Anda di halaman 1dari 28

Grand Case

FRAKTUR COLLUM FEMUR

oleh :

Putri Amanda

1210312051

Pembimbing:

dr. Ardian Riza, Sp.OT(K), M.Kes

BAGIAN ILMU BEDAH RUMAH SAKIT DR. M. DJAMIL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2017
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ................................................................................................. i

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................. 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 5

2.1 Anatomi Femur ....................................................................................... 5

2.2 Fraktur collum femur .............................................................................. 4

2.3 Klasifikasi Fraktur Femur ....................................................................... 8

2.4 Epidemiologi Fraktur Femur .................................................................. 9

2.5 Gambaran Klinis ..................................................................................... 11

2.6 Diagnosis ................................................................................................ 13

2.7 Tatalaksana ............................................................................................. 15

2.8 Komplikasi ............................................................................................. 18

BAB 3 LAPORAN KASUS .......................................................................... 21

BAB 4 DISKUSI ........................................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA 28
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fraktur adalah suatu kondisi terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan tulang rawan

umumnya disebabkan oleh trauma langsung dan trauma tidak langsung. Penyebab fraktur

adalah trauma yang dibagi menjadi 3 antara lain: trauma langsung, trauma tidak langsung

dan trauma ringan. (1) Trauma langsung yaitu benturan pada tulang biasanya penderita

terjatuh dengan posisi miring dimana daerah trokanter mayor langsung terbentur dengan

benda keras (jalanan). (2) Trauma tidak langsung yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur

berjauhan (3) Trauma ringan yaitu keadaaan yang dapat menyebabkan fraktur bila tulang

itu sendiri sudah rapuh atau terdapat underlying disease atau patologi.1

Fraktur kolum femur merupakan fraktur intrakapsular yang terjadi pada bagian

proksimal femur, yang termasuk kolum femur adalah mulai dari bagian distal permukaan

kaput femoris sampai dengan bagian proksimal dari intertrokanter. Insidens fraktur ini

berhubungan dengan peningkatan usia terutama dengan meningkatnya frekuensi jatuh yang

berhubungan dengan osteoporosis pada lanjut usia. Peningkatan jumlah terbesar fraktur ini terdapat

pada usia lebih dari 65 tahun. Hal ini juga lebih umum terdapat pada wanita (2-3 kali lebih banyak

daripada pria atau sekitar 75% untuk fraktur panggul dan 4 kali lebih banyak daripada pria

untuk fraktur collum femoris ) yang disebabkan oleh kerapuhan tulang akibat kombinasi

proses penuaan dan osteoporosis pascamenopause. Selain itu, banyak diantaranya

mengalami kelainan yang menyebabkan kehilangan dan kelemahan jaringan tulang

misalnya osteomalacia, diabetes militus, stroke, alkoholisme, dan penyakit kronis lain.2

Fraktur neck femur juga dilaporkan sebagai salah satu jenis fraktur dengan prognosis

yang tidak terlalu baik, disebabkan oleh anatomi neck femur itu sendiri, vaskularisasinya

yang cenderung ikut mengalami cedera pada cedera neck femur, serta letaknya yang

3
intrakapsuler menyebabkan gangguan pada proses penyembuhan tulang. Insiden fraktur

leher femur diperkirakan akan meningkat menjadi 2 kali lipat dalam 30 tahun ke depan. Ini

adalah refleksi dari bertambahnya jumlah individu yang berusia di atas 65 tahun, dan yang

terkena osteoporosis. Dampak ekonomi dari pengobatan, rehabilitasi dan perawatan

kelompok pasien ini semakin banyak, sehingga pemerintah dan Badan administrasi

kesehatan saat ini berfokus pada strategi pencegahan. 1,2

1.2 Tujuan Penulisan

Penulisan grand case ini bertujusn untuk memahami serta menambah pengetahuan

tentang fraktur collum Femur.

1.3 Batasan Masalah

Batasan penulisan grand case ini membahas mengenai anatomi, epidemiologi,

klasifikasi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, tatalaksana, komplikasi,

prognosis fraktur collum femur.

