Anda di halaman 1dari 18

TUGAS KLIPING

KALIMANTAN SELATAN

Nama : Raysha Salman Darmawan


Kelas : 4D
RUMAH ADAT KALIMANTAN SELATAN
Rumah Baanjung
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Rumah Banjar)

Rumah Bubungan Tinggi yang dibangun selalu memiliki dua anjung.


Rumah Baanjung (Ba'anjung) adalah nama kolektif untuk rumah tradisional suku Banjar dan suku
Dayak Bakumpai.[1] Suku Banjar biasanya menamakan rumah tradisonalnya dengan sebutan
Rumah Banjar atau Rumah Bahari.
Umumnya, rumah tradisional Banjar dibangun dengan beranjung (bahasa Banjar: ba-anjung),
yaitu sayap bangunan yang menjorok dari samping kanan dan kiri bangunan utama, karena itulah
disebut Rumah Ba'anjung (ber-anjung).
Anjung merupakan ciri khas rumah tradisional Banjar, walaupun ada pula beberapa jenis Rumah
Banjar yang tidak beranjung. Rumah tradisional Banjar pada umumnya beranjung dua yang
disebut Rumah Ba-anjung Dua, namun kadangkala rumah banjar hanya hanya beranjung satu,
biasanya rumah tersebut dibangun oleh pasangan suami isteri yang tidak memiliki keturunan.
Sebagaimana arsitektur tradisional pada umumnya, demikian juga rumah tradisonal Banjar
berciri-ciri antara lain memiliki perlambang, memiliki penekanan pada atap, ornamental,
dekoratif dan simetris.
Rumah tradisional Banjar adalah jenis rumah khas Banjar dengan gaya dan ukirannya sendiri sejak
sebelum tahun 1871 sampai tahun 1935. Pada tahun 1871, pemerintah kota Banjarmasin
mengeluarkan segel izin pembuatan Rumah Bubungan Tinggi di kampung Sungai Jingah yang
merupakan rumah tertua yang pernah dikeluarkan segelnya.[2]
Jenis rumah yang bernilai paling tinggi adalah Rumah Bubungan Tinggi yang diperuntukan untuk
bangunan Dalam Sultan (kedaton) yang diberi nama Dalam Sirap.[3] Dengan demikian, nilainya
sama dengan rumah joglo di Jawa yang dipakai sebagai kedhaton (istana kediaman Sultan).[4]
Keagungan seorang penguasa pada masa pemerintahan kerajaan diukur oleh kuantitas ukuran
dan kualitas seni serta kemegahan bangunan-bangunan kerajaan khususnya istana raja (Rumah
Bubungan Tinggi). Dalam suatu perkampungan suku Banjar, terdapat berbagai jenis rumah Banjar
yang mencerminkan status sosial maupun status ekonomi sang pemilik rumah. Dalam kampung
tersebut, rumah dibangun dengan pola linier mengikuti arah aliran sungai maupun jalan raya
terdiri dari rumah yang dibangun mengapung di atas air, rumah yang didirikan di atas sungai
maupun rumah yang didirikan di daratan, baik pada lahan basah (alluvial) maupun lahan kering.
Rumah Banjar terdiri Rumah Banjar masa Kesultanan Banjar dan Rumah Banjar masa kolonial.
Sejarah dan Perkembangan Rumah Adat Banjar
Ikon Rumah adat Banjar, biasa disebut juga dengan Rumah Bubungan Tinggi karena bentuk pada
bagian atapnya yang begitu lancip dengan sudut 45.
Bangunan Rumah Adat Banjar diperkirakan telah ada sejak abad ke-16, yaitu ketika daerah Banjar
di bawah kekuasaan Pangeran Samudera yang kemudian memeluk agama Islam, dan mengubah
namanya menjadi Sultan Suriansyah dengan gelar Panembahan Batu Habang.
Sebelum memeluk agama Islam Sultan Suriansyah tersebut menganut agama Hindu. Ia
memimpin Kerajaan Banjar pada tahun 15961620.
Pada mulanya bangunan rumah adat Banjar ini memiliki konstruksi berbentuk segi empat yang
memanjang ke depan.
Namun perkembangannya kemudian bentuk segi empat panjang tersebut mendapat tambahan
di samping kiri dan kanan bangunan dan agak ke belakang ditambah dengan sebuah ruangan
yang berukuran sama panjang. Penambahan ini dalam bahasa Banjar disebut disumbi.
Bangunan tambahan di samping kiri dan kanan ini tamapak menempel (dalam bahasa Banjar:
Pisang Sasikat) dan menganjung keluar.
Bangunan tambahan di kiri dan kanan tersebut disebut juga anjung; sehingga kemudian
bangunan rumah adat Banjar lebih populer dengan nama Rumah Ba-anjung.
Sekitar tahun 1850 bangunan-bangunan perumahan di lingkungan keraton Banjar, terutama di
lingkungan keraton Martapura dilengkapi dengan berbagai bentuk bangunan lain.
Namun Rumah Ba-anjung adalah bangunan induk yang utama karena rumah tersebut merupakan
istana tempat tinggal Sultan.
Bangunan-bangunan lain yang menyertai bangunan rumah ba-anjung tersebut ialah yang disebut
dengan Palimasan sebagai tempat penyimpanan harta kekayaan kesultanan berupa emas dan
perak.
Balai Laki adalah tempat tinggal para menteri kesultanan, Balai Bini tempat tinggal para inang
pengasuh, Gajah Manyusu tempat tinggal keluarga terdekat kesultanan yaitu para Gusti-Gusti
dan Anang.
Selain bangunan-bangunan tersebut masih dijumpai lagi bangunan-bangunan yang disebut
dengan Gajah Baliku, Palembangan, dan Balai Seba.
Pada perkembangan selanjutnya, semakin banyak bangunan-bangunan perumahan yang
didirikan baik di sekitar kesultanan maupun di daerah-daerah lainnya yang meniru bentuk
bangunan rumah ba-anjung.
Sehingga pada akhirnya bentuk rumah ba-anjung bukan lagi hanya merupakan bentuk bangunan
yang merupakan ciri khas kesultanan (keraton), tetapi telah menjadi ciri khas bangunan rumah
penduduk daerah Banjar.
Rumah Adat Banjar di Kalteng dan Kaltim

