Anda di halaman 1dari 12

BAB V

GAMBARAN UMUM

5.1 Kondisi Umum Wilayah Penelitian


Kabupaten Tasikmalaya secara geografis terletak di antara 702-750
lintang selatan dan 10997-10825 bujur timur (BT). Batas-batas wilayah di
sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Kota Tasikmalaya,
sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Ciamis, sebelah Selatan berbatasan
dengan Samudra Indonesia, dan di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten
Garut. Luas wilayah Kabupaten Tasikmalaya adalah 271.252 hektar dan 220.045
hektar diantaranya dipergunakan sebagai lahan pertanian dan 51.207 hektar
merupakan lahan bukan pertanian. Kabupaten Tasikmalaya terdiri atas 39
kecamatan yang dibagi lagi atas 351desa dan kelurahan.
Sebagian besar wilayah Kabupaten Tasikmalaya merupakan daerah
perbukitan, khususnya di daerah Timur kabupaten. Beberapa berupa pegunungan,
seperti yang terletak di bagian barat laut dimana terdapat pegunungan
Galunggung.Ketinggian rata-rata dari kabupaten ini adalah 200 hingga 500 meter
dpl.Hanya 13,05% bagian dari kabupaten yang terletak di dataran rendah dengan
ketinggian dari 0 hingga 200 meter diatas permukaan laut (DPL). Sisanya
menjulang hingga ketinggian puncak Gunung Galunggung 2.168 meter.
Perekonomian Tasikmalaya umumnya bertumpu pada sektor pertanian,
peternakan, dan perikananserta sektor pertambangan, seperti pasir Galunggung
yang memiliki kualitas cukup baik bagi bahan bangunan, industri, dan
perdagangan. Komoditi unggulan Kabupaten Tasikmalaya sektor pertambangan
lainnya adalah emas, andesit, batu gamping, bentonit, bijih besi, pasir besi. Pada
sub sektor perkebunan komoditi yang diunggulkan berupa kakao, kopi, kelapa,
karet, cengkeh, lada, nilam dan teh. Pada sektor pariwisata didominasi oleh
wisata alam, wisata adat dan budaya.

39

Gambar 4 Peta lokasi Kabupaten Tasikmalaya


Wilayah Kecamatan Cipatujah berjarak sekitar 75 Km dari Ibukota
Kabupaten Singaparna.Akses menuju Kecamatan Cipatujah tersedia transportasi
umum menyusuri jalan beraspal yang cukup lebar dari Kota Tasikmalaya atau
Singaparna. Kecamatan Cipatujah terdiri dari tanah darat, tanah sawah, hutan,
sungai serta pegunungan, dengan luas 24.465,450 Ha. Kecamatan Cipatujah
merupakan kecamatan yang terluas di Kabupaten Tasikmalaya. Topografi
Kecamatan Cipatujah terdiri dari 2 bagian, yaitu dataran sepanjang daerah timur
hingga selatan dan perbukitan landai tinggi sepanjang daerah utara hingga barat
yang terdiri dari 15 desa. Keadaan tanah umumnya berupa pasir yang
mengandung pasir besi, terutama dibagian garis pantai selatan sedangkan daerah
utara, tanahnya merupakan tanah biasa yang banyak dimanfaatkan untuk kegiatan
pertanian. Kondisi geografis yang beragam memunculkan pemanfaatan yang
beragam pula. Pada dataran rendah, terdapat banyak pohon kelapa, albasiah dan
padi tadah hujan. Pada daerah tepi pantai, terdapat kegiatan pengerukan pasir besi
seperti dibagian Barat Desa Ciheras, Ciandum dan CikawungAding.
Kondisi sarana jalan umum pada desa yang ada di Kecamatan Cipatujah
kurang dari memuaskan.Kondisi jalan terparah adalah jalur menuju Desa
Ciandum, Ciheras, Pamayang, dan Cikawungading yang mengalami kerusakan
hingga Desa Kalapagenep.Dapat kita lihat pada Tabel 4, ruas jalan Cipatujah-
Kalapagenep dengan total panjang 33,74 Km hanya 1,2 Km yang baik pada tahun
2011. Selebihnya dalam kondisi rusak sedang, rusak ringan dan rusak berat.Ini
menunjukkan kondisi dimana, keberadaan jalan tidak akan mampu melayani
aktivitas masyarakat.