1.4 Metode Penulisan

Meode penulisan grand case ini yaitu menggunakaan tinjauan kepustakaan yang

merujuk pada berbagai literatur

4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Femur

Tulang femur adalah tulang terpanjang, terkuat dan terberat dari semua tulang pada

rangka tubuh. Pada ujung proksimal femur terdapat caput femur yang nantinya

berartikulasi dengan asetabulum. Di bawah bagian caput terdapat collum femur yang

tebal lalu diikuti bagian corpus yang panjang. Garis intertrokanter akan membatasi

collum dan corpus femur di permukaan anterior, sedangkan di permukaan posterior

kedua dibatasi oleh krista intertrokanter.3

Permukaan caput femur mengalami depresi, fovea kapitis, sebagai tempat

melekatnya ligamentum penyangga caput dan tempat lewatnya pembuluh darah ke

caput femur. Femur tidak berada pada garis vertikal tubuh. Caput femur masuk dengan

pas ke asetabulum untuk membentuk sudut sekitar 125 dari collum femur dengan

demikian corpus femur tidak terhalang oleh pelvis saat bergerak.3

Ujung atas dari corpus femur memiliki dua prosessus yang menonjol yakni

trokanter mayor dan trokanter minor. Kedua trokanter ini merupakan tempat

melekatnya otot untuk menggerakkan sendi panggul. Pada corpus umumnya bagian

permukaan yang halus, namun ada terdapat bagian yang permukaannya kasar yang

disebut linea aspera yang merupakan tempat perlekatan beberapat otot.3

Ujung corpus bagian bawah melebar membentuk kondillus medial dan kondilus

lateral. Pada permukaan posterius kedua kondilus tersebut membesar dengan fossa

interkondilar yang terletak diantara keduanya. Area triangular diatas fosa interkondilar

di atas fosa interkondilar disebut permukaan popliteal.3

5
Ukuran dan bentuk dari collum femur sangatlah bervariasi antar individu. Terdapat

pembengkokan ke anterior dari collum femur (femoral anteversion) yaitu sekitar 10 7

pada individu normal. Diameter dari caput femur sebesar berkisar antara 40 60 mm

tergantung dari ukuran tubuh individu. Ketebalan dari kartilago sendi bervariasi antara

4mm pada apex caput femur dan 3mm pada bagian perifer. Collum femur bersudut dengan

diafisis femur (neck shaft angle) sekitar 125 - 135 pada panggul yang normal, sudut

collum shaft femur yang kurang dari normal disebut coxa vara, dan sudut yang

berukuran lebih besar dari ini disebut coxa valga. Sudut collum femur dan femoral neck

anteversion harus dipertimbangkan pada perencanaan pre operasi untuk menentukan

rencana reduksi dan fiksasi. Peningkatan sudut anteversi femur yang ditemukan pada kasus

coxa vara atau coxa valga akan mempengaruhi tempat peletakan implant1, 4

6
Aliran darah ke caput femur berasal dari tiga sumber : (1). Pembuluh darah kapsular,

pembuluh darah intramedullary, dan pembuluh darah dari ligamentum teres. Pada orang

dewasa, sumber paling penting untuk vaskularisasi untuk caput femur adalah pembuluh

darah yang berasal dari pembuluh darah kapsular. Pembuluh darah kapsular ini berasal dari

arteri femoralis circumflexa medial dan lateral yang pada 79% dari populasi merupakan

cabang dari arteri femoralis profunda, sedangkan pada 20% populasi salah satu dari cabang

ini berasal dari arteri femoralis, dan sisa 1% dari populasi kedua pembuluh darah ini

berasal dari arteri femoralis. A. Circumflexa medialis dan lateralis membentuk cincin

anastomosis ekstrakapsular pada pangkal dari leher femur, kemudian membentuk

ascending cervical capsular vessel. Kemudian pembuluh darah ini menembus kapsul

anterior pada pangkal dari leher femur setinggi garis intertrokanterika. Pada sisi posterior

dari leher femur, pembuluh darah ini menembus kapsul dibawah serat orbicularis menuju

permukaan sendi. Didalam kapsul, pembuluh darah ini disebut sebagai pembuluh darah

retinakular. Terdapat empat kelompok utama (anterior, medial, lateral, dan posterior)

dimana kelompok lateral adalah kontributor utama untuk suplai darah pada caput femur.4

7
Fleksi panggul terjadi akibat kontraksi dari otot iliopsoas yang berinsersi pada trokanter

minor. Saat collum femur intak, kontraksi pada otot ini juga menyebabkan rotasi interna.

