GAMBARAN UMUM
39
40
Kondisi jalan lebih sulit lagi dan nyaris tak bisa dijangkau pada saat
hujan.Kerusakan ini diakibatkan olehbanyaknya kegiatan penambangan terutama
penambangan pasir besi di Kecamatan Cipatujah beberapa tahun terakhir.
41
5.2.2 Pendidikan
Dibidang pendidikan, institusi pendidikan yang berada di Kecamatan
Cipatujah terdiri dari jenjang TK hingga SMAyang baru beberapa tahun terakhir
berdiri dipusat kecamatan. Pendidikan lain yang terselenggara adalah sekolah
diniyah untuk anak sekolah dasar. Sarana pendidikan di Kecamatan Cipatujah
yaitu terdapat empat SD negeri, satu MI, dan satu SMP, satu SMA. Sarana
pendidikan tersebut adalah SDN Ciheras, SDN Datarkihiang, SDN Cisanggar,
SDN Cipari, MI Al-Hasanah, dan SMPN 3 Cipatujah dan SMA Kecamatan
Cipatujah. Keberadaan sarana pendidikan tersebut sangat minim, sehingga
menyebabkan banyak penduduk Kecamatan Cipatujah yang tidak bisa
melanjutkan sekolah, kecuali bagi penduduk yang memiliki kemampuan untuk
bersekolah diluar kecamatan. Hal ini tergambar dengan tingkat pendidikan
Kecamatan Cipatujah pada Tabel 5 berikut ini.
Tabel 5 Tingkat Pendidikan Penduduk Kecamatan Cipatujah
Tingkat Pendidikan Formal Jumlah (jiwa) %
Tidak Tamat SD 28635 46%
SD dan SMP 31224 51%
SLTA/ Aliyah 1374 2%
Perguruan Tinggi 398 1%
Jumlah 61631 100%
Sumber : Kecamatan Cipatujah Dalam Angka (2011)
42
pegunungan sebelah utara Pantai Selatan Pulau Jawa. Andesit ini merupakan
batuan beku dari lelehan magma diorite yang umumnya berwarna kelabu. Akibat
proses pelapukan dan erosi, maka batuan andesit tersebut akan lapuk dan hancur,
kemudian dibawa kearah pantai melalui aliran sungai. Selama ditransformasikan
juga terjadi proses pemisahan antara mineral berat dan mineral ringan. Daerah ini
mempunyai topografi dengan elevasi berkisar 0-25 meter diatas permukaan laut.
Arus laut yang kuat menyebabkan mineral-mineral tersebut akan terhempas
kepantai dan terakumulasi membentuk endapan pasir besi.
5.3.2Institusional Penambangan Pasir Besi
Penambangan pasir besi sebenarnya telah dimulai semenjak awal tahun
2000an. Pada awalnya penambangan hanya bersifat tambang rakyat dan sekedar
memenuhi permintaan bahan bangunan. Kondisi ini berubah, dan puncaknya pada
tahun 2011 isu penambangan pasir besi di Kabupaten Tasikmalaya sudah menjadi
isu nasional akibat dari kerusakan lingkungan dan kerusakan infrastruktur jalan.
Beberapa permasalahan mencuat akibat kegiatan penambangan pasir besi.
Turunnya daya dukung lingkungan akibat rendahnya kesadaran pengelolaan
lingkungan. Hal ini tercermin pada kegiatan reklamasi dan rehabilitasi lahan bekas
tambang belum dilakukan secara optimal dan tidak memperhatikan ketentuan
yang tertuang dalam dokumen lingkungan (AMDAL/UKL UPL). Pada tahapan
penambangan banyak kegiatan penambangan yang dilakukan di kawasan yang
tidak diperbolehkan (kawasan lindung) seperti sempadan pantai dan sungai.
Praktek seperti ini sangat tidak sesuai dengan kaidah-kaidah penambangan yang
baik dan benar. Sistem pengangkutan dengan memanfaatkan jalan umum, juga
menyebabkan terjadinya kerusakan infrastruktur jalan akibat pengangkutan hasil
tambang yang melebihi batas tonase angkutan yang diperbolehkan.
