Irine Damayanti
112016230
Pembimbing:
1
BAB I
PENDAHULUAN
dewasa memerlukan tidur rata-rata 6-8 jam/hari. Tidur terdiri dari stage nonrapid eye movement
sleep (REM). Lebih dari separuh tidur total adalah fase NREM sedangkan 20-35% adalah fase
REM. Gangguan tidur sering terjadi pada fase REM.1 Bentuk gangguan tidur yang paling sering
ditemukan adalah sleep apnea (henti nafas pada waktu tidur), dan gejala yang paling sering
produktivitas, peningkatan risiko kecelakaan lalu lintas dan peningkatan biaya kesehatan pada
penderita OSA. Pendengkur berat lebih mudah menderita hipertensi, stroke dan penyakit jantung
dibandingkan orang yang tidak mendengkur dengan umur dan berat badan yang sama.3
Menurut studi yang ada, mendengkur dan OSA meningkatkan risiko hipertensi dua
hingga tiga kali, serta meningkatkan risiko dua kali lipat penyakit koroner atau serangan jantung.
Pendengkur dan penderita OSA juga berisiko terserang stroke dua kali lebih tinggi dibandingkan
Mendengkur dan OSA umumnya terjadi pada orang dewasa, terutama pria, usia
pertengahan, dan obesitas. Sekitar 50 juta orang Amerika tidur mendengkur, dan 20 juta orang
Amerika menderita sleep apnea syndrom. Hal ini bertanggung jawab terhadap peningkatan
2
keluhan dari pasangan dan yang lebih penting membawa peningkatan risiko penyakit
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui definisi, patofisiologi, gejala klinis,
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Obstructive Sleep Apnea (OSA) adalah keadaan apnea (penghentian aliran udara selama
10 detik atau lebih sehingga menyebabkan 2-4% penurunan saturasi oksigen) dan hipopnea
(pengurangan aliran udara >30% untuk minimal 10 detik dengan desaturasi oksihemoglobin
>4% atau pengurangan dalam aliran udara >50% untuk 10 detik dengan desaturasi
oksihemoglobin >3%) ada sumbatan total atau sebagian jalan napas atas yang terjadi secara
berulang pada saat tidur selama non-REM atau REM sehingga menyebabkan aliran udara ke
paru menjadi terhambat. Sumbatan ini menyebabkan pasien menjadi terbangun saat tidur atau
Obstructive Sleep Apnea merupakan bagian dari sindrom henti nafas. Sindrom henti
napas saat tidur dibagi menjadi 3 tipe yaitu tipe sentral, tipe obstruksi dan tipe campuran. Pada
tipe sentral terjadi aliran udara ini disebabkan berhentinya upaya bernapas selama beberapa saat
akibat otak gagal mengirimkan sinyal ke diafragma dan otot dada untuk mempertahankan siklus
pernapasan. Sedangkan pada tipe obstruksi terjadi hambatan aliran udara ke paru-paru.3,5,6
Mendengkur adalah tanda pernapasan abnormal yang terjadi akibat obstruksi sebagian
sehingga aliran udara yang masuk akan menggetarkan palatum molle dan jaringan lunak
sekitarnya. Keadaan ini dipermudah dengan relaksasi lidah, uvula dan otot di saluran napas
bagian atas. Obstruksi dapat terjadi sebagian (hipopnea) atau total (apnea).1,3
4
II.2 Epidemiologi
OSA pertama kali dipublikasikan pada tahun 1956 oleh Sidney Burwell, lebih dari 50
tahun yang lalu dan kepentingan klinisnya saat ini semakin dikenali. Prevalensi OSA di negara-
negara maju diperkirakan mencapai 2- 4% pada pria dan 1-2% pada wanita. Pria lebih sering
mengalami OSA dan seringkali (tetapi tidak harus) juga menderita obesitas. Prevalensi OSA
pada pria 2-3 kali lebih tinggi dari wanita. Belum diketahui mengapa OSA lebih jarang
Prevalensi OSA pada anak-anak sekitar 3% dengan frekuensi tertinggi pada usia 2-5
tahun. Penyebab utama OSA pada anak-anak adalah hipertrofi tonsil dan adenoid, tetapi dapat
juga akibat kelainan struktur kraniofasial seperti pada sindroma Pierre Robin dan Down.
