap-tiap negara menggunakan uang beredar dengan jenis

yang beragam. Jenis-jenis uang yang beredar tersebut didefinisikan berdasarkan

komponen yang tercakup di dalamnya. Komponen tersebut pada umumnya adalah

ketiga jenis uang yang telah dikenal di masyarakat (uang kartal, uang giral, dan

uang kuasi). Dengan demikian, sesuai dengan cakupan uang beredar yang

beragam, jenis uang pun beragam, mulai dari pengertian yang paling sempit

hingga yang paling luas. Uang kartal merupakan pengertian uang yang paling

sempit (narrow money).

Berdasarkan permasalahan di atas, di bawah ini merupakan ukuran dari

kuantitas uang menurut aset-aset yang digunakan di Indonesia.

Tabel 2.1. Hubungan M0, M1, dan M2

Simbol Cakupan Aset


M0 Uang kartal di masyarakat + uang kartal di bank + giro
masyarakat di BI + giro bank di BI
M1 Uang kartal + uang giral
M2 Uang kartal + uang giral + uang kuasi
Sumber: Solikin dan Suseno (2002)
29

2.4. Penelitian Terdahulu


Pada bagian terdahulu (Bab 1) dari skripsi ini dijelaskan secara teperinci

mengenai urgensi dari analisis sistem pembayararan elektronik Topik serta

permasalahan yang dapat dieksplorasi dari sistem pembayaran ini sangat luas.

Secara umum riset yang telah dilakukan oleh para peneliti dapat dikotomikan

menjadi beberapa bahasan utama, yaitu substitusi alat pembayaran (tunai-non

tunai), manfaat sistem pembayaran elektronik, pengaruh alat pembayaran

elektronik terhadap permintaan uang, serta pengaruh pengenaan tarif layanan

terhadap penggunaan alat pembayaran elektronik.

2.4.1. Substitusi Alat Pembayaran (Tunai-Non Tunai)

Berdasarkan hasil survey terhadap empat ribu orang yang menjadi nasabah

di bank-bank Austria pada periode 1997-2002, Stix (2002) berkesimpulan bahwa

pembayaran dengan kartu kredit, ATM, kecuali electronic purse payments secara

signifikan berpengaruh terhadap permintaan jumlah uang tunai yang dipegang

masyarakat, dan tidak berpengaruh terhadap jumlah uang yang beredar. Hasil

estimasinya menunjukkan bahwa seseorang yang selalu menggunakan kartu debit

dan ATM untuk transaksi permintaan uang tunainya berturut-turut lebih kecil 20

persen dan 18 persen dibandingkan kelompok orang yang lain. Sementara itu

seseorang yang selalu menarik dananya di bank (withdraw) dan melakukan

pembayaran secara elektronis memiliki memiliki uang tunai 30 persen lebih kecil

daripada kelompok orang yang lain.

Sementara itu kajian yang lebih menarik dilakukan oleh Humphrey et al

(2001). Di negara Norwegia dalam periode 1989 hingga 1995, 60 persen sistem
30

pembayarannya telah beralih menjadi berbasis elektronik. Sedangkan, sistem

pembayaran elektronis hanya mencakup 23 persen dari sistem pembayaran non

tunai Amerika Serikat. Hasil ini menggambarkan substitusi alat pembayaran di

Eropa lebih cepat daripada di Amerika.

Selanjutnya, Snellman dan Vesalla (1999) menggunakan kurva Gompertz S

untuk mengkaji elektronifikasi dan substitusi antara pembayaran tunai dan non-

tunai di Finlandia. Substitusi dan penggunaan sistem pembayaran elektronis di

negara ini pada dekade 1990-an sangat cepat dibandingkan perekonomian di

negara lain. Namun, berdasarkan penelitian mereka dipekirakan bahwa substitusi

pembayaran di negara itu mulai mengalami penurunan (mature). Disebutkan pula

bahwa di negara tersebut 60 persen dari keseluruhan transaksi perekonomian

masih menggunakan uang tunai (cash).

2.4.2. Manfaat Sistem Pembayaran Elektronik

Berdasarkan data survei di Norwegia pada periode 1989-1995, Humphrey,

Kim, and Vale (2001) menyimpulkan efisiensi berdasarkan pengenaan tarif yang

tepat akan sangat besar pengaruhnya terhadap penggunaan alat pembayaran

elektronis. Preferensi masyarakat dalam penggunaan alat pembayaran elektronis

dipengaruhi secara signifikan oleh tarif layanan oleh bank. Sebab sistem

pembayaran elektronis lebih rendah biayanya daripada sistem pembayaran

berbasis warkat (paper based payments). Apabila Norwegia 100 persen

mempergunakan sistem pembayaran elektronis dan menggantikan sistem

pembayaran berbasis kertas, hal ini mampu menghemat $ 188/orang atau sekitar

0,6 persen GDP negara tersebut.


31

Sementara itu, Valverde, Humphrey dan Lopez del Paso (2003) melakukan

penelitian untuk menganalisis dampak dari penggunaan ATM dan alat

pembayaran elektronik terhadap biaya bank dengan studi kasus di Spanyol.

Penelitian mereka menggunakan komposit, translog, serta fungsi biaya (fourier

cost functional form). Dalam periode 1999-2004, hasil penelitian mereka

menunjukkan bahwa penggunaan ATM serta alat pembayaran elektronik dapat

menghemat lima trilliun euro di Spanyol. Biaya operasional tiap bank dapat

dihemat sebesar 45 persen atau 7,2 persen per tahun.

2.4.3. Pengaruh Sistem Pembayaran Elektronik terhadap Permintaan Uang

Penelitian yang membahas sistem pembayaran elektronik terhadap

permintaan uang dilakukan oleh Rachmat (2005). Peneliti ini mengkaji pengaruh

jumlah ATM di Indonesia terhadap permintaan uang pada kurun waktu Januari

2000 hingga Desember 2004. Dengan menggunakan metodologi ECM didapatkan

hasil bahwa kenaikan 1 persen jumlah ATM dalam jangka pendek secara

signifikan berpengaruh negatif terhadap permintaan uang M1 sebesar 0,078601

persen. Sementara itu, jumlah ATM dalam jangka panjang tidak mempengaruhi

permintaan uang M1. Jumlah ATM juga berpengaruh kepada kebijakan moneter

secara umum.

Rinaldi (2001), seorang ekonom dari Universitas Leuven Belgia, dalam

penelitiannya mengkaji pengaruh dari kartu debet dan kredit, ATM, EFT-POS

serta gerai EFT-POS terhadap jumlah uang tunai uang beredar di negara Belgia.

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa keseluruhan variabel dalam penelitian

terkointegrasi. Dalam jangka panjang, terdapat hubungan negatif antara gerai-


32

gerai EFT-POS dan ATM terhadap jumlah uang tunai yang beredar, namun

terhadap jumlah kartu ATM berhubungan positif meskipun lemah. Dari uji Error

Correction Model yang dilakukannya, Rinaldi (2001) mengestimasi dalam jangka

pendek jumlah ATM berhubungan positif dengan permintaan jumlah uang tunai

yang beredar.

Sementara itu, berdasarkan analisis data dari 1998:1 hingga 2005:4, Warjiyo

(2006) menganalisis pengaruh pembayaran non-tunai terhadap permintaan uang

M1 di Indonesia. Peneliti ini memakai dua pendekatan sebagai indikator

pembayaran non-tunai, rasio konsumsi masyarakat dengan uang kartal (CP/CUR)

serta rasio konsumsi masyarakat dengan ATM(CP/ATM). Dari kedua indikator

tersebut menunjukkan hasil yang sama, dimana pembayaran non-tunai

mengurangi permintaan untuk M1.

2.4.4. Dampak Pengenaan Tarif terhadap Penggunaan APMK

Terkait erat dengan topik ini, Hannan et. al (2001) mengkaji motif serta

pengenaan tarif dalam penggunaan alat pembayaran kartu, terutama kartu ATM,

terhadap preferensi nasabah bank yang tidak mengenakan dan mengenakan tarif

layanan ini. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa kemungkinan sebuah

lembaga keuangan mengenakan tarif layanan atas penggunaan ATM oleh nasabah

berhubungan positif dengan kelembagaan pasar dari fasilitas ATM yang

disediakan bank, serta berhubungan terbalik dengan distribusi lokasi dan

kepadatan ATM itu sendiri. Sebagaimana para peneliti ini kutip dari penelitian

Matutes dan Padilla (1994) serta Saloner dan Sheppard (1995), keberadaan ATM
33

merupakan cara bagi sebuah bank untuk menarik masyarakat menjadi nasabah di

bank mereka,. Model penelitian yang diestimasi dalam penelitian mereka, yaitu:

Pr(Y = 1) = ( 0 + 1 X 1 + 2 X 2 + 3 X 3 ) (2.6)

dimana adalah besaran distribusi normal kumulatif (cumulative normal

distribution), X1, X2, X3 adalah vektor dari kelembagaan, pasar, serta karakteristik

politik. Sedangkan, 0 adalah konstanta, dan i adalah koefisien dari vektor.

Dalam penelitian lain, McAndrews (2001) mengkaji model spasial alternatif

untuk menggambarkan keputusan bank dalam mengenakan tarif dan foreign fees.

Hasil penelitiannya menunjukkan pengenaan tarif layanan ATM oleh pasar (bank-

bank) akan semakin besar seiring dengan datangnya pendatang (bank) baru yang

melayani nasabahnya dengan ATM.

Sementara itu, dalam topik yang masih terkait, Humphrey, Pulley, dan

Vessala (1996) mengkaji penggunaan dari alat pembayaran elektronik (ATM,

POS), substitusi alat pembayaran (paper based dengan electronic payment system)

dalam hubungannya dengan teori permintaan (harga relatif, pendapatan),

kelembagaan, kebiasaan penduduk di 14 negara maju. Hasil penelitian mereka

menunjukkan penggunaan alat pembayaran elektronis secara berkelanjutan dalam

kurun waktu 1987 hingga 1993 semakin meningkat seiring dengan perubahan

kelembagaan, pola perilaku pembayaran masyarakat, pendapatan masyarakat.

Perkembangan tiap-tiap negara dalam penelitian ini berbeda-beda tergantung

budaya, sejarah, dan kelembagaan masing-masing negara. Hasil yang cukup

menarik, bahwa elastisitas permintaan penggunaan alat pembayaran (paper giro,


34

electronic giro, dan kartu kredit) ini terhadap tarifnya sangat kecil berkisar antara

0,09 euro dan 0,26 euro.

Model penelitian yang diestimasi dalam penelitian mereka, yaitu:

Ii = f (Pj, GDP, POS, ATM, Ij,t-1, Cash, Crime, CR 5) (2.7)

dimana Ii adalah jumlah transaksi tiap orang per tahun dalam penggunaan cek,

paper giro, giro elektronik, kartu kredit dan kartu debit. Pj adalah tarif layanan

dari masing-masing alat pembayaran. Sedangkan GDP adalah GDP riil per kapita.

POS dan ATM adalah jumlah terminal POS dan ATM per orang. Sementara itu,

Ij,t-1 adalah penggunaan masing-masing alat pembayaran pada tahun sebelumnya.

CASH adalah nilai riil transaksi tunai per orang. CRIME adalah tingkat kejahatan,

dan CR5 adalah rasio konsentrasi aset dari lima bank terbesar.

Sementara itu, Bolt, Humphrey dan Uittenbogaard (2005) mengkaji

pengaruh dari pengenaan tarif transaksi terhadap pengadopsian alat pembayaran

elektronis dalam tinjauan negara Belanda dan Norwegia. Hasil penelititan mereka

menunjukkan pengaruh yang kecil dalam substitusi ATM dengan kartu debet jika

dibandingkan dengan substitusi giro warkat dan giro elektronik. Penggunaan alat

pembayaran elektronik (kartu debet dan giro elektronik) di Norwegia dapat

menghemat 0,7 trilliun euro (0,35 persen dari GDP 2004), sedangkan di Belanda

dapat menghemat 2,9 trilliun euro (0,61 persen dari GDP).

2.5. Kerangka Pemikiran

Pengaruh antara penggunaan sistem pembayaran elektronis dengan

kebijakan moneter merupakan salah satu bahan kajian tentang sistem pembayaran

yang banyak diminati oleh ekonom. Namun sayangnya, berdasarkan analisis


35

kepustakaan yang dilakukan, di Indonesia topik ini kurang mendapat respon yang

positif dan baru dianalisis oleh Rahmat (2005) dan Warjiyo(2006). Penelitian ini

merupakan upaya pengembangan kajian tersebut sekaligus sebagai bahan kajian

bagi para praktisi dan akademisi untuk kajian yang lebih komprehensif

selanjutnya.

Fokus pembahasan pada penelitian ini ialah mengkaji pengaruh pengunaan

APMK (dengan proxy volume transaksi dari kartu kredit, kartu debet serta kartu

ATM) terhadap permintaan uang. Data-data variabel makroekonomi lain yang

menjadi dasar analisis fungsi permintaan uang seperti tingkat pendapatan

nasional, tingkat suku bunga, tingkat inflasi, dan nilai tukar tetap dipertahankan.

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah indikator

makroekonomi, sebab data-data tersebut mampu menggambarkan fakta

sebenarnya dalam perekonomian. Penggunaan data survei tidak bisa menjamin

bahwa data tersebut akan mewakili gambaran keseluruhan dari perekonomian di

Indonesia.

Keterkaitan antara latar belakang serta perumusan masalah dengan variabel-

variabel penelitian diuraikan pada diagram alir (flow-chart) dalam Gambar 2.2.

Gambar tersebut menunjukkan alur kerangka pemikiran di dalam penelitian ini.

Penelitian ini menggunakan model persamaan yang diadaptasi dari penelitian

Yilmazkuday (2006). Dalam rangka mencapai tujuan penelitian ini, alat analisis

digunakan metode uji kointegrasi Engle-Granger dan Error Correction Model

(ECM).
36

Latar Belakang

Perumusan Masalah

Hipotesis Analisis model


M1 jangka
panjang

Analisis model
M1 dinamis

Nilai Tukar Pendapatan Nasional


(Rp/$) (GDP)
Permintaan Uang Riil
(Money Demand)
Tingkat
Penggunaan Suku Bunga
Kartu (SBI/BI Rate)
Elektronis

Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

= Variabel eksogen = Metode ECM = Variabel endogen

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian


37

2.6. Hipotesis Penelitian

1. Penggunaan APMK dalam jangka panjang berpengaruh negatif dan

signifikan terhadap permintaan uang.

2. Penggunaan APMK dalam jangka pendek berpengaruh negatif dan

signifikan terhadap permintaan uang.

3. Hubungan variabel-variabel makroekonomi terhadap permintaan uang ialah

positif, tingkat pendapatan berpengaruh positif, suku bunga berpengaruh

negatif, inflasi berpengaruh positif, dan nilai tukar berpengaruh negatif.


38

III. GAMBARAN SISTEM PEMBAYARAN NASIONAL INDONESIA

Hingga saat ini, secara umum sistem pembayaran di Indonesia masih

didominasi oleh pembayaran berbasis warkat (paper-based payment system).

Sistem pembayaran elektronis menjadi lebih berkembang di Indonesia setelah

dioperasikannya sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlements (BI-RTGS),

pada bulan November 2000. Sistem ini mengatur transfer dana bernilai besar yang

harus melalui proses settlements (penyelesaian transaksi) di Bank Indonesia (BI).

Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya penggunaan pembayaran melalui

EFT/POS pada berbagai pusat perbelanjaan dan gerai ritel, serta makin maraknya

penggunaan fasilitas ATM dibandingkan dengan penarikan secara tunai pada

counter bank. Dasar hukum dari sistem pembayaran nasional Indonesia adalah

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) dan Undang-Undang No.3

tentang Bank Sentral tahun 2004.

3.1. Penyelenggara Jasa Pembayaran

Lembaga yang melayani jasa pembayaran di Indonesia dapat digolongkan

menjadi dua bagian besar, yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan

bukan bank (LKBB). Kondisi dan karakteristik dari masing-masing lembaga

tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

3.1.1. Lembaga Keuangan Bank

Perbankan Indonesia terdiri dari BI, bank umum, dan bank perkreditan

rakyat (BPR). Jasa pembayaran hanya dilayani oleh BI dan bank umum.
39

Sedangkan bank perkreditan rakyat hanya memiliki fungsi intermediasi

(penghimpun dan penyalur dana dari masyarakat).

