Anda di halaman 1dari 30

Laporan Kasus

Obstructive Sleep Apnea (OSA)

Irine Damayanti

112016230

Pembimbing:

dr. Riza Rizaldi, Sp.THT-KL

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorokan

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

RSUD Tarakan Jakarta Pusat

Periode 14 Agustus 2017 16 September 2017

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tidur adalah suatu proses fundamental yang dibutuhkan oleh setiap manusia. Manusia

dewasa memerlukan tidur rata-rata 6-8 jam/hari. Tidur terdiri dari stage nonrapid eye movement

sleep (NREM) dan stage rapid eye movement

sleep (REM). Lebih dari separuh tidur total adalah fase NREM sedangkan 20-35% adalah fase

REM. Gangguan tidur sering terjadi pada fase REM.1 Bentuk gangguan tidur yang paling sering

ditemukan adalah sleep apnea (henti nafas pada waktu tidur), dan gejala yang paling sering

timbul pada sleep apnea adalah mendengkur.3

Mendengkur merupakan masalah sosial dan masalah kesehatan. Mendengkur merupakan

masalah yang mengganggu pasangan tidur, menyebabkan terganggunya pergaulan, menurunnya

produktivitas, peningkatan risiko kecelakaan lalu lintas dan peningkatan biaya kesehatan pada

penderita OSA. Pendengkur berat lebih mudah menderita hipertensi, stroke dan penyakit jantung

dibandingkan orang yang tidak mendengkur dengan umur dan berat badan yang sama.3

Menurut studi yang ada, mendengkur dan OSA meningkatkan risiko hipertensi dua

hingga tiga kali, serta meningkatkan risiko dua kali lipat penyakit koroner atau serangan jantung.

Pendengkur dan penderita OSA juga berisiko terserang stroke dua kali lebih tinggi dibandingkan

dengan orang yang tidak dengan OSA dan mendengkur.1

Mendengkur dan OSA umumnya terjadi pada orang dewasa, terutama pria, usia

pertengahan, dan obesitas. Sekitar 50 juta orang Amerika tidur mendengkur, dan 20 juta orang

Amerika menderita sleep apnea syndrom. Hal ini bertanggung jawab terhadap peningkatan

2
keluhan dari pasangan dan yang lebih penting membawa peningkatan risiko penyakit

kardiovaskular dan kematian dini.3

I.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui definisi, patofisiologi, gejala klinis,

diagnosis, komplikasi dan terapi dari obstructive sleep apnea.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi

Obstructive Sleep Apnea (OSA) adalah keadaan apnea (penghentian aliran udara selama

10 detik atau lebih sehingga menyebabkan 2-4% penurunan saturasi oksigen) dan hipopnea

(pengurangan aliran udara >30% untuk minimal 10 detik dengan desaturasi oksihemoglobin

>4% atau pengurangan dalam aliran udara >50% untuk 10 detik dengan desaturasi

oksihemoglobin >3%) ada sumbatan total atau sebagian jalan napas atas yang terjadi secara

berulang pada saat tidur selama non-REM atau REM sehingga menyebabkan aliran udara ke

paru menjadi terhambat. Sumbatan ini menyebabkan pasien menjadi terbangun saat tidur atau

terjadi peralihan ke tahap tidur yang lebih awal.1,3

Obstructive Sleep Apnea merupakan bagian dari sindrom henti nafas. Sindrom henti

napas saat tidur dibagi menjadi 3 tipe yaitu tipe sentral, tipe obstruksi dan tipe campuran. Pada

tipe sentral terjadi aliran udara ini disebabkan berhentinya upaya bernapas selama beberapa saat

akibat otak gagal mengirimkan sinyal ke diafragma dan otot dada untuk mempertahankan siklus

pernapasan. Sedangkan pada tipe obstruksi terjadi hambatan aliran udara ke paru-paru.3,5,6

Mendengkur adalah tanda pernapasan abnormal yang terjadi akibat obstruksi sebagian

sehingga aliran udara yang masuk akan menggetarkan palatum molle dan jaringan lunak

sekitarnya. Keadaan ini dipermudah dengan relaksasi lidah, uvula dan otot di saluran napas

bagian atas. Obstruksi dapat terjadi sebagian (hipopnea) atau total (apnea).1,3

4
II.2 Epidemiologi

OSA pertama kali dipublikasikan pada tahun 1956 oleh Sidney Burwell, lebih dari 50

tahun yang lalu dan kepentingan klinisnya saat ini semakin dikenali. Prevalensi OSA di negara-

negara maju diperkirakan mencapai 2- 4% pada pria dan 1-2% pada wanita. Pria lebih sering

mengalami OSA dan seringkali (tetapi tidak harus) juga menderita obesitas. Prevalensi OSA

pada pria 2-3 kali lebih tinggi dari wanita. Belum diketahui mengapa OSA lebih jarang

ditemukan pada wanita.1,3

Prevalensi OSA pada anak-anak sekitar 3% dengan frekuensi tertinggi pada usia 2-5

tahun. Penyebab utama OSA pada anak-anak adalah hipertrofi tonsil dan adenoid, tetapi dapat

juga akibat kelainan struktur kraniofasial seperti pada sindroma Pierre Robin dan Down.

