Anda di halaman 1dari 11

Etos Melayani Dengan Hati

Oleh: Eko Jalu Santoso*


Salah satu film favorite yang beberapa kali saya tonton adalah film Pretty Women. Selain
menontonnya di gedung film, juga beberapa kali saya menonton lagi di rumah dengan DVD.
Kali ini saya ingin mengambil salah satu adegan dari film Pretty Women ini sebagai pengantar
yang tepat dari tulisan ini. Dalam salah satu adegan dikisahkan, Julia Roberts(sebagai salah satu
pemeran utama film ini) pergi ke butik mahal untuk membeli pakaian. Melihat gaya penampilan
dan pakaian murahan yang dikenakan oleh Julia Robert, penjaga toko mengacuhkannya dan
tidak mau melayaninya. Bahkan mereka mengusirnya.

Mendapat perlakuan seperti ini, Julia lalu memberitahu kepada pacarnya yang kaya raya
(diperankan oleh Richard Gere) akan hal tersebut. Richard Gere lalu membawa Julia ke butik
mahal yang lain dan membelikannya begitu banyak pakaian mahal. Setelah itu, ketika hendak
kembali ke hotelnya, Julia dengan menjinjing begitu banyak tas belanjaan dari butik mahal
tersebut, mengunjungi toko tempat dia pernah diperlakukan dengan tidak menyenangkan dan
bahkan diusir dari sana. Julia Robert lalu berkata pada sang pelayan tokonya, Hai, saya datang
ke sini kemarin dan Anda tidak mau melayani saya. Gaji Anda tergantung komisi bukan?
Sayang, sayang sekali.

Meskipun ini hanya kisah di film, tetapi dalam kehidupan nyata hal ini juga sering terjadi dan
mudah dijumpai di lingkungan sekitar kita. Kita mungkin pernah mendengar orang yang
menerima layanan yang tidak menyenangkan seperti yang dialami oleh Julia Robert ini. Atau
bahkan diantara para pembaca ada yang pernah mengalami menerima layanan yang tidak standar
seperti ini. Mungkin ketika menginap di hotel, berkunjung ke rumah makan, belanja di mall,
belanja di butik dan lain-lainnya. Tentu sangat tidak menyenangkan kalau mendapatkan pelakuan
yang demikian.

Pada sisi lain, sebagai professional, karyawan, pebisnis atau lainnya, tanpa kita sadari mungkin
juga pernah melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan oleh petugas butik dalam film
tersebut. Mungkin diantara kita pernah memberikan pelayanan yang tidak standar kepada
customer atau pelanggan kita, memberikan layanan yang kurang menyenangkan sesuai harapan
pada partner kita misalnya. Barangkali bukan hanya dalam hal sikap melayani, melainkan juga
dalam hal kualitas produk, ketepatan waktu pemenuhan order, kecepatan pengiriman barang dan
lain sebagainya. Mungkin juga kita pernah membeda-bedakan pelayanan kepada customer hanya
atas dasar keuntungan yang akan kita peroleh, misalnya.

Sahabat professional mulia, pelayanan memiliki nilai penting bagi keunggulan. Persaingan yang
semakin komplek di dunia bisnis, menuntut adanya peningkatan kualitas dalam pelayanan.
Setiap karyawan, manajer, pimpinan harus berorientasi padacustomer focus untuk
memberikan kepuasan pelanggan. Organisasi atau perusahaan yang ingin unggul dalam
persaingan, tidak lagi mengizinkan seorang karyawan, supervisor, manajer ataupun pimpinan
yang tidak memberikan pelayanan yang tidak standar. Karena karyawan merupakan bagian dari
keunggulan organisasi atau perusahaan. Itulah pentingnya pelayanan itu datangnya dari hati.
Bukan berdasarkan pada penampilan pelanggan atau harapan mendapatkan keuntungan yang
lebih besar.

Martin Luther King pernah mengatakan, Semua orang bisa menjadi orang hebat karena semua
orang bisa melayani. Anda tidak memerlukan ijazah perguruan tinggi untuk dapat melayani.
Anda tidak perlu menimbang-nimbang dan memutuskan untuk melayani. Yang Anda butuhkan
hanya hati yang penuh belas kasihan. Jiwa yang digerakkan oleh kasih. Saya sangat
sependapat dengan hal ini. Siapapun bisa menjadi hebat dengan memberikan pelayanan yang
hebat dari hati. Artinya kekuatan melayani sepenuh hati dalam bekerja bisa menghebatkan
seseorang.

Perhatikan para professional dan para pemimpin bisnis yang sukses, apa sebenarnya kunci
keberhasilan mereka ? Anda akan menemukan salah satu kunci terpentingnya adalah
kemampuannya mengembangkan mentalitas melayani dengan hati pada bidang profesinya.
Demikian juga dalam skala organisasi atau perusahaan, perhatikan perusahaan yang dapat maju
berkembang pesat ? Apa sebenarnya kunci keunggulannya ? Salah satu kuncinya adalah dapat
memberikan kepuasan pelayanan kepada para pelanggannya. Itulah mengapa banyak perusahaan
yang kemudian mengangkat tema kepuasan pelanggan. Karena organisasi atau perusahaan
yang senantiasa mau mendengarkan dan memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan, niscaya
akan lebih mudah berkembang.

