Anda di halaman 1dari 32

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


DHF (Dengue Haemoragic Fever) merupakan penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui nyamuk Aedes aegypti
betina. Penyakit ini biasa disebut Demam Berdarah Dengue (Hidayat, 2006:
123). Terdapat tiga fase dalam perjalanan penyakit ini, yaitu fase demam, fase
ktiris, dan fase penyembuhan. Sampai saat ini belum ditemukan obat yang
dapat membunuh virus demam berdarah, tetapi penyakit ini dapat dicegah
dengan memutuskan mata rantainya. Pencegahan yang dapat dilakukan adalah
dengan cara kimia, seperti pengasapan/fogging, secara biologi yaitu dengan
memelihara ikan pemakan jentik nyamuk, dan secara fisik yaitu dengan
kegiatan 3M (menguras, menutup, dan mengubur) barang-barang bekas yang
dapat menampung air.
Menurut Word Health Organization (1995) populasi di dunia
diperkirakan berisiko terhadap penyakit DBD mencapai 2,5-3 miliar terutama
yang tinggal di daerah perkotaan di negara tropis dan subtropis. Saat ini juga
diperkirakan ada 50 juta infeksi dengue yang terjadi diseluruh dunia setiap
tahun. Diperkirakan untuk Asia Tenggara terdapat 100 juta kasus demam
dengue (DD) dan 500.000 kasus DHF yang memerlukan perawatan di rumah
sakit, dan 90% penderitanya adalah anak-anak yang berusia kurang dari 15
tahun dan jumlah kematian oleh penyakit DHF mencapai 5% dengan
perkiraan 25.000 kematian setiap tahunnya (WHO, 2012).
Di Indonesia Demam Berdarah pertama kali ditemukan di kota
Surabaya pada tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang
diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian (AK) : 41,3 %). Dan sejak
saat itu, penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia (Buletin Jendela
Epidemiologi, Volume 2, 2010).

Pada bulan Januari 2009, penderita DHF di Jawa Tengah sebanyak


1706 orang. Sedangkan kasus DHF yang terjadi di beberapa kota di Jawa
tengah sampai pertengahan 2009 sebanyak 2767 orang, 73 diantaranya

1
meninggal (Lismiyati 2009). Sebagian pasien DHF yang tidak tertangani
dapat mengalami Dengue Syok Syndrome (DSS) yang dapat menyebabkan
kematian. Hal ini dikarenakan pasien mengalami devisit volume cairan akibat
meningkatnya permeabilitas kapiler pembuluh darah sehingga darah menuju
luar pembuluh. Sebagai akibatnya hampir 35 % pasien DHF yang terlambat
ditangani di rumah sakit mengalami syok hipovolemik hingga meninggal.
Saat ini angka kejadian DHF di rumah sakit semakin meningkat, tidak hanya
pada kasus anak, tetapi pada remaja dan juga dewasa. Oleh karena itu,
diharapkan perawat memiliki ketrampilan dan pengetahuan yang cukup
dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan DHF di rumah
sakit.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari DHF?
2. Bagaimana epidemologi penyakit DHF?
3. Bagaimana etiologi dari DHF?
4. Bagaimana patofisiologi penyakit DHF?
5. Apa saja manifestasi klinis dari penyakit DHF?
6. Apa saja klasifikasi dan komplikasi penyakit DHF?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang penyakit DHF?
8. Bagaimana penatalaksanaan untuk klien DHF?
9. Bagaimana asuhan keperawatan yang harus diberikan kepada pasien DHF?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menyelesaikan tugas makalah mengenai SGD Asuhan
Keperawatan pada Klien dengan Penyakit DHF. Mahasiswa
diharapkan dapat menjelaskan asuhan keperawatan dan meningkatakan
kualiatas hidup pasien penderita DHF.

1.3.2 Tujuan Khusus

2
1. Untuk mengetahui tentang penyakit DHF
2. Untuk mengetahui epidemologi penyakit DHF.
3. Untuk mengetahui etiologi DHF
4. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit DHF.
5. Untuk mengetahui manifestasi dari penyakit DHF
6. Untuk mengetahui klasifikasi dan komplikasi penyakit DHF.
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang penyakit DHF.
8. Untuk mengetahui penatalaksaan untuk pasien DHF.
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang akan diberikan kepada
pasien yang mengalami penyakit DHF

