BAB I
PENDAHULUAN
Masalah lingkungan hidup, bukan masalah yang baru, tetapi sudah ada sejak manusia hidup
di muka bumi. Keberadaan manusia di bumi merupakan faktor penyebab terjadinya masalah
lingkungan hidup.
Pertumbuhan populasi manusia yang cepat, menyebabkan kebutuhan akan pangan, bahan
bakar, tempat pemukiman, dan lain kebutuhan serta limbah domestik juga bertambah dengan
cepat. Pertumbuhan populasi manusia telah mengakibatkan perubahan yang besar dalam
lingkungan hidup.
Mempelajari ekologi sangat penting, karena masa depan kita sangat tergantung pada
hubungan ekologi di seluruh dunia. Meskipun perubahan terjadi di tempat lain di bumi ini,
namun akibatnya akan kita rasakan pada lingkungan di sekitar kita. Meskipun ekologi adalah
cabang dari biologi, namun seorang ahli ekologi harus menguasai ilmu lain seperti kimia,
fisika, dan ilmu komputer. Ekologi juga berhubungan dengan bidang ilmu-ilmu tertentu
seperti geologi, meteorologi, dan oseanografi, guna mempelajari lingkungan dan
hubungannya antara tanah, air, dan udara. Pendekatan dari berbagai ilmu membantu ahli
ekologi untuk memahami bagaimana lingkungan nonhidup mempengaruhi mahkluk hidup.
Hal ini juga bisa membantu untuk memperkirakan atau meramalkan dampak dari masalah
lingkungan seperti hujan asam atau efek rumah kaca.
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pendahuluan diatas, maka kita yang menjadi rumusan masalah
dalam makalah ini adalah apa saja yang unsur-unsur yang ada dalam ekolgi maupun konsep
dasar dari ekologi.
1.3.Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui unsur-unsur
ekologi yang terdapat di dalam peri kehidupan alam ini.
Selain itu, pembuatan makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dari mata kuliah
Biologi Umum 2.
1.4.Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini adalah agar pembaca lebih memahami
pengertian dari ekologi, maupun unsur-unsur di dalamekolgi
BAB II
PEMBAHASAN
Ekologi, biologi dan ilmu kehidupan lainnya saling melengkapi dengan zoologi dan
botani yang menggambarkan hal bahwa ekologi mencoba memperkirakan, dan ekonomi
energi yang menggambarkan kebanyakan rantai makanan manusia dan tingkat tropik.
Komponen abiotik adalah komponen yang tidak hidup dalam ekosistem. Komponen
abiotik dalam ekosistem mencakup faktor-faktor fisik, suhu, cahaya matahari atau intensitas
cahaya, air, tanah, ketinggian, angin, garis lintang, kelembaban, topografi dan iklim mikro
dan dan faktor edafik yang merujuk kepada komposisi fisika atau kimia dari tanah. Semua
faktor-faktor lingkungan ini dalam suatu ekosistem mempengaruhi kehidupan dan sebaran
dari makhluk-makhluk hidup. Nilai dari pH air dan tanah misalnya misalnya mempengaruhi
sebaran dari organisma-organisma. Dalam hal ini sebahagian bessr organisma hidup pada pH
netral ataupun hampir netral ( pH 6,0-7,5 ). Beberapa tanaman tumbuh baik pada kondisi
yang asam maupun yang basa.
Faktor abiotik adalah faktor tak hidup yang meliputi faktor fisik dan kimia. Faktor fisik
utama yang mempengaruhi ekosistem adalah sebagai berikut :
a. Suhu
Suhu berpengaruh terhadap ekosistem karena suhu merupakan syarat yang diperlukan
organisme untuk hidup. Ada jenis-jenis organisme yang hanya dapat hidup pada kisaran
suhutertentu.
c. Air
Air berpengaruh terhadap ekosistem karena air dibutuhkan untuk kelangsungan hidup
organisme. Bagi tumbuhan, air diperlukan dalam pertumbuhan, perkecambahan, dan
penyebaran biji; bagi hewan dan manusia, air diperlukan sebagai air minum dan sarana hidup
lain, misalnya transportasi bagi manusia, dan tempat hidup bagi ikan. Bagi unsur abiotik lain,
misalnya tanah dan batuan, air diperlukan sebagai pelarut dan pelapuk.