John Mackey, seorang pendiri Whole Food Market di Amerika Serikat mengatakan, Bagi kami
stakeholder yang paling penting bukan pemegang saham, namun pelanggan.Mengapa
demikian ? Karena sesungguhnya kalau kita sebagai karyawan misalnya, penghasilan yang kita
peroleh itu berasal dari pelanggan, bukan dari pemimpin perusahaan atau pemegang saham.
Kalau kita sebagai pengusaha, sesungguhnya keuntungan yang kita peroleh asalnya dari
pelanggan. Itulah mengapa kepuasan pelangganlah yang utama, sebab tidak ada pelanggan tidak
ada keuntungan.

Membudayakan etos melayani dengan hati tidak dapat ditawar lagi, kalau kita ingin meraih
kemajuan. Sebagaimana pepatah bijak mengatakan, Anda akan mendapatkan yang terbaik dari
orang lain, kalau Anda memberikan yang terbaik dari diri Anda.Pandangan ini sesungguhnya
sudah diajarkan oleh para guru spiritual kita sejak dulu yang senantiasa mengajarkan untuk
berbagi kebaikan pada orang lain. Karenanya pelayanan itu sebaiknya datangnya dari hati.
Semoga kita bisa terus belajar dan mengembangkan etos melayani dengan hati. Salam Good
Ethos !.

*) Eko Jalu Santoso adalah seorang professional, penulis buku Good Ethos, 7 Etos Kerja
Terbaik dan Mulia dan pembicara inspiratif professional. Follow twitternya: @ekojalusantoso.
Kunjungi webnya: www.ekojalusantoso.com

Melayani dari hati


Orang Kristen seringkali terkesan identik dengan pelayanan atau melayani. Mengapa, ya?
Apakah melayani di gereja adalah suatu keharusan? Pernahkah kita berpikir, Kok sepertinya
tanpa melayani di gereja, kekristenan kita terkesan tidak afdol dan keanggotaan kita di gereja
terkesan tidak sah...?
Salah satu alasan untuk melayani sebenarnya bersumber dari teladan Yesus sendiri. Yesus
terkenal sebagai pribadi yang suka melayani. Dia memberi teladan untuk melayani dengan
membasuh kaki para muridNya. Ia mengajar dan menyembuhkan banyak orang. Bahkan yang
terutama, Dia rela merendahkan diri untuk sama dengan manusia, hingga mati disalib, demi
rencana penyelamatan Allah tergenapi. Intinya, memang melayani adalah gaya hidup Yesus,
maka sudah semestinya dan sewajarnyalah jika melayani menjadi gaya hidup pengikutNya juga.

Nah, karena melayani itu seharusnya menjadi gaya hidup sehari-hari, tentu berat sekali jika kita
setiap hari harus menanggung beban ke mana-mana. Karena itu, jangan sampai pelayanan itu
terasa sebagai beban. Mengapa pelayanan bisa terasa sebagai beban? Jangan sampai kita
melayani karena sekedar sebagai syarat, karena merasa tidak enak kepada pemimpin, sebagai
pengisi waktu luang, atau alasan-alasan non-esensial lainnya. Alasan-alasan yang tidak tepat ini
membuat kita cenderung memilih pelayanan secara asal-asalan, alias Asalkan saya melayani,
beres lah..., dan mudah mengesampingkan pelayanan sebagai prioritas kesekian (yang terus
menurun seiring dengan makin berkembangnya kesibukan dan minat kita).
Jujur saja, pelayanan juga pernah menjadi suatu beban bagi saya sendiri. Gejala ini tampak jelas
ketika karena pelayanan, saya sempat merasa tertuduh sendiri saat tidak maksimal. Karena
pelayanan juga, saya bisa menuntut orang lain untuk memberikan yang terbaik. Akhirnya saya
melihat bahwa ini semua justru memciptakan konflik yang tidak sehat dan perpecahan. Dan saya
sadar, hal ini tidak benar.
Lalu pelayanan seperti apa yang benar? Apakah pelayanan harus kelihatan agar layak disebut
sebagai pelayanan? Apa kata firman Tuhan sendiri tentang hal ini?
Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati
atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita. (2 Kor. 9:7)
Dari ayat ini, saya jadi belajar bahwa pelayanan harus lahir dari hati kita, karena hati kita itu
terlebih dahulu penuh dengan kasih Tuhan. Saya harus mengalami Tuhan terlebih dahulu
hingga sepenuhnya, sebelum saya bisa belajar mengasihi dan membagikan kepenuhan kasih
Tuhan itu kepada orang lain dengan cara melayani. Inilah alasan melayani yang tepat dan benar:
karena saya rindu mengasihi dan saya rindu agar orang lain juga mengalami kepenuhan kasih
Tuhan, sama seperti yang saya alami.
Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita
juga saling mengasihi. (1 Yoh. 4:11)
Selanjutnya, saya belajar melihat pelayanan sebagai suatu kehormatan yang Tuhan percayakan,
yang bukan hanya berguna untuk gereja, tapi juga berguna untuk membentuk saya. Sebenarnya
kalau saya pikir-pikir, bukankah Tuhan tidak pernah membutuhkan saya? Segala kehendakNya,
termasuk segala pelayanan di gereja dan di luar gereja, sangat bisa berjalan tanpa saya. Tuhan
bisa memakai siapa pun, tidak harus saya, untuk melakukan pekerjaanNya. Atau, bisa saja
mungkin gereja membayar orang-orang yang ahli dan profesional untuk melayani kita semua
(termasuk saya) sebagai jemaat dengan luar biasa baik, tetapi apakah itu gaya hidup yang Tuhan
Yesus ajarkan dan teladankan? Seperti biasa, dan seperti yang memang sudah seharusnya, mari
kita lihat apa kata firman Tuhan.

Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi
hormat. (Rm. 12:10)
Sebab itu marilah kita mengejar apa yang mendatangkan damai sejahtera dan yang berguna
untuk saling membangun. (Rm. 14:19)
...supaya jangan terjadi perpecahan dalam tubuh,tetapi supaya anggota-anggota yang berbeda
itu saling memperhatikan. (1 Kor. 12:25)
Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar.Tunjukkanlah kasihmu dalam hal
saling membantu. (Ef. 4:2)

Wahhh... Saat menerima kebenaran-kebenaran ini, saya jadi rindu untuk belajar menerima satu
sama lain di dalam setiap kekuatan dan kelemahan, belajar saling melayani dan saling
melengkapi sebagai suatu kesatuan tubuh Kristus. Apalagi, firman Tuhan juga menyadarkan
saya bahwa gereja bukanlah tempat orang-orang yang 100% suci, melainkan justru tempat
kumpulan manusia berdosa (termasuk saya sendiri) yang ingin terus belajar agar semakin seperti
Kristus. Saya tidak lagi mencari kesempurnaan (dengan dalih bahwa melayani adalah memberi
yang terbaik), karena kita semua adalah manusia yang tidak sempurna. Gereja tidak akan
sempurna, kecuali disempurnakan oleh Tuhan sendiri pada waktuNya nanti. Karena itu, hanya
kasih Tuhan sajalah yang menjadi dasar pilihanNya atas diri saya, hingga saya bisa melayani.
Semua pencerahan akan kebenaran ini mengubah diri saya dalam melayani Dia. Kini saya bisa
belajar melayani tanpa tuntutan, tanpa mengharapkan penghargaan/pengakuan/imbalan. Saya
kini berteguh hati, bahwa apa pun yang saya lakukan untuk melayani Tuhan, itu saya lakukan
hanya karena Dia berkehendak agar saya melakukannya, bukan karena faktor-faktor lain.
Dengan paradigma yang baru ini, saya rindu agar kita semua mengalami pencerahan yang sama
dan dapat saling mendukung di dalam melayani Tuhan di dalam rumahNya, yaitu di dalam
komunitas kita bersama. Yuk, kita alami bersama-sama!
Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam
pekerjaan baik. (Ibr. 10:24)

Sobat Nida, pernah ketemu pelayan restoran yang jutek? Perawat Rumah Sakit yang galak? Sopir
yang gak sabaran? Guru yang ogah-ogahan ngajar? Kalau jawabannya ya, berarti memang benar
di negara kita ini masih banyak orang yang gak ngerti betapa pentingnya melayani.

Guru seharusnya melayani murid, dengan cara mempersiapkan materi dan metode terbaik
sebelum mengajar, ketika mengajar pun dengan pembawaan menyenangkan. Perawat seharusnya
melayani pasien dengan sigap dan ramah, bukannya bikin pasien tambah sakit gara-gara ngeliat
tampang buteknya. Sopir juga seharusnya melayani penumpangnya, kalau kendaraannya sudah
penuh sesak, jangan tambah penumpang lagi, apalagi plus marah-marah, dan menyetir dengan
ugal-ugalan.

Banyak orang yang tidak bisa melayani dengan baik karena tidak sadar bahwa ketika kita
melayani orang lain, sesungguhnya kita sedang membahagiakan diri kita sendiri.

Kisah berikut ini semoga bisa memberi kita inspirasi betapa bahagianya melayani dengan hati:

Suatu hari seorang pria tua berpakaian sederhana memasuki sebuah showroom otomotif. Salah
seorang tenaga penjual bernama John berdiri dan menghampirinya, "Selamat pagi, Pak. Ada
yang bisa saya bantu?"

Laki-laki tua itu menjawab bahwa dia membutuhkan mobil seken yang kecil, sebuah mobil yang
sederhana karena dia hanya memiliki anggaran yang terbatas. John membawa orang tua tersebut
ke garasi yang terletak di belakang showroom, di sana semua mobil seken dan berukuran kecil
dipajang.

Mobil-mobil tersebut mungkin sesuai dengan budget pria tua tadi. Pada saat berkeliling untuk
memilih mobil yang cocok, orang tua tadi menjelaskan kepada John mengapa dia ingin membeli
mobil.

"Sebenarnya mobil yang akan saya beli adalah untuk istri saya. Selama 30 tahun lebih istri saya
ingin punya mobil kecil. Mobil yang bisa dikendarai ke supermarket dan ke rumah teman-
temannya. Tapi, saat itu adalah masa-masa sulit dan saya tidak mampu beli mobil. Seiring waktu
berlalu, istri saya
berhenti meminta mobil," cerita pria tua itu.

"Minggu lalu ia jatuh sakit. Dokter mengatakan istri saya menderita kanker dan umurnya tinggal
beberapa bulan lagi. Jadi, saya memutuskan untuk menggunakan tabungan saya untuk
membelikannya mobil, supaya ia setidaknya bisa menikmati beberapa bulan sisa hidupnya
mengendarai mobilnya sendiri, sebelum dipanggil menghadap Tuhan," imbuhnya lagi.

Hati John tersentuh mendengar kisah tersebut. Ia berjanji pada dirinya sendiri bahwa suatu hari,
ia juga akan menjadi suami yang baik sampai akhir hayat hidupnya.