40

Tabel 4 Panjang Kerusakan Kondisi Jalan Ruas Cipatujah Kalapagenep 2011


Ruas Jalan Kondisi Panjang (Km)
Cipatujah - Kalapagenap Baik 1,2
Panjang 33,740 Km Sedang 5,95
Lebar (4,5 - 5 M) Rusak Ringan 17,24
Rusak Berat 9,35
Jumlah 33,74
Sumber : Dinas Bina Marga Prov. Jabar (2012)

Kondisi jalan lebih sulit lagi dan nyaris tak bisa dijangkau pada saat
hujan.Kerusakan ini diakibatkan olehbanyaknya kegiatan penambangan terutama
penambangan pasir besi di Kecamatan Cipatujah beberapa tahun terakhir.

5.2 Sosio Demografi Wilayah Penelitian


5.2.1 Jumlah Penduduk dan Mata Pencaharian
Kecamatan Cipatujah adalah yang terluas di Kabupaten Tasikmalaya.
Mayoritas penduduknya adalah etnis sunda priyangan. Jumlah penduduk pada
tahun 2011 adalah sebanyak 61.631 jiwa dengan rincian laki-laki 30.865 jiwa,
perempuan 30.766 jiwa. Penduduk tersebut terdiri dari 17.163 kepala keluarga
dengan kepadatan penduduk adalah 370 Jiwa/ Ha.
Mayoritas penduduk bermata pencaharian sebagai petani, diikuti pedagang
dan nelayan dengan jumlah persentase petani 45%, pedagang 25%, Nelayan 11%,
PNS/ TNI/ Polri 7%, Peternak 7 %, swasta 4 %, pensiunan 1 %. Dibidang
ekonomi, komoditas pertanian yang biasa ditemukan adalah padi, gula merah dari
kelapa, pisang, kelapa, kayu albasiah. Pola tanam lahan pertanian terutama
tanaman padi tidak beraturan tanpa ada irigasi sehingga pengairan untuk sawah
umumnya adalah tadah hujan.
Pada sektor peternakan, jenis ternak yang dominan dipelihara adalah sapi,
kambing, dan bebek. Pola ternak peternak dilakukan secara konvensional, yaitu
ternak dibiarkan merumput di lapang atau diberi makan di kandangnya. Pakan
bagi ternak berupa rumput alami, ampas tahu, dan konsentrat.Pada bidang
perikanan, perikanan tangkap adalah salah satu penggerak ekonomi masyarakat
Kecamatan Cipatujah. Pola melaut para nelayan yang diterapkan selama ini adalah
menjala, memancing dan kemudian hasil tangkapan dijual kepasar domestik
seperti Kota Cirebon dan Tasikmalaya serta ekspor ke beberapa negara tetangga.

41

5.2.2 Pendidikan
Dibidang pendidikan, institusi pendidikan yang berada di Kecamatan
Cipatujah terdiri dari jenjang TK hingga SMAyang baru beberapa tahun terakhir
berdiri dipusat kecamatan. Pendidikan lain yang terselenggara adalah sekolah
diniyah untuk anak sekolah dasar. Sarana pendidikan di Kecamatan Cipatujah
yaitu terdapat empat SD negeri, satu MI, dan satu SMP, satu SMA. Sarana
pendidikan tersebut adalah SDN Ciheras, SDN Datarkihiang, SDN Cisanggar,
SDN Cipari, MI Al-Hasanah, dan SMPN 3 Cipatujah dan SMA Kecamatan
Cipatujah. Keberadaan sarana pendidikan tersebut sangat minim, sehingga
menyebabkan banyak penduduk Kecamatan Cipatujah yang tidak bisa
melanjutkan sekolah, kecuali bagi penduduk yang memiliki kemampuan untuk
bersekolah diluar kecamatan. Hal ini tergambar dengan tingkat pendidikan
Kecamatan Cipatujah pada Tabel 5 berikut ini.
Tabel 5 Tingkat Pendidikan Penduduk Kecamatan Cipatujah
Tingkat Pendidikan Formal Jumlah (jiwa) %
Tidak Tamat SD 28635 46%
SD dan SMP 31224 51%
SLTA/ Aliyah 1374 2%
Perguruan Tinggi 398 1%
Jumlah 61631 100%
Sumber : Kecamatan Cipatujah Dalam Angka (2011)