Sedangkan saat terjadi fraktur pada collum femur, tarikan otot akan menyebabkan rotasi

eksterna pada batang femur. Rotasi eksterna dari panggul juga diakibatkan oleh kerja otot

piriformis, gemellus dan obturator internus. Sedangkan abduksi panggul akibat tarikan dari

otot gluteus yang dipersarafi oleh nervus gluteus superior. Aduksi pada panggul terjadi

akibat tarikan dari otot yang berada dalam kompartemen adductor, yang dipersarafi oleh

nervus obturator. Otot-otot ini terdiri dari m. adductor longus, adductor magnus, dan

adductor brevis. Kelompok otot ini tidak begitu penting dalam fraktur collum femur,

8
namun dapat menyebabkan pemendekan tungkai pada fraktur intrakapsular yang

mengalami pergeseran (displaced).4

2.2 Fraktur Collum Femur

2.2.1 Klasifikasi

Menurut lokasi fraktur dapat berupa fraktur subkapital, transervikal dan basal, yang

kesemuanya terletak di dalam simpai sendi panggul atau intrakapsular; fraktur

intertrokanter dan subtrokanter terletak ekstrakapsuler.1

Patah tulang collum femur yang terletak intraartikuler sukar sembuh karena bagian

proksimal pendarahannya sangat terbatas, sehingga memerlukan fiksasi kokoh untuk waktu

yang cukup lama. Semua patah tulang di daerah ini umumnya tidak stabil sehingga tidak

ada cara reposisi tertutup terhadap fraktur ini, kecuali jenis fraktur yang impaksi, baik yang

subservikal atau yang basal.1

Klasifikasi menurut Garden


Tingkat I : fraktur inkomplit (abduksi dan terimpaksi)
Tingkat II : fraktur lengkap tanpa pergeseran
Tingkat III : fraktur dengan pergeseran sebagian

9
Tingkat IV : fraktur dengan pergeseran seluruh fragmen tanpa ada bagian
segmen yang bersinggungan

Klasifikasi Pauwel didasarkan atas bidang dari fraktur collum femur. Dibagi

menjadi tiga tipe yang berdasarkan apakah bidang fraktur berbentuk vertikal, oblik, atau

transverse. Klasifikasi ini diciptakan sebagai faktor prediktif kegagalan fiksasi maupun

kemungkinan non union dari fraktur collum femur yang semakin meningkat seiring dengan

meningkatnya grading klasifikasi ini.4

10
2.4 Epidemiologi

Fraktur collum femur paling sering terjadi pada pasien wanita dengan usia tua, dan

jarang terjadi pada pasien yang berusia kurang dari 60 tahun. Fraktur ini juga berhubungan

dengan faktor rasial, yaitu lebih sering terjadi pada ras kulit putih, bila dibandingkan

dengan ras kulit hitam. Angka kejadian meningkat secara eksponensial seiring dengan

pertambahan usia. 2

Studi epidemiologis telah berhasil mengidentifikasi beberapa hal yang dapat

menjadi faktor resiko terjadinya fraktur collum femur, diantaranya adalah : (1) Body Mass

Index yang rendah (<18,5), (2) Paparan terhadap sinar matahari yang rendah, (3) Aktifitas

rekreasional yang rendah, (4). Perokok, (5). Riwayat fraktur akibat osteoporosis

sebelumnya, (6). Pengobatan menggunakan kortikosteroid dalam jangka waktu lama 2

2.5 Gambaran Klinis 2

1. Deformitas

2. Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya

perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :

3. Rotasi pemendekan tulang.

4. Penekanan tulang.

5. Bengkak : Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam

jaringan yang berdekatan dengan fraktur.

6. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur.

7. Tenderness

8. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan

kerusakan struktur didaerah yang berdekatan.

9. Kehilangan sensasi ( mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya syaraf/perdarahan ).

10. Pergerakan abnormal.

11
11. Krepitasi

2.6 Diagnosis

2.6.1 Anamnesis

Biasanya penderita datang dengan suatu trauma, baik yang hebat maupun

trauma ringan dengan keluhan bahwa tulangnya patah karena jelasnya keadaan

patah tulang tersebut bagi pasien atau ketidakmampuan untuk menggunakan

anggota gerak. Sebaliknya juga mungkin, patah tulang tidak disadari oleh penderita

dan mereka datang dengan keluhan keseleo, terutama patah yang disertai dengan

dislokasi fragmen yang minimal ataupun dengan keluhan lain seperti nyeri,

bengkok, bengkak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat karena fraktur tidak

selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi pada daerah lain

Setelah mengetahui keluhan utama pasien, harus ditanyakan mekanisme trauma dan

seberapa kuatnya trauma tersebut. Trauma dapat terjadi karena kecelakaan lalu

lintas, jatuh dari ketinggian, atau jatuh di kamar mandi pada orang tua,

penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan pada kerja., atau trauma olahraga.5

2.6.2 Pemeriksaan fisik

1. Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:

a. Syok, anemia atau perdarahan.

b. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang

atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen.

c. Fraktur predisposisi, misalnya pada fraktur patologis.

2. Pemeriksaan lokal

a. Inspeksi (Look)

Bandingkan dengan bagian yang sehat.

12
Perhatikan posisi anggota gerak.

Keadaan umum penderita secara keseluruhan.

Ekspresi wajah karena nyeri.

Lidah kering atau basah.

Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan.

Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan

fraktur tertutup atau fraktur terbuka.

Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari.

Perhatikan adanya pembengkakan, deformitas berupa angulasi, rotasi dan

kependekan, gerakan yang tidak normal.

Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organ

lain.

Perhatikan kondisi mental penderita.

Keadaan vaskularisasi.

b. Palpasi (Feel)

Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh

sangat nyeri.

Temperatur setempat yang meningkat.

Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh

kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang. Nyeri

dapat berupa nyeri tekan yang sifatnya sirkuler dan nyeri tekan sumbu

sewaktu menekan atau menarik dengan hati-hati anggota badan yang patah

searah dengan sumbunya.1

Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-

hati.

13
Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri

radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota

gerak yang terkena.

Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah

trauma , temperatur kulit.

Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya

perbedaan panjang tungkai.

c. Pergerakan (Move)

Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif

dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma untuk

menilai apakah terdapat nyeri dan krepitasi ketika sendi digerakkan. Selain itu

dilakukan juga penilaian Range of Movement (ROM). Pada pederita dengan

fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan

tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan

kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.

3 Pemeriksaan Neurologis

Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan

motoris serta gradasi kelelahan neurologis, yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau

neurotmesis. Kelaianan saraf yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena

dapat menimbulkan masalah asuransi dan tuntutan (klaim) penderita serta

merupakan patokan untuk pengobatan selanjutnya.

4 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta

ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak

selanjutnya, maka sebaliknya kita mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen


14
untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis. Untuk

penilaian terbaik, pemeriksaan rasdiologi 2 posisi sebaiknya dilakukan (AP dan

lateral), dan sendi di atas dan di bawahnya harus terlibat. Pada beberapa kasus,

fraktur yang terjadi hanya bepindah secara minimal saja dan tidak terlihat dalam

foto polos namun dengan adanya trauma computed tomography scans (CTs),

diagnosis terhadap fraktur ini dapat dilakukan.2.10

2.7 Tatalaksana

Pengobatan fraktur collum femoralis dapat berupa terapi konservatif dengan

indikasi yang sangat terbatas dan terapi operatif. Pengobatan operatif hampir selalu