Frekuensi OSA mencapai puncaknya pada dekade 5 dan 6, dan menurun pada usia di atas 60-an.

Tetapi secara umum frekuensi OSA meningkat secara progresif sesuai dengan penambahan

usia.1,2,3

OSA terdapat pada lebih dari 40% individu dengan IMT 30 kg/ m2 atau individu dengan

sindrom metabolik. Pasien dengan penyakit kardiovaskular memiliki prevalens OSA yang

tinggi, 50% pasien dengan hipertensi, 50% pasien dengan fibrilasi atrium yang membutuhkan

tindakan kardioversi, 33% pasien dengan fibrilasi atrium saja, 33% pasien dengan penyakit

jantung koroner, 50% pasien dengan stroke akut dan 30-40% pasien dengan gagal jantung dan

disfungsi sistolik.1

5
II.3 Anatomi Saluran Nafas Atas

Gambar 1: Saluran Nafas Atas Normal dan yang mengalami gangguan

II.4 Patofisiologi Mendengkur dan OSA

Obstruksi pada OSA adalah akibat dari gangguan aliran udara yang disebabkan oleh

dinding faring yang collapse sewaktu tidur. Etiologi dan mekanisme collapse multifaktorial

tetapi dikaitkan dengan interaksi saluran nafas atas yang sangat mudah collapse dengan relaksasi

otot dilator faring yang terjadi sewaktu tidur. Obesitas, hipertrofi jaringan lunak, kelainan

kraniofasial seperti retrognathia menambah kecenderungan keruntuhan dengan peningkatan

tekanan intraluminal pada jaringan disekeliling saluran napas atas. Tetapi gangguan structural

saja pada saluran napas tidak cukup memadai untuk menyebabkan OSA. Pasien tanpa kelainan

6
anatomi bisa menghidap OSA, ini karna kompleks jalan reflek dari saraf pusat ke faring yang

mengawal tindakan otot dilator faring bisa gagal untuk mempertahankan patensi faring.1,3,7

Pada waktu tidur aktivitas otot dilator faring relatif tertekan (relaksasi) sehingga ada

kecenderungan lumen faring menyempit pada saat inspirasi. Mengapa hal ini terjadi hanya pada

sebagian orang, terutama berhubungan dengan ukuran faring dan faktor-faktor yang mengurangi

dimensi statik lumen sehingga menjadi lebih sempit atau menutup pada waktu tidur. Selain itu

obstruksi nasal menyebabkan peningkatan resistensi aliran udara dan memperburukkan OSA.

Obstrusi nasal yang mengakibatkan usaha pernafasan melalui mulut semasa tidur sehingga

terjadi relaksasi otot genioglosus akibatnya lidah tergeser ke belakang.3

Suara mendengkur timbul akibat turbulensi aliran udara pada saluran nafas atas akibat

sumbatan. Tempat terjadinya sumbatan biasanya di basis lidah atau palatum. Sumbatan terjadi

akibat kegagalan otot-otot dilator saluran nafas atas menstabilkan jalan nafas pada waktu tidur di

mana otot-otot faring berelaksasi, lidah dan palatum jatuh ke belakang sehingga terjadi

obstruksi.3

Gambar 2 : Sumbatan parsial dan total saluran nafas atas

7
Trauma pada jaringan di saluran nafas atas pada waktu mendengkur mengakibatkan

kerusakan pada serat-serat otot dan serabut-serabut saraf perifer. Akibatnya kemampuan otot

untuk menstabilkan saluran nafas terganggu dan meningkatkan kecenderungan saluran nafas

untuk mengalami obstruksi. Obstruksi yang diperberat oleh edema karena vibrasi yang terjadi

pada waktu mendengkur dapat berperan pada progresivitas mendengkur menjadi sleep apnea

pada individu tertentu.3

Obstructive Sleep Apnoea (OSA) ditandai dengan kolaps berulang dari saluran nafas atas

baik komplet atau parsial selama tidur. Akibatnya aliran udara pernafasan berkurang (hipopnea)

atau terhenti (apnea) sehingga terjadi desaturasi oksigen (hipoksemia) dan penderita berkali-kali

terjaga (arousal). Kadang-kadang penderita benar-benar terbangun pada saat apnea di mana

mereka merasa tercekik. Lebih sering penderita tidak sampai terbangun tetapi terjadi partial

arousal yang berulang, berakibat pada berkurangnya tidur dalam atau tidur gelombang lambat.

Keadaan ini menyebabkan penderita mengantuk pada siang hari, kurang perhatian, konsentrasi

dan ingatan terganggu. Kombinasi hipoksemia dan partial arousal yang disertai dengan

peningkatan aktivitas adrenergik menyebabkan takikardi dan hipertensi sistemik. Banyak

penderita OSA tidak merasa mempunyai masalah dengan tidurnya dan datang ke dokter hanya

karena teman tidur mengeluhkan suara mendengkur yang keras (fase preobstruktif) diselingi oleh

keadaan senyap yang lamanya bervariasi (fase apnea obstruktif).3

Tidur terdiri dari 2 fase yaitu rapid eye movement (REM) atau tidur aktif dan non rapid

eye movement (NREM) atau tidur tenang. Pada individu normal siklus tidur NREM dan REM