1.4 Manfaat

Melalui penulisan makalah ini mahasiswa dapat mempelajari asuhan


keperawatan pada pasien penyakit DHF untuk diaplikasikan didalam tatanan
praktik secara baik dan benar.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah suatu penyakit akut yang
disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegypty (Suriadi.
2010).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan
oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam
tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (Nursalam, dkk.
2008).
DHF (Dengue Haemoragic Fever) adalah penyakit yang disebabkan
oleh karena virus dengue yang termasuk golongan abrovirus melalui gigitan
nyamuk Aedes Aegypti betina. Penyakit ini biasa disebut Demam Berdarah
Dengue (Hidayat, 2006). Dengue Hemorrhagic fever (DHF) atau Demam
berdarah dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue
dan ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti (Nursalam, 2005).
DHF adalah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan
gejala utama demam, nyeri otot dan sendi yang disertai leucopenia, dengan
atau tanpa ruam (rash) dan limfadenopati, trombositopenia ringan dan
bintikbintik perdarahahan (ptekie) spontan (Noer, 2000).
Demam berdarah dengue adalah penyakit akut dengan ciri-ciri demam
manifestasi perdarahan dan bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat
menyebabkan kematian (Mansjoer, 2000).
Penyakit Demam Berdarah Dengue ( DBD ) merupakan penyakit
endemis di Indonesia dan sampai saat ini masih merupakan masalah utama
kesehatan masyarakat. Penyakit Demam Berdarah disebabkan oleh infeksi
virus Dengue yang akut dan ditandai dengan panas mendadak selama 2 7
hari tanpa sebab yang jelas disertai dengan manifestasi perdarahan, seperti
petekie, epistaxis kadang disertai muntah darah, berak darah, kesadaran
menurun, dan syock(Soegijanto, 2006).

4
2.2 Epidemologi
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dan mengakibatkan spektrum manifestasi klinis
yang bervariasi antara yang paling ringan, demam dengue (DD), DBD dan
demam dengue yang disertai renjatan atau dengue shock syndrome (DSS)
ditularkan nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi. Dalam 50 tahun terakhir,
kasus DBD meningkat 30 kali lipat dengan peningkatan ekspansi geografis ke
negara-negara baru dan, dalam dekade ini, dari kota ke lokasi pedesaan
(WHO, 2009).
Wabah demam dengue di Eropa meletus pertama kali pada tahun 1784,
sedangkan di Amerika Selatan wabah itu muncul diantara tahun 1830 1870.
Di Afrika wabah demam dengue hebat terjadi pada tahun 1871 1873 dan di
Amerika Serikat pada tahun 1922 terjadi wabah demam dengue dengan 2 juta
penderita. Di Indonesia, setiap tahunnya selalu terjadi KLB di beberapa
provinsi, yang terbesar terjadi tahun 1998 dan 2004 dengan jumlah penderita
79.480 orang dengan kematian sebanyak 800 orang lebih (Kusriastuti R.
Depkes RI. 2005). Pada tahun-tahun berikutnya jumlah kasus terus naik tapi
jumlah kematian turun secara bermakna dibandingkan tahun 2004.
Di beberapa negara penularan virus dengue dipengaruhi oleh adanya
musim, jumlah kasus biasanya meningkat bersamaan dengan peningkatan
curah hujan..
Penderita DBD yang tercatat selama ini, tertinggi adalah pada
kelompok umur <15 tahun 95% dan mengalami pergeseran dengan adanya
peningkatan proporsi penderita pada kelompok umur 15-44 tahun, sedangkan
proporsi penserita pada kelompok >45 tahun sangat rendah seperti yang
terjadi di Jawa Timur bekisar 3,64% (Wirahjanto A, Soegijanto S edisi 2.
2006).

2.3 Etiologi
1. Virus dengue

5
Berdiameter 40 monometer dapat berkembang biak dengan baik pada
berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel sel mamalia,
maupun sel sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus. (Soedarto,
1990; 36). Diketahui ada empat jenis virus yang mengakibatkan demam
berdarah yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.
2. Nyamuk aedes aegypti
Yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polyne
siensis, infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi
seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan
terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000;
420).
3. Host (pembawa)
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia
akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga
ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya
maupun virus dengue tipe lainnya.

2.4 Patofisiologi
Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes
aegypty dimana virus tersebut akan masuk ke dalam aliran darah, maka
terjadilah viremia (virus masuk ke dalam aliran darah). Kemudian akan
bereaksi dengan anti body dan terbentuklah kompleks virus anti body yang
tinggi akibatnya terjadilah peningkatan permeabilitas pembuluh darah karena
reaksi imunologik. Virus yang masuk ke dalam pembuluh darah dan
menyebabkan peradangan pada pembuluh darah vaskuler atau terjadi
vaskulitis yang mana akan menurunkan jumlah trombosit (trombositopenia)
dan factor koagulasi merupakan factor terjadi perdarahan hebat. Keadaan ini
mengkibatkan plasma merembes (kebocoran plasma) keluar dari pembuluh
darah sehingga darah mengental, aliran darah menjadi lambat sehingga
organ tubuh tidak cukup mendapatkan darah dan terjadi hipoksia jaringan.