d. Tanah
Tanah merupakan tempat hidup bagi organisme. Jenis tanah yang berbeda menyebabkan
organisme yang hidup didalamnya juga berbeda. Tanah juga menyediakan unsur-unsur
penting bagi pertumbuhan organisme, terutama tumbuhan.
e. Ketinggian
Ketinggian tempat menentukan jenis organisme yang hidup di tempat tersebut, karena
ketinggian yang berbeda akan menghasilkan kondisi fisik dan kimia yang berbeda.
f. Angin
g. Garislintang
Garis lintang yang berbeda menunjukkan kondisi lingkungan yang berbeda pula. Garis
lintang secara tak langsung menyebabkan perbedaan distribusi organisme di permukaan
bumi. Ada organisme yang mampu hidup pada garis lintang tertentu saja.
h. Kelembaban Udara
Kelembaban udara mempengaruhi laju penguapan atau transpirasi tumbuhan dan laju
transportasi air dari hewan-hewan. Organisme yang dapat mengendalikan laju kehilangan air
memiliki sebaran yang lebih meluas. Organisme seperti katak, bekicot ataupun siput, cacing
tanah dan lumut yang tak dapat mengendalikan kehilangan air adalah lebih sesuai hidup pad
tempat yang lembab.
i. Topografi
Topografi adalah bentuk daripermukaan bumi. Topografi suatu tempat menentukan suhu,
intensitas cahaya dan kelembaban di tempat tersebut. Tiga faktor topografi yang
mempengaruhi sebaran ataupun distribusi dari organisma-organisma adalah ketinggian,
kemiringan dan arah. Pada ketinggian yang tinggi hanya sedikit organisma yang hidup karena
pada tempat seperti itu suhu, tekanan udara dan kelembaban udara rendah.
j. Iklim Mikro
Iklim mikro merujuk kepada iklim di suatu habitat kecil,misalnya iklim dalam tanah, iklim di
bawah sebuah pohon besar atau pada sebuah batu besar. Suhu, kelembaban dan dan intensitas
cahaya pada habitat kecil tadi berbeda dengan suhu, kelembaban dan intensitas cahaya yang
ada di sekitarnya. Setiap jenis makhluk hidup mencari habitat yang mempunyai iklim mikro
yang sesuai baginya.
Komponen biotik dari lingkungan adalah semua makhluk hidup yang terdapat pada suatu
lingkungan ataupun ekosistem. Komponen biotik ini digolongkan kedalam tiga kelompok
yakni : produsen, konsumen, dan pengurai ( dekomposer ). Tumbuhan hijau daun adalah
produsen karena mereka dapat mensintesa makanan ( karbohidarat ) dengan menggunakan
CO2, H2O,dan energi matahari dari melalui proses fotosintesa. Konsumen adalah organisme-
organisme yang memakan tumbuhan dan organisme yang lain. Konsumen lebih lanjut
dibedakan menjadi konsumen primer dan sekunder.
Konsumen primer adalah herbivor yang secara langsung memakan tumbuhan, sedangkan
konsumen sekunder adalah karnivor yang secara langsung memakan konsumen
primer.sedangkan konsumen tertier adalah karnivir ataupun omnivor yang memakan
konsumen sekunder.
Dekomposer adalah bakteri dan fungi yang menguraikan tumbuhan dan hewan yang telah
mati menjadi senyawa yang sederhana
A.Individu
1. Adaptasi morfologi
Gigi hewan karnivora atau pemakan daging beradaptasi menjadi empat gigi taring
besar dan runcing untuk menangkap mangsa, serta gigi geraham dengan ujung pemotong
yang tajam untuk mencabik-cabik mangsanya.
b. Moncong
Trenggiling besar adalah hewan menyusui yang hidup di hutan rimba Amerika
Tengah dan Selatan. Makanan trenggiling adalah semut, rayap, dan serangga lain yang
merayap. Hewan ini mempunyai moncong panjang dengan ujung mulut kecil tak bergigi
dengan lubang berbentuk celah kecil untuk mengisap semut dari sarangnya. Hewan ini
mempunyai lidah panjang dan bergetah yangdapat dijulurkan jauh keluar mulut untuk
menangkap serangga.
c. Paruh
Elang memiliki paruh yang kuat dengan rahang atas yang melengkung dan ujungnya
tajam. Fungsi paruh untuk mencengkeram korbannya. Perhatikan
d. Daun
e. Akar
Akar tumbuhan gurun kuat dan panjang,berfungsi untuk menyerap air yang terdapat
jauh di dalam tanah. Sedangkan akar hawa pada tumbuhan bakau untuk bernapas.