Sebanyak 46% penduduk tidak dapat menamatkan pendidikan dasar, dan


51% penduduk hanya menamatkan pendidikan dasar dan SMP. Bahkan penduduk
yang berhasil menamatkan pendidikan hingga jenjang SLTA dan perguruan tinggi
masing-masing hanya sekitar 2 dan 1%. Keadaan ini mengindikasikan bahwa
sektor pendidikan perlu mendapat perhatian lebih dari semua pihak.

5.3 Gambaran Umum Kegiatan Penambangan Kecamatan Cipatujah


5.3.1 Morfologi Bebatuan Pembentuk Pasir Besi di Lokasi Penelitian
Endapan pasir yang terdapat didaerah Kabupaten Tasikmalaya adalah
endapan Placer Mekanisa dengan mineral utama adalah magnetic( Fe3O4),
Hematite (Fe2O3), dan Ilmenit (FeTiO3). Batuan asal dari endapan ini
diperkirakan adalah batuan andesit dan breccia yang terdapat dipegunungan-

42

pegunungan sebelah utara Pantai Selatan Pulau Jawa. Andesit ini merupakan
batuan beku dari lelehan magma diorite yang umumnya berwarna kelabu. Akibat
proses pelapukan dan erosi, maka batuan andesit tersebut akan lapuk dan hancur,
kemudian dibawa kearah pantai melalui aliran sungai. Selama ditransformasikan
juga terjadi proses pemisahan antara mineral berat dan mineral ringan. Daerah ini
mempunyai topografi dengan elevasi berkisar 0-25 meter diatas permukaan laut.
Arus laut yang kuat menyebabkan mineral-mineral tersebut akan terhempas
kepantai dan terakumulasi membentuk endapan pasir besi.
5.3.2Institusional Penambangan Pasir Besi
Penambangan pasir besi sebenarnya telah dimulai semenjak awal tahun
2000an. Pada awalnya penambangan hanya bersifat tambang rakyat dan sekedar
memenuhi permintaan bahan bangunan. Kondisi ini berubah, dan puncaknya pada
tahun 2011 isu penambangan pasir besi di Kabupaten Tasikmalaya sudah menjadi
isu nasional akibat dari kerusakan lingkungan dan kerusakan infrastruktur jalan.
Beberapa permasalahan mencuat akibat kegiatan penambangan pasir besi.
Turunnya daya dukung lingkungan akibat rendahnya kesadaran pengelolaan
lingkungan. Hal ini tercermin pada kegiatan reklamasi dan rehabilitasi lahan bekas
tambang belum dilakukan secara optimal dan tidak memperhatikan ketentuan
yang tertuang dalam dokumen lingkungan (AMDAL/UKL UPL). Pada tahapan
penambangan banyak kegiatan penambangan yang dilakukan di kawasan yang
tidak diperbolehkan (kawasan lindung) seperti sempadan pantai dan sungai.
Praktek seperti ini sangat tidak sesuai dengan kaidah-kaidah penambangan yang
baik dan benar. Sistem pengangkutan dengan memanfaatkan jalan umum, juga
menyebabkan terjadinya kerusakan infrastruktur jalan akibat pengangkutan hasil
tambang yang melebihi batas tonase angkutan yang diperbolehkan.
Secara administrasi para pemegang IUP operasi produksi tidak
menyampaikan pelaporan-pelaporan dan dokumen yang diperlukan yang menjadi
kewajibannya. Hal ini menyebabkan proses penambangan tidak terawasi oleh
pemerintah, baik secara operasional maupun administrasi. Akibatnya banyak
terjadi penyimpangan yang menyebabkan beragam tuntutan oleh masyarakat
mengharapkan ditutupnya kegiatan penambangan pasir besi. Dewan perwakilan
rakyat Kabupaten Tasikmalaya menanggapi permasalahan ini dengan