akan terjadi secara bergantian dengan interval tidur REM 10-20 menit setiap 90-120 menit. REM

meliputi 25% dari waktu tidur ditandai oleh pergerakan bola mata yang cepat terutama pada

elektrookulogram, hilangnya tonus otot tubuh dan meningkatnya aktivitas simpatis

8
(meningkatnya denyut jantung dan tekanan darah). Selama tidur REM kontrol pernapasan sering

irregular, episode apnea singkat selama 10-20 detik relatif umum terjadi Pada tahap NREM

aktivitas mental minimal atau tidak ada, sistem kardiovaskular-respirasi sebagian besar diatur

oleh faktor metabolik. Tidur NREM mempengaruhi aktivitas simpatis, penurunan denyut

jantung, tekanan darah secara bertahap dari tingkat I hingga aktivitas simpatis terendah yaitu

pada tingkat IV.1

Prinsip utama pada OSA yaitu terdorongnya lidah dan palatum ke belakang hingga

menempel pada dinding faring posterior menyebabkan oklusi nasofaring dan orofaring. Tidur

berbaring (supine) dapat menyebabkan kolapsnya saluran napas akibat pergerakan mandibula,

palatum mole dan lidah ke arah belakang. Faktor struktural dan fungsional berperan penting

dalam menentukan tekanan kritis kolaps saluran napas. Penyempitan saluran napas akibat

mikrognatia, retrognatia, hipertrofi tonsil, makroglosia dan akromegali juga dapat meningkatkan

risiko terjadinya OSA. Sistem saraf pusat berperan penting dalam OSA kombinasi aktivitas otot

saluran napas atas yang menurun pada saat tidur disertai struktur faring kecil membentuk

tekanan kritis kolaps saluran napas atas. Aktivasi kemoreseptor oleh hipoksemia dan hiperkapnia

selama apnea mengakibatkan hiperventilasi disertai proses terbangun mendadak yang tidak

disadari.1

Pada pasien obesita terjadi peningkatan deposit lemak disekelilng leher dan ruang

parafaring menyebabkan penyempitan dan kompresi salur napas atas dan mengganggu otot

dilator yang mempertahankan patensi salur napas atas. Obesitas bisa mengurangi volume paru

yang menyebabkan pengurangan functional residual capacity. Perubahan dalam volume paru

secara signifikan menurunkan ukuran faring salur napas atas melalui efek mekanikal traksi trakea

dan toraks yang dikenal tracheal tug meningkatkan resiko collapse.7

9
II.5 Gambaran Klinis

Gejala yang dapat ditemukan pada penderita OSA adalah mendengkur, mengantuk yang

berlebihan pada siang hari, rasa tercekik pada waktu tidur, apnea, nokturia, sakit kepala pada

pagi hari, penurunan libido sampai impotensi dan enuresis, mudah tersinggung, depresi,

kelelahan yang luar biasa dan insomnia. Kebanyakan penderita mengeluhkan kantuk yang sangat

mengganggu pada siang hari sehingga menimbulkan masalah pada pergaulan, pekerjaan dan

meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan lalu lintas.1,2,3

Penderita OSA seringkali juga menderita obesitas. Kesadaran tentang adanya hubungan

antara OSA dan obesitas yang sangat tinggi dapat mengurangi kesadaran akan kemungkinan

adanya OSA pada orang yang tidak gemuk (non-obese). Hanya sekitar 50% penderita yang

didiagnosis OSA juga menderita obesitas.2

Gejala Tanda

Mendengkur Obesitas
Mengantuk yang berlebihan pada siang hari
Mandibula/maksila hipoplasia
Tersedak
Tidur tidak nyeyak Penyempitan orofaring

Letih dan lesu sepanjang hari Pembesaran tonsil atau lidah


Penurunan konsentrasi
Obstruksi nasal dan nasofaringeal
Riwayat OSA dalam keluarga

Tabel 1 : Gejala dan Tanda OSA

II.6 Diagnosis

Banyak penderita OSA tidak merasa mempunyai masalah dengan tidurnya dan datang ke

dokter hanya karena partner tidur mengeluhkan suara mendengkur yang keras (fase pre-

obstruktif) diselingi oleh keadaan senyap yang lamanya bervariasi (fase apnea obstruktif).1,3,6

10
Pengukuran BMI, tekanan darah, dan lingkaran lilit leher adalah parameter yang penting

dalam parameter pemeriksaan OSA. Dari pemeriksaan fisik harus di identifikasi posisi dan

ukuran tulang maksilla dan mandibula dan karakteristik fasial juga harus diidentifikasikan.7

Pemeriksaan fisik dilakukan pada hidung, orofaring, hipofaring, laring, leher untuk

menentukan adanya obstruksi pada bagian tersebut:

i. Hidung :deviasi septum,hypertrofi adenoid, tumor atau polip nasal, hipertrofi

konka

ii. Orofaring : palatum molle yang besar, hipertrofi tonsil palatine, makroglosia,

penebalan(banding) dinding posterior faring

iii. Hipofaring : Collapse dinding faring lateral, tumor hipofaring, hipertrofi tonsil

lingual, retrognathia dan micrognathia

iv. Laring : paralisis pita suara, tumor laring

v. Leher : ukur lilit leher

Fiberoptic nasopharyngoscopy adalah teknik yang digunakan untuk evaluasi jalan

napas. Alat ini adalah penting untuk identifikasi tempat dan lokasi obstruksi : nasal, retropalatal

atau retrolingual. Kebaikan dan limitasi Muller maneuver juga digunakan untuk pemeriksaan

untuk prediksi preoperative terhadap keefektifan intervensi bedah berdasarkan beberapa studi

yang dilakukan.