6
Pada keadaan hipoksia akan terjadi metabolisme anaerob, hipoksia dan
asidosis jaringan yang akan mengakibatkan kerusakan jaringan dan bila
kerusakan jaringan semakin berat akan menimbulkan gangguan fungsi organ
vital seperti jantung, paru-paru sehingga mengakibatkan hipotensi,
hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi pleura, syok dan dapat
mengakibatkan kematian. Jika virus masuk ke dalam sistem gastrointestinal
maka tidak jarang klien mengeluh mual, muntah dan anoreksia. Bila virus
menyerang organ hepar, maka virus dengue tersebut menganggu sistem kerja
hepar, dimana salah satunya adalah tempat sintesis dan osidasi lemak. Namun,
karena hati terserang virus dengue maka hati tidak dapat memecahkan asam
lemak tersebut menjadi bahan keton, sehingga menyebabkan pembesaran
hepar atau hepatomegali, dimana pembesaran hepar ini akan menekan
abdomen dan menyebabkan distensi abdomen. Bila virus bereaksi dengan
antibody maka mengaktivasi sistem koplemen atau melepaskan histamine dan
merupakan mediator factor meningginya permeabilitas dinding pembuluh
darah atau terjadinya demam dimana dapat terjadi DHF dengan derajat I,II,III,
dan IV (Nursalam, dkk. 2008).
Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang
kontroversial. Dua teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan
patogenesis pada DBD dan SSD yaitu hipotesis infeksi sekunder
(teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody
dependent enhancement ( ADE ). Teori infeksi sekunder menyebutkan
bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi primer dengan satu jenis virus,
akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis virus tersebut
untuk jangka waktu yang lama, tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi
sekunder dengan jenis serotipe virus yang lain, maka terjadi infeksi yang
berat. Pada teori kedua (ADE), menyebutkan tiga hal yaitu antibodies
enhance infection, T-cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan
melepaskan sitokin yang berkontribusi terhadap terjadinya DBD dan
SSD.Singkatnya secara umum ADE dijelaskan sebagai berikut, bahwa jika
terdapat antibodi spesifik terhadap jenis virus tertentu, maka antibodi tersebut

7
dapat mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila antibodi yang terdapat
dalam tubuh merupakan antibodi yang tidak dapat menetralisasi virus, justru
dapat menimbulkan penyakit yang berat (Dr.Aryati,dr, MS, Sp.PK(K). 2004).

2.5 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis pada DHF yang timbul bervariasi berdasarkan
derajat DHF dengan masa inkubasi antara 13-15 hari. Penderita biasanya
mengalami demam akut (suhu meningkat tiba-tiba), sering disertai menggigil,
saat demam pasien kompos mentis.

Fase pertama yang relatif ringan dengan demam mulai mendadak,


malaise muntah, nyeri kepala, anoreksia, dan batuk. Pada fase kedua penderita
biasanya menderita ekstremitas dingin, lembab, badan panas, muka merah,
keringat banyak, gelisah, iritabel, dan nyeri mid-epigastrik. Seringkali ada
petekie tersebar pada dahi dan tungkai, ekimosis spontan mungkin tampak,
dan mudah memar serta berdarah pada tempat fungsi vena adalah lazim. Ruam
makular atau makulopopular mungkin muncul dan mungkin ada sianosis
sekeliling mulut dan perifer. Nadi lemah cepat dan kecil dan suara jantung
halus. Hati mungkin membesar sampai 4-6 cm dibawah tepi costa dan
biasanya keras agak nyeri. Kurang dari 10% penderita ekimosis atau
perdarahan saluran cerna yang nyata, biasanya pasca masa syok yang tidak
terkoreksi.
Selain demam dan perdarahan yang merupakan ciri khas DHF,
gambaran klinis lain yang tidak khas dan biasa dijumpai pada penderita DHF
adalah:
1. Keluhan pada saluran pernapasan seperti batuk, pilek, sakit waktu
menelan
2. Keluhan pada saluran pencernaan seperti mual, muntah, tidak nafsu
makan (anoreksia), diare, konstipasi
3. Keluhan sistem tubuh yang lain seperti nyeri atau sakit kepala, nyeri pada
otot, tulang dan sendi (break bone fever), nyeri otot abdomen, nyeri ulu
hati, pegal-pegal pada seluruh tubuh, kemerahan pada kulit, kemerahan
(fushing) pada muka, pembengkakan sekitar mata, lakrimasi dan

8
fotofobia, otot-otot sekitar mata sakit bila disentuh dan pergerakan bola
mata terasa pegal.

Patokan WHO (1975) untuk menegakkan diagnosis DHF adalah


sebagai berikut:

1. Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari.


2. Manifestasi perdarahan, termasuk setidak-tidaknya uji turniket positif
dan salah satu bentuk lain (petekie, purpura, ekimosis, epistaksis,
perdarahan gusi), hematemesis, dan atau melena.
3. Perbesaran hati
4. Renjatan yang ditandai dengan nadi lemah, cepat disertai tekanan darah
menurun (tekanan sistolik menjadi 80 mmHg atau kurang dan diastolik
20 mmHg atau kurang), disertai kulit yang teraba dingin dan lembab
terutama pada ujung hidung, jari, dan kaki, penderita gelisah, timbul
sianosis disekitar mulut.

Gambaran klinis kemungkinan terjadinya renjatan hari ke-3 sampai


hari ke-7:

1. Perubahan sensorik dan nyeri perut


2. Perdarahan nyata selain perdarahan kulit
3. Terdapatnya efusi pleura atau asites
4. Peningkatan hematokrit 20% atau lebih
5. Trombosit kurang dari 50.000/mikroliter
6. Hiponatremia dengan Na urine <10 mmol/L
7. EKG abnormal
8. Hipotensi

2.6 Klasifikasi
Menurut WHO (1986) DHF diklasifikasi berdasarkan derajat beratnya
penyakit, secara klinis dibagi menjadi 4, sebagai berikut:
1. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan.
Uji tourniquet (+), trombositopenia dan hemokonsentrasi.
2. Derajat II
Deajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau ditempat lain.
3. Derajat III

9
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah
rendah (hipotensi), gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung, dan ujung jari
(tanda-tanda dini renjatan)
4. Derajat IV
Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tidak dapat
diukur.