Rumah Baanjung atap Pisang Sasikat tipe Balai Bini di Kecamatan Kumai, Kotawaringin Barat, Kalimantan
Tengah.

Kemudian bentuk bangunan rumah ba-anjung ini tidak saja menyebar di daerah Kalimantan
Selatan, tetapi juga menyebar sampai-sampai ke daerah Kalimantan Tengah dan Kalimantan
Timur.
Sekalipun bentuk rumah-rumah yang ditemui di daerah Kalimantan Tengah dan Kalimantan
Timur memiliki ukuran yang sedikit berbeda dengan rumah Ba-anjung di daerah Banjar, namun
bentuk bangunan pokok merupakan ciri khas bangunan rumah adat Banjar tetap kelihatan.
Di Kalimantan Tengah bentuk rumah ba-anjung ini dapat dijumpai di daerah Kotawaringin Barat,
yaitu di Pangkalan Bun, Kotawaringin Lama dan Kumai.
Menyebarnya bentuk rumah adat Banjar ke daerah Kotawaringin ialah melalui berdirinya
Kerajaan Kotawaringin yang merupakan pemecahan dari wilayah Kerajaan Banjar ketika
diperintah oleh Sultan Mustainbillah.
Sultan Mustainbillah memerintah sejak tahun 1650 sampai 1672, kemudian ia digantikan oleh
Sultan Inayatullah.
Kerajaan Kotawaringin yang merupakan pemecahan wilayah Kerajaan Banjar tersebut diperintah
oleh Pangeran Dipati Anta Kesuma sebagai sultannya yang pertama.
Menyebarnya bentuk rumah adat Banjar sampai ke daerah Kalimantan Timur disebabkan oleh
banyaknya penduduk daerah Banjar yang merantau ke daerah ini, yang kemudian mendirikan
tempat tinggalnya dengan bentuk bangunan rumah ba-anjung sebagaimana bentuk rumah di
tempat asal mereka.
Demikianlah pada akhirnya bangunan rumah adat Banjar atau rumah adat ba-anjung ini
menyebar kemana-mana, tidak saja di daerah Kalimantan Selatan, tetapi juga di daerah
Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.
Di luar Kalimantan juga dibangun replika rumah adat Banjar seperti di Kisaran, Kabupaten Asahan
yang dibangun oleh organisasi warga Kalimantan yaitu Paduan Masyarakat Keluarga Kalimatan
(PMKK) Asahan.[7][8][9][10][11][12] dan juga di Serdang Bedagai oleh Ikatan Masyarakat Banjar
Indonesia (IMBAI) Sergai[13]
Kondisi Rumah Adat Banjar

Arsitektur tradisonal Rumah Adat Banjar Ba'anjung type Bubungan Tinggi dan arsitektur tradisonal Masjid
Bubungan Tinggi Tumpang Talu di Distrik Negara.