Setelah beberapa lama berkeliling, pria tua itu akhirnya menjatuhkan pilihannya pada sebuah
mobil kecil berwarna hijau gelap. "Istri saya bakal menyukai mobil ini. Kecil, mudah
dikendalikan, memiliki semua fitur yang ia inginkan dan ini adalah warna favoritnya!"

Lalu dia berkata pada John bahwa dia akan memberikan kejutan pada istrinya. "Saya akan
mengajak istri saya ke sini besok dan berpura-pura melihat-lihat mobil. Kalau Anda melihat saya
besok, berpura-puralah seakan kita belum pernah bertemu sebelumnya, dan layani saya persis
seperti Anda pertama kali melayani saya. Lalu, saya akan memberikan kejutan pada istri saya
dengan mengatakan bahwa saya sudah membelikan mobil untuknya, oke?"

John berkata, "Oke, akan saya ikuti rencana Anda. Terima kasih, Pak Brown, saya nantikan
kunjungan Anda beserta istri besok." Setelah orang tua itu pergi, John menceritakan kejadian ini
pada rekan-rekan kerja yang lain. Mereka juga tersentuh.

Pada hari , seperti yang sudah direncanakan, pria tua itu datang bersama istrinya. Sesudah
mereka masuk bergandengan tangan ke dalam showroom, John memberi salam dengan gembira
kepada mereka dan berpura-pura belum mengenal laki-laki tua itu. Tetapi, sewaktu istrinya
sedang tidak melihat, John mengedipkan matanya padanya seakan berkata, "Semuanya beres."
Pria itu tersenyum.

Laki-laki tua itu berpura-pura menjelaskan kepada John bahwa mereka ke showroom ini untuk
melihat-lihat dan ia menjelaskan tipe mobil yang mereka inginkan. Sang istri berkata pada John,
"Saya tidak mengerti mengapa suami saya tiba-tiba mengajak saya ke sini. Kami tidak punya
rencana untuk beli mobil. Kami bahkan tidak mampu membayarnya!"

John mengantar pasangan tersebut ke garasi di belakang showroom. Sewaktu mereka melihat-
lihat, pria tua itu mencari mobil hijau gelap yang sudah ia pesan dan bayar kemarin. Tapi, mobil
itu sudah tidak ada di sana! Ia bertanya pada John, "Apakah hanya ini mobil-mobil yang Anda
miliki? Apakah
tidak ada yang lain lagi?"

"Tidak ada lagi, Pak. Ini semua yang kami miliki, mobil-mobil inilah yang sesuai dengan budget
bapak." "Apakah BENAR-BENAR hanya ini semua mobil yang Anda miliki? Tidak ada lagi?"
tanyanya lagi. "Tidak ada pak. Hanya ini semua yang kami miliki. Tidak ada lagi," jawab John.

Orang tua itu mulai panik. Ia berkata pada dirinya sendiri, "Saya telah membayar penuh untuk
mobil itu. Tapi, sudah tidak di sini dan John mengatakan hanya ini yang ia miliki! Jadi, di mana
mobil saya dan apa yang terjadi dengan uang yang sudah saya bayarkan padanya?" Lebih parah
lagi, ia
tidak bisa bertanya langsung pada John, "Dimana mobil saya?" Orang tua itu benar-benar
khawatir.

Setelah beberapa lama berjalan ke sana ke mari, John menyarankan mereka kembali ke dalam
showroom untuk berteduh dan minum karena udara di garasi mulai panas dan tampaknya tidak
ada mobil yang cocok dengan keinginan mereka. Pria tua itu menjawab, "Tidak, saya ingin
berkeliling lagi."

Istrinya berkata, "Tidak apa-apa sayang, mereka tampaknya tidak memiliki mobil yang kita cari.
Mari kita ke dalam, saya lelah." Dengan lesu, si orang tua mengikuti John dan istrinya kembali
ke showroom. Ia khawatir, bingung, dan marah dalam waktu yang bersamaan, tetapi tidak
bisa menunjukkannya!
Sewaktu mereka duduk sambil menikmati minuman di showroom, sang istri bercakap-cakap
dengan gembira pada John, tapi si orang tua itu sedang tidak ingin untuk bercakap-cakap. Ia
terlalu bingung dan tengah berpikir tentang apa yang harus ia lakukan selanjutnya.

Tiba-tiba istrinya berseru, "Itu mobil yang sangat bagus!" Si orang tua menoleh ke arah istrinya
menunjuk. Di sana ada sebuah mobil kecil berwarna hijau gelap seperti yang sudah ia pilih sehari
sebelumnya, bedanya mobil ini masih baru. Bahkan, mobil tersebut diletakkan di podium
berputar dan diberikan pita besar. "Ini tidak mungkin mobil yang sudah saya beli! Mobil yang
saya beli itu mobil bekas, berdebu, dan ada di garasi belakang. Sedangkan ini mobil baru,"
katanya dalam hati.

"Ini terlalu mahal sayang, ini mobil baru," dia mengingatkan istrinya. "Tidak apa-apa. Masuk
saja ke dalamnya, duduk dan rasakan," kata John. Sang istri tampak ragu-ragu. "Mari silakan."
John menuntun tangan istri pria tua itu menuju podium, lalu membukakan pintu mobil untuknya.
Sang istri masuk ke dalam mobil, duduk dengan nyaman dan mengangkat tangannya untuk
memegang kemudi. Kemudian ia berteriak, melompat keluar dari mobil, dan berlari ke arah
suaminya untuk memberinya pelukan hangat. "Terima kasih, terima kasih banyak, sayang! Ini
benar-benar kejutan yang menyenangkan!"