2. Adaptasi fsiologi
a. Kelenjar bau
Musang dapat mensekresikan bau busukdengan cara menyemprotkan cairan melalui sisi
lubang dubur. Sekret tersebut berfungsi untuk menghindarkan diri dari musuhnya.
b. Kantong tinta
Cumi-cumi dan gurita memiliki kantong tinta yang berisi cairan hitam. Bila musuh
datang, tinta disemprotkan ke dalam air sekitarnya sehingga musuh tidak dapat melihat
kedudukan cumi-cumi dan gurita.
Adaptasi tingkah laku merupakan adaptasi yang didasarkan pada tingkah laku.
Contohnya sebagai berikut :
Beberapa hewan berpura-pura tidur atau mati, misalnya tupai Virginia. Hewan ini
sering berbaring tidak berdaya dengan mata tertutup bila didekati seekor anjing.
b. Migrasi
Ikan salem raja di Amerika Utara melakukan migrasi untuk mencari tempat yang
sesuai untuk bertelur. Ikan ini hidup di laut. Setiap tahun, ikan salem dewasa yang berumur
empat sampai tujuh tahun berkumpul di teluk disepanjang Pantai Barat Amerika Utara untuk
menuju ke sungai. Saat di sungai, ikan salem jantan mengeluarkan sperma di atas telur-telur
ikan betinanya. Setelah itu ikan dewasa biasanya mati. Telur yang telah menetas untuk
sementara tinggal di air tawar. Setelah menjadi lebih besar mereka bergerak ke bagian hilir
dan akhirnya ke laut.
2.5 Populasi
Populasi adalah sekelompok mahkluk hidup dengan spesies yang sama, yang hidup di suatu
wilayah yang sama dalam kurun waktu yang sama pula. Misalnya semua rusa di Isle Royale
membentuk suatu populasi, begitu juga dengan pohon-pohon cemara. Ahli ekologi
memastikan dan menganalisa jumlah dan pertumbuhan dari populasi serta hubungan antara
masing-masing spesies dan kondisi-kondisilingkungan.
Jumlah dari suatu populasi tergantung pada pengaruh dua kekuatan dasar. Pertama
adalah jumlah yang sesuai bagi populasi untuk hidup dengan kondisi yang ideal. Kedua
adalah gabungan berbagai efek kondisi faktor lingkungan yang kurang ideal yang membatasi
pertumbuhan. Faktor-faktor yang membatasi diantaranya ketersediaan jumlah makanan yang
rendah, pemangsa, persaingan dengan mahkluk hidup sesama spesies atau spesies lainnya,
iklim dan penyakit.
Jumlah terbesar dari populasi tertentu yang dapat didukung oleh lingkungan tertentu
disebut dengan kapasitas beban lingkungan untuk spesies tersebut. Populasi yang normal
biasanya lebih kecil dari kapasitas beban lingkungan bagi mereka disebabkan oleh efek cuaca
yang buruk, musim mengasuh bayi yang kurang bagus, perburuan oleh predator, dan faktor-
faktor lainnya.
Faktor-faktor yang merubah populasi:
Tingkat populasi dari spesies bisa banyak berubah sepanjang waktu. Kadangkala
perubahan ini disebabkan oleh peristiwa-peristiwa alam. Misalnya perubahan curah hujan
bisa menyebabkan beberapa populasi meningkat sementara populasi lainnya terjadi
penurunan. Atau munculnya penyakit-penyakit baru secara tajam dapat menurunkan populasi
suatu spesies tanaman atau hewan. Sebagai contoh peralatan berat dan mobil menghasilkan
gas asam yang dilepas ke dalam atmosfer, yang bercampur dengan awan Dan turun ke bumi
sebagai hujan asam. Di beberapa wilayah yang menerima hujan asam dalam jumlah besar
populasi ikan menurun secara tajam.