43

mengeluarkan surat dari Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten


Tasikmalaya Nomor 170/1600/DPRD tanggal 27 Juni 2011 perihal Pernyataan
Sikap DPRD Kabupaten Tasikmalaya yang mendorong Pemerintah Kabupaten
Tasikmalaya agar segera menertibkan kegiatan pertambangan pasir besi. Suratini
isinya berkaitan dengan :
Penataan ulang proses perizinan pertambangan, kegiatan penambangan,
wilayah pertambangan.
Penghentian sementara pemrosesan perizinan pertambangan mineral logam
baik baru maupun perpanjangan.
Perencanaan pembangunan instalasi pengolahan dan pemurnian.
Penertiban dan penghentian kegiatan penambangan pasir besi tanpa izin
(Ilegal Mining).
Kemudian di tingkat provinsi juga dikeluarkannya Peraturan Gubernur Nomor
31 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pengelolaan Pertambangan Mineral Logam
Besi yang berisi :
Sebagai pengganti Peraturan Gubernur Nomor 19 Tahun 2006, yang
disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan terbaru (UU No. 4/2009,
PP 22 dan 23 Tahun 2010);
Perubahan penamaan dari pasir besi menjadi mineral logam besi.
Kewajiban penyiapan instalasi pengolahan dan pemurnian;
Pelarangan kegiatan penambangan pada :sempadan pantai, sempadan sungai,
lepas pantai/bawah permukaan laut
Pengaturan tentang pengangkutan dan penjualan terutama yang menggunakan
infrastruktur pemerintah provinsi.
Pemegang IUP wajib berperan serta melaksanakan pemeliharaan jalan
provinsi, jalan kabupaten/kota dan jalan desa yang dilalui.

Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya berupaya melakukan pembenahan tata


kelola kegiatan pertambangan pasir besi di Kabupaten Tasikmalaya. Kebijakan
tersebut diantaranya menerbitkan moratorium (penghentian sementara) berupa
penghentianpemrosesan dan penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP)
Eksplorasi dan Operasi Produksi melalui Instruksi Bupati Tasikmalaya Nomor 2
Tahun 2011 tanggal 10 Mei 2011 tentang Penangguhan Penerbitan Izin Usaha
Pertambangan (IUP) di wilayah Kabupaten Tasikmalaya. Penghentian sementara
tersebut meliputi kegiatan konstruksi, penambangan, pengangkutan dan penjualan.
Pencabutan/pembatalan IUP terhadap IUP-IUP yang bermasalah baik secara

44

administrasi, teknis dan termasuk IUP yang dokumen lingkungannya dinyatakan


tidak berlaku/kadaluarsa dan rekomendasi lingkungannya dicabut. Tindakan tegas
juga dilakukan berupa penertiban dan penindakan hukum terhadap para
penambang tanpa izin (PETI).
5.3.3 Dampak Ekonomi Penambangan Pasir Besi
a. Serapan Tenaga Kerja
Keberadaan suatu aktivitas ekonomi tentunya akan berdampak pada
terbukanya lapangan pekerjaan baru. Penambangan pasir besi selain berdampak
negatif juga berdampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja di Kecamatan
Cipatujah. Proses penambangan dan pencucian pasir besi yang sederhana
menyebabkan pekerjaan tidak harus dikerjakan oleh pekerja dengan keahlian
khusus. Secara garis besar pada tahap penambangan pasir besi membutuhkan 10-
15 orang/ hari pekerja kasar untuk menambang hingga 100-130 m3. Pada proses
pencucian pasir besi juga membutuhkan 8-10 orang tenaga buruh kasar/hari. Pada
umumnya pekerja ini dibayar sebanyak Rp.40.000-50.000/ hari.
b. Pajak Desa
Biaya yang dibayarkan untuk kas desa adalah rutin untuk setiap tonase pasir
besi yang dihasilkan. Besarnya pajak yang diterima oleh desa sangat tergantung
kepada negosiasi antara kepala desa dengan perusahaan penambangan pada saat
kontrak awal dilakukan. Sebagai contoh di Desa Cikawungading, perusahaan pasir
besi harus membayar uang pembangunan desa sebesar Rp.50.000 untuk setiap
tonase pasir besi yang dihasilkan.
5.3.4 Dampak Lingkungan
Keberadaan kegiatan penambangan tidak akan pernah luput dari kerusakan
lingkungan yang diakibatkannya. Begitu juga dengan kegiatan penambangan pasir
besi di Kecamatan Cipatujah. Pada setiap tahapan penambangan sebenarnya telah
ada standar operasional yang harus diterapkan agar kerusakan lingkungan dapat
diminimalisasi. Akan tetapi penyimpangan dalam praktek dilapangan sering
terjadi karena kurangnya kesadaran dan pengawasan pihak berwenang. Misalnya,
pada tahapan pengupasan tanah pucuk, dimana tanah yang mengandung humus
tinggi harus ditempatkan pada bidang lahan yang aman dari erosi dan ditanami
tanaman penutup. Kenyataannya perusahaan penambangan tidak melakukan