Secara administrasi para pemegang IUP operasi produksi tidak
menyampaikan pelaporan-pelaporan dan dokumen yang diperlukan yang menjadi
kewajibannya. Hal ini menyebabkan proses penambangan tidak terawasi oleh
pemerintah, baik secara operasional maupun administrasi. Akibatnya banyak
terjadi penyimpangan yang menyebabkan beragam tuntutan oleh masyarakat
mengharapkan ditutupnya kegiatan penambangan pasir besi. Dewan perwakilan
rakyat Kabupaten Tasikmalaya menanggapi permasalahan ini dengan
43
44
45
prosedur seperti ini, sehingga proses erosi tanah humus ini tidak terhindarkan saat
hujan terjadi. Ini berdampak terhadap pendangkalan sungai dan hilangnya sumber
tanah saat pasca tambang.
Proses pencucian pasir besi yang tidak berada pada lokasi penambangan,
menyebabkan adanya tahapan pengangkutan pasir besi menuju washing plant
yang melalui jalan umum. Proses pengangkutan melalui jalan umum juga
dilakukan pada saat penjualan hasil tambang. Pengangkutan ini menyebabkan
rusaknya ruas jalan dan meningkatnya volume debu akibat lalu lintas truk
pengangkut pasir besi. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak puskesmas
Kecamatan Cipatujah saat penelitian, lalu lintas truk meningkatkan masyarakat
penderita penyakit gangguan saluran pernafasan dan iritasi mata.
Pada proses pencucian yang membutuhkan banyak air, mengharuskan
perusahaan melakukan pembendungan sungai untuk menjamin pencucian pasir
besi berjalan lancar. Pembendungan sungai ini akan menyebabkan beberapa lahan
pertanian akan kekurangan air terutama pada musim kemarau. Kegiatan pencucian
pasir besi juga tidak dilengkapi dengan proses pengolahan limbah yang benar,
seperti menyediakan instalasi pengolahan air limbah maupun kolam pengendapan.
Hasilnya, limbah hasil pencucian dibuang langsung ke sungai maupun laut
sehingga menyebabkan perairan tercemar dan terganggunya kehidupan biota
perairan sungai maupun laut.
Pada tahap akhir penambangan, beberapa perusahaan tidak melakukan
kegiatan reklamasi, sehingga lubang-lubang bekas galian dibiarkan menganga.
Lubang-lubang ini pada saat hujan akan menggenang dan memicu bersarangnya
nyamuk. Jika tidak segera ditutup maka perkembangan sarang nyamuk tersebut
menyebabkan berbagai penyakit seperti malaria dan cikungunya. Tentunya
kondisi ini sangat membahayakan kesehatan masyarakat, terutama yang mereka
yang tinggal dekat dengan lokasi penambangan.
Dalam jangka panjang kegiatan penambangan pasir besi dikawasan pesisir
juga dapat merubah struktur gumuk pasir disepanjang pantai. Struktur gumuk
pasir yang labil karena hilangnya penyangga alami dapat menimbulkan potensi
abrasi yang lebih besar bahkan memicu dampak tsunami yang lebih dahsyat.
Semakin meningkatnya luas penambangan pada daerah berhutan dan lahan
46
47
48
tinggi nilai kehilangan waktu tempuh dalam perjalanan yang dialami oleh
responden.
Tabel 7 Tingkat Umur Responden
Jenis Kendaraan
Kategori
Roda 2 Roda 4
Umur Rata - Rata 36 42
Umur tertua (tahun) 49 50
Umur termuda (tahun) 21 32
Jumlah Responden 56 11
Sumber : Data primer (2012)
49
5.4.2 Nelayan
Berdasarkan pengamatan dan wawancara yang dilakukan di PPI
Pamayangsari kecamatan Cipatujah, diperoleh karakteristik sosial ekonomi
responden nelayan seperti tertera pada Tabel 10 berikut.
Tabel 10 Karakteristik Responden Nelayan
Inisial Responden Umur (Tahun) Pendidikan
A 27 SMP
B 47 SD
C 40 SD
D 45 SD
E 30 SMP
Jumlah Responden 5
Sumber : Data primer (2012)
Responden rata-rata masih pada kisaran umur produktif, dimana umur tertua
adalah 47 tahun dan termuda 27 tahun. Tingkat pendidikan responden secara
umum adalahrendah, dan mayoritas berpendidikan sekolah dasar. Dari kelima
responden, responden yang berprofesi sebagai nelayan tangkap tidak memiliki
pekerjaan lain selain nelayan. Hal ini disebabkan karena pekerjaan sebagai
nelayan tangkap membutuhkan waktu satu malam untuk melaut.
50