Frekuensi OSA mencapai puncaknya pada dekade 5 dan 6, dan menurun pada usia di atas 60-an.
Tetapi secara umum frekuensi OSA meningkat secara progresif sesuai dengan penambahan
usia.1,2,3
OSA terdapat pada lebih dari 40% individu dengan IMT 30 kg/ m2 atau individu dengan
sindrom metabolik. Pasien dengan penyakit kardiovaskular memiliki prevalens OSA yang
tinggi, 50% pasien dengan hipertensi, 50% pasien dengan fibrilasi atrium yang membutuhkan
tindakan kardioversi, 33% pasien dengan fibrilasi atrium saja, 33% pasien dengan penyakit
jantung koroner, 50% pasien dengan stroke akut dan 30-40% pasien dengan gagal jantung dan
disfungsi sistolik.1
5
II.3 Anatomi Saluran Nafas Atas
Obstruksi pada OSA adalah akibat dari gangguan aliran udara yang disebabkan oleh
dinding faring yang collapse sewaktu tidur. Etiologi dan mekanisme collapse multifaktorial
tetapi dikaitkan dengan interaksi saluran nafas atas yang sangat mudah collapse dengan relaksasi
otot dilator faring yang terjadi sewaktu tidur. Obesitas, hipertrofi jaringan lunak, kelainan
tekanan intraluminal pada jaringan disekeliling saluran napas atas. Tetapi gangguan structural
saja pada saluran napas tidak cukup memadai untuk menyebabkan OSA. Pasien tanpa kelainan
6
anatomi bisa menghidap OSA, ini karna kompleks jalan reflek dari saraf pusat ke faring yang
mengawal tindakan otot dilator faring bisa gagal untuk mempertahankan patensi faring.1,3,7
Pada waktu tidur aktivitas otot dilator faring relatif tertekan (relaksasi) sehingga ada
kecenderungan lumen faring menyempit pada saat inspirasi. Mengapa hal ini terjadi hanya pada
sebagian orang, terutama berhubungan dengan ukuran faring dan faktor-faktor yang mengurangi
dimensi statik lumen sehingga menjadi lebih sempit atau menutup pada waktu tidur. Selain itu
obstruksi nasal menyebabkan peningkatan resistensi aliran udara dan memperburukkan OSA.
Obstrusi nasal yang mengakibatkan usaha pernafasan melalui mulut semasa tidur sehingga
Suara mendengkur timbul akibat turbulensi aliran udara pada saluran nafas atas akibat
sumbatan. Tempat terjadinya sumbatan biasanya di basis lidah atau palatum. Sumbatan terjadi
akibat kegagalan otot-otot dilator saluran nafas atas menstabilkan jalan nafas pada waktu tidur di
mana otot-otot faring berelaksasi, lidah dan palatum jatuh ke belakang sehingga terjadi
obstruksi.3
7
Trauma pada jaringan di saluran nafas atas pada waktu mendengkur mengakibatkan
kerusakan pada serat-serat otot dan serabut-serabut saraf perifer. Akibatnya kemampuan otot
untuk menstabilkan saluran nafas terganggu dan meningkatkan kecenderungan saluran nafas
untuk mengalami obstruksi. Obstruksi yang diperberat oleh edema karena vibrasi yang terjadi
pada waktu mendengkur dapat berperan pada progresivitas mendengkur menjadi sleep apnea
Obstructive Sleep Apnoea (OSA) ditandai dengan kolaps berulang dari saluran nafas atas
baik komplet atau parsial selama tidur. Akibatnya aliran udara pernafasan berkurang (hipopnea)
atau terhenti (apnea) sehingga terjadi desaturasi oksigen (hipoksemia) dan penderita berkali-kali
terjaga (arousal). Kadang-kadang penderita benar-benar terbangun pada saat apnea di mana
mereka merasa tercekik. Lebih sering penderita tidak sampai terbangun tetapi terjadi partial
arousal yang berulang, berakibat pada berkurangnya tidur dalam atau tidur gelombang lambat.