45

prosedur seperti ini, sehingga proses erosi tanah humus ini tidak terhindarkan saat
hujan terjadi. Ini berdampak terhadap pendangkalan sungai dan hilangnya sumber
tanah saat pasca tambang.
Proses pencucian pasir besi yang tidak berada pada lokasi penambangan,
menyebabkan adanya tahapan pengangkutan pasir besi menuju washing plant
yang melalui jalan umum. Proses pengangkutan melalui jalan umum juga
dilakukan pada saat penjualan hasil tambang. Pengangkutan ini menyebabkan
rusaknya ruas jalan dan meningkatnya volume debu akibat lalu lintas truk
pengangkut pasir besi. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak puskesmas
Kecamatan Cipatujah saat penelitian, lalu lintas truk meningkatkan masyarakat
penderita penyakit gangguan saluran pernafasan dan iritasi mata.
Pada proses pencucian yang membutuhkan banyak air, mengharuskan
perusahaan melakukan pembendungan sungai untuk menjamin pencucian pasir
besi berjalan lancar. Pembendungan sungai ini akan menyebabkan beberapa lahan
pertanian akan kekurangan air terutama pada musim kemarau. Kegiatan pencucian
pasir besi juga tidak dilengkapi dengan proses pengolahan limbah yang benar,
seperti menyediakan instalasi pengolahan air limbah maupun kolam pengendapan.
Hasilnya, limbah hasil pencucian dibuang langsung ke sungai maupun laut
sehingga menyebabkan perairan tercemar dan terganggunya kehidupan biota
perairan sungai maupun laut.
Pada tahap akhir penambangan, beberapa perusahaan tidak melakukan
kegiatan reklamasi, sehingga lubang-lubang bekas galian dibiarkan menganga.
Lubang-lubang ini pada saat hujan akan menggenang dan memicu bersarangnya
nyamuk. Jika tidak segera ditutup maka perkembangan sarang nyamuk tersebut
menyebabkan berbagai penyakit seperti malaria dan cikungunya. Tentunya
kondisi ini sangat membahayakan kesehatan masyarakat, terutama yang mereka
yang tinggal dekat dengan lokasi penambangan.
Dalam jangka panjang kegiatan penambangan pasir besi dikawasan pesisir
juga dapat merubah struktur gumuk pasir disepanjang pantai. Struktur gumuk
pasir yang labil karena hilangnya penyangga alami dapat menimbulkan potensi
abrasi yang lebih besar bahkan memicu dampak tsunami yang lebih dahsyat.
Semakin meningkatnya luas penambangan pada daerah berhutan dan lahan