Muller maneuver dilakukan pada pasien sadar yang menghasilkan tekanan negative dengan

melakukan inhalasi/inspirasi dengan menutup mulut dan hidung yang akan menyebabkan

collapse pada salur napas.7

11
Gambar 3 : Muellers Manuver

Cephalometric radiograph image 2 dimensi yang dihasilkan member infomasi tulang

rangka dan jaringan lunak . ini bisa mengkonfirmasikan pasien OSA melalui displacement tulang

hyoid ke inferior, ruang udara posterior yang sempit, palatum molle yang lebih panjang dari

pasien non-OSA.7

Diagnosis pasti penderita OSA dan CSA dengan pemeriksaan polisomnografi.

Polisomnografi adalah pemeriksaan Gold standard untuk diagnose OSA. Pada OSA untuk

melihat episode berhentinya aliran udara yang berulang diikuti dengan upaya respirasi kontinue

sedangkan pada CSA untuk melihat episode apnea berulang diikuti dengan hilangnya upaya

ventilasi, gerakan napas terhenti karena hilangnya pergerakan iga dan abdomen juga aktiviti

elektromiografi diafragma. Polisomnografi merupakan alat uji diagnostik menevaluasi gangguan

tidur, dilakukan pada saat malam hari di laboratorium tidur. Pemeriksaan terdiri dari

elektroensefalogram (EEG), elektromyogram (EMG), elektrookulogram (EOG), parameter

respirasi, electrocardiogram (ECG), saturasi oksigen dan mikrofon untuk merekam dengkuran.

Penderita dimonitor selama 6 jam 10 menit.5

12
Gambar 4: Gambaran Polisomnogram

13
Screening OSA dapat dilakukan dengan kuesioner Berlin yang bertujuan untuk

menjaring pasien terjadi OSA. Kuesioner ini terdiri dari 3 bagian yaitu bagian pertama berisi

tentang apakah mereka mendengkur, seberapa keras, seberapa sering dan apakah sampai

mengganggu orang lain. Bagian kedua berisi tentang kelelahan setelah tidur, seberapa sering

merasakan lelah dan pernahkah tertidur saat berkendaraan. Bagian ketiga berisi tentang riwayat

hipertensi, berat badan, tinggi badan, umur, jenis kelamin dan Body Mass Index (BMI).

Seseorang dinyatakan berisiko tinggi OSA bila memenuhi paling sedikit 2 kriteria di atas.

Kuesioner ini mempunyai validiti yang tinggi.3,5

Kategori beratnya apnea tidur berdasarkan AHI terdiri dari apnea tidur ringan dengan

AHI 515, saturasi oksigen 86% dan keluhan ringan, apnea tidur sedang dengan AHI 1530,

saturasi oksigen 8085% dan keluhan mengantuk dan sulit konsentrasi, apnea tidur berat dengan

AHI 30, saturasi oksigen kurang dari 80% dan gangguan tidur.5

II.7 Terapi

A. Terapi Non-Bedah

Terapi OSA mengalami perubahan yang revolusioner ketika Sullivan et al. memperkenalkan

nasal Continuous Positive Airway Pressure (nCPAP). Prinsip nCPAP sangat sederhana yaitu

dengan pemberian tekanan positif melalui hidung maka setiap kecenderungan jalan nafas untuk

menyempit dan menutup dapat diatasi dan dinding jalan nafas dapat distabilkan sehingga

menekan suara dengkur, menormalkan kualitas tidur dan menghilangkan gejala pada siang hari.

Efektifitas pengobatan dengan cara ini mencapai 90-95%.3,6 Selain itu, Bi-level PAP merupakan

suatu alat Bantu resprasi noninvasif yang mengalirkan tekanan inspirasi (IPAP) dan ekspirasi

(EPAP) yang berbeda kepada pasien yang bernapas spontan untuk menjaga jalan napas atas tetap

14
terbuka. Dengan mengalirkan tekanan rendah selama fase ekspirasi, tekanan total yang ada di

jalan napas kemudian dapat diturunkan sehingga mendekati pernapasan normal. Bi-level

memiliki aliran tambahan untuk mendapatkan ventilasi yang diingingkan pada pasien dengan

berbagai masalah respirasi dan telah digunakan pada terapi OSA. Keuntungan metode ini adalah

menurunkan kerja pernapasan (work of breathing).6

CPAP adalah teknik yang sering digunakan dalam tatalaksana non surgical OSA dan

merupakan tatalaksana terapi pertama OSA. CPAP mengurangi dengkur dan apnea dan

membaiki symptom ketiduran pada siang. American college of Chest Physicians

merekomendasikan penggunaan CPAP pada pasien dengan RDI > 30 kali/ jam dan kepada

semua pasien yang simptomatik dengan RDI 5-30 kali/jam. CPAP 90-95% effective dalam

eliminasi OSA dan keefektifannya tergantubg pada compliance dan keteraturan penggunaan

pasien.8

Gambar 5: nasal Continuous Positive Airway Pressure

Pada penderita OSA yang mengalami obesitas dianjurkan penurunan berat badan.