BI merupakan penyedia utama dari fasilitas kliring dan settlements

antarbank. Sistem kliring di BI ini terbagi atas sistim elektronik, otomasi, semi

otomasi, dan manual (Purusitawati, 2000). Sistem kliring elektronik

memungkinkan bank untuk mengirimkan data transaksinya secara elektronis dari

komputer yang ada di peserta kepada komputer penyelenggara (BI), diterapkan di

Jakarta. Sistem kliring elektronik memproses warkat kliring dengan mesin baca

pilah (reader sorter), diterapkan di Medan, Surabaya, dan Bandung. Sistem semi

otomasi menggunakan disket berisi rekaman data warkat dan diterapkan di kantor-

kantor Bank Indonesia penyelenggara kliring selain Medan, Surabaya, dan

Bandung. Pada kota-kota dimana tidak terdapat kantor BI, sebuah kantor bank

komersil yang beroperasi di kota atau daerah dimaksud dapat berfungsi sebagai

agen penyelenggara kliring. BI menyediakan jasa settlements (penyelesaian

transaksi) kepada bank-bank umum serta jasa-jasa transfer dana kepada

pemerintah pusat dan daerah melalui rekeningnya yang berada di BI.

Bank umum merupakan bagian terbesar dalam kelompok lembaga keuangan

di Indonesia. Pelayanan jasa yang dilakukannya antara lain adalah transfer dana

dan pembayaran, baik melalui rekening mereka pada BI, melalui hubungan

bilateral, ataupun melalui jaringan transfer dana antar-cabang on-line milik

mereka (Bank Indonesia, 2006b). Bank umum yang beroperasi di Indonesia terdiri

atas, bank persero, bank umum swasta nasional devisa, bank umum swasta

nasional non-devisa, bank pembangunan daerah, bank campuran, bank asing. Saat
40

ini, hanya bank-bank umum yang memiliki fasilitas transfer dana antar-cabang

secara on-line adalah hanya bank-bank besar.

Sementara itu, BPR tidak menyediakan jasa transfer dana antar bank kepada

nasabahnya. BPR yang menyediakan jasa transfer dana, nilai dan volumenya

harus sangat rendah dan dilakukan melalui mekanisme di luar sistem kliring

(Bank Indonesia, 2006b). Salah satu fasilitas yang disediakan oleh BPR adalah

rekening giro, tetapi BPR tidak memiliki rekening giro pada BI. Hingga Februari

2005, jumlah BPR yang beroperasi secara lokal dan tersebar di seluruh Indonesia

mencapai terdapat 9.151 unit.

3.1.2. Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB)

Sejak terjadinya liberalisasi pada sektor keuangan, Lembaga Keuangan

Bukan Bank (LKBB) memegang peranan penting sebagai salah satu sumber

pembiayaan. Lembaga-lembaga yang termasuk dalam LKBB adalah perusahaan

pembiayaan, perusahaan asuransi, dana pensiun dan pegadaian, serta PT. POS

Indonesia. Sesuai ketentuan peraturan yang berlaku pada saat ini, LKBB dapat

pula menyediakan jasa kartu kredit. Hal ini telah dilakukan oleh beberapa LKBB.

3.2. Cara Pembayaran

3.2.1. Pembayaran Tunai

Seperti halnya negara berkembang lainnya, sistem pembayaran tunai

merupakan urat nadi terpenting dalam perekonomian Indonesia. Sistem ini

menguasai sebagian besar sistem pembayaran yang bernominal kecil (retail) di

Indonesia. Dalam Gambar 3.1 di bawah ini, ditunjukkan beberapa indikator yang
41

menggambarkan pembayaran tunai melalui perbandingan uang tunai yang beredar

di masyarakat terhadap GDP, M1, serta M2.

.8

.7

.6

.5

.4

.3

.2

.1

.0
2000 2001 2002 2003 2004 2005

Tunai/GDP Tunai/M1 Tunai/M2

Sumber : Bank Indonesia (2006a), diolah


Gambar 3.1. Gambaran Intensitas Uang Tunai yang Diedarkan di Indonesia

Sebagaimana terlihat dalam Gambar 3.1 di atas, rasio uang tunai terhadap

M1 lebih rasio uang tunai terhadap M2. Hal ini menunjukkan bahwa para

pengusaha dan bankir di Indonesia tidak terlalu tertarik untuk menanamkan

dananya dalam bentuk narrow money. Keberadaan uang tunai dalam porsinya

terhadap M1 lebih cenderung untuk keperluan transaksi dan untuk menyimpan

nilai. Kondisi seperti ini juga terjadi dalam perekonomian Thailand (Pariwat dan

Hataiseree, 2004). Sementara itu, dalam kurun waktu 2000 hingga 2002, rasio dari

M2 di tangan masyarakat menunjukkan trend yang terus meningkat.

Uang tunai yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah uang kartal yang

beredar di masyarakat yaitu uang kartal yang berada di luar kas bank. Uang tunai

merupakan variabel agregat moneter yang paling liquid. Variabel ini seringkali

merupakan variabel yang dipakai untuk monetisasi atau demonetisasi dalam


42

perekonomian. Menurut Stavreski (1998), siginifikansi uang tunai dalam

perekonomian dapat tercermin dalam rasio uang tunai terhadap penawaran uang

(TUNAI/MS), serta rasio uang tunai terhadap GDP nominal (TUNAI/GDP)

(Reserve Bank of Malawi, 2004). Hal ini sangat relevan dengan perekonomian

Indonesia. Sebagai negara berkembang, uang tunai yang diedarkan merupakan

indikator yang dapat mewakili volume transaksi, konsumsi di masa depan. Tren

jumlah uang tunai yang beredar di Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun.

Hal ini dapat dilihat dalam Gambar 3.2 berikut ini.

100000.
90000.
80000.
70000.
60000.
50000. tunai
40000.
30000.
20000.
10000.
0.
20 0

20 0
20 1

20 4

20 M7

20 1

20 4

20 M7

20 1

20 4

7
1

1
M

M
M

M
03

03

03

04

04

04

05

05

05
03

04
20

Sumber : (Bank Indonesia, 2006a), diolah


Gambar 3.2. Gambaran Peredaran Uang Tunai di Indonesia

Terdapat beberapa isu utama yang menjadi alasan mengapa kajian mengenai

uang tunai yang diedarkan sangat penting (Reserve Bank of Malawi, 2004).

Pertama, peningkatan uang tunai berimplikasi pada penurunan deposits

(tabungan) dan konsekuensinya akan menurunkan ketersediaan dana pinjaman

yang dapat digunakan untuk berinvestasi. Kedua, peningkatan dari uang kartal

yang diedarkan merupakan sinyal dari tekanan inflasi.


43

Faktor terpenting dari sistem pembayaran tunai di Indonesia adalah mata

uang Rupiah, yang terdiri dari uang logam dan uang kertas. Bank Indonesia

mempunyai hak tunggal untuk mengeluarkan uang kartal dan uang logam. Uang

kertas dalam peredaran terdiri dari denominasi Rp 100, 500, 1.000, 5.000, 10.000,

20.000, 50.000 dan 100.000, sedangkan uang logam beredar dalam denominasi

Rp 25, 50, 100, 500 dan 1.000. Bank Indonesia dan pihak kepolisisan selalu

bekerjasama menjaga pengedaran rupiah dari pemalsuan, dsb.

3.2.2 Pembayaran Bukan Tunai

Pembayaran bukan tunai merupakan cara pembayaran transaksi yang tanpa

menggunakan perantaraan fisik uang. Cara pembayaran ini di Indonesia semakin

berkembang seiring dengan meningkatnya tuntutan masyarakat dan para agen

ekonomi terhadap keamanan dan kenyamanan dalam melakukan transaksi. Cara

pembayaran bukan tunai membantu untuk mendapat barang kebutuhannya baik

secara debet maupun kredit. Selain itu, memegang uang tunai meningkatkan

resiko kriminalitas. Bagi para agen ekonomi (terutama pihak korporasi) mengelola

dan melakukan transaksi secara tunai menuntut adanya cash management yang

berbiaya tinggi. Sementara itu, gaya hidup masyarakat semakin berkembang ke

arah yang menghendaki kepraktisan dalam segala hal. Pembayaran melalui kartu

seperti kartu kredit, kartu debet dan kartu ATM saat ini mengalami perkembangan

yang cukup baik (topik ini akan diuraikan dalam sub bab selanjutnya).

Di Indonesia, pembayaran bukan tunai dilayani terutama oleh sistem

perbankan. Bank umum menawarkan nasabahnya pilihan yang sangat beragam

dalam melakukan pembukaan rekening (giro, tabungan, deposito, dll.). Sementara


44

itu, BPR hanya dapat menawarkan rekening tabungan saja. Sebagian besar bank

umum yang berukuran menengah dan besar menyediakan akses pada rekening

tabungan melalui fasilitas ATM. Sedangkan transaksi baik kredit maupun debet

yang dilaksanakan secara elektronik hanya disediakan untuk transaksi antar

rekening di dalam masing-masing bank.

Bank-bank umum menyediakan berbagai jenis layanan pengiriman dana di

dalam jaringan kantornya, termasuk perintah pembayaran secara reguler serta

pengiriman dana secara elektronis. Pemindahan dana antarbank yang melebihi Rp

1 milyar serta pemindahan dana antarbank lainnya yang bersifat mendesak,

diselesaikan melalui BI-RTGS.

Layanan pemindahan dana bagi nasabah bank dapat dilakukan (oleh bank)

melalui (Bank Indonesia, 2006b):

- transfer elektronik antar bank;

- sistem kliring berbasis warkat untuk transaksi lokal;

- jaringan bank koresponden, bagi pemindahan dana lintas wilayah; dan

- sistem RTGS baik untuk pemindahan dana lokal maupun lintas wilayah.

- Bank Indonesia telah melakukan beberapa penyempunaan khususnya di

bidang sistem kliring. Apabila tidak ada kantor Bank Indonesia di kota

setempat, Bank Indonesia telah mendelegasikan wewenangnya kepada

penyelenggara kliring setempat untuk mengambil keputusan penting

sehubungan dengan wilayah kliring masing-masing, antara lain untuk

menyetujui peserta kliring yang baru.


45

3.3. Rekening Giro (Cek)

Perbankan di Indonesia umumnya menawarkan fasilitas rekening giro, yang

dapat ditarik dengan menggunakan cek. BI sudah memberlakukan ketentuan yang

cukup ketat sehubungan mengenai cek kosong. Cek kosong bernilai kecil apabila

ditarik sebanyak tiga kali dalam jangka waktu enam bulan, dan/atau satu kali

penarikan cek kosong bernilai besar, dikenakan sanksi masuk daftar hitam dan

nasabah tersebut dilarang membuka dan memiliki rekening giro di bank manapun

selama jangka waktu satu tahun.

3.4. APMK

Potensi dan pangsa pasar APMK di Indonesia sangat besar. Hal ini sangat

beralasan karena nilai dan volume transaksi APMK terus mengalami pertumbuhan

Masyarakat Indonesia telah mengenal berbagai jenis kartu pembayaran, seperti

kartu kredit dan kartu debet internasional, kartu debet/ATM dan Point-of-Sale

(POS), private-label cards (misalnya kartu pasar swalayan) serta beberapa kartu

yang dilengkapi chip elektronik (dikenal sebagai smart card atau chip card).

Seperti yang telah diungkapkan pada Bab 1, fokus penelitian pada penelitian ini

lebih menekankan pada tiga APMK yang paling banyak dan familiar digunakan

oleh masyarakat Indonesia, yaitu kartu kredit, kartu debet dan kartu ATM.

3.4.1. Kartu Kredit

Menurut PBI No. 6/30/PBI/2004 tentang Penyelenggaraan Alat Pembayaran

dengan Menggunakan Kartu, kartu kredit adalah APMK yang dapat digunakan

untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan
46

ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan atau untuk melakukan penarikan

tunai dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu

oleh penerbit atau aquirer, dan pemegang kartu berkewajiban melakukan

pelunasan kewajiban pembayaran tersebut pada waktu yang disepakati baik secara

sekaligus ataupun secara angsuran.

Kartu-kartu kredit utama dengan label terkenal sudah banyak digunakan dan

diterima secara luas di Indonesia, terutama di kota-kota besar. Kepemilikan kartu

kredit sudah menjadi bagian dari gaya hidup bagi masyarakat modern di kota-kota

besar. Hal ini dibuktikan dengan keberadaan kartu kredit VISA, Master, AMEX

dan Diners serta banyaknya merchant yang menerima pembayaran menggunakan

kartu kredit. Penyelenggaraan operasional kartu kredit, pada umumnya

dilaksanakan oleh bank yang mengeluarkan (issuer), baik dengan label terkenal

seperti VISA, Master dan JCB maupun berbagai kartu berlabel khusus (private

label cards). Sementara itu, Kartu American Express (AMEX) dan Diners

dijalankan oleh lembaga keuangan bukan bank, dengan memperoleh izin dari

Departemen Keuangan. Beberapa bank juga mengeluarkan kartu kredit atas nama

sendiri.

Seiring dengan pemulihan perekonomian nasional, dewasa ini penggunaan

kartu kredit di Indonesia sudah berkembang pesat. Hal ini dibuktikan dengan nilai

transaksi dan volume transaksi kartu kredit yang terus bertumbuh dari tahun ke

tahun. Gambaran empiris lengkap dari hal tersebut dapat dilihat dalam Tabel 3.1

di bawah ini.
47

Tabel 3.1. Perkembangan Kartu Kredit di Indonesia (1998-2004)


Pertumbuhan NT Pertumbuhan VT
Tahun NT VT
(%) (%)
1998 10.359,73 - 29.578,14 -
1999 13.638,64 32 37.300,04 26
2000 19.334,49 42 50.610,67 35
2001 24.444,27 26 55.726,66 10
2002 28.059,06 15 63.663,64 14
2003 37.646,70 34 82.149,57 29
2004 45.628,71 21 88.669,79 8
Sumber : Bank Indonesia (2006a) diolah
Keterangan : NT = Nilai transaksi (Rp. Milyar)
VT = Volume transaksi (ribu)

3.4.2. Kartu ATM dan Kartu Debet

Menurut PBI No. 6/30/PBI/2004 tentang Penyelenggaraan Alat Pembayaran

dengan Menggunakan Kartu, kartu ATM adalah APMK yang dapat digunakan

untuk melakukan penarikan tunai dan atau pemindahan dana dimana kewajiban

pemegang kartu dipenuhi seketika dengan mengurangi secara langsung simpanan

pemegang kartu pada bank atau lembaga selain bank yang mendapat untuk

menghimpun dana.

Hingga tahun 2004 terdapat lima jaringan ATM bersama yang didirikan di

dalam negeri (ALTO, ATM BERSAMA, CAKRA, FLASH dan BCA) dan dua

jaringan ATM bersama yang internasional (CIRRUS dan PLUS). Sampai

sekarang kelima jaringan ATM bersama tersebut, belum saling terkoneksi,

sehingga beberapa bank terpaksa menjadi anggota lebih dari satu jaringan (Bank

Indonesia tanpa tahun). Kartu ATM tidak hanya digunakan untuk penarikan uang

tunai dan informasi saldo rekening, tetapi juga untuk memindahkan dana ke
48

rekening lain pada bank yang sama, misalnya untuk tagihan telepon, listrik, kartu

kredit, pembelian pulsa telepon seluler.

Varian APMK yang menguasai pasar nasabah di Indonesia adalah kartu

ATM. Penggunaan kartu ini berkembang dengan sangat pesat dan terus

bertumbuh dari tahun ke tahun. Gambaran empiris lengkap dari hal tersebut dapat

dilihat dalam Tabel 3.2 di bawah ini.

Tabel 3.2. Perkembangan Kartu ATM di Indonesia (1999-2003)


Pertumbuhan NT Pertumbuhan VT
Tahun NT VT
(%) (%)
1999 85.396,01 - 408.766,06 -
2000 153.590,2 79 474.972,21 16
2001 222.193,8 44 564.818,26 19
2002 299.266,3 34 680.322,71 20
2003 380.387,6 27 717.304,70 5
Sumber : Bank Indonesia (2006a)
Keterangan : NT = Nilai transaksi (Rp. Milyar)
VT = Volume transaksi (ribu)

Sedangkan, menurut PBI No. 6/30/PBI/2004 tentang Penyelenggaraan Alat

Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, kartu debet adalah APMK yang dapat

digunakan untuk melakukan penarikan tunai dan atau pemindahan dana dimana

kewajiban pemegang kartu dipenuhi seketika dengan mengurangi secara langsung

simpanan pemegang kartu pada bank atau lembaga selain bank yang mendapat

persetujuan untuk menghimpun dana.

Sebagaimana varian APMK lainnya, penggunaan kartu debet sudah di

Indonesia berkembang pesat dan terus bertumbuh dari tahun ke tahun. Tren ini

bisa berlangsung karena masyarakat sangat nyaman menggunakan kartu ini yang

sangat praktis bila digunakan dalam transaksi dan adanya keamanan daripada

memegang uang secara tunai. Mereka tidak perlu khawatir dengan tagihan
49

pembayaran dan bunga kredit di kemudian hari sebagaimana dalam kartu kredit.

Gambaran empiris lengkap dari hal tersebut dapat dilihat dalam Tabel 3.3 di

bawah ini.