dilakukan baik pada orang dewasa muda ataupun pada orang tua karena perlu reduksi yang

akurat dan stabil dan diperlukan mobilisasi yang cepat pada orang tua untuk mencegah

komplikasi. Jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu pemasangan pin, pemasangan plate

dan screw, dan artroplasti yang dilakukan pada penderita umur di atas 55 tahun, berupa:

eksisi artroplasti, herniartroplasti, dan artroplasti total.7

Sebuah grup kerja di Hungaria intensif ditangani dengan masalah patah tulang

collum femur dan pengobatan bedah,. Manninger et al, mempelajari dari 740 pasien yang

menjalani perawatan bedah di Central Research Institute of Budapest antara 1972 dan

1977. Mereka berkesimpulan bahwa nekrosis avaskular head femur dapat secara signifikan

dikurangi melalui tindakan bedah dengan reduksi dan fiksasi fraktur yang dilakukan dalam

waktu enam jam setelah trauma.8

Pengobatan operatif hampir selalu dilakukan pada penderita fraktur leher femur

baik orang dewasa muda maupun dewasa tua karena :

1. Perlu reduksi yang akurat dan stabil

15
2. Diperlukan mobilisasi yang cepat pada orang tua untuk mencegah komplikasi

paru-paru dan ulkus dekubitus.

Fraktur yang bergeser tidak akan menyatu tanpa fiksasi interna. Fraktur yang

terimpaksi dapat dibiarkan menyatu, tetapi selalu terdapat resiko pergeseran pada fraktur-

fraktur itu, sekalipun berada di tempat tidur; jadi fiksasi akan lebih aman.

Prinsip terapi adalah reduksi yang tepat, fiksasi secara erat dan aktivitas dini. Bila

pasien dibawah anestesi, pinggul dan lutut difleksikan dan paha yang mengalami fraktur

ditarik ke atas, kemudian dirotasikan secara internal, lalu diekstensikan dan diabduksi;

akhirnya kaki diikat pada footpiece. Pengawasan dengan sinar-X diguanakan untuk

memastikan reduksi pada foto anteroposterior dan lateral. Diperlukan reduksi yang tepat

pada fraktur stadium III dan IV; fiksasi pada fraktur yang tak tereduksi hanya mengundang

kegagalan. Kalau fraktur stadium III dan IV tidak dapat direduksi secara tertutup, dan

pasien berumur dibawah 60 tahun, dianjurkan untuk melakukan reduksi terbuka melalui

pendekatan anterolateral.

Tetapi, pada pasien tua (yang berusia lebih dari 70 tahun) cara ini jarang

diperbolehkan; kalau dua usaha yang cermat untuk melakukan reduksi tertutup gagal, lebih

baik dilaksanakan pergantian prostetik.

Sekali direduksi, fraktur dipertahankan dengan pen atau skrup berkanula atau,

kadang-kadang dengan sekrup kompresi geser (sekrup pinggul yang dinamis) yang

ditempelkan pada batang femur. Insisi lateral digunakan untuk membuka femur bagian

atas. Kawat pemandu, yang disisipkan di bawah kendali fluoroskopik, digunakan untuk

memastikan bahwa penempatan alat pengikat telah tepat. Dua sekrup berkanula sudah

mencukupi; keduanya harus terletak sejajar dan memanjang sampai plat tulang subkondral;

pada foto lateral keduanya berada di tengah-tengah pada kaput dan leher, tetapi pada foto

anteroposterior sekrup distal terletak pada dengan korteks inferior leher.

16
Bila tidak dilakukan operasi ini cara konservatif terbaik adalah langsung

immobilisasi dengan pemberian anastesi dalam sendi dan bantuan tongkat. Mobilisasi

dilakukan agar terbentuk pseudoartrosis yang tidak nyeri sehingga penderita diharapkan

bisa berjalan dengan sedikit rasa sakit yang dapat ditahan, serta sedikit pemendekan.