Perlu dilakukan perubahan gaya hidup termasuk diet, olah raga, dan medikamentosa.

Berdasarkan penelitian, penurunan berat badan 10% - 15% dikaitkan dengan penurunan

50% kejadian apnea dan perbaikan keadaan klinis. Beberapa laporan kasus menunjukkan

15
gejala OSA dapat diatasi dengan mengurangi berat badan. Posisi tidur dapat membantu

menghilangkan gejala OSA. Beberapa pasien mengalami perbaikan setelah tidur dengan

posisi miring atau telungkup (pronasi).5

Salah satu pendekatan terapi terbaru adalah penggunaan alat mandibular

advancement dengan beberapa variasinya. Alat ini dipasang pada gigi dan menahan

mandibula dan lidah ke depan (protrusi parsial dari rahang bawah) sehingga dapat

memaksimalkan diameter faring dan mengurangi kemungkinan kolaps pada waktu tidur.

Alat ini hanya digunakan pada penderita OSA yang tidak dapat menjalani operasi dan

penderita OSA yang ringan sampai sedang khususnya yang tidak gemuk atau pada

penderita yang intoleran terhadap CPAP. Tetapi perlu diingat alat ini dapat

mempengaruhi oklusi dan sendi temporomandibula sehingga pemakaiannya diperlukan

seorang ortodontic karena pembuatannya tergantung individu.3

Gambar 6: Mandibular Splint

B. Terapi Bedah

Sebagian penderita tidak dapat menerima pengobatan dengan nCPAP karena

beberapa sebab, di antaranya klaustrofobia, suara bising dari mesin dan karena timbulnya

efek samping seperti hidung tersumbat dan mukosa hidung serta mulut yang kering.

16
Banyak pasien yang tidak mau penggunakan alat CPAP karena tidak nyaman dan

mengurangi nilai estetika, sehingga diusahakan bentuk lain terapi OSA.3,5

Terapi bedah dapat dilakukan pada regio anatomi tertentu yang menyebabkan

obstruksi saluran nafas sesuai dengan hasil pemeriksaan sleep endoscopy. Beberapa

prosedur operasi dapat dilakukan:

1. Tonsilektomi dan adenoidektomi. Pada penderita OSA dengan tonsil yang besar,

tonsilektomi dapat menghilangkan gejala secara komplet dan tidak memerlukan terapi

CPAP.6

2. Uvulopalatofaringoplasti (UPPP). Metode ini uvula serta jaringan faring yang

berlebih diangkat sehingga ruang faring bertambah serta membuat kaku dinding

faring yang akan mencegah kolaps. Metode ini angka keberhasilannya 50% dalam

menyembuhkan OSA. Komplikasi metode ini adalah terjadinya regurgitasi nasofaring

saat minum namun hanya bersifat sementara karena akan berkurang dalm 3 bulan.3

3. Pembedahan pada daerah hidung seperti septoplasti, bedah sinus endoskopik

fungsional dan konkotomi bisa menjadi terapi yang efektif bila sumbatan terjadi di

hidung. Kelainan hidung harus dicari pada penderita yang mengalami gejala hidung

pada pengobatan dengan CPAP.4

4. Laser-Assisted Uvulopalatoplasty. Teknik yang digunakan

oleh sebagian besar ahli bedah menghapus bagian segitiga jaringan

berdekatan dengan setiap sisi akar dari uvula diikuti

dengan pengurangan 50% dari uvula distal sehingga memperpendek

dan meningkatkan ukuran dan posisi uvulopalatal

kompleks.3,6

17
5. Maxillofacial (Skeletal) Surgery. Teknik ini meningkatkan ukuran saluran udara

bagian atas dengan menggerakkan pangkal lidah jauh dari hypopharyngeal posterior

dan dinding orofaringeal, penurunan collaps jalan napas. Pasien ada yang dipilih

berdasarkan tingkat keparahan mereka apnea (sedang sampai berat), adanya kelainan

kraniofasial, seperti micrognathia atau retrognathia, atau kegagalan untuk

menanggapi terapi lain.3,6

6. Radiofrequency Tissue Volume Reduction. Teknik ini dengan memasukkan elektroda

ke berbagai bagian langit-langit lunak

dan menerapkan energi panas, jaringan lunak akan mengalami

'lesi termal akan timbul fibrosis jaringan. prosedur ini dapat diulang beberapa kali

dan dalam beberapa sasaran situs dari saluran udara bagian atas, termasuk tonsil dan

pangkal lidah.3,6

7. Pemasangan implan Pillar pada palatum. `Implan Pillar atau implan palatal

merupakan teknik yang relative baru, merupakan modalitas dengan invasi minimal.

Digunakan untuk penderita dengan habitual snoring dan OSA ringan sampai sedang.