2.6. Komunitas
Komunitas ialah kumpulan dari berbagai populasi yang hidup pada suatu waktu dan
daerah tertentu yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain. Komunitas
memiliki derajat keterpaduan yang lebih kompleks bila dibandingkan dengan individu dan
populasi.
Dalam komunitas, semua organisme merupakan bagian dari komunitas dan antara
komponennya saling berhubungan melalui keragaman interaksinya.
2.7. Ekosistem
Sebuah ekosistem adalah level paling kompleks dari sebuah organisasi alam.
Ekosistem terbentuk dari sebuah komunitas dan lingkungan abiotiknya seperti iklim, tanah,
air, udara, nutrien dan energi. Ahli ekologi sistem adalah mereka yang mencoba
menghubungkan bersama beberapa perbedaan aktifitas fisika dan biologi di dalam suatu
lingkungan. Penelitian mereka seringkali terfokus pada aliran energi dan perputaran material-
material yang ada di dalam sebuah ekosistem. Mereka biasanya menggunakan komputer yang
canggih untuk membantu memahami data-data yang dikumpulkan dari penelitian di lapangan
dan untuk memprediksi perkembangan yang akan terjadi.
Aliran Energi
1. Matahari
2. Bahan-bahan abiotik
3. Produsen
4. Konsumen Pertama
5. Konsumen Kedua
6. Pengurai
Sebagian besar ekosistem memiliki suatu variasi produsen, konsumen dan pengurai
yang membentuk sebuah rantai makanan yang saling tumpang tindih yang dinamakan
jaringan makanan. Jaringan-jaringan makanan terutama sekali terdapat di ekosistem wilayah
tropis dan ekosistem lautan.
Beberapa spesies makan banyak jenis makanan tetapi ada juga yang membutuhkan
makanan yang khusus. Konsumen pertama seperti koala dan panda terutama makan satu jenis
tanaman. Makanan utama koala adalah eucalyptus dan makanan utama panda adalah bambu.
Jika tanaman-tanaman ini mati maka kedua binatang tersebut juga ikut mati.
Energi yang berpindah melalui sebuah ekosistem berada dalam sebuah urutan
transformasi. Pertama produsen merubah sinar matahari menjadi energi kimia yang disimpan
di dalam protoplasma (sel-sel tumbuhan) di dalam tanaman. Selanjutnya konsumen pertama
memakan tanaman, merubah energi menjadi bentuk energi kimia yang berbeda yang
disimpan di dalam sel-sel tubuh. Energi ini berubah kembali ketika konsumen kedua makan
konsumen pertama.
Sebagian besar organisme memiliki efisiensi ekologi yang rendah. Ini berarti mereka
hanya dapat merubah sedikit bagian dari energi yang tersedia bagi mereka untuk disimpan
menjadi energi kimia. Contohnya tanaman-tanaman hijau hanya dapat merubah sekitar 0,1
hingga 1 % tenaga matahari yang mencapainya ke dalam protoplasma. Sebagian besar energi
yang tertangkap di bakar untuk pertumbuhan tanaman dan lepas ke dalam lingkungan sebagai
panas. Begitu juga herbivora atau binatang pemakan tumbuhan dan karnivora binatang
pemakan daging merubah energi ke dalam sel-sel tubuh hanya sekitar 10 hingga 20 % dari
energi yang dihasilkan oleh makanan yang mereka makan.
Karena begitu banyaknya energi yang lepas sebagai panas pada setiap langkah dari
rantai makanan, semua ekosistem mengembangkan sebuah piramida energi. Tanaman sebagai
produsen menempati bagian dasar piramid, herbivora (konsumen pertama) membentuk
bagian berikutnya, dan karnivora (komsumen kedua) membentuk puncak piramida. Piramid
tersebut mencerminkan kenyataan bahwa banyak energi yang melewati tanaman
dibandingkan dengan herbivora, dan lebih banyak yang melalui herbivora dibandingkan
dengan karnivora.