Tabel 3.3. Perkembangan Kartu Debet di Indonesia (1998-2004)


Tahun NT Pertumbuhan NT VT Pertumbuhan VT
(%) (%)
1998 2.579,82 - 11.934,96 -
1999 3.211,79 24 16.000,00 34
2000 4.662,62 45 19.383,49 21
2001 6.680,59 43 23.185,22 20
2002 8.392,23 26 24.891,27 7
2003 11.677,03 39 29.172,14 17
Sumber : Bank Indonesia (2006a) diolah
Keterangan : NT = Nilai transaksi (Rp. Milyar)
VT = Volume transaksi (ribu)

Selain ATM dan kartu debet, fasilitas pembayaran dengan pendebetan secara

langsung di tempat penjualan (EFT-POS) semakin digemari, terutama di Jakarta

dan kota-kota besar lainnya. Beberapa bank menawarkan kartu debet dalam

rangka kerjasama program Maestro dan Visa Electron. Sedangkan bank-bank lain

menawarkan kartu atas nama bank sendiri, sehingga berkembang berbagai jenis

terminal yang beragam di tempat merchant. Visi satu terminal untuk setiap

gerai menghadapi kendala besar dikarenakan kurang adanya kesepakatan usaha

antar berbagai pihak, serta adanya kekurangan pada penyediaan infrastruktur

bersama untuk melakukan switching transaksi. Saat ini ada dua puluh tiga

lembaga keuangan yang menawarkan layanan kartu debet kepada nasabahnya.

3.4.3. Smart Cards

Ada beberapa bank yang telah merintis sistem smart card secara terbatas,

yang dapat digunakan pada mesin ATM atau POS didalam jaringannya.
50

Sementara itu, bank-bank lain juga sudah memiliki rencana peluncuran produk

smart card dalam waktu dekat. Beberapa waktu yang telah lampau PT

Telekomunikasi Indonesia (PT Telkom) telah menjual kartu telepon prabayar

untuk penggunaan telepon umum. Pemakaian kartu telepon ini sudah cukup

meluas di Indonesia. Melalui kerjasama yang terjalin dengan sebuah perusahaan

swasta, PT Telkom juga telah meluncurkan kartu telpon dalam bentuk smart card

(memori yang dilindungi).

3.4.4. Warkat Pos

Salah satu layanan yang cukup penting di sektor lembaga keuangan bukan

bank adalah layanan giro yang disediakan oleh kantor pos (PT Pos Indonesia).

Badan usaha milik negara ini menyediakan Buku Giro untuk pengiriman uang

dan menyediakan layanan pos wesel baik dalam negeri maupun luar negeri. Pada

umumnya wesel pos digunakan untuk mengirimkan uang kepada perorangan yang

belum memiliki rekening bank.

Selain warkat pos, PT Pos Indonesia menyediakan layanan rekening Cek

Pos bagi perusahaan dan perorangan dan Postal Travelers Cheques. Rekening

giro digunakan terutama oleh instansi pemerintah untuk menerima penyetoran

berbagai jenis pajak, melaksanakan pembayaran gaji dan pensiun pegawai negeri,

membayar tagihan listrik dan telepon, dan berbagai transaksi pembayaran lain

yang dilaksanakan oleh perorangan.


IV. METODE PENELITIAN

4.1. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang diolah dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

diperoleh dari berbagai litelatur yang bersumber dari Bank Indonesia dan

International Financial Statistic (IMF Database). Sedangkan, keseluruhan data-

data yang digunakan merupakan data time series bulanan dengan sampel waktu

dari 2003:1 sampai 2005:8.

Penggunaan data pada periode ini diharapkan dapat membantu dalam

mencapai tujuan penelitian ini yaitu menganalisis pengaruh penggunaan APMK

terhadap permintaan uang dalam jangka panjang dan jangka pendek. Keterangan

yang lebih lengkap mengenai data yang digunakan sebagai variabel pada

penelitian ini diuraikan dalam Tabel 4.1 di bawah ini.

Tabel 4.1. Nama, Simbol, dan Sumber Data

Jenis Data (Variabel) Satuan Simbol Sumber


Permintaan Uang riil Rp M Mt BI
Pendapatan nasional Rp M Yt BI
SBI 30 hari % rt IFS
Nilai tukar Rp/$ E IFS
Inflasi % CPI IFS

Volume Transaksi Kartu Kredit Transaksi VTKK BI

Volume Transaksi Kartu Debet Transaksi VTKD BI

Volume Transaksi Kartu ATM Transaksi VTATM BI


52

4.2. Model Penelitian

Model yang digunakan dalam penelitian ini diadopsi dari model

Yilmazkuday (2006) dalam penelitiannya yang berjudul The Effects of Credit and

Debit Cards on the Money Demand of a Small Open Economy dengan sedikit

modifikasi. Pengadopsian ini didasari oleh kesesuaian topik serta kondisi

perekonomian Turki yang mirip dengan Indonesia.

Untuk memperkaya analisis yang dilakukan, maka terdapat beberapa konsep

pemikiran dalam penelitian ini. Variabel dependennya didekati dari dua sisi yang

berbeda, yaitu M1 serta uang kartal tunai yang diedarkan di luar bank (uang tunai

yang dipegang oleh masyarakat). Volume transaksi dari kartu kredit, kartu debet,

serta kartu ATM digunakan sebagai pendekatan dari penggunaan APMK.

Menurut Rinaldi (2001) dan Stix (2002), volume transaksi dari APMK merupakan

variabel yang paling relevan untuk dijadikan proxy dalam penggunaan APMK.

Sehingga, persamaan permintaan uang dari sisi penggunaan APMK dalam jangka

pendek dapat dirumuskan sebagai berikut.

LNM1 = 1LNGDPt + 2SBIt + 3LNEt + 4LNCPIt

+ 5LNVTKKt + 6LNVTKDt + 7LNVTATMt

+ U_1(-1) + t (4.1)

LNTUNAI = 1LNGDPt + 2SBIt + 3LNEt + 4LNCPIt

+ 5LNVTKKt + 6LNVTKDt + 7LNVTATMt

+ U_2(-1) + t (4.2)

dimana:

LNM1 = logaritma natural dari narrow money (M1) riil.


53

LNTUNAI = logaritma natural dari uang kartal yang diedarkan riil

LNGDP = logaritma natural dari GDP riil Indonesia.

SBI = tingkat suku bunga SBI 30 hari

LNE = logaritma natural dari nilai tukar (Rp/$)

LNCPI = logaritma natural dari indeks harga konsumen (tahun dasar 2002)

LNVTKK = logaritma natural dari volume transaksi kartu kredit

LNVTKD = logaritma natural dari volume transaksi kartu debet

LNVTATM = logaritma natural dari volume transaksi kartu ATM

U = Error Correction Term yang merupakan ukuran bagi

ketidakseimbangan di pasar uang jangka panjang.

U_1 = LNM1 - 0 - 1LNGDPt- 2SBIt - 3LNCPIt 4Et - 5VTKKt

- 6VTKDt 7VTATMt

U_2 = LNTUNAI 0 1LNGDPt- 2SBIt 3LNCPIt 4Et

- 5VTKKt - 6VTKDt 7VTATMt

-1 < < 0

Untuk mengetahui apakah spesifikasi model dengan ECM merupakan model

yang valid maka dilakukan uji terhadap koefisien Error Correction Term (ECT).

Jika hasil pengujian terhadap koefisien ECT signifikan, maka spesifikasi model

ECM yang diamati valid.

4.3. Metode Analisis Data

Dalam rangka mencapai tujuan dalam penelitian ini, metode analisis yang

digunakan adalah uji kointegrasi Engle-Granger dan Error Correction Model

(ECM). Adapun beberapa beberapa tahapan analisisnya ialah sebagai berikut.


54

Pertama, uji akar unit untuk mengetahui apakah data tersebut stasioner atau tidak.

Ada tidaknya akar unit dapat diketahui dengan menggunakan Augmented Dickey

Fuller (ADF) Test. Kedua, uji kointegrasi untuk mengetahui adanya hubungan

jangka panjang dan meramalkan keseimbangannya dengan menggunakan Engle-

Granger Cointegration Test. Ketiga, melakukan pengkoreksian kesalahan (error

correction) dengan menggunakan ECM untuk model yang digunakan. Adapun

syarat untuk menggunakan model koreksi kesalahan yaitu jika minimal ada salah

satu variabel yang tidak stasioner. Apabila seluruh data yang digunakan ternyata

stasioner, maka persamaan tersebut tidak dapat dianalisa dengan menggunakan

ECM. Sementara itu, pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan

software Eviews 4.1

4.3.1. Uji Akar Unit

Sebelum melakukan serangkaian proses terhadap model, sangat penting

untuk diketahui apakah data time series tersebut bersifat stasioner atau non

stasioner. Ada beberapa perbedaan yang penting antara stasioner dan non

stasioner time series (Enders, 1995). Dampak guncangan yang terjadi pada data

series yang stasioner bersifat sementara. Seiring dengan berjalannya waktu, pada

jangka panjang gerakan data series yang stasioner itu akan selalu kembali kepada

long-run mean dan berfluktuasi di sekitarnya.

Menurut Thomas (1997), data time series dapat dikatakan stasioner jika

memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Mean dari data stasioner menunjukkan perilaku yang konstan dan selalu

kembali pada kondisi long-run mean dari data tersebut.


55

2. Variannya konstan.

3. Cov (Xt, Xt+k) = konstan, untuk semua t dan semua k 0.

Apabila sebuah data time series tidak memenuhi salah satu persamaan di

atas maka data tersebut bersifat non stasioner. Menurut Enders, perilaku dari non

stasioner time series dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Data series yang non stasioner tidak kembali ke long-run mean.

2. Data series yang non stasioner memiliki ketergantungan terhadap waktu

variance dari data semacam ini akan membesar tanpa batas seiring dengan

waktu.

3. Correlogram dari data ini cenderung melebar.

Dalam mengetahui suatu data series bersifat stasioner atau non stasioner,

maka data series tersebut harus dilakukan pengujian kestasioneran data. Pengujian

kestasioneran disebut dengan unit root test. Pengujian unit root dilaksanakan

untuk melihat apakah datanya mengandung unit root atau tidak. Apabila datanya

mengandung unit root, maka berarti data tersebut tidak stasioner.

Secara teknis, suatu variabel time series yang mempunyai akar unit dapat

dijelaskan sebagai berikut:

xt = xt-1 + t (4.3)

dimana adalah parameter yang akan diestimasi dan t diasumsikan white noise.

Jika || 1, maka xt adalah variabel yang tidak stasioner dan varian dari xt akan

meningkat seiring berjalannya waktu dan cenderung tak berhingga. Sebaliknya,

jika || < 1, maka xt adalah variabel yang cenderung stasioner atau Trend

Stationarity Process (TSP). Oleh karena itu, hipotesis trend stationarity dapat
56

dievaluasi dengan menguji apakah nilai absolut betul-betul kurang dari satu atau

sebaliknya. Pengujian umum terhadap hipotesis di atas adalah H0: = 1, dengan

pengujian satu sisi dari hipotesis alternatif H1: < 1.

Untuk menguji kestasioneran data series, metode pengujian yang digunakan

dalam penelitian ini adalah Augmented Dickey-Fuller Test (ADF). Menurut

Dickey-Fuller, dalam melakukan pengujian akar-akar unit kita kurangi kedua sisi

persamaan (4.3) dengan xt-1 sehingga diperoleh persamaan:

xt = xt-1 + t (4.4)

dimana mengindikasikan perbedaan pertama, sedangkan = ( - 1). Hipotesis

yang diuji dalam uji ADF adalah:

H0 : = 0, data tidak stasioner (mengandung unit root)

H1 : < 0, data stasioner (tidak mengandung unit root)

Pengujian terhadap hipotesis ini dievaluasi dengan t-statistik yang dikembangkan

oleh Dickey-Fuller (1979). Karena kedua ekonom tersebut menunjukkan bahwa

dalam hipotesis nol terdapat akar unit, maka t-statistik yang diperoleh tidak

mengikuti sebaran konvensional t-student. Tabulasi yang digunakan adalah

perhitungan dari MacKinnon (1991, 1996) yang mengimplementasikaan simulasi-

simulasi yang lebih besar dan mendalam (Pasaribu, 2003).

Dengan metode ADF, masalah serial korelasi pada t yang menyebabkan

tidak stabil (robust) dipecahkan. Penambahan lag dari variabel eksogen konstanta

(c) dan tren ke dalam persamaan (4.4) menghasilkan formula:

xt= c + xt-1 + 1 xt-1 + ... + n xt-n + tren + t (4.5)


57

Hipotesis yang diuji masih tetap sama dengan model (4.4), namun dalam

model (4.5) ada penambahan lag dari variabel dependen, konstanta dan variabel

tren. Kriteria pengujian yang digunakan adalah nilai ADF lebih kecil dari nilai

kritis MacKinnon pada taraf nyata yang dipilih. Hasil yang signifikan

mengindikasikan bahwa hipotesis nol yang menyatakan data mengandung akar

unit ditolak terhadap hipotesis alternatif yang berarti data stasioner.

Pengujian unit root dilakukan untuk menghindari spurious regression. Ciri

spurious regression biasanya memiliki R2 yang tinggi dan t-statistik yang nampak

signifikan, namun tidak mempunyai arti dalam ilmu ekonomi atau tidak sesuai

dengan teori ekonomi yang ada. Oleh karena itu hasil dari spurious regression

selalu terlihat baik (Enders, 1995). Regresi lancung terjadi ketika hasil regresi

menunjukkan hubungan yang signifikan antar variabel padahal hal tersebut tidak

lain adalah hubungan contemporaneous dan tidak memiliki makna kausal.

Uji derajat integrasi merupakan kelanjutan dari uji akar-akar unit. Uji derajat

integrasi dilakukan sebagai konsekuensi dari tidak terpenuhinya asumsi

kestasioneran data pada derajat nol atau I(0). Suatu data deret waktu dikatakan

terintegrasi pada tingkat ke-d atau I(d) jika data tersebut bersifat stasioner setelah

pendiferensian sebanyak d kali. Peubah-peubah tak stasioner yang tak terintegrasi

pada tingkat sama dapat membentu kombinasi linier yang bersifat stasioner.

Pada beberapa uji derajat integrasi dari masing-masing variabel adalah

sangat penting untuk mengetahui apakah variabel-variabel yang digunakan tidak

stasioner dan berapa kali variabel harus di-difference untuk menghasilkan variabel

yang stasioner. Pada uji ini variabel yang diamati di-difference pada derajat
58

tertentu sehingga semua variabel stasioner pada derajat yang sama. Suatu variabel

dikatakan stasioner pada first difference jika setelah di-difference satu kali nilai

ADF tes lebih kecil dari nilai kritis MacKinnon.

4.3.2. Uji Kointegrasi

Setelah mengetahui karakteristik masing-masing data yang akan digunakan

dalam penelitian, konsistensi jangka panjang dari model analisis dapat diketahui

melalui uji kointegrasi Engle-Granger. Kointegrasi mengindikasikan walaupun

secara individual variabel tidak stasioner namun kombinasi linier antara variabel

tersebut dapat menjadi stasioner (Engle-Granger dalam Thomas, 1997). Suatu

sistem variabel disebut terkointegrasi jika beberapa variabel tersebut (minimal

satu variabel) terintegrasi pada ordo yang sama dan berlaku kombinasi linier dari

sistem variabel tersebut yang terintegrasi pada ordo nol I(0), yaitu disequillibrium

error atau residual (ut) bersifat stasioner.

Hubungan saling mempengaruhi dapat dilihat dari kointegrasi yang terjadi

antarvariabel itu sendiri. Jika terdapat kointegrasi antarvariabel, maka hubungan

saling mempengaruhi berjalan secara menyeluruh dan informasi tersebar secara

pararel (Julaihah dan Insukindro, 2004).

Adapun persamaan jangka panjang yang diestimasi pada penelitian ini ialah;

LNM1 = 0 + 1LNGDPt + 2SBIt + 3LNEt + 4LNCPIt + 5LNVTKKt

+ 6LNVTKDt + 7LNVTATMt + U_1t (4.6)

LNTUNAI = 0 + 1LNGDPt + 2SBIt + 3LNEt + 4LNCPIt + 5LNVTKKt

+ 6LNVTKDt + 7LNVTATMt + U_2t (4.7)


59

dimana:

LNM1 = logaritma natural dari narrow money (M1) riil.

LNTUNAI = logaritma natural dari uang kartal yang diedarkan riil

LNGDP = logaritma natural dari GDP riil Indonesia

SBI = tingkat suku bunga SBI 30 hari

LNE = logaritma natural dari nilai tukar (Rp/$)

LNCPI = logaritma natural dari indeks harga konsumen (tahun dasar 2002)

LNVTKK = logaritma natural dari volume transaksi kartu kredit

LNVKD = logaritma natural dari volume transaksi kartu debet

LNVTATM = logaritma natural dari volume transaksi kartu ATM.