Pria tua itu kaget dan bingung. Apa yang sedang terjadi? Lalu, istrinya mengambil kartu besar
dari kemudi mobil. Di kartu itu tertulis:

"SELAMAT, Nyonya Brown,

Anda adalah pemilik khusus mobil cantik ini!

SELAMAT

Terutama karena Anda memiliki seorang suami yang

SUNGGUH-SUNGGUH SANGAT MENCINTAI ANDA!

John dan seluruh tim penjual amat tersentuh oleh kisah pria tua itu sehingga mereka sepakat
melakukan pekerjaan ekstra untuk memberikan kejutan kepada pasangan yang saling mencintai
ini. Mereka semua kerja lembur malam itu untuk mencuci mobil tersebut, memoles catnya,
mengikatkan pita besar, dan membuat kartu ucapan "SELAMAT" yang besar. Istri pria tua itu
melompat-lompat gembira. Pria tersebut tersenyum lebar.

Tidak hanya itu, sewaktu pasangan tersebut mengendarai mobil kecil yang sudah mengilap tadi
keluar dari showroom, setiap staf berbaris di pintu depan showroom untuk memberikan tepuk
tangan meriah dan hangat... tepuk tangan yang berasal dari hati. Pasangan bahagia itu dengan
bangga melambaikan tangan kepada para staf sambil mengemudikan mobil keluar meninggalkan
showroom.

Ada beberapa wajah yang berlinang air mata di antara para staf yang berbaris pada pagi itu,
tetapi di bibir mereka tersungging senyuman.

Teman-teman, inilah arti sesungguhnya dari "MENGGEMBIRAKAN HATI PELANGGAN


ANDA".

Jelas sekali, Anda tidak mungkin melakukan hal ini setiap hari. Tetapi, kalau Anda bisa
melakukan sesuatu seperti ini kepada pelanggan Anda sekali seminggu saja, hal ini tentu akan
sangat meningkatkan image perusahaan, dan juga akan meningkatkan semangat setiap staf di
perusahaan. Pekerjaan menjadi lebih punya arti.

Perasaan senang karena bisa memberi ini tidak bisa dibeli dengan uang. Benar-benar momen
spesial dalam bisnis dan pekerjaan...

Penulisnya mendapatkan kisah ini dari : James Gwee, seminarseumurhidup


Sobat Nida, setiap kita bisa berbahagia dengan melayani. Melayani ibu kita dengan
membuatkannya secangkir teh hangat, melayani adik kita dengan membantunya mengerjakan
PR, melayani orang-orang di sekitar kita dengan bersedia mendengarkan, bersedia membantu
apa yang dibutuhkan.

Semoga kita memahami bahwa kebahagiaan sejati ada pada melayani, dan bukan dilayani.

Sumber: http://blognyaf2.blogspot.com

Apa "Melayani dengan Hati" itu menurut Anda?Hm.. kata-kata atau kalimat ini memang sudah
lebih dari sering kita dengar.

Saking seringnya, kita pun cenderung untuk tidak mempercayai lagi ketulusan dari pernyataan
"Melayani dengan Hati". Terlebih, para trainer/ fasilitator/ konsultan selalu mengajarkan kita
untuk senantiasa "Melayani dengan Hati." Ketika saya mendengar ini, sekarang jawaban saya
hanya "Ya..ya.. ya." Paling om-do (omong doang -red).

Sebenarnya bukan itu yang terbersit dalam benak saya. Saya malah berfikir bahwa, sayang sekali
ya, kalimat yang sebenarnya mengandung makna begitu dalam, digunakan seenaknya saja.
Sebenarnya, adakah yang benar-benar memahami makna dari "Melayani dengan Hati". Ketika
saya bertanya kepada banyak Kepala Divisi Layanan sampai jajaran BOD, jawabannya kok tidak
terlalu memuaskan ya. Kebanyakan hanya menjawab, yah, itu melayani dengan tulus, ya.. tanpa
pamrih. Saya pikir, lho, bukannya itu kata lainnya ya?Bukan benar-benar maknanya.

Yang selalu saya pikirkan adalah, bagaimana sih sebenarnya untuk melayani dengan hati? Untuk
melayani secara tulus? Untuk melayani tanpa pamrih? Karena secara jujur, berapa banyakkah
dari kita yang bisa menunjukkan ketulusan ini? Berapa banyakkah dari orang-orang yang Anda
temui setiap harinya yang benar-benar berinteraksi dengan Anda secara tulus dan tanpa pamrih?
Padahal, setiap saya jalan-jalan keliling jakarta, baik lagi terjebak macet, berada di hall kantor,
menunggu di dalam lift sampai ketika sedang ngopi-ngopi di mall, kok tidak banyak yang
tersenyum ya?

Bagaimana bisa tulus kalau tersenyum saja sulit?

Mungkin karena kita diajarkan hanya "tersenyum" ketika bertemu dengan pelanggan.. Hahahah,
lucu ya. Padahal, tersenyum kan sebaiknya setiap saat dalam setiap kesempatan.. Jika tersenyum
saja sulit, bagaimana bisa "Melayani dengan Setulus Hati"?

Jadi, di sini saya ingin sekedar membahas, jika kita ingin membangun jiwa dan kepribadian
yang "Melayani dengan Setulus Hati", bagaimana sih caranya?Jika kita lihat dalam kalimatnya
saja, ada tiga hal yang perlu kita fokuskan, yaitu Melayani, Tulus dan Hati.