Prosedur ini bertujuan untuk memberi kekakuan pada palatum mole. Tiga buah

batang kecil diinsersikan ke palatum mole untuk membantu mengurangi getaran yang

menyebabkan snoring.6

8. Trakeostomy- tatalaksana surgical yang gold standard dan terakhir apabila metode

lain tidak berhasil adalah trakeostomy. Trakeostomy dilakukan dengan by pass

obstruksi salur napas atas. Indikasi trakeostomy adalah pasien dengan cor pulmunale,

obesity hypoventilation syndrome, aritmia, pasien yang tidak toleransi CPAP dan

intervensi surgical lain gagal.8

18
Gambar 7: Assessment and management of obstructive sleep apnea

19
II.7 Komplikasi

OSA dapat menimbulkan dampak pada banyak sistem dari tubuh manusia, di

antaranya:1,5

1. Neuropsikologis: kantuk berlebihan pada siang hari, kurang konsentrasi dan daya ingat,

sakit kepala, depresi.

2. Kardiovaskuler: takikardi, hipertensi, aritmia, blokade jantung, angina, penyakit jantung

iskemik, gagal jantung kongestif, stroke.

3. Respirasi: hipertensi pulmonum, cor pulmunale.

4. Metabolik: diabetes, obesitas.

5. Genito-urinari: nokturia, enuresis, impotensi.

6. Hematologis: polisitemia.

Dari penelitian epidemiologis diketahui adanya hubungan antara OSA dengan hipertensi,

stroke dan penyakit jantung iskemik. Timbulnya penyakit kardiovaskular pada penderita OSA

diduga sebagai akibat stimulasi simpatis yang berulang-ulang yang terjadi pada setiap akhir fase

obstruktif. Pada penderita OSA juga terjadi pelepasan faktor-faktor protrombin dan proinflamasi

yang berperan penting pada terjadinya aterosklerosis.1

Terjadinya gangguan kardiovaskuler pada penderita OSA diperkirakan melalui dua

komponen:1,3

1. Efek mekanis dari henti nafas terhadap tekanan intratorakal dan fungsi jantung.

2. Hipoksemia yang terjadi berulang-ulang mengakibatkan perangsangan simpatis yang

berlebihan dan disfungsi sel-sel endotel.

Sekitar 40% penderita OSA mengalami hipertensi ketika bangun tidur. OSA dikenal

sebagai faktor risiko yang independen pada hipertensi. Bagaimana OSA menyebabkan

20
peningkatan tekanan darah belum sepenuhnya diketahui. Ada kemungkinan peranan

hiperaktivitas simpatis dalam peningkatan tekanan darah pada penderita OSA. Mekanisme lain

yang berpotensi meningkatkan tekanan darah pada penderita OSA adalah hiperleptinemia,

resistensi insulin, peningkatan kadar angiotensin II dan aldosteron, disfungsi sel-sel endotel, dan

gangguan fungsi barorefleks.1

OSA diduga merupakan faktor risiko independen untuk terjadinya penyakit aterosklerosis

pada pembuluh darah arteri. Banyak peneliti mengemukakan beberapa kemungkinan mekanisme

efek aterosklerotik dari OSA, di antaranya:1

Peningkatan tekanan darah yang berulang akibat hiperaktivitas simpatis dan stres

oksidatif.

Disfungsi sel endotel yang mengakibatkan peningkatan kadar endotelin-I dalam plasma,

penurunan produksi nitrit-oksida, dan peningkatan respons peradangan terbukti dengan

meningkatnya kadar C-reactive protein dan interleukin-6.

Beberapa penelitian memperlihatkan kemungkinan adanya hubungan antara OSA dan

infark miokard. Mekanismenya mungkin melalui efek tidak langsung dari hipertensi,

aterosklerosis, desaturasi oksigen, hiperaktivitas sistem saraf simpatis, peningkatan koagulopati

dan respons inflamasi.1,3

Insidensi OSA yang tinggi (45-90%) ditemukan pada penderita stroke. Kemungkinan

peran OSA dalam patogenesis stroke di antaranya melalui proses aterosklerosis, hipertensi,

berkurangnya perfusi serebral akibat penebalan dinding arteri karotis, output jantung yang

rendah, peninggian tekanan intrakranial, peningkatan koagulopati dan peningkatan risiko

terbentuknya bekuan darah akibat aritmia. Karena tingginya insidensi OSA dan potensi efeknya

21
terhadap morbiditas dan mortalitas, pemeriksaan untuk mendiagnosis dan terapi OSA dianjurkan

dilakukan pada penderita stroke.1

Aritmia dapat terjadi pada penderita OSA terutama berupa sinus bradikardi, sinus arrest,

dan blokade jantung komplet. Risiko untuk terjadinya aritmia berhubungan dengan beratnya

OSA. Mekanisme terjadinya aritmia pada penderita OSA kemungkinan melalui peningkatan

tonus vagus yang dimediasi oleh kemoreseptor akibat apnea dan hipoksemia.1

LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. FF
Umur : 24 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Jalan Ketapang No. 20 C, Tangerang
Status pernikahan : Belum menikah

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 26 Agustus 2017

Keluhan Utama
Tidur selalu mendengkur sejak kecil.

Keluhan Tambahan
Tenggorokan terkadang terasa mengganjal sehingga pasien sering mendehem.