Ahli-ahli ekologi mengumpulkan informasi pada sebuah piramida biomasa pada Isle
Royale. Mereka meneliti hubungan piramida diantara tanaman, rusa dan serigala. Dalam
sebuah penelitian mereka menemukan bahwa diperlukan tanaman seberat 346 kg untuk
makanan rusa seberat 27 kg. Rusa seberat inilah yang diperlukan untuk makanan serigala
seberat 0,45 kg.
Oleh sebab itu, umat manusia melakukan suatu program untuk menyelamatkan
linkungan hidup. Dengan ditetapkannya hari lingkungan hidup sedunia yang jatuh pada
tanggal 5 Juni, orang-orang akan semakin paham betapa pentingnya lingkungan hidup bagi
kita semua.
Apakah kita pernah tersadar dimanakah kita sekarang ini? Kita sebagai manusia hidup
di Bumi mulai dari lahir, kecil, beranjak dewasa, sampai kita meninggal. Kita sangat
berhutang budi pada Bumi, planet tempat tinggal kita yang tercinta ini. Tetapi, berapa banyak
kita telah mengotori Bumi, merusak Bumi, dan membuat Bumi ini menjadi tidak indah lagi?
Kadang-kadang kita tidak sadar bahwa perbuatan kita sangat merusak Bumi dan terkesan
tidak berterima kasih pada Bumi yang telah berjasa banyak pada Bumi.
Dulu, Indonesia dikenal sebagai sebuah negeri yang subur. Negeri kepulauan yang
membentang di sepanjang garis katulistiwa yang ditamsilkan ibarat untaian zamrud
berkilauan sehingga membuat para penghuninya merasa tenang, nyaman, damai, dan
makmur. Tanaman apa saja bisa tumbuh di sana. Bahkan, tongkat dan kayu pun, menurut
versi Koes Plus, bisa tumbuh jadi tanaman yang subur.
Namun, seiring dengan berkembangnya peradaban umat manusia, Indonesia tidak lagi
nyaman untuk dihuni. Tanahnya jadi gersang dan tandus. Jangankan tongkat dan kayu, bibit
unggul pun gagal tumbuh di Indonesia. Yang lebih menyedihkan, dari tahun ke tahun,
Indonesia hanya menuai bencana. Banjir bandang, tanah longsor, tsunami, atau kekeringan
seolah-olah sudah menjadi fenomena tahunan yang terus dan terus terjadi. Sementara itu,
pembalakan hutan, perburuan satwa liar, pembakaran hutan, penebangan liar, bahkan juga
illegal loging (nyaris) tak pernah luput dari agenda para perusak lingkungan. Ironisnya, para
elite negeri ini seolah-olah menutup mata bahwa ulah manusia yang bertindak sewenang-
wenang dalam memperlakukan lingkungan hidup bisa menjadi ancaman yang terus mengintai
setiap saat.
Mengapa bencana demi bencana terus terjadi? Bukankah negeri ini sudah memiliki perangkat
hukum yang jelas mengenai Pengelolaan Lingkungan Hidup? Bukankah Menteri Lingkungan
Hidup dan Menteri Pendidikan Nasional telah membangun kesepakatan bersama tentang
pendidikan lingkungan hidup? Namun, mengapa korban-korban masih terus berjatuhan akibat
rusaknya lingkungan yang sudah berada pada titik nadir? Siapa yang mesti bertanggung
jawab ketika bumi ini tidak lagi bersikap ramah terhadap penghuninya? Siapa yang harus
disalahkan ketika bencana dan musibah datang beruntun menelan korban orang-orang tak
berdosa?