Keadaan ini menyebabkan penderita mengantuk pada siang hari, kurang perhatian, konsentrasi
dan ingatan terganggu. Kombinasi hipoksemia dan partial arousal yang disertai dengan
penderita OSA tidak merasa mempunyai masalah dengan tidurnya dan datang ke dokter hanya
karena teman tidur mengeluhkan suara mendengkur yang keras (fase preobstruktif) diselingi oleh
Tidur terdiri dari 2 fase yaitu rapid eye movement (REM) atau tidur aktif dan non rapid
eye movement (NREM) atau tidur tenang. Pada individu normal siklus tidur NREM dan REM
akan terjadi secara bergantian dengan interval tidur REM 10-20 menit setiap 90-120 menit. REM
meliputi 25% dari waktu tidur ditandai oleh pergerakan bola mata yang cepat terutama pada
8
(meningkatnya denyut jantung dan tekanan darah). Selama tidur REM kontrol pernapasan sering
irregular, episode apnea singkat selama 10-20 detik relatif umum terjadi Pada tahap NREM
aktivitas mental minimal atau tidak ada, sistem kardiovaskular-respirasi sebagian besar diatur
oleh faktor metabolik. Tidur NREM mempengaruhi aktivitas simpatis, penurunan denyut
jantung, tekanan darah secara bertahap dari tingkat I hingga aktivitas simpatis terendah yaitu
Prinsip utama pada OSA yaitu terdorongnya lidah dan palatum ke belakang hingga
menempel pada dinding faring posterior menyebabkan oklusi nasofaring dan orofaring. Tidur
berbaring (supine) dapat menyebabkan kolapsnya saluran napas akibat pergerakan mandibula,
palatum mole dan lidah ke arah belakang. Faktor struktural dan fungsional berperan penting
dalam menentukan tekanan kritis kolaps saluran napas. Penyempitan saluran napas akibat
mikrognatia, retrognatia, hipertrofi tonsil, makroglosia dan akromegali juga dapat meningkatkan
risiko terjadinya OSA. Sistem saraf pusat berperan penting dalam OSA kombinasi aktivitas otot
saluran napas atas yang menurun pada saat tidur disertai struktur faring kecil membentuk
tekanan kritis kolaps saluran napas atas. Aktivasi kemoreseptor oleh hipoksemia dan hiperkapnia
selama apnea mengakibatkan hiperventilasi disertai proses terbangun mendadak yang tidak
disadari.1
Pada pasien obesita terjadi peningkatan deposit lemak disekelilng leher dan ruang
parafaring menyebabkan penyempitan dan kompresi salur napas atas dan mengganggu otot
dilator yang mempertahankan patensi salur napas atas. Obesitas bisa mengurangi volume paru
yang menyebabkan pengurangan functional residual capacity. Perubahan dalam volume paru
secara signifikan menurunkan ukuran faring salur napas atas melalui efek mekanikal traksi trakea
9
II.5 Gambaran Klinis
Gejala yang dapat ditemukan pada penderita OSA adalah mendengkur, mengantuk yang
berlebihan pada siang hari, rasa tercekik pada waktu tidur, apnea, nokturia, sakit kepala pada
pagi hari, penurunan libido sampai impotensi dan enuresis, mudah tersinggung, depresi,
kelelahan yang luar biasa dan insomnia. Kebanyakan penderita mengeluhkan kantuk yang sangat
mengganggu pada siang hari sehingga menimbulkan masalah pada pergaulan, pekerjaan dan
Penderita OSA seringkali juga menderita obesitas. Kesadaran tentang adanya hubungan
antara OSA dan obesitas yang sangat tinggi dapat mengurangi kesadaran akan kemungkinan
adanya OSA pada orang yang tidak gemuk (non-obese). Hanya sekitar 50% penderita yang
Gejala Tanda
Mendengkur Obesitas
Mengantuk yang berlebihan pada siang hari
Mandibula/maksila hipoplasia
Tersedak
Tidur tidak nyeyak Penyempitan orofaring
II.6 Diagnosis
Banyak penderita OSA tidak merasa mempunyai masalah dengan tidurnya dan datang ke
dokter hanya karena partner tidur mengeluhkan suara mendengkur yang keras (fase pre-
obstruktif) diselingi oleh keadaan senyap yang lamanya bervariasi (fase apnea obstruktif).1,3,6
10
Pengukuran BMI, tekanan darah, dan lingkaran lilit leher adalah parameter yang penting
dalam parameter pemeriksaan OSA. Dari pemeriksaan fisik harus di identifikasi posisi dan
ukuran tulang maksilla dan mandibula dan karakteristik fasial juga harus diidentifikasikan.7
Pemeriksaan fisik dilakukan pada hidung, orofaring, hipofaring, laring, leher untuk
konka
ii. Orofaring : palatum molle yang besar, hipertrofi tonsil palatine, makroglosia,
iii. Hipofaring : Collapse dinding faring lateral, tumor hipofaring, hipertrofi tonsil
napas. Alat ini adalah penting untuk identifikasi tempat dan lokasi obstruksi : nasal, retropalatal
atau retrolingual. Kebaikan dan limitasi Muller maneuver juga digunakan untuk pemeriksaan
untuk prediksi preoperative terhadap keefektifan intervensi bedah berdasarkan beberapa studi
yang dilakukan.