Riwayat Penyakit Sekarang

22
Pasien mengatakan tidur mendengkur sejak kecil. Keluhan dirasakan sejak lama dan
mengganggu orang sekitar pasien. Pasien mengatakan pernah merasa ada yang mengganjal
sehingga sering mendehem. Menurut pasien ketika tidur sering mengorok, hal ini disadari ketika
temannya mengatakan kira-kira 1 bulan yang lalu. Saat ini pasien sedang tidak batuk, pilek,
maupun demam. Pasien tidak mengeluhkan adanya suara serak, kesukaran menelan, batuk
setelah makan, kesukaran bernafas, batuk yang mengganggu, dan nyeri di dada. Pasien juga tidak
mempunyai kebiasaan memakai pakaian terlalu ketat dan waktu makan dekat dengan saat tidur.
Berdasarkan keterangan pasien, ia tidak pernah mengkonsumsi minuman beralkohol dan
merokok.
Pasien juga mengatakan bahwa dirinya sering mengantuk dan pernah mengalami nyeri
tenggorokan dan sedikit nyeri menelan, namun keluhan itu jarang sekali dirasakan. Pasien tidak
memiliki keluhan pada telinga atau pendengarannya dan hidung atau gangguan penghidu.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien pernah memiliki asma pada usia 1 tahun.

Riwayat Penyakit Keluarga


Ayah dan ibu pasien memiliki hipertensi. Sedangkan adanya riwayat asma, DM, jantung,
alergi dan paru-paru pada keluarga disangkal oleh pasien.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. STATUS LOKALIS
Telinga
Dextra Sinistra
Bentuk daun telinga Normotia Normotia
Kelainan Kongenital Mikrotia (-) Mikrotia (-)
Anotia (-) Anotia (-)
Atresia (-) Atresia (-)
Fistula (-) Fistula (-)
Bat ear (-) Bat ear (-)

23
Radang, Tumor Nyeri (-) Nyeri (-)
Massa (-) Massa (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Edema (-) Edema (-)
Nyeri tekan tragus Negative Negative
Penarikan daun telinga Nyeri (-) Nyeri (-)
Kelainan pre-, infra-, Massa (-) Massa (-)
retroaurikuler Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Edem (-) Edem (-)
Nyeri (-) Nyeri (-)
Fistula (-) Fistula (-)
Region Mastoid Massa (-) Massa (-)
Fistula (-) Fistula (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Edem (-) Edem (-)
Nyeri (-) Nyeri (-)
Abses (-) Abses (-)
Liang telinga Lapang Lapang
Furunkel (-) Furunkel (-)
Jaringan granulasi (-) Jaringan granulasi (-)
Serumen (+) Serumen (+)
Edem (-) Edem (-)
Sekret (-) Sekret (-)
Darah (-) Darah (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Laserasi (+) Laserasi (+)
Kolesteatom (-) Kolesteatom (-)
Membran Timpani Intak Intak
Reflek cahaya (+) Reflek cahaya (+)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Perforasi (-) Perforasi (-)

24
Retraksi (-) Retraksi (-)
Bulging (-) Bulging (-)

Tes Penala
Dextra Sinistra
Rinne Positif Positif
Weber Tidak ada lateralisasi
Swabach Sama dengan pemeriksa Sama dengan pemeriksa
Penala yang dipakai 512 Hz

Hidung
Dextra Sinistra
Bentuk Normal Normal
Tanda peradangan Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Edem (-) Edem (-)
Nyeri (-) Nyeri (-)
Massa (-) Massa (-)
Daerah sinus frontalis dan Hiperemis (-) Hiperemis (-)
maxillaris Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Nyeri ketuk (-) Nyeri ketuk (-)
Vestibulum Bulu hidung (+) Bulu hidung (+)
Laserasi (-) Laserasi (-)
Massa (-) Massa (-)
Furunkel (-) Furunkel (-)
Sekret (-) Sekret (-)
Cavum Nasi Lapang Lapang
Massa (-) Massa (-)
Sekret (-) Sekret (-)
Benda asing (-) Benda asing (-)
Konka inferior Hipertrofi (-) Hipertrofi (-)

25
Edema (-) Edema (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Livide (-) Livide (-)
Meatus nasi inferior Terbuka Terbuka
Sekret (-) Sekret (-)
Massa (-) Massa (-)
Edema (-) Edema (-)
Konka Medius Edema (-) Edema (-)
Hipertrofi (-) Hipertrofi (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Livide (-) Livide (-)
Meatus nasi medius Terbuka Terbuka
Sekret (-) Sekret (-)
Massa (-) Massa (-)
Edema (-) Edema (-)
Septum nasi Deviasi (-) Deviasi (-)
Hematoma (-) Hematoma (-)
Abses (-) Abses (-)

Pemeriksaan Transluminasi
Sinus Frontas kanan, Kiri : tidak dilakukan
Sinus Maxilla kanan, Kiri : tidak dilakukan

Tenggorokan
Pharynx
Dinding pharynx : Hiperemis (-), Ulkus (-), mukosa tidak licin, granul (-), post nasal drip
(-), massa (-)
Arcus pharynx : Simetris, hiperemis (-), edema (-), ulkus (-), laserasi (-)
Tonsil : T2-T2, hiperemis (-), pseudomembran (-), abses (-)
Uvula : Di tengah, bifida (-), simetris, tidak memanjang, edema (-)
Gigi : gigi berlubang (-), caries (-), gigi palsu (-)