Saat ini agaknya (nyaris) tidak ada lagi tanah di Indonesia yang nyaman bagi tanaman untuk
tumbuh dengan subur dan lebat. Mulai pelosok-pelosok dusun hingga perkotaan hanya
menyisakan celah-celah tanah kerontang yang gersang, tandus, dan garang. Di pelosok-
pelosok dusun, berhektar-hektar hutan telah gundul, terbakar, dan terbabat habis sehingga tak
ada tempat lagi untuk resapan air. Satwa liar pun telah kehilangan habitatnya. Sementara itu,
di perkotaan telah tumbuh cerobong-cerobong asap yang ditanam kaum kapitalis untuk
mengeruk keuntungan tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan. Polusi
tanah, air, dan udara benar-benar telah mengepung masyarakat perkotaan sehingga tak ada
tempat lagi untuk bisa bernapas dengan bebas dan leluasa. Limbah rumah tangga dan industri
makin memperparah kondisi tanah dan air di daerah perkotaan sehingga menjadi sarang yang
nyaman bagi berbagai jenis penyakit yang bisa mengancam keselamatan manusia di
sekitarnya.
Sebenarnya kita bisa banyak belajar dari kearifan lokal nenek moyang kita tentang bagaimana
cara memperlakukan lingkungan dengan baik dan bersahabat. Meski secara teoretis mereka
buta pengetahuan, tetapi di tingkat praksis mereka mampu membaca tanda-tanda dan gejala
alam melalui kepekaan intuitifnya. Masyarakat Papua, misalnya, memiliki budaya dan adat
istiadat lokal yang lebih mengedepankan keharmonisan dengan alam. Mereka pantang
melakukan perusakan terhadap alam karena dinilai bisa menjadi ancaman besar bagi budaya
mereka. Alam bukan hanya sumber kehidupan, melainkan juga sahabat dan guru yang telah
mengajarkan banyak hal bagi mereka. Dari alam mereka menemukan falsafah hidup,
membangun religiositas dan pola hidup seperti yang mereka anut hingga kini. Memanfaatkan
alam tanpa mempertimbangkan eksistensi budaya setempat tidak beda dengan penjajahan.
Namun, sejak kedatangan PT Freeport Indonesia, keharmonisan hubungan masyarakat Papua
dengan alam jadi berubah. Saya kira masih banyak contoh kearifan lokal di daerah lain yang
sarat dengan pesan-pesan moral bagaimana memperlakukan lingkungan dengan baik.
Namun, berbagai peristiwa tragis akibat parahnya kerusakan lingkungan sudah telanjur
terjadi. Membangun tanpa merusak lingkungan yang dulu pernah gencar digembar-
gemborkan pun hanya slogan belaka. Realisasinya, atas nama pembangunan, penggusuran
lahan dan pembabatan hutan terus berlangsung. Sementara itu, hukum pun makin tak berdaya
menghadapi para bromocorah lingkungan hidup yang nyata-nyata telah menyengsarakan
jutaan umat manusia. Para investor yang nyata-nyata telah membutakan mata dan tidak
menghargai kearifan lokal masyarakat setempat justru dianggap sebagai pahlawan lantaran
telah mampu mendongkrak devisa negara dalam upaya mengejar pertumbuhan ekonomi dan
daya saing bangsa.
Meskipun demikian, hanya mencari kambing hitam siapa yang bersalah dan siapa yang
mesti bertanggung jawab terhadap kerusakan lingkungan hidup bukanlah cara yang arif dan
bijak. Lingkungan hidup merupakan persoalan kolektif yang membutuhkan partisipasi semua
komponen bangsa untuk mengurus dan mengelolanya. Pemerintah, tokoh-tokoh masyarakat,
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), semua warga masyarakat, dan komponen bangsa
yang lain harus memiliki kemauan politik untuk bersama-sama menjaga kelestarian
lingkungan hidup dari ulah tangan jahil para preman dan penjahat lingkungan. Hal itu harus
dibarengi dengan tindakan hukum yang tegas terhadap pelaku kejahatan lingkungan hidup
yang nyata-nyata telah terbukti menyengsarakan banyak umat manusia. Pedang hukum harus
benar-benar mampu memancung dan memenggal kepala para penjahat lingkungan hidup
untuk memberikan efek jera dan sekaligus memberikan pelajaran bagi yang lain.