Akan tetapi sekarang dapat dikatakan bahwa rumah ba-anjung atau rumah Bubungan Tinggi yang
merupakan arsitektur klasik Banjar itu tidak banyak dibuat lagi.
Sejak tahun 1930-an orang-orang Banjar hampir tidak pernah lagi membangun rumah tempat
tinggal mereka dengan bentuk rumah ba-anjung.
Masalah biaya pembangunan rumah dan masalah areal tanah serta masalah mode tampaknya
telah menjadi pertimbangan yang membuat para penduduk tidak mau membangun lagi rumah-
rumah mereka dengan bentuk rumah ba-anjung.
Banyak rumah ba-anjung yang dibangun pada tahun-tahun sebelumnya sekarang dirombak dan
diganti dengan bangunan-bangunan bercorak modern sesuai selera zaman.
Tidak jarang dijumpai di Kalimantan Selatan si pemilik rumah ba-anjung justru tinggal di rumah
baru yang (didirikan kemudian) bentuknya sudah mengikuti mode sekarang.
Apabila sekarang ini di daerah Kalimantan Selatan ada rumah-rumah penduduk yang memiliki
gaya rumah adat ba-anjung, maka dapatlah dipastikan bangunan tersebut didirikan jauh sebelum
tahun 1930.
Untuk daerah Kalimantan Selatan masih dapat dijumpai beberapa rumah adat Banjar yang sudah
sangat tua umurnya seperti di Desa Sungai Jingah, Kampung Melayu Laut di Melayu, Banjarmasin
Tengah, Banjarmasin, Desa Teluk Selong Ulu, Maratapura, Banjar, Desa Dalam Pagar), Desa
Tibung, Desa Gambah (Kandangan), Desa Birayang (Barabai), dan di Negara.
Masing-masing rumah adat tersebut sudah dalam kondisi yang amat memprihatinkan, banyak
bagian-bagian rumah tersebut yang sudah rusak sama sekali.[14]
Pemerintah sudah mengusahakan subsidi buat perawatan bangunan-bangunan tersebut. Namun
tidak jarang anggota keluarga pemilik rumah menolak subsidi tersebut karena alasan-alasan
tertentu , seperti malu atau gengsi. Karena merasa dianggap tidak mampu merawat rumahnya
sendiri.
Bagaimanapun keadaan rumah-rumah tersebut, dari sisa-sisa yang masih bisa dijumpai dapat
dibayangkan bagaimana artistiknya bangunan tersebut yang penuh dengan berbagai ornamen
menarik.
TARIAN TRADITIONAL KALIMANTAN SELATAN
Baksa Dadap

Tari Baksa Kembang berasal dari daerah Banjar, Kalimantan Selatan sebagai tarian untuk
menyambut tamu. Tari ini biasanya ditarikan oleh wanita, baik tunggal dan dapat juga
ditarikan oleh beberapa penari wanita. Awal mulanya sekira abad 15 sebelum masehi, seorang
pangeran bernama Suria Wangsa Gangga di kerajaan Dipa dan Daha di pulau Kalimantan
mempunyai seorang kekasih bernama putri Kuripan. Satu peristiwa di waktu yang lain adalah saat
putri Kuripan memberikan setangkai bunga teratai merah kepada pangeran. Peristiwa itu
merupakan cikal bakal lahir tarian Baksa Kembang di Banjar provinsi Kalimantan Selatan.
Menurut Yurliani Johansyah, pakar tari klasik Banjar. Tari Baksa Kembang ada sejak sebelum
pemerintahan Sultan Suriansyah raja pertama Kerajaan Banjar. Tarian ini diciptakan satu masa
dengan tari Baksa lainnya, Baksa Dadap, Baksa Lilin, Baksa Panah dan Baksa Tameng pada zaman
Hindu sebelum Islam datang.
Tarian Baksa Kembang adalah Tarian untuk menyambut tamu-tamu kehormatan atau kerabat-
kerabat kerajaan. Tarian ini juga dilakukan oleh masyarakat umum dalam acara-acara pernikahan
atau acara-acara adat. Awalnya tarian ini adalah tarian yang berada di lingkungan kerajaan. Pada
satu waktu, kerajaan membuka akses kerajaan bagi masyarakat sehingga kebudayaan di kerajaan
terbawa sampai masyarakat umum. Saat ini, tarian Baksa Kembang masih dipakai acara-acara
untuk menyambut tamu-tamu yang dihormati meskipun masih banyak penari-penari tari Baksa
Kembang belum memahami arti dan nilai Tarian Baksa Kembang. Baksa memiliki arti kelembutan.
Tarian Baksa kembang adalah bentuk kelembutan tuan rumah dalam menyambut tamu yang
dihormati. Sambutan tersebut dilakukan dengan cara Penari tari Baksa Kembang memberikan
rangkaian bunga kepada tamu yang dihormati. Nilai-nilai tersebut merupakan transformasi dari
cinta sepasang kekasih pangeran Suria Wangsa Gangga dengan putri Kuripan.
Penari tari Baksa Kembang mesti ganjil. Selain itu, rangkaian bunga yang diberikan kepada tamu
kehormatan merupakan rangkaian bunga perpaduan dari bunga mawar dan melati yang disebut
oleh masyarakat setempat kembang Bogam.