26
Larynx
Epiglotis : sulit dinilai
Plica aryepiglotis : sulit dinilai
Arytenoids : sulit dinilai
Ventricular band : sulit dinilai
Pita suara : sulit dinilai
Rima glotidis : sulit dinilai
Cincin trachea : sulit dinilai
Sinus Piriformis : sulit dinilai
Kelenjar limfe submandibula dan servikal: pada pemeriksaan dengan inspeksi dan palpasi
tidak membesar

RESUME
Anamnesis
Tn. FF berusia 24 tahun mengeluh tidur sering mendengkur sejak kecil. Keluhan
dirasakan sejak lama dan sangat mengganggu. Pernah ada terasa mengganjal di tenggorokkan
sehingga pasien sering mendehem. Pasien tidak memiliki keluhan dihidung atau gangguan
penghidu dan tidak ada keluhan pada telinga, keluar cairan dari telinga maupun gangguan
pendengaran.

Pemeriksaan Fisik
Dari hasil pemeriksaan fisik telinga didapatkan tampak bentuk telinga kanan normal,
tidak terlihat adanya fistula preaurikuler, nyeri tekan tragus negatif, liang telinga lapang, terdapat
serumen, dan pemeriksaan membrane timpani dengan otoskop refleks cahaya positif, dan tidak
tampak bulging. Pada telinga kiri bentuk dan ukuran normal, tidak terdapat fistula preaurikula,
nyeri tekan tragus negatif, tidak ada abses maupun tanda peradangan, liang telinga lapang, tidak
hiperemis, membrane timpani utuh, reflex cahaya positif, dan tidak bulging.
Pada pemeriksaan hidung didapatkan tampak bentuk normal, tidak ada krepitasi, nyeri
tekan negatif, serta septum tidak deviasi, kavum nasi dextra konka tidak tampak livide, tidak
hipertrofi, tidak terdapat sekret. Pada kavum nasi sinistra konka tidak tampak livide, tidak
hipertrofi dan tidak terdapat sekret. Tidak ada nyeri tekan sinus maksilaris dan frontalis.

27
Pada pemeriksaan faring, dinding faring tidak tampak hiperemis, tidak bergranul . Arcus
tampak simetris dan tidak hiperemis. Tonsil T2-T2, tidak hiperemis. Uvula simetris, ditengah, gigi
pasien lengkap, dan tidak terdapat caries dentis.

IV. DIAGNOSIS KERJA


Obstructive Sleep Apnea
Dasar diagnosis:
Pasien tidur sering mendengkur sejak kecil

VII. PENATALAKSANAAN
Obstructive Sleep Apnea
Non - medikamentosa:
Menggunakan nasal Continuous Positive Airway Pressure (nCPAP).

Obstructive Sleep Apnea


ad vitam : bonam
ad functionam : dubia ad bonam
ad sanationam : dubia ad bonam

28
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik THT yang dilakukan pada pasien ini, maka
dapat ditegakkan diagnosis kerja obstructive sleep apnea.
Obstructive sleep apnea adalah sebuah gangguan tidur yang berarti henti nafas saat tidur
dengan gejala utama mendengkur. OSA terjadi karena lidah dan palatum jatuh ke belakang
sehingga terjadi obstruksi. Gejala dari OSA adalah mendengkur, mengantuk yang berlebihan
pada siang hari. Komplikasi dari OSA adalah hipertensi, serangan jantung dan stroke. Terapi
OSA pada pasien ini adalah dengan menggunakan nasal Continuous Positive Airway Pressure
(nCPAP).

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Febriani, Debi dkk. Hubungan Obstructive Sleep Apnea Dengan Kardiovaskular. Jurnal
Kardiologi Indonesia 2011; 32:45-52.

2. Committee Advisory, 2005. Sleep Apnea-Assesment and Management of Obstructive Sleep


Apnea in Adult.

3. Rodriguez, Hector P. Berggren, Diana A-V. Biology and treatment of Sleep Apnea.
Otolaryngology chapter 6, 2006; 71-82.

4. Hormann, Karl. Verse, Thomas. Sleep Disordered Breathing. Surgery for Sleep Disordered
Breathing. 2005; 1-10.

5. Antariksa, Budhi. Patogenesis, Diagnosti dan Patogenesis OSA (Obstructive sleep Apnea).
Dept pulmonologi dan Respirasi. FKUI. Jakarta.

6. Prasenohadi. Penatalaksanaan Obstructive Sleep Apnea. Dept Pulmunologi dan Respirasi.


FKUI. Jakarta.

7. Paul W. Flint, Bruce H. Haughey, Valerie J. Lund, John K. Niparko, Mark A. Richardson,
K. Thomas Robbins, J. Regan Thomas, Cummings Otolaryngology Head and Neck Surgery
5th Edition, Chapter 18: Sleep Apnea and Sleep Disorders ; 250-261.

8. Anil K Lalwani, Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology Head and Neck Surgery
2nd Edition, Lange Current Series, 536-542.

30

Anda mungkin juga menyukai