2.7 Komplikasi
Adapun komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya :
1. Perdarahan luas.
Perdarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan vaskuler, penurunan
jumlah trombosit (trombositopenia) <100.000 /mm dan koagulopati,
trombositopenia, dihubungkan dengan meningkatnya megakoriosit muda
dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit. Tendensi
perdarahan terlihat pada uji tourniquet positif, petechi, purpura, ekimosis,
dan perdarahan saluran cerna, hematemesis dan melena.
2. Kegagalan sirkulasi
DSS (Dengue Syok Sindrom) biasanya terjadi sesudah hari ke 2 7,
disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi
kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan peritoneum,
hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan hipovolemi yang mengakibatkan
berkurangnya aliran balik vena (venous return), prelod, miokardium
volume sekuncup dan curah jantung, sehingga terjadi disfungsi atau
kegagalan sirkulasi dan penurunan sirkulasi jaringan.
DSS juga disertai dengan kegagalan hemostasis mengakibatkan aktivity
dan integritas system kardiovaskur, perfusi miokard dan curah jantung
menurun, sirkulasi darah terganggu dan terjadi iskemia jaringan dan
kerusakan fungsi sel secara progresif dan irreversibel, terjadi kerusakan sel
dan organ sehingga pasien akan meninggal dalam 12-24 jam.
3. Hepatomegali
Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang berhubungan dengan
nekrosis karena perdarahan, yang terjadi pada lobulus hati dan sel sel

10
kapiler. Terkadang tampak sel netrofil dan limposit yang lebih besar dan
lebih banyak dikarenakan adanya reaksi atau kompleks virus antibody.
4. Efusi pleura
Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang mengakibatkan
ekstravasasi aliran intravaskuler sel hal tersebut dapat dibuktikan dengan
adanya cairan dalam rongga pleura bila terjadi efusi pleura akan terjadi
dispnea, sesak napas.

2.8 Pemeriksaan Penunjang


1. Darah
a. Trombosit menurun.
b. HB meningkat lebih 20 %.
c. HT meningkat lebih 20 %.
d. Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3.
e. Protein darah rendah.
f. Ureum PH bisa meningkat.
g. NA dan CL rendah
2. Serology : HI (hemaglutination inhibition test)
a. Rontgen thorax : Efusi pleura.
b. Uji test tourniket (+)
Tes torniket dilakukan dengan menggembungkan manset tekanan darah
pada lengan atas sampai titik tengah antara tekanan sistolik dan diasolik
selama 5 menit. Tes dianggap positif bila ada petekie 20 atau lebih per
2,5 cm (1 inchi). Tes mungkin negatif atau positif ringan selama fase
syok berat. Ini biasanya menjadi positif kuat, bila tes dilakukan setelah
pemulihan dari syok.
Tabel: Gambaran hasil uji test tourniket positif dengan skala 1+ sampai
4+ (grant. 1988, hal 86).
1+ 2+ 3+ 4+
Sedikit bintik- Banyak bintik- Banyak bintik- Penuh dengan
bintik merah pada bintik merah pada bintik merah pada bintik-bintik
daerah lengan derah lengan derah lengan dan merah pada

11
seluruh lengan dan
anterior anterior tangan
tangan

2.9 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut:
1. Tirah baring atau istirahat baring
2. Diet makan lunak
3. Minum banyak (2-2,5 liter/24 jam) dapat berupa: susu, teh manis,
sirop dan beri penderita oralit, pemberian cairan merupakan hal yang
paling penting bagi penderita DHF.
4. Pemberian cairan intravena (biasanya Ringer Laktat, NaCl faali).
Ringer Laktat merupakan cairan intravena yang paling sering
digunakan, mengandung Na+130 mEq/liter, K+,4 mEq/liter, korektor
basa 28 mEq/liter, Cl- 109 mEq/liter dan Ca++ 3 mEq/liter.
5. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernapasan)
jika kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.
6. Pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit setiap hari.
7. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminofen,
eukinin atau dipiron (kolaborasi dengan dokter). Juga pemberian
dengan kompres dingin.
8. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
9. Pemberian antibiotika bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder
(kolaborasi dengan dokter)
10. Monitor tanda-tanda dini renjatan meliputi keadaan umum,
perubahan tanda-tanda vital, hasil-hasil pemeriksan laboratorium
yang memburuk.
11. Bila timbul kejang dapat diberikan diazepam (kolaborasi dengan
dokter)
b. DHF tanpa rejatan (Syok)
1. Alur Tatalaksanaan Pemberian Cairan DHF Grade I dan II

12
c. DHF dengan mengalami renjatan (syok)

1. atalaksanaan Pemberian Cairan DHF Grade III

13
2. Alur Tatalaksanaan Pemberian Cairan DHF Grade IV

2.10 Pengaruh DHF terhadap Tumbuh Kembang Anak


Adakalanya pengaruh anak menderita DHF akan mengalami gangguan
tumbuh kembang baik perkembangan motorik halus seperti kehilangan
keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan, tidak bergairah maupun
perkembangan proses berfikir.