Sejak hari pertama pasien harus duduk di tempat tidur atau kursi. Dia dilatih

melakukan latihan pernafasan, dianjurkan berusaha sendiri dan memulai berjalan (dengan

alat penopang atau alat berjalan) secepat mungkin. Secara teoritis, idealnya adalah

menunda penahanan beban, tetapi ini jarang dapat dipraktekkan.

Jenis-jenis operasi :

1. Pemasangan pin

2. Pemasangan plate and screw

Beberapa ahli mengusulkan bahwa prognosis untuk fraktur stadium III dan IV tak

dapat diramalkan sehingga penggantian prostetik selalu lebih baik. Karena itu,

kebijaksanaan kita adalah mencoba reduksi dan fiksasi pada semua pasien yang berumur

dibawah 75 tahun dan mempersiapkan penggantian untuk pasien yang sangat tua dan

sangat lemah dan pasien yang gagal menjalani reduksi tertutup. Penggantian yang paling

sedikit traumanya adalah prostesis femur atau prostesis bipolar tanpa semen yang

dimasukkan dengan pendekatan posterior. Penggantian pinggul total mungkin lebih baik

kalau terapi telah tertunda selama beberapa minggu dan dicurigai ada kerusakan

asetabulum, atau pada pasien dengan penyakit metastatik atau penyakit paget.

Artroplasti; dilakukan pada penderita umur diatas 55 tahun, berupa :

1. Eksisi artroplasti (pseudoartrosis menurut Girdlestone)

2. Hemiartroplasti

3. Artroplasti total

17
Pada pasien yang relatif muda, terdapat tiga prosedur, yaitu :

1. Kalau fraktur terlalu vertikal, tetapi kaput tetap hidup, osteotomi subtrokanter

dengan fiksasi paku-plat mengubah garis fraktur sehingga membentuk sudut yang

lebih horizontal.

2. Kalau reduksi atau fiksasi salah dan tidak terdapat tanda-tanda nekrosis, sekrup itu

pantas dibuang, fraktur direduksi, sekrup yang baru disisipkan dengan bener dan

juga menyisipkan cangkokan fibula pada fraktur itu;

3. Kalau kaput bersifat avaskular, kaput ini dapat diganti dengan prostesis logam;

kalau sudah terdapat atritis, diperlukan pergantian total.

Pada pasien yang berusia lanjut, hanya dua proses yang harus dipertimbangkan, yaitu ;

1. Kalau nyeri tidak hebat, pengankatan tumit dan penggunaan tongkat yang kuat atau

kruk penopang siku sering sudah mencukupi.

2. Kalau nyerinya hebat, maka tak perduli apakah caput avaskular atau tidak, kaput ini

terbaik dibuang; kalau pasien cukup sehat, dilakukan pergantian sendi total.

2.8 Komplikasi5,9

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi adalah :

1. Komplikasi yang bersifat umum ; trombosis vena, emboli paru, pneumonia,


dekubitus
2. Nekrosis avaskuler kaput femur

Nekrosis avaskular terjadi pada 30% penderita dengan fraktur yang disertai

pergeseran dan 10% pada fraktur tanpa pergeseran.tidak ada cara untuk

mendiagnosis hal ini pada saat terjadi fraktur. Beberapa minggu kemudian, scan

18
nanokoloid dapat memperlihatkan berkurangnya vaskularitas. Perubahan pada

sinar-X, meningkatnya kepadatan pada kaput femoris mungkin tidak nyata selama

berbualan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Baik fraktur itu menyatu atau tidak,

kolapsnya kaput femoris akan menyebabkan nyeri dan semakin hilangnya fungsi.

Apabila lokalisasi fraktur lebih ke proksimal maka kemungkinan untuk terjadi

nekrosis avaskular lebih besar.

Penanganan nekrosis avaskular kaput femur dengan atau tanpa gagal pertautan juga

dengan eksisi kaput dan leher femur dan kemudian diganti dengan protesis metal.

3. Nonunion

Lebih dari 1/3 penderita dengan fraktur leher femur tidak dapat mengalami union

terutama pada fraktur yang bergeser. Komplikasi lebih sering pada fraktur dengan

lokasi yang lebih ke proksimal. Ini disebabkan kareana vaskularisasi yang jelek,

reduksi yang tidak adekuat, fiksasi yang tidak adekuat dan lokasi fraktur adalah

intra-artikuler.