Metode uji kointegrasi yang sering dalam dipakai adalah uji CRDW

(Cointegrating Regression Durbin Watson), uji DF dan uji ADF. Namun, dalam

penelitian ini digunakan metode Engle-Granger untuk menguji kointegrasi

variabel-variabel yang ada. Hal ini dikarenakan persamaan yang digunakan dalam

penelitian ini merupakan persamaan tunggal.

Uji kointegrasi Engle-Granger sebetulnya menggunakan uji ADF yang

terdiri dari dua tahap. Pertama, meregresi persamaan OLS kemudian

mendapatkan residual dari persamaan tersebut. Kedua, dengan menggunakan

metode uji ADF, akar unit dari data dites terhadap residual dengan hipotesis yang

sama dengan hipotesis uji akar unit variabel-variabel sebelumnya.

Jika hipotesis nol ditolak atau signifikan, maka variabel residual adalah

stasioner atau dalam hal ini kombinasi linier antar variabel adalah stasioner.

Artinya meskipun variabel-variabel yang digunakan tidak stasioner, namun dalam


60

jangka panjang variabel-variabel tersebut cenderung menuju pada keseimbangan.

Oleh karena itu, kombinasi linier dari variabel-variabel tersebut disebut regresi

kointegrasi. Parameter-parameter yang dihasilkan dari kombinasi tersebut dapat

disebut sebagai koefisien-koefisien jangka panjang atau co-integrated parameters.

4.3.3 ECM

Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah ECM. Penggunaan

ini didasari atas fakta bahwa ECM merupakan alat analisis yang paling sukses

dalam mengaplikasikan penelitan permintaan uang. Selain itu, ECM adalah salah

satu model dinamik yang diterapkan secara luas dalam analisis ekonomi. ECM

lahir dan dikembangkan untuk mengatasi masalah perbedaan kekonsistenan hasil

peramalan antara jangka pendek dengan jangka panjang dengan cara proporsi

disequillibrium pada satu periode dikoreksi pada periode selanjutnya sehingga

tidak ada informasi yang dihilangkan hingga penggunaan untuk peramalan jangka

panjang (Thomas, 1997).

Adapun pertimbangan utama penggunaan ECM dalam penelitian ini dapat

diuraikan sebagai berikut:

1. Model ini mampu mencari pemecahan terhadap persoalan variabel runtun

waktu (time series) yang tidak stasioner dan regresi lancung (spurious

regression) dalam ekonometri (Thomas, 1997).

2. ECM mampu meliputi banyak variabel dalam menganalisis fenomena

ekonomi jangka pendek maupun jangka panjang, serta mampu mengkaji

konsistensi model empiris dengan teori ekonomi (Nuryadin dan Santoso,

2004).
61

3. ECM melakukan formulasi pengkoreksian kesalahan dinamik hubungan

jangka panjang antara jumlah uang yang diminta dengan penggunaan kartu

pembayaran dalam persamaan yang menangkap variasi dan dinamika dalam

jangka pendeknya.

Munculnya ketidakseimbangan (disequillibrium error) dikarenakan

beberapa hal. Pertama, kesalahan spesifikasi antara lain kesalahan pemilihan

variabel, parameter, dan keseimbangan itu sendiri. Kedua, kesalahan membuat

definisi variabel dan cara mengukurnya. Ketiga, kesalahan yang disebabkan oleh

faktor manusia dalam menginput data.

Sedangkan, keunggulan dari penggunaan ECM dapat diuraikan sebagai

berikut:

1. Merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengatasi masalah data time

series yang non-stasioner dan regresi palsu (spurious).

2. ECM diformulasikan dalam first difference, yang mengeliminasi tren dari

variabel.

3. Untuk peramalan jangka panjang, keberadaan parameter disequillibrium pada

ECM menjamin bahwa seluruh komponen informasi pada tingkat level

diikutsertakan dalam model. Semua bentuk kesalahan dimasukkan ke dalam

untuk dikoreksi, dengan cara mendaur ulang error yang terbentuk pada

periode sebelumnya pada periode selanjutnya (Thomas, 1997).

4. Selain itu, dalam pendekatan ECM sifat-sifat statistik yang diinginkan dari

model dan pemberian makna yang lebih sederhana. Artinya, model ECM

mampu memberikan makna lebih luas dari estimasi model ekonomi sebagai
62

pengaruh variabel independent terhadap dependent dalam hubungan jangka

pendek maupun jangka panjang (Julianto dalam Errick, 2004).

5. ECM dapat dipaskan dengan pendekatan umum ke spesifik (yaitu melihat

kecenderungan umum dan membaginya menjadi pendekatan jangka pendek

dan jangka panjang). Dengan cara melakukan uji stasioner terhadap data

terlebih dahulu akan membantu kita menghindari masalah pengolahan data

nantinya seperti masalah multikolinearitas antar data yang dapat menyebabkan

standard error yang sangat besar (Errick, 2004).

6. Membedakan dengan jelas antar parameter jangka panjang sehingga sangat

ideal untuk digunakan menaksir dari keakuratan sebuah hipotesis.

7. Jika ada variabel yang tidak nyata dapat dibuang sehingga akan meningkatkan

efisiensi estimasi (Thomas, 1997).

Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa parameter ECM dapat

dipaskan dari pendekatan yang dipakai oleh umum ke spesifik. Hal ini

menimbulkan kelemahan dalam penggunaan alat analisis ini (Thomas, 1997).

ECM tidak dapat memastikan pengkoreksian kesalahan dinamik hubungan jangka

panjang yang dilakukannya benar-benar terjadi. Model ini juga tidak dapat

memastikan bahwa hasil estimasinya itu merupakan model yang benar-benar

sesuai dengan kenyataan yang ada. Kemudian, ECM juga tidak dapat memastikan

bahwa variabel yang digunakan dalam model itu benar-benar stasioner ataukah

tidak.
63

4.3.4. Uji Kebaikan ECM

Untuk mengecek kebaikan dari model koreksi kesalahan perlu dilakukan

dignostic test. Uji ini sangat penting peranannya untuk mengetahui ada tidaknya

masalah-masalah pelanggaran asumsi OLS yang muncul pada estimasi model

permintaan uang jangka pendek dinamis di Indonesia. Dalam hal ini, pengujian

yang dilakukan meliputi uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi, dan uji

normalitas. Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan Autoregressive Conditional

Heteroscedasticity (ARCH)-LM Test dan White Heteroscedasticity Test.

Sementara itu, uji autokorelasi dilakukan dengan Breusch-Godfrey Serial

Correlation LM Test. Sedangkan, uji normalitas dilakukan melalui Histogram-

Normality Test.

Uji Heteroskedastisitas

Salah satu asumsi dari error-term dalam OLS adalah varians dari error-term

untuk setiap pengamatan sama untuk seluruh nilai varaiabel bebas (Xi) atau

homoskedastis (asumsi varians konstan). Jika asumsi ini tidak terpenuhi dalam

suatu regresi tertentu, maka dapat dikatakan error-term mengalami masalah

heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi heteroskedastisitas pada software E-views

dapat dilakukan dengan uji White Heteroscedasticity atau Autoregressive

Conditional Heteroscedasticity (ARCH) test. Hipotesis yang diuji adalah (i) H0 :

tidak terdapat heteroskedastisitas, (ii) H1 : terdapat heteroskedastisitas. Wilayah

kritik penolakan H0 adalah Probability Obs*R-squared < .


64

Uji Autokorelasi

Sementara itu, asumsi OLS lainnya ialah nilai u antara satu persamaan

bersifat bebas (tidak tergantung) pada nilai u pengamatan lainnya. Hal ini

berimplikasi kovarians u dua pengamatan sama dengan nol. Jika asumsi ini tidak

terpenuhi, maka dikatakan terjadi autokorelasi atau korelasi serial. Untuk

mendeteksi ada tidaknya autokorelasi, dalam penelitian ini menggunakan

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM test. Adapun hipotesis dalam uji ini

adalah (i) H0 : tidak terdapat autokorelasi, (ii) H1 : terdapat autokorelasi. Wilayah

kritik penolakan H0 adalah Probability Obs*R-squared < .

Uji Normalitas

Uji ini dilakukan untuk memeriksa apakah error term mendekati distribusi

normal. Hipotesis pengujiannya adalah (i) H0 : error term terdistribusi normal, (ii)

H1 : error term tidak terdistribusi normal. Daerah kritis penolakan H0 adalah

Jarque Bera (J-B) > 2df-2 atau probabilitas (p_value) < .

4.4. Definisi Operasional

Adapun istilah-istilah yang digunakan untuk menjelaskan kondisi tertentu

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Augmented Dickey-Fuller : Suatu uji statistik untuk menghasilkan tau-

statistik pada deret waktu yang memiliki serial

korelasi pada error term.

Autokorelasi : Hubungan antara nilai suatu variabel dengan

nilai sebelumnya, dapat dengan tenggang (lag)


65

satu atau lebih. Koefisien autokorelasi berkisar

antara 1 dan +1, dimana 0 menunjukkan tidak

ada korelasi.

Autokorelasi parsial : Hubungan antara nilai suatu variabel dengan

nilai yang lebih awal dari variabel itu (nilai

lampaunya), jika pengaruh nilai-nilai di

antaranya keduanya dihilangkan. Koefisien

autokorelasi parsial berkisar antara 1 dan +1,

dimana 0 menunjukkan tidak ada korelasi.

Data stasioner : Data yang nilai dalam deret datanya memiliki

rata-rata dan varian yang tetap (relatif konstan)

sesuai dengan berjalannya waktu.

Deret waktu : Sekelompok data dari variabel yang disusun

menurut urutan waktu kejadiannya.

First difference : Pembedaan pertama dalam persamaan (Y = Yt

Yt-1) untuk mencapai deret waktu yang

sifatnya stasioner.

Heteroskedastisitas : Kebalikan dari homoskedastisitas dimana varian

dari gangguan atau variabel dependen yang

berubah sepanjang waktu atau varian yang tidak

konstan.
66

LM Test : Disebut sebagai Langrangian Multiplier Test,

sebuah uji statistik umum untuk mendeteksi

terjadinya orde autokorelasi yang lebih tinggi.

Nilai P : Nilai yang dihasilkan oleh perhitungan komputer

dalam uji regresi yang menunjukkan tingkat

signifikansi terendah dimana H0 dapat ditolak.

Normality : Salah satu asumsi statistik, dimana error term

terdistribusi normal.

Serial korelasi : Nilai-nilai dari satu variabel sama yang saling

berkorelasi sepanjang waktu.

Spurious : Terjadi hubungan korelasi yang semu antara

variabel dalam persamaan.

Tren : Kecenderungan meningkat atau menurun pada

suatu data deret waktu dalam satu periode

pengamatan tertentu.

Unit root : Keadaan dimana persamaan autoregresif Yt =

Yt-1 + t nilai t1 sehingga ketika ada shock

pada deret akan membuat nilai Y akan tumbuh

tanpa batasan.

Variabel endogen : Variabel-variabel (yang nilainya) ditetapkan

dalam model dan dianggap bersifat stokastik.


V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Uji Kestasioneran Data (Uji Akar Unit)

Pengujian akar-akar unit untuk semua variabel yang digunakan dalam

analisis runtun waktu perlu dilakukan untuk memenuhi keabsahan analisis uji

kointegrasi Engle-Granger dan ECM. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk

melihat kestasioneran data yang akan dianalisis. Data yang digunakan dalam

pengestimasian model harus bersifat stasioner (tidak memiliki akar unit), yaitu

data yang memiliki varians yang tidak terlalu besar dan mempunyai

kecenderungan untuk mendekati nilai rata-ratanya. Data yang tidak stasioner

(memiliki akar unit) akan menyebabkan regresi yang lancung. Uji akar unit yang

digunakan dalam penelitian ini menggunakan uji ADF dengan memasukkan unsur

konstanta.

Tabel 5.1. Hasil Uji Akar Unit pada Level

Nilai ADF Nilai Kritis MacKinnon


Variabel Keterangan
t-Statistics 1 persen 5 persen 10 persen
LNM1 -0.083745 -3.653730 -2.957110 -2.617434 Tidak Stasioner
LNTUNAI -0.981222 -3.653730 -2.957110 -2.617434 Tidak Stasioner
LNGDP 3.697401 -3.653730 -2.957110 -2.617434 Tidak Stasioner
SBI -2.084636 -3.653730 -2.957110 -2.617434 Tidak Stasioner
LNE 0.353756 -3.653730 -2.957110 -2.617434 Tidak Stasioner
LNCPI 1.261465 -3.653730 -2.957110 -2.617434 Tidak Stasioner
LNVTKK 0.165079 -3.653730 -2.957110 -2.617434 Tidak Stasioner
LNVTKD -0.715309 -3.653730 -2.957110 -2.617434 Tidak Stasioner
LNVTATM -1.880438 -3.653730 -2.957110 -2.617434 Tidak Stasioner
Keterangan: * data stasioner pada taraf nyata 1 persen, 5 persen, 10 persen.
** data stasioner pada taraf nyata 5 persen, 10 persen.
*** data stasioner pada taraf nyata 10 persen.
68

Tabel 4.1 diatas menunjukkan bahwa keseluruhan data dalam penelitian ini

tidak stasioner pada tingkat level. Hal ini terlihat dari nilai ADF t-Statistic tidak

terdapat data yang lebih kecil daripada nilai kritis MacKinnonnya. Sebagai

konsekuensi dari dari tidak terpenuhinya asumsi stasioneritas data pada tingkat

level atau derajat nol atau I(0) pengujian kestasioneran data dilanjutkan pada

tingkat first difference. Apabila pada tingkat ini data belum juga stasioner, maka

diteruskan pada second difference, dan seterusnya hingga menjadi stasioner pada

derajat yang sama.

Tabel 5.2. Hasil Uji Akar Unit pada First Difference (Tanpa Tren)

Nilai ADF Nilai Kritis MacKinnon


Variabel Keterangan
t-Statistics 1 persen 5 persen 10 persen
LNM1 -4.094723 -3.653730 -2.957110 -2.617434 Stasioner*
LNTUNAI -6.726935 -3.653730 -2.957110 -2.617434 Stasioner*
LNGDP -3.602691 -3.653730 -2.957110 -2.617434 Stasioner**
SBI -1.000503 -3.653730 -2.957110 -2.617434 Tidak Stasioner
LNE -4.507251 -3.653730 -2.957110 -2.617434 Stasioner*
LNCPI -5.350321 -3.653730 -2.957110 -2.617434 Stasioner*
LNVTKK -8.209403 -3.653730 -2.957110 -2.617434 Stasioner*
LNVTKD -7.047976 -3.653730 -2.957110 -2.617434 Stasioner*
LNVTATM -7.765897 -3.653730 -2.957110 -2.617434 Stasioner*
Keterangan: * data stasioner pada taraf nyata 1 persen, 5 persen, 10 persen.
** data stasioner pada taraf nyata 5 persen, 10 persen.
*** data stasioner pada taraf nyata 10 persen.

Hasil uji akar unit data pada first difference tanpa memasukkan tren

ditunjukkan oleh Tabel 4.2 di atas. Berdasarkan Tabel tersebut dapat diketahui

bahwa masih terdapat data yang digunakan dalam penelitian ini yang tidak

stasioner yaitu data SBI. Hal ini dibuktikan dengan nilai ADF t-Statistic data SBI

lebih besar daripada nilai kritis MacKinnonnya. Oleh karena itu pengujian unit
69

root pada first difference ini berlanjut dengan memasukkan unsur tren yang

hasilnya dapat dilihat dalam Tabel 5.3 di bawah ini.

Tabel 5.3. Hasil Uji Akar Unit pada First Difference (dengan Tren)

Nilai ADF Nilai Kritis MacKinnon


Variabel Keterangan
t-Statistics 1 persen 5 persen 10 persen
LNM1 -4.032081 -4.273277 -3.557759 -3.212361 Stasioner**
LNTUNAI -6.563686 -4.273277 -3.557759 -3.212361 Stasioner***
LNGDP -5.180615 -4.273277 -3.557759 -3.212361 Stasioner***
SBI -3.821624 -4.273277 -3.557759 -3.212361 Stasioner**
LNE -5.018358 -4.273277 -3.557759 -3.212361 Stasioner***
LNCPI -5.673554 -4.273277 -3.557759 -3.212361 Stasioner***
LNVTKK -8.171001 -4.273277 -3.557759 -3.212361 Stasioner***
LNVTKD -6.940372 -4.273277 -3.557759 -3.212361 Stasioner***
LNVTATM -7.805446 -4.273277 -3.557759 -3.212361 Stasioner***
Keterangan: * data stasioner pada taraf nyata 1 persen, 5 persen, 10 persen.
** data stasioner pada taraf nyata 5 persen, 10 persen.
*** data stasioner pada taraf nyata 10 persen.

Berdasarkan Tabel 5.3 di atas, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh data

dalam penelitian ini stasioner pada tingkat first difference pada taraf nyata 10%.