14
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN DHF GRADE III

Kasus:

Bagas Fadil berumur 6 tahun dibawa oleh ibunya ke RS Sehat Sentosa dengan
mengeluh badan bagas demam 4 hari, tubuhnya menggigil keluar keringat
dingin dan lembab, keluar darah dari gusi dan hidung, timbul bintik-bintik merah

15
dikulit, tubuhnya lemas, tidak nafsu makan, muntah, batuk, kepala pusing, wajah
pucat dan bibir kering. Sekarang bagas dirawat di kamar BINGILIO 4 lantai 3.

3.1 Pengkajian

1. Identitas Pasien

a. Biodata

Nama : Bagas Fadil


Usia : 6 tahun
Jenis Kelamin : Laki laki
Tinggi Badan : 102 cm
Berat Badan : 14,4 kg
Bangsa / Suku : Jawa
Agama : Islam
Alamat : Jl. Pahlawan no. 2
Ruangan : BINGILIO 4 lantai 3
Tanggal Masuk : 15 September 2015 Jam 08.24 WIB
Diagnosa : DHF Grade III

b. Biodata Penanggung Jawab

Nama : Ny. Tiwi


Usia : 35 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Bangsa / Suku : Jawa
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Hubungan : Ibu Kandung
Alamat : Jl. Pahlawan no. 2

2. Keluhan Utama
Pada saat pertama kali datang ke rumah sakit keluarga pasien mengeluh
An. Bagas demam 4 hari, tubuhnya menggigil keluar keringat dingin dan

16
lembab, keluar darah dari gusi dan hidung, timbul bintik-bintik merah
dikulit, tubuhnya lemas, tidak nafsu makan, kepala pusing, wajah pucat
dan bibir kering.

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Kurang lebih 2 hari yang lalu An. Bagas panas tinggi mendadak, keluar
darah pada gusi dan hidung, timbul bintik-bintik merah seperti digigit
nyamuk dikulit, rewel, menangis, muntah 2 kali dengan konsistensi cair
seperti apa yang dimakan dan diminum, batuk, tidak pilek dan oleh
keluarga dibawa berobat ke RS Sehat Sentosa untuk perawatan lebih lanjut
pada tanggal 15 September 2015.

4. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita


Keluarga pasien mengatakan sebelumnya pasien tidak pernah dirawat di
rumah sakit dan pasien sudah mendapatkan imunisasi sejak usia :

1 bulan : BCG

2-3 bulan : Hepatitis B I, II, III, Polio I, II dan DPT I, II

4 bulan : DPT III dan Polio III

9 bulan : Polio IV dan Campak

5. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

a. Pre Natal
Selama kehamilan Ibu melakukan pemeriksaan kehamilan rutin kebidan
kurang lebih 6x dan mendapatkan imunisasi TT 2x. ibu pertama kali
periksa kehamilan pasa saat usia 4 bulan kehamilan. Ibu juga
menyatakan tidak pernah menderita sakit selama hamil, obat yang
diminum selama hamil yaitu tablet penambah darah dari bidan.
b. Natal
An. Bagas lahir ditolong oleh dukun, lahir spontan, langsung menangis,
lahir cukup bulan (9 bulan 4 hari). BBL tidak ditimbang dan untuk

17
panjang badan, LK, LLA, LD juga tidak diukur karena didukun tidak
ada alatnya.
c. Post Natal
An. Bagas diasuh sendiri oleh kedua orang tuanya dan diberi ASI sejak
lahir sampai usia 2 tahun. Sejak usia 6 bulan An. Bagas diberikan susu
formula dan bubur tim dan diberi makan nasi biasa sampai sekarang.

6. Riwayat Kesehatan Kelurga


Ibu mengatakan tidak ada keluarga yang pernah mangalami penyakit
seperti yang diderita pasien sekarang.

7. Riwayat Tumbuh Kembang

a. Pertumbuhan
Ibu menyatakan An. Bagas lahir cukup bulan (9 bulan 4 hari), menurut
ibu An. Bagas tumbuh normal seperti anak- anak yang lain. Ibu
menyatakan BBL dan PB tidak diukur, BB Sekarang : 14,4 Kg,
dengan TB : 102 cm.

b. Perkembangan
Menurut keterangan ibunya An. Bagas saat usia 11 bln sudah bisa
berjalan dengan dipegangi kedua lengannya. Saat ini semenjak sakit
An. Bagas lebih banyak berada di tempat tidur karena badanya lemas
dan anak juga kurang gerak. Perkembangan bahasa An. Bagas sudah
mulai mengoceh sejak usia 6,5 bulan dan sekang anak sudah bisa
mengucapkan kata-kata dan menyusun kalimat serta menjawab
pertanyaan yang diberikan kepadanya.