Baksa Kambang

Merupakan jenis tari klasik Banjar sebagai tari penyambutan tamu agung yang datang ke
Kalimantan Selatan, penarinya adalah wanita. Tari ini merupakan tari tunggal dan dapat
dimainkan oleh beberapa penari wanita.
Tarian ini bercerita tentang seorang gadis remaja yang sedang merangkai bunga. Sering
dimainkan di lingkungan istana. Dalam perkembangannya tari ini beralih fungsi sebagai tari
penyambutan tamu.ya
Tari Baksa Kembang termasuk jenis tari klasik, yang hidup dan berkembang di keraton Banjar,
yang ditarikan oleh putri-putri keraton. Lambat laun tarian ini menyebar ke rakyat Banjar dengan
penarinya galuh-galuh Banjar. Tarian ini dipertunjukkan untuk menghibur keluarga keraton dan
menyambut tamu agung seperti raja atau pangeran . Setelah tarian ini memasyarakat di Tanah
Banjar, berfungsi untuk menyambut tamu pejabat-pejabat negara dalam perayaan hari-hari
besar daerah atau nasional. Disamping itu pula tarian Baksa Kembang dipertunjukkan pada
perayaan pengantin Banjar atau hajatan misalnya tuan rumah mengadakan selamatan. Tarian ini
memakai hand propertis sepasang kembang Bogam yaitu rangkaian kembang mawar, melati,
kantil dan kenanga. Kembang bogan ini akan dihadiahkan kepada tamu pejabat dan isteri, setelah
taraian ini selesai ditarikan. Sebagai gambaran ringkas, tarian ini menggambarkan putri-putri
remaja yang cantik sedang bermain-main di taman bunga. Mereka memetik beberapa bunga
kemudian dirangkai menjadi kembang bogam kemudian kembang bogam ini mereka bawa
bergembira ria sambil menari dengan gemulai. Tari Baksa Kembang memakai Mahkota bernama
Gajah Gemuling yang ditatah oleh kembang goyang, sepasang kembang bogam ukuran kecil yang
diletakkan pada mahkota dan seuntai anyaman dari daun kelapa muda bernama halilipan. Tari
Baksa Kembang biasanya ditarikan oleh sejumlah hitungan ganjil misalnya satu orang, tiga orang,
lima orang dan seterusnya. Dan tarian ini diiringi seperangkat tetabuhan atau gamelan dengan
irama lagu yang sudah baku yaitu lagu Ayakan dan Janklong atau Kambang Muni. Tarian Baksa
Kembang ini di dalam masyarakat Banjar ada beberapa versi , ini terjadi setiap keturunan
mempunya gaya tersendiri namun masih satu ciri khas sebagai tarian Baksa Kembang, seperti
Lagureh, Tapung Tali, Kijik, Jumanang. Pada tahun 1990-an, Taman Budaya Kalimantan Selatan
berinisiaf mengumpul pelatih-pelatih tari Baksa Kembang dari segala versi untuk menjadikan satu
Tari Baksa Kembang yang baku. Setelah ada kesepakatan, maka diadakanlah workshoup Tari
Baksa Kembanag dengan pesertanya perwakilan dari daerah Kabupaten dan Kota se Kalimantan
Selatan. Walau pun masih ada yang menarikan Tari Baksa Kembang versi yang ada namun hanya
berkisar pada keluarga atau lokal, tetapi dalam lomba, festival atau misi kesenian keluar dari
Kalimantan Selatan harus menarikan tarian yang sudah dibakukan.
PAKAIAN ADAT KALIMANTAN SELATAN
Sedikitnya ada 4 jenis pakaian adat Kalimantan Selatan yang hingga kini masih tetap lestari dalam
kehidupan masyarakat suku Banjar. Keempat pakaian adat tersebut masing-masing memiliki
nama antara lain Pengantin Bagajah Gamuling Baular Lulut, Pengantin Baamar Galung Pancar
Matahari, Pengantin Babaju Kun Galung Pacinan, dan Pangantin Babaju Kubaya Panjang. Gambar
dan keterangan dari pakaian adat tersebut akan dijelaskan sebagaimana berikut.
1. Pengantin Bagajah Gamuling Baular Lulut