Hal ini dibuktikan dengan nilai ADF t-Statistics yang lebih kecil daripada nilai

kritis MacKinnonnya. Dengan demikian seluruh data dalam penelitian telah

terintegrasi pada derajat yang sama yaitu pada derajat pertama I(1). Integrasi ini

menjadi syarat dalam memasuki tahapan selanjutnya yaitu uji kointegrasi Engle-

Granger dan model pengkoreksian kesalahan (ECM).

5.2. Uji Kointegrasi

Uji kointegrasi merupakan pengujian untuk mengetahui adanya hubungan

jangka panjang yang stabil antara variabel-variabel dalam penelitian. Penelitian

ini menggunakan uji kointegrasi Engle-Granger yang memakai uji statistik ADF
70

untuk melihat apakah residual dari persamaan jangka panjang stasioner tiap model

penelitian ini stasioner atau tidak. Adapun hasil estimasi lengkap persamaan

jangka panjang dari kedua model penelitian ini dapat dilihat dalam Lampiran 2

dan Lampiran 4. Ringkasan hasil estimasi tersebut dapat dilihat dalam Tabel 5.4

di bawah ini.

Tabel 5.4. Persamaan Jangka Panjang Pengaruh APMK dan Variabel-Variabel


Makroekonomi Lainnya terhadap Permintaan Uang
Dependen Variabel : LNM1 Dependen Variabel : LNTUNAI
Variabel Koefisien t-Statistic Variabel Koefisien t-Statistic
C -3.633660 -2.392665 C -6.791571 -2.079280
LNGDP 1.051057 5.359345 LNGDP 1.574663 3.733175
SBI -0.015897 -2.601206 SBI -0.015195 -1.156009
LNE -0.059917 -0.302700 LNE 0.061860 0.145304
LNCPI 0.796171 2.340797 LNCPI 0.355517 0.485985
LNVTKK 0.101919 1.231801 LNVTKK 0.006407 0.036002
LNVTKD -0.016837 -0.461578 LNVTKD 0.053110 0.676949
LNVTATM -0.106177 -2.412129 LNVTATM -0.286326 -3.024390
R-squared 0.976613 R-squared 0.919360
Adj R-squared 0.969791 Adj R-squared 0.895840

Dalam penelitian ini, uji kointegrasi dapat menjelaskan hubungan jangka

panjang dari penggunaan APMK (dengan proxy volume transaksi) terhadap

permintaan uang (M1 dan uang tunai yang beredar). Sesuai dengan teori

kointegrasi Engle-Granger, apabila residu dari masing-masing model persamaan

itu stasioner maka dapat disimpulkan bahwa antara variabel-variabel dalam

persamaan memiliki hubungan kointegrasi pada ordo I(1). Hasil estimasi lengkap

uji kointegrasi kedua model penelitian dapat dilihat dalam Lampiran 3 dan

Lampiran 5. Ringkasan hasil estimasi tersebut dapat dilihat dalam Tabel 5.5 di

bawah ini.
71

Tabel 5.5. Hasil Uji Kointegrasi Kedua Model Penelitian

Nilai ADF Nilai Kritis MacKinnon


Variabel Keterangan
t-Statistics 1 persen 5 persen 10 persen
U_1 -4.400224 -3.661661 -2.960441 -2.619160 Stasioner
U_2 -5.202494 -3.661661 -2.960441 -2.619160 Stasioner
Keterangan: * data stasioner pada tingkat kepercayaan 1 persen, 5 persen, 10 persen.
** data stasioner pada tingkat kepercayaan 5 persen, 10 persen.
*** data stasioner pada tingkat kepercayaan 10 persen.

Pada Tabel 5.5 di atas terbukti bahwa semua residu dalam model persamaan

dengan proxy volume transaksi telah stasioner pada tingkat level dengan taraf

nyata sebesar 10 persen. Hal ini ditunjukkan dengan nilai ADF t-Statistic yang

lebih kecil daripada nilai kritis MacKinnonnya. Dengan demikian, hasil tersebut

semakin menguatkan bahwa diantara variabel-variabel yang digunakan dalam

model persamaan dengan proxy volume transaksi telah terkointegrasi pada derajat

satu. Adapun hasil estimasi regresi lengkap persamaan jangka panjang dari kedua

model penelitian ini dapat dilihat dalam Lampiran 2 dan Lampiran 3.

5.2.1. Pengaruh Variabel Volume Transaksi APMK

Berdasarkan Tabel 5.4 di atas, inovasi teknologi sistem pembayaran yang

menghasilkan APMK ternyata berpengaruh negatif terhadap indikator moneter

seperti permintaan uang di Indonesia pada taraf nyata 10 persen. Penggunaan

kartu ATM oleh masyarakat tenyata berpengaruh negatif dan signifikan baik

terhadap M1 maupun uang tunai. Adapun kartu debet dan kartu kredit ternyata

berhubungan negatif juga, namun tidak signifikan Hal ini ditunjukkan dengan

nilai mutlak t-Statistic dari estimasi kedua variabel yang lebih kecil dari t-Tabel

(1,645).
72

Nilai koefisien pada kedua regresi di atas menunjukkan elastisitas

penggunaan APMK terhadap permintaan uang (M1 dan uang tunai). Peningkatan

penggunaan kartu ATM oleh masyarakat sebesar 1 persen akan menurunkan

permintaan uang M1 riil sebesar 0.106 persen. Sementara itu, peningkatan

penggunaan kartu ATM oleh masyarakat sebesar 1 persen akan menurunkan

permintaan uang tunai riil sebesar 0.286 persen.

Hubungan negatif antara pertumbuhan penggunaan ATM dengan

permintaan uang dalam perekonomian dapat terjadi karena beberapa alasan.

Keberadaan kartu ATM memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk

mendapatkan uang yang mereka simpan di bank secara cepat dan mudah. Selain

itu, dengan adanya kartu ATM masyarakat lebih tertarik untuk menyimpan

uangnya dalam rekening bank, dan mempergunakan uangnya sewaktu-waktu.

Dengan menyimpan uang di bank maka masyarakat akan merasa lebih aman

dalam memegang uang terutama dalam nominal yang besar.

Hal ini sesuai dengan teori permintaan uang. Penggunaan kartu ATM dapat

menurunkan permintaan uang, karena masyarakat lebih tertarik untuk menyimpan

uangnya di bank dan perputaran uang lebih cepat (Rinaldi, 2001 dan

Yilmazkuday, 2006). Sebagaimana diketahui bahwa salah satu faktor determinan

dari perputaran uang adalah inovasi dari sistem pembayaran (Thornton, 1983).

Semakin meningkat perputaran uang, maka permintaan uang riil akan semakin

menurun. Kondisi ini secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut.

M 1
= kY dengan k = (5.1)
P v
73

dimana:

M = permintaan uang riil di masyarakat.

P = tingkat harga.

v = perputaran uang yang beredar.

k = konstanta yang menunjukkan tingkat perputaran uang yang beredar.

Sebagaimana diuraikan di atas ternyata penggunaan kartu kredit dan kartu

kredit ternyata tidak berpengaruh signifikan terhadap permintaan uang riil (baik

M1 maupun uang tunai). Hal ini cukup beralasan, sebab berdasarkan data dari

Bank Indonesia (2006a), nilai transaksi dari kartu kredit (ntkk) dan kartu debet

(ntkd) yang menggambarkan permintaan uang untuk transaksi sangat kecil jika

dibandingkan dengan peredaran uang riil di masyarakat (baik dalam bentuk M1

maupun uang tunai). Gambaran mengenai hal ini dapat dilihat dalam Gambar 5.1

di bawah ini

0.8
0.7
0.6 ntkk/m1
0.5 ntkd/m1
ntatm/m1
0.4
ntkk/tunai
0.3
ntkd/tunai
0.2 ntatm/tunai
0.1
0
20 M8
20 M1
20 M3

01 6

20 M4
20 M9
20 M2

03 7

20 M3
04 5

8
20 11

20 12

20 10
20 1 M

20 3 M

20 M

M
M

M
M
00
01
00

02
02

05
03

04

05
0

0
20

Sumber: Bank Indonesia (2006a) diolah


Gambar 5.1.
Perkembangan Perbandingan Nilai Transaksi APMK
dengan Peredaran Uang di Indonesia (Maret 2000 Agustus 2005)
74

Kondisi masyarakat Indonesia belum mengarah kepada less-cash society

yang ditandai dengan antara substitusi uang tunai dengan APMK di Indonesia

belum terjadi seperti yang diharapkan oleh Bank Indonesia. Penggunaan kartu

debet dan kartu kredit oleh masyarakat Indonesia untuk transaksi masih sebagai

komplementer dari penggunaan uang tunai. Contoh kongkretnya, apabila

masyarakat tidak memiliki uang cukup untuk membeli barang kebutuhannya,

maka pada saat itu masyarakat baru menggunakan kartu kredit atau debet.

Pengaruh kartu debet dan kartu kredit yang tidak signifikan juga bisa terjadi

karena pengguna kedua kartu tersebut jika dibandingkan dengan pengguna kartu

ATM sangat kecil. Kepemilikan dan penggunaan ATM telah memasyarakat,

sebab kartu ini menjadi kebutuhan penting bagi setiap nasabah (yang berasal dari

seluruh lapisan masyarakat) untuk mengamankan uangnya dan atau menarik uang

mereka dari tabungan apabila dibutuhkan. Pengguna kartu kredit dan kartu debet

hanya terbatas pada segmentasi masyarakat tertentu saja, yaitu masyarakat yang

memiliki status sosial ekonomi menengah ke atas. Sebagaimana diketahui, bahwa

kartu debet maupun kartu kredit lazim dipergunakan dalam melakukan

pembelanjaan barang-barang konsumsi tertentu (sekunder dan tersier).

Selain itu, penggunaan kartu kredit harus memperhatikan unsur bunga

kredit. Semakin tinggi bunga kredit konsumsi maka masyarakat cenderung

menurukan penggunaan kartu kredit. Sebagaimana diketahui, sifat penggunaan

kartu kredit ialah bank membayar terlebih dahulu transaksi yang dilakukan

pengguna. Selanjutnya, pengguna tersebut harus membayar utang-nya ditambah

bunga kredit yang ditetapkan kepada bank atau lembaga penerbit.


75

0.14
Nilai Perbandingan 0.12
0.1
0.08
0.06
0.04
0.02
0
2 0 M3

00 7

20 M3

01 7

2 0 M3

03 7
20 M3

02 7

20 M3

04 7

20 M3

7
20 11

20 11

20 11
20 11

20 11
20 0M

20 1M

20 3M

20 4M
20 2M

M
M
M

M
00

01

02

03

04

05
05
0

0
0

0
20

Waktu

vtkd/vtatm vtkk/vtatm

Sumber: Bank Indonesia (2006a) diolah


Gambar 5.2.
Perkembangan Perbandingan Volume Transaksi APMK di Indonesia
(Maret 2000 Agustus 2005)

5.2.2. Pengaruh Variabel-Variabel Makroekonomi

Variabel makroekonomi yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pertumbuhan GDP, elastisitas dari nilai tukar, inflasi, dan suku bunga SBI 30 hari.

Hasil estimasi pada Tabel 5.4, menunjukkan gejala yang cukup menarik dari

pengaruh variabel makroekonomi terhadap permintaan uang di Indonesia. Dengan

taraf nyata sebesar 10 persen, hanya pendapatan nasional saja yang merupakan

indikator yang mempengaruhi permintaan uang M1 riil dan uang tunai riil. Dalam

jangka panjang indikator makroekonomi yang mempengaruhi permintaan uang

M1 adalah pendapatan nasional, SBI, serta inflasi. Sedangkan indikator

makroekonomi yang mempengaruhi pemintaan uang tunai hanya pendapatan

nasional saja.

Pendapatan nasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan

uang M1 dan uang tunai. Peningkatan 1 persen GDP akan meningkatkan


76

permintaan uang M1 riil sebesar 1,05 persen. Sedangkan peningkatan 1 persen

GDP akan meningkatkan permintaan uang tunai riil sebesar 1,57 persen. Kondisi

ini sesuai dengan teori kuantitas permintaan uang. Peningkatan GDP akan

meningkatkan daya beli masyarakat dan agen ekonomi terhadap barang-barang

kebutuhannya. Implikasinya, jumlah uang yang mereka minta akan semakin besar.

Kondisi ini dapat dijelaskan dalam persamaan berikut ini

MxV=PxY (5.2)

dimana:

M = permintaan uang riil di masyarakat

V = perputaran uang yang beredar

P = tingkat harga

Y = pendapatan nasional

Apabila suku bunga SBI meningkat sebesar 1 persen akan menurunkan

permintaan uang M1 sebanyak 0.01 persen. Keadaan ini sesuai dengan teori

kuantitas permintaan uang. Peningkatan SBI akan meningkatkan biaya imbangan

masyarakat untuk memegang uang. Masyarakat akan lebih cenderung untuk

menyimpan uangnya di bank (tabungan, giro, dll) atau dalam bentuk aset

keuangan lainnya (seperti obligasi, reksadana, dll).

Hal ini sesuai dengan teori ekonomi tentang permintaan uang. Peningkatan

suku bunga akan membuat tiap individu dalam perekonomian berekspektasi

bahwa suku bunga akan menurun di masa yang akan datang. Sehingga mereka

lebih senang untuk menyimpan uangnya di bank.


77

Peningkatan inflasi sebesar 1 persen akan mengakibatkan peningkatan

permintan uang M1 sebesar 0,79 persen. Kondisi ini bisa dijelaskan dari efek

konsumsi masyarakat. Peningkatan inflasi menunjukkan semakin tinggi indeks

harga, sehingga semakin kecil daya beli uang (Rachmat, 2005). Peningkatan

harga-harga secara serentak berimplikasi pada meningkatnya uang tunai yang

harus dimiliki oleh masyarakat untuk membeli barang-barang kebutuhan

konsumsi yang sama dengan sebelum inflasi terjadi.

5.3. Hasil Estimasi Jangka Pendek

Jika variabel-variabel dalam penelitian stasioner dan telah terkointegrasi

pada derajat yang sama, maka penelitian dapat dilanjutkan pada estimasi model

jangka pendek dinamis. Model permintaan uang jangka pendek dalam penelitian

ini diestimasi dengan menggunakan ECM. Hasil estimasi ECM digunakan untuk

melihat perilaku jangka pendek dari persamaan regresi dengan mengestimasi

dinamika ECT, yaitu U_1(-1) dan U_2 (-1).

Salah satu keunggulan dari ECM pada penelitian ini ialah model ini dapat

melakukan formulasi pengkoreksian kesalahan dinamik hubungan jangka panjang

antara jumlah uang yang diminta dengan penggunaan APMK dalam persamaan

yang menangkap variasi dan dinamika dalam jangka pendeknya dengan baik.

Adapun hasil estimasi jangka pendek lengkap dari pengaruh penggunaan APMK

terhadap permintaan uang dapat dilihat dalam Lampiran 6 dan Lampiran 7.

Ringkasan dari hasil estimasi tersebut ditunjukkan dalam Tabel 5.6 di bawah ini.
78

Tabel 5.6. Estimasi Jangka Pendek Pengaruh APMK terhadap Permintaan Uang di
Indonesia yang Belum Direstriksi
Dependen Variabel : DLNM1 Dependen Variabel : DLNTUNAI
Variabel Koef. t-Stat. Variabel Koef. t-Stat.
DLNM1(-1) 0.4596 2.397 DLNTUNAI(-1) 0.2533 0.781
DLNM1(-2) -0.2000 -0.779 DLNM1(-2) 0.3577 1.057
DLNGDP 2.0622 3.363 DLNGDP 2.7608 1.363
DLNGDP(-1) -2.2204 -2.975 DLNGDP(-1) -2.7110 -0.906
DLNGDP(-2) 1.9458 2.884 DLNGDP(-2) 0.7424 0.307
DSBI 0.0378 2.071 DSBI 0.0414 0.978
DSBI(-1) -0.0106 -0.470 DSBI(-1) -0.0114 -0.183
DSBI(-2) -0.0315 -1.884 DSBI(-2) 0.0019 0.031
DLNE -0.3971 -2.564 DLNE -1.3075 -2.293
DLNE(-1) -0.4146 -2.591 DLNE(-1) -0.2753 -0.429
DLNE(-2) 0.1997 1.309 DLNE(-2) 0.0952 0.174
DLNCPI -1.4494 -1.996 DLNCPI 0.5745 0.181
DLNCPI(-1) 0.6118 1.088 DLNCPI(-1) 1.8382 0.911
DLNCPI(-2) 1.4049 2.384 DLNCPI(-2) 0.2667 0.113
DLNVTKK 0.0707 1.141 DLNVTKK 0.0367 0.180
DLNVTKK(-1) 0.0687 0.749 DLNVTKK(-1) 0.2806 1.062
DLNVTKK(-2) 0.5384 0.886 DLNVTKK(-2) 0.1238 0.603
DLNVTKD -0.0946 -3.029 DLNVTKD -0.1291 -1.019
DLNVTKD(-1) -0.0442 -1.322 DLNVTKD(-1) -0.1689 -1.438
DLNVTKD(-2) 0.0602 1.845 DLNVTKD(-2) 0.0164 0.144
DLNVTATM -0.0322 -1.026 DLNVTATM -0.0553 0.461
DLNVTATM(-1) -0.1307 -2.868 DLNVTATM(-1) -0.2617 -1.323
DLNVTATM(-2) -0.1583 -3.105 DLNVTATM(-2) -0.3064 -1.509
U_1(-1) -0.9521 -3.140 U_2(-1) -1.3959 -2.985
R-squared 0.9530 R-squared 0.8242
Keterangan: U_1 = LNM1 - 0 - 1GGDP - 2GSBI - 3LNE - 4INFLASI - 5LNVTKK
6LNVTKD - 7LNVTATM
U_2 = LNTUNAI - 0 - 1GGDP - 2GSBI - 3LNE - 4INFLASI
- 5LNVTKK 6LNVTKD - 7LNVTATM

Thomas (1997) mengungkapkan bahwa di dalam model pengkoreksian

kesalahan (ECM) jika ada variabel yang tidak nyata dapat dibuang sehingga dapat

meningkatkan efisiensi estimasi. Berdasarkan atas hal tersebut, maka hasil

estimasi persamaan regresi pengaruh APMK terhadap permintaan uang jangka


79

pendek dapat juga dilakukan dengan merestriksi variabel-variabel yang secara

signifikan berpengaruh. Adapun hasil estimasi tersebut dapat dapat dijelaskan

dalam Tabel 5.7 berikut ini.