Muller maneuver dilakukan pada pasien sadar yang menghasilkan tekanan negative dengan
melakukan inhalasi/inspirasi dengan menutup mulut dan hidung yang akan menyebabkan
11
Gambar 3 : Muellers Manuver
rangka dan jaringan lunak . ini bisa mengkonfirmasikan pasien OSA melalui displacement tulang
hyoid ke inferior, ruang udara posterior yang sempit, palatum molle yang lebih panjang dari
pasien non-OSA.7
Polisomnografi adalah pemeriksaan Gold standard untuk diagnose OSA. Pada OSA untuk
melihat episode berhentinya aliran udara yang berulang diikuti dengan upaya respirasi kontinue
sedangkan pada CSA untuk melihat episode apnea berulang diikuti dengan hilangnya upaya
ventilasi, gerakan napas terhenti karena hilangnya pergerakan iga dan abdomen juga aktiviti
tidur, dilakukan pada saat malam hari di laboratorium tidur. Pemeriksaan terdiri dari
respirasi, electrocardiogram (ECG), saturasi oksigen dan mikrofon untuk merekam dengkuran.
12
Gambar 4: Gambaran Polisomnogram
13
Screening OSA dapat dilakukan dengan kuesioner Berlin yang bertujuan untuk
menjaring pasien terjadi OSA. Kuesioner ini terdiri dari 3 bagian yaitu bagian pertama berisi
tentang apakah mereka mendengkur, seberapa keras, seberapa sering dan apakah sampai
mengganggu orang lain. Bagian kedua berisi tentang kelelahan setelah tidur, seberapa sering
merasakan lelah dan pernahkah tertidur saat berkendaraan. Bagian ketiga berisi tentang riwayat
hipertensi, berat badan, tinggi badan, umur, jenis kelamin dan Body Mass Index (BMI).
Seseorang dinyatakan berisiko tinggi OSA bila memenuhi paling sedikit 2 kriteria di atas.
Kategori beratnya apnea tidur berdasarkan AHI terdiri dari apnea tidur ringan dengan
AHI 515, saturasi oksigen 86% dan keluhan ringan, apnea tidur sedang dengan AHI 1530,
saturasi oksigen 8085% dan keluhan mengantuk dan sulit konsentrasi, apnea tidur berat dengan
AHI 30, saturasi oksigen kurang dari 80% dan gangguan tidur.5
II.7 Terapi
A. Terapi Non-Bedah
Terapi OSA mengalami perubahan yang revolusioner ketika Sullivan et al. memperkenalkan
nasal Continuous Positive Airway Pressure (nCPAP). Prinsip nCPAP sangat sederhana yaitu
dengan pemberian tekanan positif melalui hidung maka setiap kecenderungan jalan nafas untuk
menyempit dan menutup dapat diatasi dan dinding jalan nafas dapat distabilkan sehingga
menekan suara dengkur, menormalkan kualitas tidur dan menghilangkan gejala pada siang hari.