Yang menjadi alat di sini adalah si Hati ini. Dan saya percaya memang fokus utamanya harus
kepada si "Hati" ini.

Pernahkah Anda mengamati dan menganalisa hati Anda? Bagaimana kondisi hati Anda? Apakah
hati Anda penuh dengan kesenangan atau kesedihan? Penuh dengan kedamaian atau kedengkian?
Penuh dengan entusiasme atau kekhawatiran? Penuh dengan hal-hal yang positif atau hal-hal
yang negatif? Karena Ibu Irene pun mengatakan suatu hal yang sangat mengena di saya, Ia
berkata "Ketika seseorang itu disakiti atau mengalami trauma, maka hatinya akan tertusuk oleh
duri-duri. Dan sebelum ia dapat mencabut duri-duri dari hatinya, Ia akan secara tidak sengaja
selalu menyakiti orang lain." Jadi, bagaimana hati Anda? Ketika saya mencoba mengintrospeksi
hati saya, saya pun mengakui bahwa saya masih merasakan beberapa rasa sakit, kecewa,
khawatir, tidak pede dan lain-lain. Hal-hal ini yang menyebabkan sulitnya untuk terus melayani
dengan hati secara tulus. Bagaimana saya bisa melayani dengan hati, kalau hati saya terluka?
Jadi, langkah pertama adalah fokuskan ke diri Anda dulu - ke hati Anda.

Bagaimana Anda dapat menyembuhkan hati Anda dari hal-hal negatif dan mengisinya dengan
hal-hal positif. Tentu saja ini tidak mudah.. saya pun membutuhkan waktu 29 tahun untuk
mengetahui caranya menyembuhkan atau merevitalisasi kembali hati kita yang telah diciptakan
secara sempurna dengan cinta yang penuh dengan cinta. Ini bila dibahas bisa memakan waktu
satu hari sendiri.. hahahaha..

Tetapi, jika saya boleh merangkumnya, inspirasi yang saya dapatkan yang membantu saya
mendapatkan proses penyembuhan ini, adalah menggunakan tahap-tahap berikut:
1. Desire - Ingin dan minta ketenangan dan kebahagiaan hati, karena.. dari mana Tuhan tahu
kalau Anda tidak memintanya?
2. Faith - Percaya bahwa Tuhan YME pasti memberikan apa yang Anda minta, karena Tuhan
pasti menginginkan semua makhluknya untuk bahagia bukan?
3. Nurture - Tentu saja Tuhan tidak suka kalau kita hanya duduk-duduk saja menggerutu dan
mengeluhkan diri kita seperti seorang victim, jadi sebaiknya kita memupuk diri kita sehari hari
dengan hal yang positif. Ingat, bukan artinya memaksakan diri Anda untuk positif, tapi rangsang
hari-hari Anda dengan hal-hal yang positif. Contohnya, dengarkan lagu-lagu yang membuat
senang dalam perjalanan ke kantor, dansa dan menyanyilah untuk lagu kesayangan Anda.
4. Gratitude - Jangan lupa tersenyum dan berterima kasih untuk segala hal positif yang terjadi
dalam hari Anda, baik itu kecil maupun besar. Contohnya, terima kasih atas hari yang cerah,
anak yang sangat semangat, mobil yang tidak mogok. Bisa tidak Anda berterima kasih 100 kali
dalam sehari?Bisakah Anda mulai menjaga hati Anda kembali? Memenuhinya kembali dengan
cinta dan kedamaian? Mulailah dari hari ini, hanya dengan itu Anda bisa memulai "Melayani
dengan Setulus Hati".

dikutip dari The Secret of Service Training Series - PT. Synergy Service Solution