Tabel 5.7. Estimasi Jangka Pendek Pengaruh Penggunaan APMK terhadap


Permintaan Uang di Indonesia yang Telah Direstriksi
Dependen Variabel : DLNM1 Dependen Variabel : DLNTUNAI
Variabel Koef. t-Stat. Variabel Koef. t-Stat.
DLNM1(-1) 0.3575 2.033 DLNE -2.0981 -0.5933
DLNGDP 2.1562 3.744 U_2(-1) -0.9430 -5.0293
DLNGDP(-1) -2.5332 -2.988
DLNGDP(-2) 1.7538 2.870
DLNE -0.3447 -2.455
DLNE(-1) -0.2695 -1.926
DLNCPI(-2) 1.0914 2.589
DLNVTKD -0.0513 -1.763
DLNVTATM(-1) -0.0943 -2.441
DLNVTATM(-2) -0.0815 -2.093
U_1(-1) -1.0764 -5.231
R-squared 0.7562 R-squared 0.4490
Keterangan: U_1 = LNM1 - 0 - 1GGDP - 2GSBI - 3LNE - 4INFLASI - 5LNVTKK
6LNVTKD - 7LNVTATM
U_2 = LNTUNAI - 0 - 1GGDP - 2GSBI - 3LNE - 4INFLASI
- 5LNVTKK 6LNVTKD - 7LNVTATM

Kedua parameter error correction term dalam Tabel 5.7 di atas adalah

signifikan pada taraf nyata 10%. Hal ini mengindikasikan adanya hubungan

jangka pendek seluruh parameter dalam penelitian. Hubungan negatif dalam

kedua koefisien di atas memperlihatkan penyesuaian dari ketidakseimbangan pada

pasar perbankan (kartu ATM, kartu debet, dan kartu kredit). Semakin besar

koefisien ECT ini mengindikasikan semakin besarnya respons dari pengaruh

jangka waktu sebelumnya pada keseimbangan jangka panjang. Dalam penelitian

ini, kedua koefisien ECT temasuk kecil 1,07 persen dan 0,94 persen. Artinya
80

permintaan M1 dan uang tunai tidak terlalu responsif terhadap error di waktu

sebelumnya, ketidakseimbangan di pasar perbankan dikoreksi dengan lambat.

5.3.1. Pengaruh Variabel Volume Transaksi APMK

Pengaruh penggunaan kartu debet dan ATM yang memakai proxy volume

transaksi APMK ternyata berbeda antara M1 dan uang tunai. Berdasarkan Tabel

5.7, dalam jangka pendek penggunaan kartu debet dan ATM dapat mempengaruhi

permintaan uang M1 rill, sedangkan penggunaan kartu kredit ternyata tidak

signifikan. Sementara itu penggunaan APMK sama sekali tidak mempengaruhi

permintaan uang tunai masyarakat dalam jangka pendek.

Penggunaan kartu debet mempengaruhi permintaan uang M1 secara negatif

dan signifikan pada taraf nyata 10 persen. Kenaikan 1 persen dari perubahan

volume transaksi kartu debet akan menurunkan perubahan permintaan uang M1

dalam jangka pendek sebesar 0.051 persen. Kondisi ini sesuai dengan fakta yang

ada dimana peningkatan masyarakat memiliki insentif untuk menggunakan kartu

kredit, akan menurunkan demand deposit dan saldo simpanan masyarakat di bank.

Sebagaimana diketahui sifat dari penggunaan kartu debet ialah bank akan

mendebet saldo simpanan nasabah ketika masyarakat melakukan transaksi dengan

kartu debet. Penggunaan bisa multifungsi, ada yang digunakan untuk membayar

langsung di gerai pusat perbelanjaan, ada pula yang bisa difungsikan sebagai kartu

ATM di mesin ATM.

Perubahan penggunaan kartu ATM pada satu dan dua bulan sebelumnya

mempengaruhi permintaan uang M1 riil secara negatif dan signifikan pada taraf

nyata 10 persen. Kenaikan 1 persen dari perubahan volume transaksi kartu ATM
81

pada lag satu akan menurunkan permintaaan uang M1 riil jangka pendek sebesar

0.094 persen. Sementara itu, kenaikan 1 persen dari perubahan volume transaksi

kartu ATM pada lag dua akan menurunkan permintaaan uang M1 riil jangka

pendek sebesar 0.081 persen Hal tersebut mengindikasikan bahwa perubahan

volume transaksi kartu ATM pada satu dan dua bulan sebelumnya mempengaruhi

ekspektasi masyarakat dalam mempergunakan kartu kredit dan meningkatkan

permintaan uang rill M1. Posisi demand deposit dan saldo simpanan nasabah di

Bank akan semakin berkurang seiring dengan meningkatnya insentif masyarakat

untuk melakukan penarikan uang di ATM.

5.3.2. Pengaruh Variabel-Variabel Makroekonomi

M1 (broad money) merupakan salah satu indikator moneter agregat yang

sangat dipengaruhi oleh indikator makroekonomi. Sebagaimana diperlihatkan

dalam Tabel 5.7, pengaruh variabel makroekonomi yang digunakan dalam

penelitian ini dalam jangka pendek hanya mempengaruhi permintaan M1

masyarakat dan tidak mempengaruhi permintaan uang tunai yang diminta

masyarakat. Variabel yang mempengaruhi permintaan M1 riil signifikan adalah

perubahan produk domestik bruto (GDP), perubahan nilai tukar serta perubahan

inflasi. Adapun variabel inflasi ternyata tidak signifikan berpengaruh.

Dalam jangka pendek perubahan GDP memberikan hasil pengaruh yang

bervariasi terhadap permintaan uang M1. Kenaikan 1 persen dari GDP akan

meningkatkan perubahan permintaan uang M1 sebesar 2.156 persen. Kenaikan 1

persen dari produk domestik bruto pada satu bulan sebelumnya akan menurunkan

permintaan uang M1 sebesar 2.533 persen. Sementara itu, kenaikan 1 persen dari
82

GDP pada dua bulan sebelumnya akan meningkatkan perubahan permintaan uang

M1 sebesar 2.156 persen. Kondisi ini sesuai dengan teori ekonomi yang ada

dimana peningkatan pendapatan nasional akan meningkatkan permintaan uang

riil. Peningkatan pendapatan ini merangsang masyarakat untuk meningkatkan

konsumsinya sehingga meminta uang tunai lebih banyak.

Sementara itu, perubahan nilai tukar berpengaruh negatif dan signifikan

terhadap permintaan uang tunai riil di masyarakat dalam jangka pendek. Kenaikan

1persen nilai tukar Rp/$ (depresiasi nilai tukar rupiah) akan menurunkan

perubahan permintaan uang M1 sebesar 0.34 persen. Sedangkan, kenaikan 1

persen nilai tukar Rp/$ (depresiasi nilai tukar rupiah) pada satu bulan sebelumnya

(lag pertama) akan menurunkan perubahan permintaan uang M1 sebesar 0.27

persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa kepemilikan mata uang asing ($)

merupakan salah satu pilihan aset yang dapat dimiliki masyarakat selain dalam

bentuk portofolio (Marashdesh, 1997). Ketika nilai tukar rupiah terdepresiasi,

maka masyarakat akan cenderung untuk memegang $, sementara itu masyarakat

asing cenderung untuk melepas rupiah untuk kepentingan profit taking.

5.3.3. Uji Kebaikan ECM

Uji kebaikan model pengkoreksian kesalahan bertujuan untuk mendeteksi

adanya pelanggaran asumsi klasik OLS seperti masalah multikolinearitas,

autokorelasi, dan heteroskedastisitas. Kebaikan model dianalisis dengan

menggunakan pengujian Breusch-Godfrey Serial Correlation LM untuk uji

autokorelasi, dan Histogram-Normality Test untuk uji normalitas. Sedangkan


83

untuk uji heteroskedastisitas dilakukan melalui Autoregressive Conditional

Heteroscedasticity (ARCH)-LM Test serta White-Heteroscedasticity Test.

Tabel 5.8. Hasil Uji Heteroskedastisitas

ARCH-LM
Variabel Dependen Obs*R-Squared Probability
DLNM1 0.259881 0.610202
DLNTUNAI 0.045929 0.830305
White-Heteroscedasticity
Variabel Dependen Obs*R-Squared Probability
DLNM1 21.39830 0.496259
DLNTUNAI 6.97878 0.137595

Berdasarkan hasil dari pengujian Autoregressive Conditional

Heteroscedasticity (ARCH-LM) dan White-Heteroscedasticity, Kedua model

dinamis permintaan uang di atas ternyata tidak mengandung masalah

heteroskedastisitas. Hal ini diperlihatkan pada Tabel 5.8 dimana nilai probabilitas

Obs*R-squared yang lebih besar dari taraf nyata 10 persen. Hasil pengujian

lengkapnya dapat dilihat dalam Lampiran 10 dan Lampiran 11.

Tabel 5.9. Hasil Uji Autokorelasi dengan Breusch-Godfrey Serial Correlation


LM Test
Variabel Dependen Obs*R-Squared Probability
DLNM1 3.635057 0.162427
DLNTUNAI 1.182154 0.553730

Sedangkan berdasarkan Tabel 5.9 di atas diperoleh hasil bahwa kedua model

dalam penelitian ini terbebas dari masalah autokorelasi. Jika model ECM

probabilitasnya kurang dari = 10 persen, maka berarti tidak memenuhi kriteria

hipotesis nol (tidak ada autokorelasi). Namun, dalam penelitian ini berdasarkan

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test, dimana nilai probabilitasnya kedua


84

model persamaan di atas yang lebih besar dari taraf nyata 10 persen. Hasil

pengujian lengkapnya dapat dilihat dalam Lampiran 12 dan Lampiran 13.

Tabel 5.10. Hasil Uji Normalitas

Variabel Dependen Jarque-Bera Probability


DLNM1 1.080127 0.582711
DLNTUNAI 3.940743 0.139405

Selanjutnya dilakukan uji normalitas dari residual persamaan tersebut. Uji

ini dilakukan untuk memeriksa apakah error term kedua model persamaan

mendekati distribusi normal. Berdasarkan Tabel 5.10 di atas hasil yang diperoleh

menunjukkan bahwa error term terdistribusi secara normal pada model

permintaan uang M1 dan uang tunai. Hal ini ditandai dengan nilai probabilitasnya

yang lebih besar dari taraf nyata 10 persen. Hasil pengujian lengkapnya dapat

dilihat dalam Lampiran 14 dan Lampiran 15.


VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Sistem pembayaran dan alat pembayaran telah mengalami evolusi yang

cukup lama. Kini dalam pasar perbankan yang semakin berkembang, telah muncul

alat pembayaran yang menawarkan banyak kemudahan dan keuntungan seperti

kartu kredit, kartu debet, dan kartu ATM. Perkembangan ini dapat berimplikasi

pada kebijakan bank sentral dalam menyesuaikan kebijakan moneternya, sebab

perlahan namun pasti perumusan kembali tentang kuantitas uang (M1, M2) harus

segera dilakukan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengestimasi hubungan jangka pendek

dan jangka panjang antara penggunaan APMK terhadap permintaan uang M1 dan

uang tunai yang diedarkan di masyarakat dalam jangka waktu Maret 2003 hingga

Agustus 2005. Pengaruh variabel makroekonomi (GGDP, GSBI, inflasi, nilai

tukar) sebagai standar teori permintaan uang merupakan starting point dalam

penelitian ini.

Terdapat pengaruh yang berbeda antara penggunaan APMK non-tunai (kartu

kedit dan kartu debet) dan kartu ATM terhadap permintaan uang. Hasil penelitian

ini membuktikan adanya hubungan jangka panjang antara penggunaan ATM

terhadap permintaan uang M1 dan uang tunai. Sementara itu, penggunaan kartu

kredit dan debet tidak signifikan mempengaruhi permintaan uang M1 dan uang

tunai. Perbedaan ini terjadi karena intensitas volume dan nilai transaksi kartu
86

ATM jauh lebih tinggi daripada kartu kredit dan kartu debet. Selain itu, pengguna

kartu ATM jauh lebih besar daripada pengguna kartu kredit dan kartu debet.

Hasil berbeda ditunjukkan dalam jangka pendek pengaruh APMK terhadap

permintaan uang M1 dan uang tunai. Perubahan permintaan terhadap M1 hanya

dipengaruhi oleh perubahan penggunan kartu ATM dan kartu debet. Sedangkan

perubahan permintaan uang tunai tidak dipengaruhi oleh penggunaan APMK.

Dalam model permintaan uang dinamis jangka pendek juga terlihat bahwa

ketidakseimbangan di pasar uang mempunyai pengaruh yang kecil terhadap

permintaan uang di Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa pengaruh

ketidakseimbangan pasar perbankan pada waktu sebelumnya relatif kecil.

Ketidakseimbangan pada pasar perbankan dikoreksi dengan lambat.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian di atas telah dibuktikan bahwa keberadaan

APMK (kartu kredit dan kartu debet) dan ATM berpengaruh secara nyata

terhadap permintaan uang. Tentunya, bagi bank sentral (khususnya Bank

Indonesia) hal ini akan berdampak secara fundamental kepada kebijakan moneter

yang diambilnya. Konsekuensinya, bank sentral perlu mendefinisikan ulang

kembali mengenai pengukuran kuatitas uang dengan mengakomodir keberadaan

APMK seperti kartu kredit, debet dan ATM.

APMK telah terbukti dapat memberikan efektifitas, efisiensi serta keamanan

dalam sistem pembayaran di masyarakat serta dunia keuangan pada umumnya.

Bank sentral bekerja sama dengan dunia perbankan perlu mempromosikan

penggunaan APMK kepada masyarakat luas. Sebab diyakini bahwa potensi

86
87

APMK masih sangat besar karena jumlah pemegang kartu kredit, kartu debet serta

kartu ATM dari tahun ke tahun mengalami pertumbuhan. Hal itu didukung oleh

peningkatan infrastruktur dan teknologi dari sistem pembayaran yang bernominal

kecil tersebut.

Bagi bank sentral, promosi penggunaan APMK ini perlu ditunjang dengan

adanya peraturan yang menunjang. Peraturan itu harus mengakomodir teknis

operasional, aspek hukum serta perlindungan konsumen dengan adanya APMK

ini.

87
DAFTAR PUSTAKA

Bank Indonesia. 2006a. Data Base APMK. Direktorat Akunting dan Sistem
Pembayaran, Jakarta.

_____________. 2006b. Overview Sistem Pembayaran Nasional di Indonesia.


www.bi.go.id/biweb/utama/publikasi/upload/sistem-pembayaran.pdf [19
Februari 2006]

Bolt, W, D. B.Humphrey dan R. Uittenbogaard. 2005. The Effect of Trancation


Pricing on the Adoption of Electronic Payments: A Cross-Country
Comparison. Working Paper Research Department Federal Reserve Bank
of Philadelphia, 05-28.

Enders.W. 1995. Applied Econometric Time Series. John Wiley & Sons,Inc, USA.

Global Insight. 2003. The Virtuous Circle: Electronic Payments and Economic
Growth. Visa International & Global Insight, California.

Greenspan, A. 1996. Remarks on Evolving System Issues. Journal of Money,


Credit and Banking, 28: 689-695.

Gujarati, D. 1997. Ekonomometrika Dasar. Zain dan Sukarno [penerjemah].


Erlangga, Jakarta.