Tulang di tempat fraktur remuk, fragmen terpecah dan paku atau sekrup menjebol

keluar dari tulang atau terjulur ke lateral. Pasien mengeluh nyeri, tungkai

memendek dan sukar berjalan. Metode pengobatan nekrosis avaskuler tergantung

penyebab terjadinya nonunion dan umur penderita.

4. Osteoartritis

Osteoartritis sekunder terjadi karena adanya kolaps kaput femur atau nekrosis

avaskuler. Kalau terdapat banyak kehilangan gerakan sendi dan kerusakan meluas

ke permukaan sendi, diperlukan pergantian sendi total.

19
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Ny T

Umur : 67 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat : Gunung Pangilun, Padang Utara

RM : 975651

3.2 Anamnesa

Keluhan Utama

Nyeri panggul kiri sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Penyakit Sekarang

- Awalnya pasien sedang berjalan di dalam rumah, kemudian terpeleset. Pasien terjatuh

dengan posisi bertumpu pada pinggang kanan.

- Riwayat pusing sebelum kejadian (-)

- Riwayat penurunan kesadaran sebelum kejadian (-)

- Mual (-), muntah (-), demam (-)

- Pasien sudah tidak menstruasi, menstruasi terakhir kali tidak ingat

- Trauma di tempat lain tidak ada

20
Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat patah tulang sebelumnya tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit yang sama seperti pasien.

3.3 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Fisik Umum

Keadaan Umum : Sakit sedang

Kesadaran : GCS 15 (E4M6V5)

Tekanan Darah : 130/90 mmHg

Nadi : 92 kali/menit

Nafas : 20 kali/menit

Suhu : 36,5 oC

Status Internus

Rambut : beruban, tidak mudah dicabut

Kulit : Turgor kulit baik

Kepala : normocephal

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Telinga : Tidak ditemukan kelainan

Hidung : Tidak ditemukan kelainan

Tenggorokan : Tidak hiperemis

Gigi dan mulut : Tidak ditemukan kelainan

Leher : Tidak ditemukan kelainan

21
Dinding dada : Tidak ditemukan kelainan

Paru :

Inspeksi : Simetris, kiri = kanan, jejas (-)

Palpasi : Fremitus kiri = kanan

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung :

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari LMCS RIC V

Perkusi : Batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 normal, murmur (-), Gallop (-)

Regio Abdomen :

Inspeksi : Distensi (-), DC (-), DS (-) Jejas (-)

Palpasi : Muscle rigid (-), nyeri tekan (-), nyeri lepas(-)

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) N

Status Lokalis (Femur Sinistra)

- Look : Deformitas (+), Udem (-)

- Feel : Nyeri tekan (+), Krepitasi (-), NVD (sensorik dan motorik

baik, refilling kapiler <2 detik

Sensibilitas baik, pulsasi arteri femoralis dan arteri tibialis

posterior sinistra teraba

- Movement : Pergerakan terbatas pada tungkai yang sakit

Pergerakan jari-jari kaki (+)

22
3.4 Diagnosis Kerja

Suspek Fraktur collum femur sinistra tertutup

3.5 Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Hb : 11,5 gr%

Leukosit : 10.460 /mm3

Trombosit : 406.000/mm3

Hematokrit : 35%

PT : 11,1 detik

APTT : 46,1 detik

Pemeriksaan Radiologi

Kesan: fraktur collum femur sinistra tertutup

23
3.6 Diagnosis Akhir

Fraktur collum femur sinistra tertutup

3.7 Tatalaksana

Skin traksi

Pasien direncanakan untuk Total Hip Replacement

24
BAB 4

DISKUSI

Seorang perempuan usia 67 tahun datang dengan keluhan nyeri panggul kiri sejak 2

minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri pinggang terjadi akibat pasien terpeleset

kemudian terjatuh dengan posisi bertumpu pada panggul kiri. Mekanisme trauma seperti

ini tergolong ringan, namun, pada lanjut usia trauma seperti ini dapat menyebabkan fraktur

(fraktur patologis). Sejumlah faktor mempengaruhi populasi lansia untuk patah tulang

adalah osteoporosis, gizi buruk, penurunan aktivitas fisik, gangguan penglihatan, penyakit

neurologis, keseimbangan yang buruk, dan atrofi otot. Secara epidemiologi, osteoporosis

sering terjadi pada wanita lajut usia disebabkan oleh rendahnya estrogen akibat

menopause.