Saya adalah termasuk trainer yang kurang setuju dengan penggunaaan ungkapan kalimat Indah
tersebut dalam setiap training, atau dijadikan sebagai slogan perusahaan, kalau benar slogan "
Melayani dengan hati" yang ingin dihantarkan kepada segenap konsumen, maka terlebih dahulu
kita harus memahami Hati itu apa dan untuk apa ? dan akan panjang penjabarannya mungkin
akan berkenaan dengan Agama, Spiritualisme dan Filsafat dan yang paling penting harus siap
dibayar " Sesuka hati" ha ha ha is joking . . . Sampai hari ini, saya masih bingung dengan kata
kata indah bersayap tersebut, sebagaimana syair syair gubahan pujangga, yang enak di baca
namun sulit untuk diterapkan. Saya lebih memilih menggunakan kalimat " Melayani dengan
Integritas diri dan Sistim pelayanan perusahaan yang terpadu" ( Ini aja udah sulit, apalagi itu . . .
. ), nah . . . . di Sistim pelayanan dan Integritas diri inilah terletak standar, proses pelayanan dan
pencapaian yang terukur. Lalu apakah standar, proses pelayanan dan pencapaian yang terukur
dari Hati?, bisa jadi banyak orang yang sulit mendefinisikan kata "Hati", dan banyak juga yang
salah menafsirkan hati sebagai perasaan, padahal hati dan perasaan adalah dua hal yang berbeda,
belum lagi dengan kata "Rasa hati " (alamak jan . . lebih pusing lagilah awak . . . . .) Bagi saya,
Hati hanyalah untuk Tuhan saja, hasil kedekatan kita dengan Tuhan akan tercermin dari prilaku
keseharian terhadap sesama dan ini adalah tanggung jawab iman kita kepada Tuhan yang
sifatnya personal dan rahasia. Namun, didalam dunia profesional hal ini agak sulit dilakukan,
karena pelayanan dalam dunia kerja akan berhubungan erat dengan kebijakan perusahaan,
kelayakan penghasilan pekerja, kondisi perusahaan, pembinaan standar pelayanan dan lain lain,
dan yang paling utama adalah Uang. (Saya simpan dulu kalimat "Bekerja untuk Ibadah", karena
hal itu akan menimbulkan banyak polemik dan perdebatan, karena hal ini pun harus dikaji lebih
mendalam lagi, walau saya sebagai seorang muslim sangat setuju dengan hal ini dan masih tetap
belajar untuk memahami hal ini, namun untuk diri saya sendiri saja lohhh . . .) Namun, didalam
dunia profesional kerja, saya harus jujur untuk mengungkapkan fakta bahwa selama ini
kebanyakan orang bekerja untuk Uang, dan kalau uang yang didapatkannya masih belum dapat
membayar tagihan dan kebutuhan hidup setiap bulannya - minimal, maka akan sangat
berpengaruh terhadap hasil pelayanan dalam dunia kerjanya. Jadi kesimpulannya, kalimat
"Melayani dalam hati" akan lebih cocok bila menjadi slogan dan ungkapan pribadi saja, sesuai
sejauh mana setiap pribadi mengartikan dan memaknainya, tidak cocok dijadikan sebagai slogan
perusahaan, karena kwalitas pelayanan sebuah perusahaan sangatlah berhubungan dengan
beberapa hal yang saya sebutkan diatas, dan jangan pula kalimat tersebut dipakai oleh seorang
pimpinan perusahaan untuk memaksakan pekerjanya bekerja sesuai dengan standar dengan
pembayaran dibawah standar, kalau sudah begitu, siapa yang tak punya hati sesungguhnya dan
siapa yang harus bekerja dan melayani dengan hati ? "Melayani dengan Integritas diri dan Sistim
pelayanan terpadu yang memenuhi standarisasi pelayanan usaha yang prima, Berfikir realistis
dan bekerja profesional tanpa syair syair indah bersayap mengangkasa yang sulit dipahami dan
diterapkan." - Think service #SS

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/banglims/kalimat-melayani-dengan-hati-untuk-
slogan-perusahaan_54f37770745513802b6c7734

Prinsip yang di terapkan adalah Pelayanan Sepenuh Hati dengan berusaha menerapkan nilai
pelanggan
Yaitu :
CHARITY
Definisi : murah hati, sesuai status sebagai Public Service
Implementasi : dalam hati mencintai pekerjaannya
Wajah Layanan : ketulusan dan keikhlasan dalam melayani
COMPETENCE
Definisi : menguasai pekerjaan (tidak hanya di bidang medis tetapi juga networking/relationship)
Implementasi : kemauan untuk patuh terhadap standart / aturan
Wajah Layanan : profesionalisme
CARE
Definisi : perduli dan penuh perhatian
Implementasi :siap siaga memenuhi kebutuhan pelanggan
Wajah Layanan : empati
COMITMMENT
Definisi : Tekad realisasi janji pada diri dan pelanggan/ (rekanan), sesuai target
Implementasi : layak dipercaya, jujur
Wajah Layanan : pekerjaan yang tuntas, tanggung jawab yang tinggi
CONSISTENT
Definisi : tekat sepanjang waktu
Implementasi : motivasi yang tak pernah pudar untuk mencapai cita-cita
Wajah Layanan : menjaga motivasi dengan semangat untuk memberi, daya juang yang tinggi
(tidak mudah putus asa)
CONTINUOUS
Definisi : proses yang berlangsung terus menerus
Implementasi : harus ada waktu untuk menyelesaikan tugas-tugas
Wajah layanan : Positive Relationship
Dari ke 6 Prinsip Pelayanan dengan Sepenuh Hati ini lah yang berusaha terus digalakkan dan di
motivasikan ke seluruh staf di Puskesmas Mojoagung sehingga tercapailah kesuksesan-
kesuksesan.
Penjabarannya sebagai berikut :
Charity
Sebagai Publik Service, para pelayan masyarakat harus melayani dengan tulus dan ikhlas , dan
mencintai pekerjaannya (sebagai Public Service) sehingga spontan wajah kita saat melayani pasti
dihiasi dengan senyum
Competence
Di Puskesmas Mojoagung telah dibuat protap-protap dalam pelayanan, dan motivasi terus
diberikan untuk menjalankan protap yang telah dibuat. Peningkatan pengetahuan staf dilakukan
dengan membuat koordinator bagian Diklat (dr. Noviani) dimana beliau mengatur jadwal untuk
staf mengikuti pelatihan, seminar ataupun workshop dan hasilnya wajib untuk di presentasikan
kepada staf lain yang, beliau juga mengadakan seminar atau pelatihan intern Puskesmas, atau
cuma sekadar sosialisasi program dan ilmu.
Care
Selalu siap siaga memenuhi kebutuhan pelanggan dengan adanya pelayanan 24 jam non stop,
dengan memenuhi segala kebutuhan pelanggan misalnya menanggapi complain pasient dalam
waktu kurang dar 15 menit (tentang obat, infus habis, keluhan dll),tempat tidur yang cukup,
kamar yang nyaman, kamar mandi yang bersih dll.
Comitment
Saat kita mengadakan operasi katarak dengan bekerjasama dengan PERTAMINA dengan target
40 mata, sementara pada pelaksanaan hari-H hanya berhasil mengperasi 26 mata,sehingga masih
hutang 14 mata. Dan hutang itu segera di selesaikan dengan berhasil mengoperasi 20 mata
dengan biaya yang tetap (dapat memberikan lebih 6 mata), dalam waktu kurang dari 10 hari.
Consistent
Tekat sepanjang waktu yang tidak pernah pudar untuk mencapai cita cita menjadi Puskesmas
yang TERPERCAYA
Continuous
Keberhasilan dan kerjasama yang telah terjalin diusahakan tetap berlangsung dengan baik.
Begitu juga hubungan intern di Puskesmas
Bila pembaca masih penasaran dengan ini, dan merasa belum berhasil maka ingatlah :
ANDA MERASA GAGAL?
ENSTEIN BERKATA ENERGI ADALAH KEKAL
RUMUS
AU = HT + TE
AU=AMAL USAHA =energi keluar
HT=HASIL TUNAI=hasil langsung dirasakan
TE=TABUNGAN ENERGI=hasil
Tidak ada yang sia-sia dalam hidup ini.
Sekian Terima Kasih
Melayani Dengan Sepenuh Hati Tanpa Harus Makan Hati