Efektifitas pengobatan dengan cara ini mencapai 90-95%.3,6 Selain itu, Bi-level PAP merupakan
suatu alat Bantu resprasi noninvasif yang mengalirkan tekanan inspirasi (IPAP) dan ekspirasi
(EPAP) yang berbeda kepada pasien yang bernapas spontan untuk menjaga jalan napas atas tetap
14
terbuka. Dengan mengalirkan tekanan rendah selama fase ekspirasi, tekanan total yang ada di
jalan napas kemudian dapat diturunkan sehingga mendekati pernapasan normal. Bi-level
memiliki aliran tambahan untuk mendapatkan ventilasi yang diingingkan pada pasien dengan
berbagai masalah respirasi dan telah digunakan pada terapi OSA. Keuntungan metode ini adalah
CPAP adalah teknik yang sering digunakan dalam tatalaksana non surgical OSA dan
merupakan tatalaksana terapi pertama OSA. CPAP mengurangi dengkur dan apnea dan
merekomendasikan penggunaan CPAP pada pasien dengan RDI > 30 kali/ jam dan kepada
semua pasien yang simptomatik dengan RDI 5-30 kali/jam. CPAP 90-95% effective dalam
eliminasi OSA dan keefektifannya tergantubg pada compliance dan keteraturan penggunaan
pasien.8
Pada penderita OSA yang mengalami obesitas dianjurkan penurunan berat badan.
Perlu dilakukan perubahan gaya hidup termasuk diet, olah raga, dan medikamentosa.
Berdasarkan penelitian, penurunan berat badan 10% - 15% dikaitkan dengan penurunan
50% kejadian apnea dan perbaikan keadaan klinis. Beberapa laporan kasus menunjukkan
15
gejala OSA dapat diatasi dengan mengurangi berat badan. Posisi tidur dapat membantu
menghilangkan gejala OSA. Beberapa pasien mengalami perbaikan setelah tidur dengan
advancement dengan beberapa variasinya. Alat ini dipasang pada gigi dan menahan
mandibula dan lidah ke depan (protrusi parsial dari rahang bawah) sehingga dapat
memaksimalkan diameter faring dan mengurangi kemungkinan kolaps pada waktu tidur.
Alat ini hanya digunakan pada penderita OSA yang tidak dapat menjalani operasi dan
penderita OSA yang ringan sampai sedang khususnya yang tidak gemuk atau pada
penderita yang intoleran terhadap CPAP. Tetapi perlu diingat alat ini dapat
B. Terapi Bedah
beberapa sebab, di antaranya klaustrofobia, suara bising dari mesin dan karena timbulnya
efek samping seperti hidung tersumbat dan mukosa hidung serta mulut yang kering.
16
Banyak pasien yang tidak mau penggunakan alat CPAP karena tidak nyaman dan
Terapi bedah dapat dilakukan pada regio anatomi tertentu yang menyebabkan
obstruksi saluran nafas sesuai dengan hasil pemeriksaan sleep endoscopy. Beberapa
1. Tonsilektomi dan adenoidektomi. Pada penderita OSA dengan tonsil yang besar,
tonsilektomi dapat menghilangkan gejala secara komplet dan tidak memerlukan terapi
CPAP.6
berlebih diangkat sehingga ruang faring bertambah serta membuat kaku dinding
faring yang akan mencegah kolaps. Metode ini angka keberhasilannya 50% dalam
saat minum namun hanya bersifat sementara karena akan berkurang dalm 3 bulan.3
fungsional dan konkotomi bisa menjadi terapi yang efektif bila sumbatan terjadi di
hidung. Kelainan hidung harus dicari pada penderita yang mengalami gejala hidung
kompleks.3,6
17
5. Maxillofacial (Skeletal) Surgery. Teknik ini meningkatkan ukuran saluran udara
bagian atas dengan menggerakkan pangkal lidah jauh dari hypopharyngeal posterior
dan dinding orofaringeal, penurunan collaps jalan napas. Pasien ada yang dipilih
berdasarkan tingkat keparahan mereka apnea (sedang sampai berat), adanya kelainan
'lesi termal akan timbul fibrosis jaringan. prosedur ini dapat diulang beberapa kali
dan dalam beberapa sasaran situs dari saluran udara bagian atas, termasuk tonsil dan
pangkal lidah.3,6
7. Pemasangan implan Pillar pada palatum. `Implan Pillar atau implan palatal
merupakan teknik yang relative baru, merupakan modalitas dengan invasi minimal.
Digunakan untuk penderita dengan habitual snoring dan OSA ringan sampai sedang.