Pada pemeriksaan fisik, status generalis tidak ada kelainan, status lokalis regio

femur sinistra tampak deformitas namun tidak terdapat luka dan edema. Terdapat nyeri

tekan, NVD (sensorik dan motorik baik, refilling kapiler < 2), dan Range of

Movement terbatas. Temuan pada pemeriksaan fisik mendukung atas dugaan fraktur.

Selain itu, didukung dengan anamnesis sebelumnya mengenai mekanisme trauma, maka

diagnosis kerja pada pasien ini adalah suspek fraktur collum femoris sinistra tertutup.

Dari hasil laboratorium didapatkan kesan leukositosis ringan dan tombositosis.

Dari pemeriksaan rontgen didapatkan garis fraktur pada collum femoris kiri dan shenton

line yang terputus. Shenton line merupakan garis imajiner yang dibentuk dari bagian

inferior ramus pubis superior hingga ke collum femoris bagian inferomedial. Sehingga,

berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, ditegakkan

diagnosis fraktur collum femoris sinistra tertutup.

25
Pengobatan fraktur collum femoralis dapat berupa terapi konservatif dengan

indikasi yang sangat terbatas dan terapi operatif. Pengobatan operatif hampir selalu

dilakukan baik pada orang dewasa muda ataupun pada orang tua karena perlu reduksi yang

akurat dan stabil dan diperlukan mobilisasi yang cepat pada orang tua untuk mencegah

komplikasi. Hip prosthese menjadi pilihan pada fraktur stage III dan IV pada orang tua,

untuk mengurangi repeat operation. Total Hip Replacement dapat diindikasikan jika

pengobatan telah ditunda berminggu-minggu sehingga dicurigai sudah terdapat kerusakan

acetabulum.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat dan Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah Ed 2. Jakarta: EGC. 2004

2. Apley AG, Solomon Luis. Apleys System of Orthopaedics and fracture.7th Edition.

Jakarta: Widya Medika.

3. Jon C. Thompson. Netters concise orthopaedic anatomy. 2nd edition. Philadelphia:

Saunders; 2010. p. 293-4.

4. Keating J. Femoral Neck Fractures In: Bucholz R, Heckman J, et al.Rockwood and

Greens 7th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2010, p. 1563 1592

5. Kenneth J.K., Joseph D.Z. Handbook of Fractures, 3rd Edition. Pennsylvania. 2006.

6. Thomas M. S., Jason H.C. Open Fractures. Mescape Reference (update 2012, May

21). Available from http://emedicine.medscape.com/article/1269242-

overview#aw2aab6b3. Accessed January 30, 2013.

7. Jonathan C. Open Fracture. Orthopedics (update 2012, May 27). Available from

http://orthopedics.about.com/cs/ brokenbones/g/openfracture.htm. Accessed

January 30, 2013.

8. Rasjad C.Trauma. Dalam pengantar Ilmu Bedah Ortopedi Edisi 2. Makassar :

Bintang Lamumpatue, 2003.hal370-1;455-62

9. Bucholz RW, Heckman JD, Court-Brown C, et al., eds. Rockwood and Green.

Fractures in adults. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006. p.

2081-93.

10. Weissleder, R., Wittenberg, J., Harisinghani, Mukesh G., Chen, John W.
Musculoskeletal Imaging in Primer of Diagnostic Imaging, 4th Edition. Mosby
Elsevier. United States. 2007. Page 408-410

27
Foto Klinis Pasien

28

Anda mungkin juga menyukai