Bagajah Gamuling Baular Lulut adalah baju adat Kalimantan Selatan yang modelnya sangat
dipengaruhi budaya Hindu pada masa silam. Pakaian ini dikenakan oleh para pengantin di
upacara adat pernikahannya. Nuansa hindu sangat kental terasa dengan penggunaan kemben
yang disebut udat oleh para mempelai wanita. Selain itu, rangkaian bunga melati yang bernama
karang jagung juga semakin menambah kecantikan dan keanggunan pemakainya. Pakaian adat
Kalimantan Selatan
2. Pengantin Baamar Galung Pancar Matahari

Busana dan aksesori yang terasa begitu mewah meliputi kesakralan pasangan penganten adat
Banjar ini. Seperti nama busana yang artinya bersinar layak matahari, pasangan pengantin pun
terlihat gemerlap dalam balutan busana yang diciptakan sekitar abad 17 ini. Baju adat Kalimantan
Selatan Busana pengantin Banjar yang dipengaruhi budaya Hindu dan Jawa menjelang masuknya
Islam di Indonesia ini terlihat begitu istimewa dengan taburan payet mengkilau. Tak ketinggalan
aksesori keemasan seperti kalung, cikak, kalung kebun raja, anting beruntai panjang kilat bahu,
gelang, cincin, gelang kaki dan selop bersulam benang emas. Ditambah roncean bogam penghias
kepala, menjadi perpaduan indah yang mampu menonjolkan kecantikan pengantin Banjar.
3. Pengantin Babaju Kun Galung Pacinan
Perpaduan nuansa Timur Tengah dan Negeri Tirai bambu membawa pembauran yang unik. Itulah
yang terlihat dari pakaian adat Kalimantan Selatan khas busana pengantin Banjar yang
diperkenalkan pada abad 19 ini. Warna-warninya yang khas, dengan detail menawan menjadikan
busana adat Banjar ini tampil berbeda dari pendahulunya yakitu Bagajah Gamuling dan Baamar
Galung. Baju adat Banjar Busana pengantin pembauran terlihat jelas dari bentuk baju mempelai
pria dan wanita. Pengantin pria menggunakan kopiah alpe, baju gamis, dan jubah yang lekat
pengaruh pedagang Gujarad yang membawa Islam ke Indonesia. Sedangkan kebaya lengan
panjang gaya cheong sam yang membalut mempelai wanita lengkap dengan rok pias bersulam
dan bertabur manik dan mote dipengaruhi dari budaya negeri Tirai Bambu yang dibawa para
pedagang dataran Tiongkok yang datang ke Indonesia pada masa itu. Kemilau aksesori yang
menghiasi kedua mempelai yang memperindah penampilan tak luput dari sentuhan nuansa
kedua negeri tersebut. Seperti tusuk konde bentuk Laa (Arab), tusuk burung Hong, sanggul bulat
dari kiri ke kanan yang disebut galung paginan untuk 1sem wanita. Sedangkan pada pria kopiah
alpe dengan tinggi 15 cm dibalut sorban. Baca Juga : Pakaian Adat Kalimantan Tengah
4. Pangantin Babaju Kubaya Panjang