Prosedur ini bertujuan untuk memberi kekakuan pada palatum mole. Tiga buah
batang kecil diinsersikan ke palatum mole untuk membantu mengurangi getaran yang
menyebabkan snoring.6
8. Trakeostomy- tatalaksana surgical yang gold standard dan terakhir apabila metode
obstruksi salur napas atas. Indikasi trakeostomy adalah pasien dengan cor pulmunale,
obesity hypoventilation syndrome, aritmia, pasien yang tidak toleransi CPAP dan
18
Gambar 7: Assessment and management of obstructive sleep apnea
19
II.7 Komplikasi
OSA dapat menimbulkan dampak pada banyak sistem dari tubuh manusia, di
antaranya:1,5
1. Neuropsikologis: kantuk berlebihan pada siang hari, kurang konsentrasi dan daya ingat,
6. Hematologis: polisitemia.
Dari penelitian epidemiologis diketahui adanya hubungan antara OSA dengan hipertensi,
stroke dan penyakit jantung iskemik. Timbulnya penyakit kardiovaskular pada penderita OSA
diduga sebagai akibat stimulasi simpatis yang berulang-ulang yang terjadi pada setiap akhir fase
obstruktif. Pada penderita OSA juga terjadi pelepasan faktor-faktor protrombin dan proinflamasi
komponen:1,3
1. Efek mekanis dari henti nafas terhadap tekanan intratorakal dan fungsi jantung.
Sekitar 40% penderita OSA mengalami hipertensi ketika bangun tidur. OSA dikenal
sebagai faktor risiko yang independen pada hipertensi. Bagaimana OSA menyebabkan
20
peningkatan tekanan darah belum sepenuhnya diketahui. Ada kemungkinan peranan
hiperaktivitas simpatis dalam peningkatan tekanan darah pada penderita OSA. Mekanisme lain
yang berpotensi meningkatkan tekanan darah pada penderita OSA adalah hiperleptinemia,
resistensi insulin, peningkatan kadar angiotensin II dan aldosteron, disfungsi sel-sel endotel, dan
OSA diduga merupakan faktor risiko independen untuk terjadinya penyakit aterosklerosis
pada pembuluh darah arteri. Banyak peneliti mengemukakan beberapa kemungkinan mekanisme
Peningkatan tekanan darah yang berulang akibat hiperaktivitas simpatis dan stres
oksidatif.
Disfungsi sel endotel yang mengakibatkan peningkatan kadar endotelin-I dalam plasma,
infark miokard. Mekanismenya mungkin melalui efek tidak langsung dari hipertensi,
Insidensi OSA yang tinggi (45-90%) ditemukan pada penderita stroke. Kemungkinan
peran OSA dalam patogenesis stroke di antaranya melalui proses aterosklerosis, hipertensi,
berkurangnya perfusi serebral akibat penebalan dinding arteri karotis, output jantung yang
terbentuknya bekuan darah akibat aritmia. Karena tingginya insidensi OSA dan potensi efeknya
21
terhadap morbiditas dan mortalitas, pemeriksaan untuk mendiagnosis dan terapi OSA dianjurkan
Aritmia dapat terjadi pada penderita OSA terutama berupa sinus bradikardi, sinus arrest,
dan blokade jantung komplet. Risiko untuk terjadinya aritmia berhubungan dengan beratnya
OSA. Mekanisme terjadinya aritmia pada penderita OSA kemungkinan melalui peningkatan
tonus vagus yang dimediasi oleh kemoreseptor akibat apnea dan hipoksemia.1
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. FF
Umur : 24 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Jalan Ketapang No. 20 C, Tangerang
Status pernikahan : Belum menikah
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 26 Agustus 2017
Keluhan Utama
Tidur selalu mendengkur sejak kecil.
Keluhan Tambahan
Tenggorokan terkadang terasa mengganjal sehingga pasien sering mendehem.
22
Pasien mengatakan tidur mendengkur sejak kecil. Keluhan dirasakan sejak lama dan
mengganggu orang sekitar pasien. Pasien mengatakan pernah merasa ada yang mengganjal
sehingga sering mendehem. Menurut pasien ketika tidur sering mengorok, hal ini disadari ketika
temannya mengatakan kira-kira 1 bulan yang lalu. Saat ini pasien sedang tidak batuk, pilek,
maupun demam. Pasien tidak mengeluhkan adanya suara serak, kesukaran menelan, batuk
setelah makan, kesukaran bernafas, batuk yang mengganggu, dan nyeri di dada. Pasien juga tidak
mempunyai kebiasaan memakai pakaian terlalu ketat dan waktu makan dekat dengan saat tidur.