8. Keadaan Umum
Kesadaran : Somenollen
TTV ( Selasa, 15 September 2015)
Suhu : 38,5oC
RR : 45x / menit
TD : 80/60 mmHg
Nadi : 121x / menit

18
9. Pemeriksaan Fisik
a. Mata : Simetris, Konjungtiva anemis, Sclera tidak ikterik

b. Telinga : Simetris, Bersih, Tidak ada gangguan pendengaran


c. Hidung : Adanya perdarahan hidung (epsitaksis)
d. Mulut : Mukosa mulut kering, bibir kering, dehidrasi, ada
perdarahan pada gusi
e. Leher : Nyeri telan, tidak ada pembesaran tyroid dan
kekakuan leher
f. Dada
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Taktil fremitus normal
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Ronchi
g. Abdomen
Inspeksi : Cembung, adanya pembesaran hati (hepatomegali)
Palpasi : Nyeri tekan bagian atas
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus 8x / menit
h. Ekstrimitas : Sianosis, bintik bintik merah (ptekie), akral dingin,
nyeri otot

10. Sistem Persyarafan


Pasien merasa gelisah dan mengalami penurunan kesadaran (Somenollen)

11. Sistem Kardiovaskuler


Pasien mengalami kegagalan sirkulasi, nadi cepat dan lemah 121x / menit,
tekanan darah menurun 80/60 mmHg, dan terdapat sianosis sekitar mulut,
hidung dan kuku.

12. Sistem Perkemihan

19
Ibu menyatakan sebelum dirawat An. Bagas tidak mengalami keluhan
sakit, dan BAK 6-8x / hari, selama dirawat An. Bagas BAK 3-5x / hari
berwarna kuning kemerahan, bau khas, dan mengeluh sakit saat berkemih.

13. Sistem Integumen


a. Kepala dan Leher
Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam (flusy),
mata anemis, hidung mengeluarkan darah (epistaksis). Pada mulut
mukosa kering, terjadi perdarahan gusi, dan nyeri telan.
b. Dada
Bentuk simetris dan kadang kadang merasa sesak. Pada foto thorax
terdapat adanya cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan (efusi
pleura), dan terdengar suara ronchi.
c. Abdomen
Menglami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali)
d. Ekstremitas
Akral dingin dan terjadi nyeri otot, sendi, serta tulang

14. Pemeriksaan penunjang


Hasil laboraturium hari Selasa tanggal 15 September 2015
N
Pemeriksaan Nilai Normal Satuan Hasil
o
1 Hemoglobin 11,5 12,5 Gr/dL 10,9
2 Hematokrit 33 38 % 30,3
3 Leokosit 4.500 11.500 Mm3 6.100
4 Eritrosit 4,6 4,5 uL 4,2
5 Trombosit 150.000 450.000 Mm3 195.000
6 Albumin 3,4 4,8 g/dL 3,2

3.2 Analisis Data

No Data Etiologi Masalah

1 DS : Ibu px mengatakan An. Gigitan nyamuk Peningkatan


Bagas badannya panas Suhu Tubuh
Virus Dengue

20
semakin tinggi sudah 4 hari
Veremia
DO : Badan An. Bagas teraba
(Hipertermia)
hangat. TTV; Suhu 38,5oC,
Peningkatan Suhu Tubuh
Nadi 121 x / menit, RR 19 x /
menit, dan akralnya dingin

2 DS : Px mengatakan tidak
suka minum Gigitan Nyamuk

DO : Px terlihat lemas, bibir Virus Dengue


Kekurangan
mukosa kering, mata terlihat Volume Cairan
cekung, dan turgor kulit jelek. Mual dan Muntah
dan Elektrolit
Defisit cairan 1000 ml
(normal pada usia 6 tahun Kurangnya Masukan
1800-2000ml/hari) Cairan

3 DS : Ibu Px mengatakan An.


Bagas tidak mau makan
karena takut muntah

DO :
A: BB turun 5kg, LLA Gigitan Nyamuk
16,15cm,
Virus Dengue
B: HB 10,9 Gr/dL, albumin
3,2 g/dL,
Veremia
C: px terlihat lemas, kurus, Perubahan
pucat, klien rewel & Nutrisi Kurang
Nyeri Menelan, Mual dan
cengeng, nafsu makan dari Kebutuhan
Muntah
menurun,
D: Menolak setiap kali Tidak Nafsu Makan
disuruh/disuap makan, setiap
diberi makan hanya Asupan Nutrisi Kurang
menghabiskan 3 sendok,
mengeluh sakit menelan,
mukosa mulut kering, mual-
muntah saat pengkajian 1 x
30 cc

21
Infeksi dengue
4

Vaskulitis + Reaksi
imunologik

Permeabilitas vaskuler
DS : Ibu mengatakan Px sulit meningkat Pola Nafas tiak
bernafas dan Px rewel Efektif
Kebocoran Plasma
Berhubungan
DO : Px sesak nafas, irama dengan
nafas cepat 45 x / menit, pola Efusi Serosa Penumpukan
nafas kussmaul, sianosis, TD Cairan menumpuk Cairan dirongga
menurun 80/60 mmHg, dan dirongga pleural Paru (Effusi
terdapat suara ronchi paru,terjadi penurunan Pleura)
ekspansi paru

Sesak

5 Gigitan Nyamuk
DS : Ibu mengatakan bahwa
Px mengalamai gusi berdarah Virus Dengue

DO : Gusi Px tampak merah, Veremia Resiko Terjadi


di bawah kulit ada bintik Perdarahan
bintik merah, trombosit Permebilitas Kapiler
195.000 Mm3, rampelit test Meningkat
(+)
Resiko Perdarahan
DS : Ibu mengatakan anaknya Proses penyakit
6 berkeringat dingin dan Resiko
lembab Infeksi dengue Terjadinya
Syok
DO : Panas sejak 4 hari Trombositopeni &
Hipovolemik
sebelum MRS kemudian vaskulitis
mendadak tinggi disertai
mimisan dan muntah, warna Permiabilitas pembuluh
muntah kemerahan, akral darah meningkat
dingin Trombosit=195.000
Mm3, Hematokrit 35,3%, Perdarahan
CRT < 2detik

22
Syok

3.3 Diagnosa Keperawatan

1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) sehubungan dengan proses penyakit


(veremia).

2. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan


intravaskuler ke ekstravaskuler.

3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi; kurang dari kebutuhan


sehubungan dengan mual, muntah, anoreksia, dan sakit saat menelan.

4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan cairan dirongga


pleura (effusi pleura).

5. Potensial terjadinya perdarahan lebih lanjut sehubungan dengan


trombositopenia.

6. Resiko terjadi syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan


hebat/ekstravasasi.

3.4 Intervensi

1. Diagnosa Keperawatan : Peningkatan suhu tubuh (hipertermia)


sehubungan dengan proses penyakit (veremia).

Tujuan Intervensi Rasional

Hipertermia menurun / Mengobservasi TTV;


TTV merupakan acuan unruk
tidak terjadi lagi suhu, nadi, TD, RR
mengetahui keadaan umum pasien
setiap 3 jam atau lebih

Memberikan penjelasan Penjelasan tentang kondisi yang


Kriteria Hasil : tentang penyebab demam dialami pasien dapat membantu
/ peningkatan suhu pasien / keluarga mengurangi
1. Suhu tubuh kecemasan yang timbul

23
normal (36-37oC) Menganjurkan pasien Peningkatan suhu tubuh
untuk banyak minum mengakibatkan penguapan tubuh
2. Px berhenti 2,5 liter / 24 jam dan meningkat sehingga perlu
demam dalam jelaskan manfaat bagi diimbangi dengan asupan cairan
jangka waktu pasien yang banyak
kurang dari 7 hari
Memberikan kompres
Kompres dengan air biasa /
dengan suhu biasa /
hangat dapat membantu
hangat pada daerah axilla
menunrunkan suhu tubuh
/ lipatan paha

Pemberian cairan sangat penting


Memberikan terapi bagi pasien dengan suhu tinggi.
cairan intravena dan Pemberian cairan adalah
obat-obatan sesuai wewenang dokter sehingga
dengan program dokter perawat perlu berkolaborasi
dalam hal ini

2. Diagnosa Keperawatan : Resiko defisit volume cairan berhubungan


dengan pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.

Tujuan Intervensi Rasional

Selama tindakan Mengkaji tanda tanda Deteksi dini dapat mencegah


keperawatan 1x24 jam dehidrasi (bibir kering, mata terjadi ketidakseimbangan
volume cairan adekuat cekung, turgor jelek, kulit volume cairan dan menentukan
kering, sianosis) pilihan intervensi

TTV merupakan acuan unruk


Memonitor TTV pasien 3
Kriteria Hasil : mengetahui perkembangan
jam sekali
keadaan pasine
1. Mukosa bibir
lembab Memotivasi pasien untuk Asupan cairan sangat diperlukan
banyak minum air putih untuk mengganti cairan yang
2. TTV dalam kurang lebih 600 800 ml / hilang dan menambah volume
batas normal TD hari cairan tubuh
120/60 mmHg,
RR 20-50x/ Catat intake dan output dan Kehilangan urine yang
menit, nadi hitung balance cairan berlebihan dapat menunjukkan
terjadi dehidrasi

24
105x/menit,
Pemberian cairan IV sangat
suhu 36-37oC
peting bagi pasien yang
Berikan cairan tambahan
dehidrasi untuk mengganti
3. Haluaran urine infus RL N 15 tetes/menit
kebutuhan volume cairan yang
normal 1.400
hilang
1.500 ml/hari

3. Diagnosis Keperawatan : Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi; kurang


dari kebutuhan sehubungan dengan mual, muntah, anoreksia, dan sakit
saat menelan.

Tujuan Intervensi Rasional

Tidak terjadi gangguan Memberikan makan yang Membantu mengurangi rasa


kebutuhan nutrisi mudah ditelan seperti bubur, sakit saat menelan dan
tim, dan dihidangkan dengan meningkatkan asupan makanan
keadaan makanan hangat karena mudah ditelan

Kriteria Hasil : Memberikan makanan Untuk menghindari mual dan


dalam porsi kecil dan dalam muntah dan dapat menurunkan
1. Kebutuhan frekuensi sering kelemahan pada tubuh pasien
nutrisi terpenuhi
Mencatat jumlah/porsi
Untuk mengetahui masukan
2. Nafsu makan makanan yang dihabiskan
pemenuhan nutrisi pasien
pasien oleh pasien setiap harinya
meningkat
Nutrisi parental sangat
3. Mampu bermanfaat/dibutuhkan pasien
menghabiskan terutama jika intake per-oral
Memberikan nutrisi parental
makanan yang sangat kurang. Jumlah dan jenis
diberikan pemberian nutrisi parental
adalah wewenang dokter
4. Berat badan
pasien Bujuk pasien agar mau Akan sangat membantu bila
meningkat 3 kg makan dan minum pasien mau makan/minum tanpa
dalam jangka menggunakan sonde
waktu kurang
dari 7 hari

25
5. Pasien tidak
4. Diagnosa Keperawatan : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan
penumpukan cairan dirongga pleura (effusi pleura).