46

pertanian juga berakibat pada menurunnya keanekaragaman hayati dan


berkurangnya ketahanan pangan masyarakat.
5.3.5 Dampak Sosial
Pada umumnya disetiap daerah pertambangan terjadinya konflik antara
perusahaan pertambangan dengan pihak disekitarnya adalah hal hampir tidak
dapat dihindari. Apalagi kegiatan penambangan pasir besi di Kabupaten
Tasikmalaya telah menyebabkan kerusakan pada fasilitas umum seperti jalan dan
gangguan pada sektor perikanan. Berdasarkan pengamatan saat penelitian,
walaupun tidak terjadi konflik yang anarkis, namun telah terjadi beberapa aksi
demonstrasi masyarakat nelayan menuntut ditutupnya kegiatan penambangan
pasir besi. Tuntutan ini menyusul berkurangnya tangkapan nelayan akibat air laut
yang tercemar limbah pencucian pasir besi. Aksi demonstrasi lainnya adalah
ketidakpuasan masyarakat akibat rusaknya ruas jalan akibat truk pengangkut pasir
besi yang melebihi daya dukung jalan.
Konflik lainnya berhubungan dengan penyerobotan lahan yang mengandung
mineral pasir besi. Hal ini terutama terjadi pada izin usaha pertambangan lahan
milik perhutani. Banyaknya kelompok-kelompok preman yang mem-backing
perusahaan penambangan pasir besi, menyebabkan kegiatan penambangan dapat
terus beroperasi walaupun status kepemilikan lahan belum jelas, keadaan ini
disebabkan lemahnya penegakan hukum oleh aparat. Konflik lahan juga sulit
dicegah pada pertambangan yang dilakukan oleh rakyat. Biasanya masyarakat
melakukan penambangan pasir besi secara ilegal pada lahan milik perhutani dan
sempadan sungai. Pengawasan penambangan ilegal ini sulit dilakukan karena
masyarakat menebang beberapa sisi hutan dan lahan secara berkelompok dan
berpencar.

5.4 Karakteristik Responden


5.4.1 Pengguna Jalan
Dalam menilai kerusakan jalan yang mengakibatkan bertambahnya waktu
tempuh dan konsumsi BBM kendaraan telah dilakukan pengamatan terhadap 67
orang sampel pengguna jalan. Komposisinya 11 pengendara kendaraan roda 4 dan
56 pengendara roda 2. Beberapa variabel yang diamati diantaranya, jenis kelamin,
usia, tingkat pendidikan, jarak yang ditempuh, lama waktu tempuh, frekuensi

47

menggunakan jalan dalam sebulan serta pendapatan responden untuk kendaraan


roda dua maupun roda empat. Sebaran jumlah jenis kelamin responden dan
tingkat pendidikan menurut jenis kendaraan dapat dilihat pada Tabel 6. Sebagian
besar responden yang diwawancarai adalah berjenis kelamin laki-laki karena
memang pada kenyataanya yang lebih banyak mengendarai kendaraan didaerah
Cipatujah adalah laki-laki. Persentase pengendara laki laki dengan perempuan
adalah 94% berbanding 6%.
Tabel 6 Jenis Kelamin, Pendidikan Responden
Jenis Kendaraan
Kategori %
Roda 2 Roda 4
Jenis Kelamin
Laki - Laki 52 11 94%
Perempuan 4 0 6%
Pendidikan
Pendidikan tertinggi D III S1
pendidikan terendah SD SD
SMP 32 4 54%
SMA 18 3 31%
DIII 6 4 15%
Sumber : Data primer (2012)

Tingkat pendidikan responden dikelompokkan menjadi tiga kelas tingkatan.


Kelas pendidikan SMP kebawah, SMA dan DIII keatas. Rata-rata responden
berpendidikan SMP kebawah dengan persentase 54%, dan SMA 31 % dan lebih
dari DIII sebanyak 15 %. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan responden relatif
rendah. Rendahnya pendidikan responden di Kecamatan Cipatujah salah satunya
disebabkan kurangnya lembaga sekolah, seperti SMA baru didirikan beberapa
tahun terakhir dan lokasinyapun berada di ibukota kecamatan sehingga sulit
diakses oleh responden. Pengakuan beberapa responden bahwa banyak penduduk
tidak sanggup melanjutkan sekolah ke jenjang lebih tinggi dari SMP, ini juga
disebabkan faktor ekonomi yang kurang memadai sehingga memaksa banyak
responden harus putus sekolah.
Variabel usia juga diamati pada responden pengguna jalan. Secara umum
usia responden masih berada pada usia produktif dan dewasa. Tabel 7
menunjukkan usia, dimana rata-rata usia responden adalah 36 tahun untuk
responden pengendara kendaraan roda dua dan 42 tahun untuk responden
kendaraan roda empat. Tingginya usia produktif tentunya menunjukkan semakin

48

tinggi nilai kehilangan waktu tempuh dalam perjalanan yang dialami oleh
responden.
Tabel 7 Tingkat Umur Responden
Jenis Kendaraan
Kategori
Roda 2 Roda 4
Umur Rata - Rata 36 42
Umur tertua (tahun) 49 50
Umur termuda (tahun) 21 32
Jumlah Responden 56 11
Sumber : Data primer (2012)