Hannan, T. H., E. K. Kiser, R. A. Prager, dan J. J. McAndrews. 2001. To


Surcharge or Not to Surcharge: An Empirical Investigation of ATM
Pricing. Review of Economics and Statistic, 85-4 (November 2001): 990-
1002.

Humphrey, D B., L. B. Pulley, dan J. M. Vessala. 1996. Cash, Paper, and


Electronic Payments: A Cross-Country Analysis. Journal of Money,
Credit and Banking, 28: 914-939.

_______________, R. Keppler dan F. Montes-Negret. 1997. Cost Recovery and


Pricing of Payments Services: Theory, Methods, and Experience. World
Bank Policy Research Working Paper. 1833.

_______________, B. Vale, dan M. Kim, 2001. Realizing the Gains from


Electronic Payments: Costs, Pricing, and Payment Choice, Journal of Money,
Credit and Banking. 33: 216-234.

_______________, M. Willeson, T. Lindblom, dan G. Bergendahl. 2003. What


does it Cost to Make a Payment?. Review of Network Economics, 2/2:
159-174.
89

Jitsuchon, S. dan T. Khiaonarong. 2003. Payment Income, Cost and Usage in


Thailand. Payment System Pricing and Usage.

Julaihah, U. dan Insukindro. 2004. Analisis Dampak Kebijakan Moneter


terhadap Variabel Makroekonomi di Indonesia Tahun 1983.1 2003.2.
Buletin Ekonomi dan Perbankan. Volume 7, Nomor 2.

Listfield, R. dan F. Montes-Negret. 1994. Modernizing Payment System in


Emerging Economies. World Bank Policy Research Working Paper,
1336.

Mahisya, F. E.. 2004. Analisis Permintaan Ekspor CPO Indonesia: Suatu


Pendekatan Error Correction Model. [Skripsi]. Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor.

Marashdesh, O. The Demand for Money in an Open Economy: the Case of


Malaysia. Di dalam: Southern Finance Association Annual Meeting, 19
22 November 1997, Baltimore, Maryland, Amerika Serikat.

McAndrews, J. 2001. A Model of ATM Pricing: Foreign Fees and Surcharge.


Federal Reserve of Bank New York Working Paper.

Mishkin, F. S. 2001. The Economic of Money Banking, and Financial Markets.


Sixth Edition. Addison Wesley Longman: Columbia University, Columbia.

Pariwat, S. dan R. Hataiseree. 2004. The Use of Cash, Cheque, and Electronic
Payment Services in Thailand: Changes and Challenges for Efficiency
Enhancement. Di dalam: Payment Systems Group Workshop; Bangkok,
19 Agustus 2003, Bangkok: Bank of Thailand.

Pasaribu, S. H. 2003. Eviews untuk Analisis Runtut Waktu (Time Series


Analysis. Departemen Ilmu Ekonomi:Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/30/PBI/2004 tentang Penyelenggaraan Alat


Pembayaran dengan Menggunakan Kartu.

Purusitawati, P. D. 2000. Role de la Veille Technologique / dIntelligence


Economique pour le Developpement du Systeme de Paiement en Indonesie
(un travail pour la Banque Centrale dIndonesie). [Tesis]. Marseille.
Faculte des Sciences et Techniques de Saint Jerome Universitie de Detroit
dEconomie et de Science dAix Marseille.

Rachmat, W. 2005. Pengaruh Jumlah Anjungan Tunai Mandiri (ATM) terhadap


Permintaan Uang di Indonesia. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan
Manajemen Institut Pertanian Bogor.
90

Reserve Bank of Malawi. 2004. Currency in Circulation in Malawi. Research


and Statistic Department Working Paper.

Rinaldi, L. 2001. Payments Cards and Money Demand in Belgium. CES


Discussion Paper KULeuven. DPS 01.16.

Romayani, D. 2005. Analisis Permintaan Uang dan Inflasi di Indonesia. [Skripsi].


Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Snellman, J. dan J. Vessala. 1999. Forecasting the Electronification of Payments


with Learning Curves. Bank of Finland Discussion Paper. 8/99.

Sriram, S. S. 1999. Survey of Literature on Demand for Money: Theoritical and


Empirical Work with Special Reference to Error-Correction Models. IMF
Working Paper. WP/99/64.

Stavins, J. dan P. W. Bauer. 1997. The Effect of Pricing in Federal Reserve ACH
Payment Processing. Working Paper Federal Reserve Bank of Boston.
97-6.

Stix, H. 2002. How do Debit Cards Affect Cash Demand? Survey Data
Evidence. Empirica. 31(2):93:115.

Sukardi, L. 1997. Perbankan Tanpa Bentuk Pasca 2020. [Kontan Online].


www.kontan.com [27 April 2006]

Thomas, R. L.. 1997. Modern Econometrics an Introduction. Addison Wesley


Longman, England.

Thornton, D. L. 1983. Why Does Velocity Matter?. Federal Reserve Bank of St.
Louis Working Paper.

Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2004


tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia.

Valverde, S. C, D.B. Humphrey, dan R. Lopez del Paso. 2003. Effects of ATM
and Electronic Payments on Banking Costs: The Case Spanish Banking.
Documento de Trabajo. 177.

Warjiyo, P. 2006. Non-Cash Payments and Monetary Policy Implications in


Indonesia. Di dalam: Bank Indonesia. Seminar Internasional Toward
Less Cash Society in Indonesia; Jakarta, 17 Mei 2006 18 Mei 2006.
Jakarta: Bank Indonesia.
91

Yilmazkuday, H. 2006. The Effects of Credit and Debit Cards On the Money
Demand of a Small Open Economy. Preliminary journal .
93

Lampiran 1. Data-Data Penelitian

Tahun NTKK NTATM NTKD M1 TUNAI Y SBI


2003M1 1938.52 29914.116 922 180,112 -179190. 328626.8 12.69
2003M2 2256.858 26564.905 854 181,530 -180676. 329170.2 12.24
2003M3 2246.63 27910.07 849 181,239 -180390. 329994.7 11.4
2003M4 1922.85 25207.62 720 182,963 -182243. 330796.8 11.06
2003M5 2068.59 29444.3 862 191,707 -190845. 332181.6 10.44
2003M6 2162.52 29047.99 844 194,878 -194034. 335207 9.53
2003M7 2111.99 30299.21 882 196,589 -195707. 339756.2 9.1
2003M8 2176.66 30992.19 893 201,859 -200966. 344712.7 9.1
2003M9 2608.88 33680.23 931 207,587 -206656. 347784.7 8.66
2003M10 2264.61 32781.64 900 212,614 -211714. 347120.7 8.48
2003M11 2329.35 33185.04 907 224,318 -223411. 344086.3 8.48
2003M12 2799.77 34962.06 989 223,799 -222810. 340487.4 8.31
2004M1 2278.49 35437.22 1,073 216,343 -215270. 339060.4 7.86
2004M2 3088.72 37440.05 1,827 219,033 -217206. 339367.9 7.48
2004M3 2776.77 37879.09 1,784 219,086 -217302. 341903.3 7.42
2004M4 2434.79 33002.67 1,679 215,447 -213768. 346204.8 7.33
2004M5 2943.11 38957.62 2,524 223,691 -221167. 351548.1 7.32
2004M6 2781.04 57894.89 2,459 233,276 -230817. 356253.4 7.34
2004M7 2929.49 39227.37 2,582 238,059 -235477. 359521.8 7.36
2004M8 3061.91 41831.92 2,714 238,959 -236245. 362633.5 7.37
2004M9 3309.5 47923.19 2,950 240,911 -237961. 367749.4 7.39
2004M10 3319.18 22012.471 3,034 247,603 -244569. 374564.1 7.41
2004M11 3170.28 22330.768 3,032 250,221 -247189. 380764 7.41
2004M12 3166.3443 24216.04 3,409 253,818 -250409. 381569.4 7.43
2005M1 3454.35 21211.6 3,049 248,175 -245126. 375574.3 7.42
2005M2 4300 29452 3,497 250,433 -246936. 366855.6 7.43
2005M3 3555.8007 51301.419 3,355 250,492 -247137. 362864.2 7.44
2005M4 3248.5192 48724.077 3,150 246,296 -243146. 369458.5 7.7
2005M5 3864.3526 55435.489 3,533 252,500 -248967. 382116.9 7.95
2005M6 3590.0713 53655.318 3,518 267,635 -264117. 394725.6 8.25
2005M7 3825.6394 56693.633 3,738 266,870 -263132. 400008.1 8.49
2005M8 3527.8053 53050.454 3,488 274,841 -271353. 400440.1 9.51
Keterangan:
NTKK = Nilai Transaksi Kartu Kredit (RP M)
NTATM = Nilai Transaksi Kartu ATM (RP M)
NTKD = Nilai Transaksi Kartu Debit (RP M)
TUNAI = Uang kartal yang beredar di Masyarakat
Y = Gross Domestik Product
SBI = Suku Bunga Bank Indonesia
94

Lampiran 1. (Lanjutan)

Tahun E CPI(02=100) LNM1 LNGDP LNE LNTUNAI


2003M1 8876 105.34449 12.101334 12.70267804 9.0911063 11.033243
2003M2 8905 105.55035 12.109176 12.70433022 9.0943682 11.014424
2003M3 8908 105.30636 12.107572 12.70683187 9.094705 10.955951
2003M4 8675 105.46648 12.117039 12.70925957 9.0682006 10.983613
2003M5 8279 105.68759 12.163723 12.71343709 9.0214775 11.022654
2003M6 8285 105.78671 12.180129 12.72250353 9.0222019 11.034793
2003M7 8505 105.82102 12.188871 12.73598358 9.0484095 11.040711
2003M8 8535 106.71309 12.215325 12.7504666 9.0519306 11.081204
2003M9 8389 107.09813 12.243306 12.75933889 9.0346766 11.092976
2003M10 8495 107.68903 12.267234 12.75742784 9.047233 11.136908
2003M11 8537 108.77172 12.32082 12.74864778 9.0521649 11.320141
2003M12 8465 109.78959 12.318504 12.7381334 9.0436953 11.242939
2004M1 8441 110.45 12.28462 12.73393354 9.0408561 11.231053
2004M2 8447 110.43 12.296978 12.73484005 9.0415666 11.183991
2004M3 8587 110.83 12.29722 12.74228323 9.0580047 11.176179
2004M4 8661 111.91 12.28047 12.75478579 9.0665855 11.227295
2004M5 9210 112.9 12.318021 12.77010182 9.1280451 11.218809
2004M6 9415 113.44 12.359978 12.78339755 9.1500594 11.309401
2004M7 9168 113.88 12.380274 12.79253009 9.1234744 11.307597
2004M8 9328 113.98 12.384047 12.80114796 9.1407759 11.300314
2004M9 9170 114 12.392183 12.81515701 9.1236926 11.3258
2004M10 9090 114.64 12.419582 12.83351823 9.1149302 11.387782
2004M11 9018 115.66 12.4301 12.84993504 9.1069779 11.352463
2004M12 9290 116.86 12.444373 12.85204803 9.1366938 11.425569
2005M1 9165 118.53 12.421889 12.8362116 9.1231472 11.334086
2005M2 9260 118.33 12.430947 12.81272359 9.1334593 11.311017
2005M3 9480 120.59 12.431182 12.80178394 9.1569396 11.299633
2005M4 9570 121 12.414289 12.8197937 9.1663885 11.344743
2005M5 9495 121.25 12.439167 12.85348186 9.1585206 11.326331
2005M6 9713 121.86 12.497379 12.88594612 9.1812205 11.383079
2005M7 9819 122.81 12.494517 12.89924008 9.1920746 11.422585
2005M8 10240 123.48 12.523948 12.90031947 9.2340569 11.402128
Keterangan:
E = Nilai Tukar.
95

Lampiran 1. (Lanjutan)

Tahun JPKK JPKD JPATM LNJPKK LNJPKD LNJPATM


2003M1 4145266 11951917 22138070 15.23747752 16.296402 16.912809
2003M2 4206131 12023005 22251114 15.25205378 16.302332 16.917903
2003M3 4162876 12115319 22474977 15.24171674 16.309981 16.927913
2003M4 4223687 11949102 22731864 15.256219 16.296167 16.939278
2003M5 4321810 11982456 22935232 15.27918485 16.298954 16.948185
2003M6 4365600 12015063 23090705 15.28926619 16.301672 16.954941
2003M7 4389084 12100493 23561911 15.29463111 16.308757 16.975142
2003M8 4436561 11709940 23921443 15.30539008 16.275949 16.990286
2003M9 4286966 11423684 24328087 15.27108981 16.251199 17.007142
2003M10 4275386 6044436 18496648 15.26838495 15.614649 16.7331
2003M11 4353568 6059626 20279707 15.2865063 15.617159 16.825131
2003M12 4515624 6101369 20475786 15.32305394 15.624024 16.834754
2004M1 4423052 6140548 20898490 15.30234051 15.630425 16.855187
2004M2 4462870 6200361 21044315 15.31130261 15.640118 16.862141
2004M3 4501582 6251241 20573340 15.31993945 15.648291 16.839507
2004M4 4543605 6125347 20723970 15.32923131 15.627946 16.846802
2004M5 4647625 6334661 21035211 15.35186689 15.661547 16.861708
2004M6 4701143 6397808 21919620 15.36331623 15.671466 16.902893
2004M7 4793968 6446735 22635411 15.38286902 15.679084 16.935026
2004M8 4896749 6477691 22631318 15.40408207 15.683875 16.934845
2004M9 5023294 6508883 23059237 15.42959645 15.688678 16.953577
2004M10 5068555 6544095 23573188 15.43856633 15.694074 16.975621
2004M11 5324017 6542865 25319996 15.48773865 15.693886 17.047105
2004M12 15.53281 15.778316 16.988632
2005M1 5577892 6573699 26529065 15.53432149 15.698587 17.093751
2005M2 5690029 6601875 26047722 15.5542259 15.702864 17.075441
2005M3 5806259 6645723 26845065 15.57444703 15.709484 17.105593
2005M4 5895928 6624381 26992058 15.5897725 15.706267 17.111053
2005M5 5944616 6650950 27389415 15.59799649 15.71027 17.125667
2005M6 6045608 6686901 27845356 15.61484262 15.715661 17.142177
2005M7 6153518 6722397 28357771 15.63253451 15.720955 17.160412
2005M8 6335533 6771853 28690011 15.6616845 15.728285 17.17206
Keterangan:
JPKK = Jumlah Pemegang Kartu Kredit (Orang)
JPKD = Jumlah Pemegang Kartu Debet (Orang)
JPKATM = Jumlah Pemegang Kartu ATM (Orang)
96

Lampiran 1. (Lanjutan)

Tahun VTATM VTKD VTKK LNVTATM LNVTKD LNVTKK


2003M1 61091072 2241614 4918613 17.92787629 14.622707 15.408537
2003M2 53057925 1946113 4483603 17.7868948 14.481345 15.315938
2003M3 63006654 2314169 4724100 17.9587509 14.654561 15.368188
2003M4 61020171 2272117 4854090 17.92671504 14.636223 15.395332
2003M5 63692119 2354807 4892791 17.96957139 14.671969 15.403273
2003M6 63466373 2274889 4935912 17.96602076 14.637442 15.412048
2003M7 67920094 2376940 5897408 18.03384248 14.681325 15.590023
2003M8 67125502 2326513 5183016 18.02207459 14.659881 15.460898
2003M9 67067653 2240129 5689837 18.02121241 14.622044 15.554192
2003M10 49656392 2345447 6038838 17.72063768 14.667987 15.613722
2003M11 49313784 2829278 5365620 17.71371419 14.855532 15.495522
2003M12 50886961 3650129 6679810 17.74511728 15.110273 15.7146
2004M1 51226016 3489002 6307700 17.75175809 15.065126 15.657282
2004M2 46549816 3405734 5564226 17.65603361 15.040971 15.531868
2004M3 52523031 4677410 6514795 17.77676232 15.358255 15.689586
2004M4 48137637 4608762 6293479 17.6895749 15.34347 15.655025
2004M5 52613433 4801189 6426375 17.77848203 15.384374 15.675921
2004M6 57566936 4819621 6712596 17.86845893 15.388206 15.719496
2004M7 61973515 5168519 7086244 17.94221767 15.458097 15.773666
2004M8 60644230 5164762 7178676 17.92053505 15.45737 15.786626
2004M9 58073793 5060029 7201387 17.87722505 15.436883 15.789784
2004M10 62463344 5716250 7121854 17.95009045 15.558824 15.778679
2004M11 59705822 5425642 7142745 17.90494009 15.506647 15.781608
2004M12 45351286 -3549503 2793721 17.54005 14.09247 14.9283
2005M1 64540834 5522470 7924061 17.98280867 15.524336 15.885414
2005M2 59646166 5120668 7400324 17.90394043 15.448795 15.817034
2005M3 69178261 5768938 8163394 18.05219722 15.567999 15.915171
2005M4 66812684 5779625 7600446 18.0174035 15.569849 15.843717
2005M5 70068271 6066286 8115912 18.06498062 15.618257 15.909337
2005M6 66976495 5513212 8456940 18.01985229 15.522658 15.950498
2005M7 71317496 6104270 8088487 18.08265224 15.624499 15.905952
2005M8 71842228 6110753 8237778 18.089983 15.625561 15.924241
Keterangan:
VTKK = Volume Transaksi Kartu Kredit (Transaksi).
VTKD = Volume Transaksi Kartu Debet (Transaksi).
VTATM = Volume Transaksi Kartu ATM (Transaksi).
97

Lampiran 2. Persamaan Jangka Panjang Permintaan Uang M1.