Dalam perkembangannya, pakaian adat Kalimantan Selatan khas pengantin Banjar ini juga masih
tetap lestari. Pasangan mempelai pun masih menggunakan busana adat ini untuk tampil
menerima restu dari sanak famili. Baamar Galung Pancaran Matahari memang menjadi yang
paling popular dan digemari. Namun busana adat ini pun tak luput dari sentuhan mode masa kini
tapi tetap tidak meninggalkan pakem dan keindahan alami adat yang berlaku. Pakaian adat
Banjar Seperti pada busana adat yang asli menggunakan baju poko untuk mempelai wanita,
dengan menyesuaikan karakter si pemakai juga sentuhan Islami dalam masyarakat Banjar, kerap
diganti dengan busana kebaya panjang. Bahkan juga dilengkapi dengan jilbab tetapi tetap dihiasi
dengan amar atau mahkota serta aksesori lainnya.
MAKANAN KHAS TRADITIONAL KALIMANTAN
SELATAN
1. Nasi Kuning
Meski identik dengan soto banjar tapi tak ada salahnya mencoba kuliner lain di kota ini, salah
satunya nasi kuning. Nasi kuning di Banjarmasin merupakan salah satu menu favorit sarapan.
Hampir semua warung makan yang buka pada pagi hari selalu menyediakan makanan yang satu
ini. Biasanya dikombinasikan dengan menu sarapan lainnya seperti lontong atau bubur ayam.

2. Soto Banjar
Banjarmasin identik dengan soto banjar. Soto banjar sudah menjadi sajian wajib di kota ini.
Warung makan yang menyediakan soto banjar pun tak terhitung jumlahnya, bertebaran hampir
di seluruh pelosok kota, pun dengan merek masing-masing.
Soto banjar berbahan dasar ayam, telor dengan campuran bumbu rempah lengkap dengan kayu
manis menjadikan rasa khas soto banjar berbeda dengan soto-soto lainnya di nusantara.
SENJATA TRADITIONAL KALIMANTAN SELATAN
1. Senjata Tradisional Kalimantan Selatan - Sungga

Sungga merupakan salah satu senjata yang digunakan oleh masyarakat pada Perang Banjar di
daerah Benteng Gunung Madang, Kandangan, Hulu Sungai Selatan. Senjata ini dipasang di bawah
jembatan yang dibuat sebagai jebakan, sehingga apabila dilalui oleh musuh (tentara Belanda),
maka jembatan tersebut akan runtuh dan musuh yang jatuh tertancap pada sungga tersebut.

2. Senjata Tradisional Kalimantan Selatan - Mandau

Mandau adalah senjata tradisional suku dayak yang ada di Kalimantan, termasuk Kalimantan
Selatan. Untuk mengetahui lebih detil mengenai senjat mandau ini, Sobat tradisi bisa
mengunjungi halaman : Mandau, Senjata Tradisional Kalimantan Utara.
3. Senjata Tradisional Kalimantan Selatan - Sarapang
Sarapang secara umum merupakan senjata trisula atau tombak bermata tiga. Namun di
Kalimantan Selatan Sarapang berbentuk tombak dengan mata tombak 5 buah yaitu 4 buah disisi
dan 1 buah dipusat / ditengah.
Sarapang biasanya digunakan oleh masyarakat Kalimantan Selatan untuk berburu atau
menangkap ikan-ikan besar.
4. Senjata Tradisional Kalimantan Selatan - Keris Banjar
Keris adalah merupakan senjata tradisional khas yang dibuat dari besi dan campuran logam.
Panjang senjata keris ini sekitar 30 cm. Keris ini merupakan senjata yang umum digunakan oleh
masyarakat Indonesia pada waktu lampau. Namun ukiran dan lekukan keris biasanya
membedakan dari daerah mana keris tersebut berasal. Seperti halnya provinsi Kalimantan
Selatan memiliki keris khas yang disebut dengan keris banjar .
5. Senjata Tradisional Kalimantan Selatan - Parang
Parang juga merupakan senjata yang sangat umum ditemukan di Indonesia. Parang merupakan
senjata tradisional yang dibuat dari besi dengan bentuk pipih dan salah satu bilah sisinya tajam.
Biasanya gagang parang yang berfungsi sebagai pegangan pengguna dibuat dari kayu.

Dalam kehidupan masyarakat Kalimatan Selatan, parang biasanya digunakan sebagai senjata dan
alat rumah tangga sehari-hari, sebagai senjata berburu atau alat pertanian.

Anda mungkin juga menyukai