Berdasarkan keterangan pasien, ia tidak pernah mengkonsumsi minuman beralkohol dan
merokok.
Pasien juga mengatakan bahwa dirinya sering mengantuk dan pernah mengalami nyeri
tenggorokan dan sedikit nyeri menelan, namun keluhan itu jarang sekali dirasakan. Pasien tidak
memiliki keluhan pada telinga atau pendengarannya dan hidung atau gangguan penghidu.
23
Radang, Tumor Nyeri (-) Nyeri (-)
Massa (-) Massa (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Edema (-) Edema (-)
Nyeri tekan tragus Negative Negative
Penarikan daun telinga Nyeri (-) Nyeri (-)
Kelainan pre-, infra-, Massa (-) Massa (-)
retroaurikuler Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Edem (-) Edem (-)
Nyeri (-) Nyeri (-)
Fistula (-) Fistula (-)
Region Mastoid Massa (-) Massa (-)
Fistula (-) Fistula (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Edem (-) Edem (-)
Nyeri (-) Nyeri (-)
Abses (-) Abses (-)
Liang telinga Lapang Lapang
Furunkel (-) Furunkel (-)
Jaringan granulasi (-) Jaringan granulasi (-)
Serumen (+) Serumen (+)
Edem (-) Edem (-)
Sekret (-) Sekret (-)
Darah (-) Darah (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Laserasi (+) Laserasi (+)
Kolesteatom (-) Kolesteatom (-)
Membran Timpani Intak Intak
Reflek cahaya (+) Reflek cahaya (+)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Perforasi (-) Perforasi (-)
24
Retraksi (-) Retraksi (-)
Bulging (-) Bulging (-)
Tes Penala
Dextra Sinistra
Rinne Positif Positif
Weber Tidak ada lateralisasi
Swabach Sama dengan pemeriksa Sama dengan pemeriksa
Penala yang dipakai 512 Hz
Hidung
Dextra Sinistra
Bentuk Normal Normal
Tanda peradangan Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Edem (-) Edem (-)
Nyeri (-) Nyeri (-)
Massa (-) Massa (-)
Daerah sinus frontalis dan Hiperemis (-) Hiperemis (-)
maxillaris Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Nyeri ketuk (-) Nyeri ketuk (-)
Vestibulum Bulu hidung (+) Bulu hidung (+)
Laserasi (-) Laserasi (-)
Massa (-) Massa (-)
Furunkel (-) Furunkel (-)
Sekret (-) Sekret (-)
Cavum Nasi Lapang Lapang
Massa (-) Massa (-)
Sekret (-) Sekret (-)
Benda asing (-) Benda asing (-)
Konka inferior Hipertrofi (-) Hipertrofi (-)
25
Edema (-) Edema (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Livide (-) Livide (-)
Meatus nasi inferior Terbuka Terbuka
Sekret (-) Sekret (-)
Massa (-) Massa (-)
Edema (-) Edema (-)
Konka Medius Edema (-) Edema (-)
Hipertrofi (-) Hipertrofi (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Livide (-) Livide (-)
Meatus nasi medius Terbuka Terbuka
Sekret (-) Sekret (-)
Massa (-) Massa (-)
Edema (-) Edema (-)
Septum nasi Deviasi (-) Deviasi (-)
Hematoma (-) Hematoma (-)
Abses (-) Abses (-)
Pemeriksaan Transluminasi
Sinus Frontas kanan, Kiri : tidak dilakukan
Sinus Maxilla kanan, Kiri : tidak dilakukan
Tenggorokan
Pharynx
Dinding pharynx : Hiperemis (-), Ulkus (-), mukosa tidak licin, granul (-), post nasal drip
(-), massa (-)
Arcus pharynx : Simetris, hiperemis (-), edema (-), ulkus (-), laserasi (-)
Tonsil : T2-T2, hiperemis (-), pseudomembran (-), abses (-)
Uvula : Di tengah, bifida (-), simetris, tidak memanjang, edema (-)
Gigi : gigi berlubang (-), caries (-), gigi palsu (-)
26
Larynx
Epiglotis : sulit dinilai
Plica aryepiglotis : sulit dinilai
Arytenoids : sulit dinilai
Ventricular band : sulit dinilai
Pita suara : sulit dinilai
Rima glotidis : sulit dinilai
Cincin trachea : sulit dinilai
Sinus Piriformis : sulit dinilai
Kelenjar limfe submandibula dan servikal: pada pemeriksaan dengan inspeksi dan palpasi
tidak membesar
RESUME
Anamnesis
Tn. FF berusia 24 tahun mengeluh tidur sering mendengkur sejak kecil. Keluhan
dirasakan sejak lama dan sangat mengganggu. Pernah ada terasa mengganjal di tenggorokkan
sehingga pasien sering mendehem. Pasien tidak memiliki keluhan dihidung atau gangguan
penghidu dan tidak ada keluhan pada telinga, keluar cairan dari telinga maupun gangguan
pendengaran.