Dependent Variable: LNM1


Method: Least Squares
Date: 08/03/06 Time: 14:43
Sample: 2003:01 2005:08
Included observations: 32
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -3.633660 1.518666 -2.392665 0.0249
LNGDP 1.051057 0.196117 5.359345 0.0000
SBI -0.015897 0.006111 -2.601206 0.0157
LNE -0.059917 0.197942 -0.302700 0.7647
LNCPI 0.796171 0.340128 2.340797 0.0279
LNVTKK 0.101919 0.082740 1.231801 0.2300
LNVTKD -0.016837 0.036478 -0.461578 0.6485
LNVTATM -0.106177 0.044018 -2.412129 0.0239
R-squared 0.976613 Mean dependent var 12.32107
Adjusted R-squared 0.969791 S.D. dependent var 0.124035
S.E. of regression 0.021558 Akaike info criterion -4.623807
Sum squared resid 0.011154 Schwarz criterion -4.257373
Log likelihood 81.98092 F-statistic 143.1702
Durbin-Watson stat 1.631399 Prob(F-statistic) 0.000000
98

Lampiran 3. Uji Kointegrasi Persamaan Jangka Panjang Permintaan Uang M1.

Null Hypothesis: U_1 has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.400224 0.0015
Test critical values: 1% level -3.661661
5% level -2.960411
10% level -2.619160
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation


Dependent Variable: D(U_1)
Method: Least Squares
Date: 08/03/06 Time: 14:44
Sample(adjusted): 2003:02 2005:08
Included observations: 31 after adjusting endpoints
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
U_1(-1) -0.842263 0.191414 -4.400224 0.0001
C 0.000100 0.003486 0.028778 0.9772
R-squared 0.400355 Mean dependent var 0.000902
Adjusted R-squared 0.379678 S.D. dependent var 0.024611
S.E. of regression 0.019384 Akaike info criterion -4.986394
Sum squared resid 0.010896 Schwarz criterion -4.893878
Log likelihood 79.28910 F-statistic 19.36197
Durbin-Watson stat 1.821781 Prob(F-statistic) 0.000134
99

Lampiran 4. Persamaan Jangka Panjang Permintaan Uang TUNAI

Dependent Variable: LNTUNAI


Method: Least Squares
Date: 08/03/06 Time: 14:46
Sample: 2003:01 2005:08
Included observations: 32
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -6.791571 3.266308 -2.079280 0.0484
LNGDP 1.574663 0.421803 3.733175 0.0010
SBI -0.015195 0.013144 -1.156009 0.2591
LNE 0.061860 0.425729 0.145304 0.8857
LNCPI 0.355517 0.731539 0.485985 0.6314
LNVTKK 0.006407 0.177955 0.036002 0.9716
LNVTKD 0.053110 0.078456 0.676949 0.5049
LNVTATM -0.286326 0.094672 -3.024390 0.0059
R-squared 0.919360 Mean dependent var 11.22592
Adjusted R-squared 0.895840 S.D. dependent var 0.143667
S.E. of regression 0.046367 Akaike info criterion -3.092152
Sum squared resid 0.051597 Schwarz criterion -2.725718
Log likelihood 57.47443 F-statistic 39.08839
Durbin-Watson stat 1.811161 Prob(F-statistic) 0.000000
100

Lampiran 5. Uji Kointegrasi Persamaan Jangka Panjang Permintaan TUNAI

Null Hypothesis: U_2 has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)

t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.202494 0.0002
Test critical values: 1% level -3.661661
5% level -2.960411
10% level -2.619160

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation


Dependent Variable: D(U_2)
Method: Least Squares
Date: 08/03/06 Time: 14:48
Sample(adjusted): 2003:02 2005:08
Included observations: 31 after adjusting endpoints
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
U_2(-1) -0.935521 0.179822 -5.202494 0.0000
C -0.001796 0.007327 -0.245153 0.8081
R-squared 0.482752 Mean dependent var -0.002133
Adjusted R-squared 0.464916 S.D. dependent var 0.055770
S.E. of regression 0.040796 Akaike info criterion -3.498145
Sum squared resid 0.048264 Schwarz criterion -3.405630
Log likelihood 56.22125 F-statistic 27.06594
Durbin-Watson stat 1.969721 Prob(F-statistic) 0.000014
101

Lampiran 6. Persamaan Jangka Pendek Permintaan M1

Dependent Variable: DLNM1


Method: Least Squares
Date: 08/03/06 Time: 15:01
Sample(adjusted): 2003:03 2005:08
Included observations: 30 after adjusting endpoints
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
DLNM1(-1) 0.459561 0.191716 2.397089 0.0535
DLNM1(-2) -0.200043 0.256654 -0.779426 0.4654
DLNGDP 2.062210 0.613117 3.363483 0.0152
DLNGDP(-1) -2.660390 0.894363 -2.974619 0.0248
DLNGDP(-2) 1.945847 0.674714 2.883957 0.0279
DSBI 0.037842 0.018270 2.071303 0.0837
DSBI(-1) -0.010608 0.022548 -0.470441 0.6547
DSBI(-2) -0.031530 0.016733 -1.884267 0.1085
DLNE -0.397075 0.154816 -2.564813 0.0426
DLNE(-1) -0.414590 0.160037 -2.590594 0.0412
DLNE(-2) 0.199736 0.152511 1.309653 0.2382
DLNCPI -1.449434 0.726033 -1.996375 0.0929
DLNCPI(-1) 0.611808 0.562389 1.087873 0.3184
DLNCPI(-2) 1.404878 0.589299 2.383982 0.0545
DLNVTKK 0.070717 0.061972 1.141127 0.2973
DLNVTKK(-1) 0.068687 0.091688 0.749142 0.4821
DLNVTKK(-2) 0.058395 0.065875 0.886445 0.4095
DLNVTKD -0.094619 0.031234 -3.029335 0.0231
DLNVTKD(-1) -0.044171 0.033403 -1.322379 0.2342
DLNVTKD(-2) 0.060167 0.032610 1.845032 0.1146
DLNVTATM -0.032225 0.031415 -1.025789 0.3446
DLNVTATM(-1) -0.130665 0.045556 -2.868224 0.0285
DLNVTATM(-2) -0.158341 0.050984 -3.105687 0.0210
U_1(-1) -0.952124 0.303177 -3.140485 0.0201
R-squared 0.953081 Mean dependent var 0.013826
Adjusted R-squared 0.773225 S.D. dependent var 0.021877
S.E. of regression 0.010418 Akaike info criterion -6.300034
Sum squared resid 0.000651 Schwarz criterion -5.179076
Log likelihood 118.5005 Durbin-Watson stat 2.124965
102

Lampiran 7. Persamaan Jangka Pendek Permintaan TUNAI

Dependent Variable: DLNTUNAI


Method: Least Squares
Date: 08/04/06 Time: 09:43
Sample(adjusted): 2003:03 2005:08
Included observations: 30 after adjusting endpoints
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
DLNTUNAI(-1) 0.253316 0.324511 0.780608 0.4647
DLNTUNAI(-2) 0.357681 0.338371 1.057066 0.3312
DLNGDP 2.760787 2.025592 1.362953 0.2218
DLNGDP(-1) -2.711006 2.992048 -0.906071 0.3998
DLNGDP(-2) 0.742389 2.411698 0.307828 0.7686
DSBI 0.041383 0.042304 0.978235 0.3657
DSBI(-1) -0.011385 0.062276 -0.182820 0.8610
DSBI(-2) 0.001865 0.060742 0.030698 0.9765
DLNE -1.307543 0.570285 -2.292790 0.0617
DLNE(-1) -0.275308 0.642405 -0.428559 0.6832
DLNE(-2) 0.095158 0.547481 0.173811 0.8677
DLNCPI 0.574851 3.167894 0.181462 0.8620
DLNCPI(-1) 1.838170 2.016756 0.911449 0.3972
DLNCPI(-2) 0.266885 2.355873 0.113285 0.9135
DLNVTKK 0.036746 0.203945 0.180174 0.8629
DLNVTKK(-1) 0.280618 0.264114 1.062487 0.3289
DLNVTKK(-2) 0.123764 0.204997 0.603732 0.5681
DLNVTKD -0.129078 0.126651 -1.019165 0.3474
DLNVTKD(-1) -0.168891 0.117416 -1.438401 0.2004
DLNVTKD(-2) 0.016394 0.113607 0.144305 0.8900
DLNVTATM -0.055254 0.119787 -0.461274 0.6609
DLNVTATM(-1) -0.261699 0.197837 -1.322800 0.2341
DLNVTATM(-2) -0.306421 0.203123 -1.508551 0.1821
U_2(-1) -1.395958 0.467726 -2.984567 0.0245
R-squared 0.900809 Mean dependent var 0.012923
Adjusted R-squared 0.520575 S.D. dependent var 0.054195
S.E. of regression 0.037525 Akaike info criterion -3.737064
Sum squared resid 0.008449 Schwarz criterion -2.616106
Log likelihood 80.05596 Durbin-Watson stat 1.837081
103

Lampiran 8. Persamaan Jangka Pendek Permintaan Uang M1 yang Direstriksi

Dependent Variable: DLNM1


Method: Least Squares
Date: 08/03/06 Time: 15:14
Sample(adjusted): 2003:03 2005:08
Included observations: 30 after adjusting endpoints
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
DLNM1(-1) 0.357505 0.175849 2.033022 0.0563
DLNGDP 2.156231 0.575840 3.744496 0.0014
DLNGDP(-1) -2.533258 0.847889 -2.987723 0.0076
DLNGDP(-2) 1.753824 0.611010 2.870371 0.0098
DLNE -0.344767 0.140415 -2.455343 0.0239
DLNE(-1) -0.269532 0.139925 -1.926267 0.0692
DLNCPI(-2) 1.091414 0.421499 2.589361 0.0180
DLNVTKD -0.051352 0.029123 -1.763290 0.0939
DLNVTATM(-1) -0.094275 0.038616 -2.441309 0.0246
DLNVTATM(-2) -0.081522 0.038945 -2.093246 0.0500
U_1(-1) -1.076417 0.205766 -5.231271 0.0000
R-squared 0.756178 Mean dependent var 0.013826
Adjusted R-squared 0.627850 S.D. dependent var 0.021877
S.E. of regression 0.013346 Akaike info criterion -5.518682
Sum squared resid 0.003384 Schwarz criterion -5.004910
Log likelihood 93.78023 Durbin-Watson stat 2.061644
104

Lampiran 9. Persamaan Jangka Pendek Permintaan TUNAI yang Direstriksi

Dependent Variable: DLNTUNAI


Method: Least Squares
Date: 08/04/06 Time: 13:28
Sample(adjusted): 2003:02 2005:08
Included observations: 31 after adjusting endpoints
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
DLNE -0.209811 0.353630 -0.593306 0.5576
U_2(-1) -0.943017 0.187503 -5.029354 0.0000
R-squared 0.449021 Mean dependent var 0.011900
Adjusted R-squared 0.430022 S.D. dependent var 0.053588
S.E. of regression 0.040457 Akaike info criterion -3.514792
Sum squared resid 0.047467 Schwarz criterion -3.422277
Log likelihood 56.47928 Durbin-Watson stat 1.485186
105

Lampiran 10. Uji Heteroskedastisitas Persamaan ECM Permintaan Uang M1

ARCH Test:
F-statistic 0.244146 Probability 0.625224
Obs*R-squared 0.259881 Probability 0.610202

Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 08/04/06 Time: 14:22
Sample(adjusted): 2003:04 2005:08
Included observations: 29 after adjusting endpoints
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.000108 3.15E-05 3.439248 0.0019
RESID^2(-1) -0.081906 0.165764 -0.494111 0.6252
R-squared 0.008961 Mean dependent var 9.88E-05
Adjusted R-squared -0.027744 S.D. dependent var 0.000133
S.E. of regression 0.000135 Akaike info criterion -14.92344
Sum squared resid 4.88E-07 Schwarz criterion -14.82914
Log likelihood 218.3899 F-statistic 0.244146
Durbin-Watson stat 1.973722 Prob(F-statistic) 0.625224

White Heteroskedasticity Test:


F-statistic 0.791522 Probability 0.687135
Obs*R-squared 21.39820 Probability 0.496259
106

Lampiran 11. Uji Heteroskedastisitas Persamaan ECM Permintaan Uang TUNAI

ARCH Test:
F-statistic 0.042933 Probability 0.837352
Obs*R-squared 0.045929 Probability 0.830305

Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 08/04/06 Time: 14:24
Sample(adjusted): 2003:03 2005:08
Included observations: 30 after adjusting endpoints
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.001606 0.000637 2.523448 0.0176
RESID^2(-1) -0.039255 0.189453 -0.207202 0.8374
R-squared 0.001531 Mean dependent var 0.001544
Adjusted R-squared -0.034129 S.D. dependent var 0.003028
S.E. of regression 0.003079 Akaike info criterion -8.664105
Sum squared resid 0.000265 Schwarz criterion -8.570692
Log likelihood 131.9616 F-statistic 0.042933
Durbin-Watson stat 1.963181 Prob(F-statistic) 0.837352

White Heteroskedasticity Test:


F-statistic 1.884611 Probability 0.143253
Obs*R-squared 6.967878 Probability 0.137595
107

Lampiran 12. Uji Autokolerasi Persamaan ECM Permintaan Uang M1

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:


F-statistic 1.409685 Probability 0.265431
Obs*R-squared 3.635057 Probability 0.162427

Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 08/03/06 Time: 15:18
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -0.477761 1.641097 -0.291123 0.7737
LNGDP 0.064402 0.198323 0.324733 0.7485
SBI -0.002543 0.006463 -0.393500 0.6977
LNE 0.039469 0.212754 0.185512 0.8545
LNCPI 0.114915 0.341400 0.336599 0.7396
LNVTKK -0.059456 0.093583 -0.635338 0.5318
LNVTKD -0.006654 0.036253 -0.183544 0.8561
LNVTATM -0.010773 0.043968 -0.245005 0.8087
RESID(-1) 0.319228 0.271267 1.176804 0.2518
RESID(-2) -0.314025 0.228415 -1.374796 0.1830
R-squared 0.113596 Mean dependent var 1.07E-15
Adjusted R-squared -0.249024 S.D. dependent var 0.018969
S.E. of regression 0.021199 Akaike info criterion -4.619389
Sum squared resid 0.009887 Schwarz criterion -4.161347
Log likelihood 83.91023 F-statistic 0.313263
Durbin-Watson stat 1.982398 Prob(F-statistic) 0.962061
108

Lampiran 13. Uji Autokolerasi Persamaan ECM Permintaan Uang TUNAI

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:


F-statistic 2.339319 Probability 0.115628
Obs*R-squared 1.182154 Probability 0.553730

Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 08/04/06 Time: 14:21
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
DLNE -0.198642 0.353491 -0.561945 0.5788
U_2(-1) -0.330195 0.243509 -1.355989 0.1863
RESID(-1) 0.411860 0.243745 1.689714 0.1026
RESID(-2) 0.208697 0.189610 1.100661 0.2808
R-squared 0.038134 Mean dependent var 0.013206
Adjusted R-squared -0.068740 S.D. dependent var 0.037444
S.E. of regression 0.038709 Akaike info criterion -3.545566
Sum squared resid 0.040457 Schwarz criterion -3.360535
Log likelihood 58.95627 Durbin-Watson stat 1.993463
109

Lampiran 14. Uji Normalitas Persamaan ECM Permintaan Uang M1.

10
Series: Residuals
Sample 2003:03 2005:08
8 Observations 30

Mean -0.000412
6 Median 0.000797
Maximum 0.019321
Minimum -0.023703
4 Std. Dev. 0.010794
Skewness -0.434950
Kurtosis 2.672320
2
Jarque-Bera 1.080127
Probability 0.582711
0
-0.02 -0.01 0.00 0.01 0.02
110

Lampiran 15. Uji Normalitas Persamaan ECM Permintaan Uang TUNAI

12
Series: Residuals
Sample 2003:02 2005:08
10
Observations 31

8 Mean 0.013206
Median 0.010791
6 Maximum 0.127952
Minimum -0.064487
Std. Dev. 0.037444
4 Skewness 0.540522
Kurtosis 4.371949
2
Jarque-Bera 3.940743
Probability 0.139405
0
-0.05 0.00 0.05 0.10 0.15

Anda mungkin juga menyukai