Jenis pekerjaan, responden pengguna jalan cukup bervariasi penyebarannya


dapat dilihat pada Tabel 8. Ini menandakan pemanfaatan jalan ini sangat vital
untuk beragam kegiatan masyarakat. Pekerjaan responden pengguna jalan di
Kecamatan Cipatujah antara lain pengusaha, pedagang, PNS/ swasta, petani padi
sawah, penyadap kelapa, nelayan, buruh, tukang ojeg dan lain-lain.
Tabel 8 Jenis Pekerjaan Responden Pengguna Jalan
Jenis Kendaraan
Kategori %
Roda 2 Roda 4
Pengusaha/ Pedagang 1 3 6%
PNS/ Swasta 7 4 16%
Petani/Penyadap kelapa 15 0 22%
Nelayan 11 0 16%
Buruh 5 0 7%
Supir/ T. ojeg 4 4 12%
Lain - Lain 13 0 19%
Jumlah Responden 56 11 100%
Sumber : Data primer (2012)

Berdasarkan hasil survei pekerjaan terbanyak adalah petani dan penyadap


kelapa dengan persentase sebanyak 22%, selanjutnya nelayan 16%, pegawai
negeri dan pegawai swasta sebanyak 16% sedangkan supir dan tukang ojeg
sebanyak 12% dan yang berprofesi sebagai pengusaha serta masing-masing
sebanyak 6%.
Tingkat pendapatan dapat dilihat dari Tabel 9 berikut ini, dengan membagi
pada tiga kelas tingkat pendapatan. Pendapatan responden sebagian besar masih
kurang dari Rp.1.500.000/ bulan atau bisa dikategorikan rendah. Nilai ini terutama
untuk responden pengendara sepeda motor dengan jumlah mencapai 50%.
Responden yang memiliki pendapatan sedang dengan nilai Rp. 1.500.000-

49

2.500.000/bulan sebanyak 30%. Terakhir, responden yang berpendapatan tinggi


diatas 2.500.000/ bulan sebanyak 19% dan didominasi oleh pengendara kendaraan
roda empat. Pendapatan yang lebih tinggi untuk pengendara kendaraan roda empat
sangat lazim, karena harga dan perawatan kendaraan roda empat relatif lebih
tinggi sehingga hanya responden berpendapatan cukup tinggi yang dapat memiliki
kendaraan roda empat. Responden pengendara kendaraan roda empat memiliki
rata-rata pendapatan Rp. 2.913.000/bulan atau dapat dikatakan responden yang
memiliki tingkat kehidupan lebih mapan, dibandingkan dengan pengendara
kendaraan roda dua dengan pendapatan Rp.1.360.000/ bulan.
Tabel 9 Klasifikasi Pendapatan Responden Pengguna Jalan Dalam Rupiah
Kategori Tingkat Jenis Kendaraan
Pendapatan Roda 2 Roda 4
500000 1500000 Rendah 34 0
1500000 2500000 Sedang 15 5
>2500000 Tinggi 7 6
Jumlah Responden 56 11
Sumber : Data primer (2012)

5.4.2 Nelayan
Berdasarkan pengamatan dan wawancara yang dilakukan di PPI
Pamayangsari kecamatan Cipatujah, diperoleh karakteristik sosial ekonomi
responden nelayan seperti tertera pada Tabel 10 berikut.
Tabel 10 Karakteristik Responden Nelayan
Inisial Responden Umur (Tahun) Pendidikan
A 27 SMP
B 47 SD
C 40 SD
D 45 SD
E 30 SMP
Jumlah Responden 5
Sumber : Data primer (2012)

Responden rata-rata masih pada kisaran umur produktif, dimana umur tertua
adalah 47 tahun dan termuda 27 tahun. Tingkat pendidikan responden secara
umum adalahrendah, dan mayoritas berpendidikan sekolah dasar. Dari kelima
responden, responden yang berprofesi sebagai nelayan tangkap tidak memiliki
pekerjaan lain selain nelayan. Hal ini disebabkan karena pekerjaan sebagai
nelayan tangkap membutuhkan waktu satu malam untuk melaut.

50

Anda mungkin juga menyukai