Pemeriksaan Fisik
Dari hasil pemeriksaan fisik telinga didapatkan tampak bentuk telinga kanan normal,
tidak terlihat adanya fistula preaurikuler, nyeri tekan tragus negatif, liang telinga lapang, terdapat
serumen, dan pemeriksaan membrane timpani dengan otoskop refleks cahaya positif, dan tidak
tampak bulging. Pada telinga kiri bentuk dan ukuran normal, tidak terdapat fistula preaurikula,
nyeri tekan tragus negatif, tidak ada abses maupun tanda peradangan, liang telinga lapang, tidak
hiperemis, membrane timpani utuh, reflex cahaya positif, dan tidak bulging.
Pada pemeriksaan hidung didapatkan tampak bentuk normal, tidak ada krepitasi, nyeri
tekan negatif, serta septum tidak deviasi, kavum nasi dextra konka tidak tampak livide, tidak
hipertrofi, tidak terdapat sekret. Pada kavum nasi sinistra konka tidak tampak livide, tidak
hipertrofi dan tidak terdapat sekret. Tidak ada nyeri tekan sinus maksilaris dan frontalis.
27
Pada pemeriksaan faring, dinding faring tidak tampak hiperemis, tidak bergranul . Arcus
tampak simetris dan tidak hiperemis. Tonsil T2-T2, tidak hiperemis. Uvula simetris, ditengah, gigi
pasien lengkap, dan tidak terdapat caries dentis.
VII. PENATALAKSANAAN
Obstructive Sleep Apnea
Non - medikamentosa:
Menggunakan nasal Continuous Positive Airway Pressure (nCPAP).
28
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik THT yang dilakukan pada pasien ini, maka
dapat ditegakkan diagnosis kerja obstructive sleep apnea.
Obstructive sleep apnea adalah sebuah gangguan tidur yang berarti henti nafas saat tidur
dengan gejala utama mendengkur. OSA terjadi karena lidah dan palatum jatuh ke belakang
sehingga terjadi obstruksi. Gejala dari OSA adalah mendengkur, mengantuk yang berlebihan
pada siang hari. Komplikasi dari OSA adalah hipertensi, serangan jantung dan stroke. Terapi
OSA pada pasien ini adalah dengan menggunakan nasal Continuous Positive Airway Pressure
(nCPAP).
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Febriani, Debi dkk. Hubungan Obstructive Sleep Apnea Dengan Kardiovaskular. Jurnal
Kardiologi Indonesia 2011; 32:45-52.
3. Rodriguez, Hector P. Berggren, Diana A-V. Biology and treatment of Sleep Apnea.
Otolaryngology chapter 6, 2006; 71-82.
4. Hormann, Karl. Verse, Thomas. Sleep Disordered Breathing. Surgery for Sleep Disordered
Breathing. 2005; 1-10.
5. Antariksa, Budhi. Patogenesis, Diagnosti dan Patogenesis OSA (Obstructive sleep Apnea).
Dept pulmonologi dan Respirasi. FKUI. Jakarta.
7. Paul W. Flint, Bruce H. Haughey, Valerie J. Lund, John K. Niparko, Mark A. Richardson,
K. Thomas Robbins, J. Regan Thomas, Cummings Otolaryngology Head and Neck Surgery
5th Edition, Chapter 18: Sleep Apnea and Sleep Disorders ; 250-261.
8. Anil K Lalwani, Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology Head and Neck Surgery
2nd Edition, Lange Current Series, 536-542.
30