Yang tidak kalah penting, harus ada upaya serius untuk membudayakan cinta lingkungan
hidup melalui dunia pendidikan. Institusi pendidikan, menurut hemat saya, harus menjadi
benteng yang tangguh untuk menginternalisasi dan menanamkan nilai-nilai budaya cinta
lingkungan hidup kepada anak-anak bangsa yang kini tengah gencar menuntut ilmu. Nilai-
nilai kearifan lokal masyarakat setempat perlu terus digali dan dikembangkan secara
kontekstual untuk selanjutnya disemaikan ke dalam dunia pendidikan melalui proses
pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Pola dan gaya
penyajiannya pun tidak bercorak teoretis dan dogmatis seperti orang berkhotbah, tetapi harus
lebih interaktif dan dialogis dengan mengajak siswa didik untuk berdiskusi dan bercurah pikir
melalui topik-topik lingkungan hidup yang menarik dan menantang.
Lingkungan hidup yang disemaikan melalui dunia pendidikan tidak harus menjadi mata
pelajaran tersendiri, tetapi disajikan lintas mata pelajaran melalui pokok-pokok bahasan yang
relevan. Dengan kata lain, lingkungan hidup tidak cukup hanya menjadi tanggung jawab guru
Geografi atau IPA saja, misalnya, tetapi harus menjadi tanggung jawab semua guru mata
pelajaran.
Mengapa budaya cinta lingkungan hidup ini penting dikembangkan melalui dunia
pendidikan? Ya, karena jutaan anak bangsa kini tengah gencar menuntut ilmu di bangku
pendidikan. Merekalah yang kelak akan menjadi penentu kebijakan mengenai penanganan
dan pengelolaan lingkungan hidup yang baik. Menanamkan nilai-nilai budaya cinta
lingkungan hidup kepada anak-anak bangsa melalui bangku pendidikan sama saja
menyelamatkan lingkungan hidup dari kerusakan yang makin parah. Dan itu harus dimulai
sekarang juga. Depdiknas yang memiliki wewenang untuk menentukan kebijakan harus
secepatnya menjemput bola agar dunia pendidikan kita mampu melahirkan generasi masa
depan yang sadar lingkungan dan memiliki kepekaan terhadap persoalan yang dihadapi
masyarakat dan bangsanya.
Dengan diadakannya hariligkungan hidup sedunia ini, diharapkan agar seluruh lapisan
masyarakat dapat lebih paham betapa pentingnya lingkungan hidup ini bagi kita dan juga
agar ekosistem yang ada di muka bumi ini tidak terganggu.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Ekologi merupakan ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan lingkungannya
dan yang lainnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ekologi adalah faktor dari abiotik maupun faktor
biotik. Faktor abiotik adalah komponen yang tidak hidup dalam ekosistem. Komponen
abiotik dalam ekosistem mencakup faktor-faktor fisik, seperti suhu, cahaya matahari atau
intensitas cahaya, air, tanah, ketinggian, angin, garis lintang, kelembaban, topografi dan iklim
mikro.
Faktor biotik adalah semua makhluk hidup yang terdapat pada suatu lingkungan ataupun
ekosistem. Komponen biotik ini digolongkan kedalam tiga kelompok yakni : produsen,
konsumen, dan pengurai ( dekomposer ).
Populasi adalah sekelompok mahkluk hidup dengan spesies yang sama, yang hidup di suatu
wilayah yang sama dalam kurun waktu yang sama pula.
Komunitas ialah kumpulan dari berbagai populasi yang hidup pada suatu waktu dan daerah
tertentu yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain.
Antara komunitas dan lingkungannya selalu terjadi interaksi. Interaksi ini
menciptakan kesatuan ekologi, yang disebut dengan ekosistem. Ekosistem terbentuk dari
sebuah komunitas dan lingkungan abiotiknya seperti iklim, tanah, air, udara, nutrien dan
energi. Jadi, ekosistem adalah satu unit sistem alam yang dibentuk oleh interaksi daripada
tumbuhan dan hewan antara satu sama lainnya dan juga dengan lingkungannya.
Ekosistem juga memiliki hubungan yang erat dengan lingkungan hidup. Apabila lingkungan
hidup tidak seimbang tentu saja ekosistem akan terganggu kelestariannya.
Oleh sebab itu dengan diadakannya hari lingkungan hidup sedunia, masyarakat akan semakin
paham lingkungan hidup ini bagi kta dan juga keberlangsungannya ekosistem di muka bumi
ini.
DAFTAR PUSTAKA