Suatu hari, saya bersama istri pergi ke kantor sebuah asuransi kendaraan bermotor untuk
mengklaim pergantian beberapa bagian mobil yang rusak. Selain karena kondisi dan berbagai
macam cacat di mobil yang sudah seperti panu yang menjalar di tubuh manusia, ternyata batas
akhir untuk pengajuan klaim sudah mendekati jatuh tempo. Itulah sebabnya kami sepakat harus
segera dilaksanakan perbaikan kendaraan kami. Memang mobilnya cuma "mobil sejuta umat" ,
tidak semewah dan secanggih layaknya kendaraan samaran robot-robot Transformers. Tapi
fungsinya sangat vital untuk transportasi sehari-hari mengingat tidak terakomodirnya kebutuhan
akan kendaraan umum di kota tempat saya berdomisili.
Ketika sampai di kantor tersebut, satpam membukakan pintu sembari mengucap salam dan
menanyakan keperluan kami. Tuturan yang ramah seolah mendorong saya untuk ikut berkata
lembut juga ditambah sedikit segan memasuki ruangan yang minimalis namun asri tersebut. Saya
dan istri lalu duduk menunggu panggilan antrian. Di bangku menunggu sudah disediakan air
mineral gelas dan permen sebagai cemilan pembunuh waktu. Tak menunggu lama, kami pun
dipanggil mendatangi satu meja pelayanan. Petugasnya menyapa kami ramah seolah sudah
mengenal lama. Perlahan dan penuh sabar mbak-mbak tadi menerangkan beberapa hal yang
memang menjadi prosedur pengurusan klaim. Pembawaan yang sopan lantas membuat saya dan
istri ikut sopan pula saat menanyakan sesuatu. DI tengah pembicaraan, ternyata minuman sudah
diantar seorang pramusaji yang memakai baju seragam yang sama dengan baju pegawainya.
Rasanya seperti bertamu ke rumah saudara. Singkat cerita, klaim berjalan lancar dan pada
akhirnya mobilpun masuk ke bengkel rekanan mereka. Prosesnya juga tidak berbelit-belit dan
juga sangat mudah.
Yang jadi pemikiran saya adalah, mungkin seperti inilah yang disebut pelayanan prima. Tak
salah jika rasa puas langsung dirasakan saya dan istri meski tidak terucap secara langsung.
Sewaktu menjalani pendidikan Pra-jabatan, saya teringat materi "Pelayanan Prima" sudah
diajarkan, lantas apakah sudah diterapkan? Itu yang terus menelusup di pikiran setelah
dilayani sangat baik oleh kantor asuransi tadi. Sadar tidak sadar, sesekali pernah melihat Wajib
Pajak yang raut mukanya bete setelah keluar dari Tempat Pelayanan Terpadu (TPT), mungkin
melihat itu ada semacam perasaan tidak enak dalam hati. Prasangka publik akan aparat pajak
boleh jadi makin buruk ketika pelayanan di TPT saja tidak becus. Apalagi berbagai macam kasus
yang sering diangkat media mengenai beberapa oknum petugas pajak. Bisa jadi hal itu yang
membuat orang-orang beranggapan, "Semua orang pajak sama saja".
Sebelum pengalaman dengan asuransi tadi, masih banyak pengalaman yang saya rasakan setelah
mendapatkan pelayanan prima. Tak jarang juga menerima layanan yang jauh dari kata puas.
Sederhananya, ketika sudah dilayani dengan baik, tentu ada perasaan ingin datang lagi. Namun
jika sebaliknya, dalam hati menggumam "kalau tidak terpaksa karena hal penting gak akan
datang lagi ke tempat itu." Di rumah demikian, istri akan memasang mimik muka kerut di kala
kebutuhan harian rumah tangga tidak saya penuhi. Intinya, hati ikutan puas jika orang lain yang
membutuhkan layanan kita juga puas.
Ya itulah pengalaman saya tentang mendapatkan pelayanan prima. Sebagai makhluk sosial,
manusia pada dasarnya ingin kebutuhannya terpenuhi termasuk ingin dilayani sebaik
mungkin. Setiap orang pernah merasakan pengalaman dilayani dengan baik atau sebaliknya.
Pertanyaannya adalah, sanggupkah melakukan pelayanan prima secara konsisten?

Anda mungkin juga menyukai