Tujuan Intervensi Rasional

Pola nafas menjadi Oksigen yang diberikan sebagai


Berikan terapi O2 2-4
efektif maintenance sebelum penyebab sesak
liter / menit
napas diketahui secara pasti

Observasi terhadap
Untuk mengetahui sedini mungkin
Kriteria Hasil : pernapasan cuping
adanya sesak napas sehingga dapat
hidung, retraksi atau
1. Pasien dilakukan tindakan secepat mungkin
sianosis
memperlihatkan
frekuensi Posisi kepala tinggi memungkinkan
pernapasan yang Tinggikan kepala dan pengembangan paru dan memudahkan
efektif dan bantu mengubah pernapasan diafragma, pengubahan
mengalami posisi posisi meningkatkan pengisian udara
pertukaran gas segmen paru
pada paru
Auskultasi bunyi Ronchi menyertai obstruksi jalan nafas
2. Pasien tidak nafas dan catat adanya atau kegagalan pernapasan sehingga
merasakan sesak bunyi nafas ronchi dapat dilakukan tindakan dengan cepat
nafas lagi

3. RR pasien
normal Terapi pengobatan diperlukan /
25x/menit Berikan terapi sesuai
diindikasikan bila terjadinya bronko
program
spasme
4. Hilangnya suara
ronchi pada
pasien

5. Diagnosa Keperawatan : Potensial terjadinya perdarahan lebih lanjut


sehubungan dengan trombositopenia.

26
Tujuan Intervensi Rasional

Monitor tanda tanda Penurunan trombosit merupakan


penurunan trombosit yang tanda adanya kebocoran
disertai tanda klinis pembuluh darah

Setelah dilakukan Untuk mengetahui


tindakan keperawatan Monitor trombosit setiap
kemungkinan perdarahan yang
pasien tidak mengalami hari
dialami pasien
perdarahan lagi
Aktifitas pasien yang tidak
Anjurkan pasien untuk
terkontrol dapat menyebabkan
istirahan / bedrest
terjadinya perdarahan
Kriteria Hasil :
Berikan pejelasan kepada
1. TD normal pasien dan keluarga untuk
Untuk mencegah terjadinya
120/60 mmHg, melaporkan jika ada tanda
tanda perdarahan lebih lanjut
nadi normal perdarahan seperti; BAB
105x/menit dan hitam, gusi berdarah, dll
pulsasi kuat
Antisipasi adanya
2. Tidak ada tanda perdarahan: gunakan sikat
perdarahan lebih gigi yang lunak, pelihara Untuk mencegah terjadinya
lanjut, trombosit kebersihan mulut, berikan perdarahan lebih lanjut
meningkat tekanan 5-10 menit setiap
normal 150.000 selesai ambil darah
450.000 Mm3
Kolaborasi untuk
3. Bintik bintik memberikan transfusi Tranfusi trombosit dapat
merah pada trombosit jika terjadi adanya menambah jumlah trombosit
kulit hilang kekurangan trombosit

Buah jambu dapat membantu


Berikan pasien minuman
untuk meningkatkan jumlah
atau jus buah jambu
trombosit

6. Diagnosis Keperawatan : Resiko terjadi syok hipovolemik berhubungan


dengan perdarahan hebat/ekstravasasi.

Tujuan Intervensi Rasional

27
Tidak terjasi syok Untuk memonitor kondisi
hipovolemik Monitor keadaan umum pasien selama perawatan
pasien, observasi tingkat terutama saat terjadi
kesadaran pasien perdarahan, perawat segera
mengenali syok
Kriteria Hasil :
Pemberian posisi
1. Volume cairan trendelenberg yang Untuk meningkatkan arus
tubuh kembali dimodifikasi dengan balik vena yang dipengaruhi
normal meninggikan tungkai pasien oleh gaya gravitasi, hal ini
sekitar 20 derajat, lutut berfungsi untuk redistribusi
2. Kesadaran diluruskan, dan kepala cairan
composmentis dinaikkan

3. TTV dalam batas Dengan trombosit yang


normal; TD 120/60 terppantau setiap hari dapat
mmHg, nadi Monitoring trombosit dan
diketahui tingkat kebocoran
105x/menit pulsasi penurunan yang disertai tanda
pembuluh darah dan dapat
kuat, suhu 36-37oC klinis setiap hari
menjadi acuan dalam
melakukan tindakan

Perhatikan keluhan pasien Untuk mengetahui seberapa


seperti mata berkunag- jauh pengaruh perdarahan
kunang, pusing, lemah, tersebut pada pasien
ekstremitas dingin, sesak sehingga tim kesehatan
napas lebih waspada

Monitor masukan dan Pengukuran dan pencatatan


pengeluaran, catat dan ukur sangat penting untuk
perdarahan yang terjadi dan mengetahui jumlah
produksi urine perdarahan yang dialami
pasien untuk mengetahui
keseimbangan cairan tubuh

Produksi urine yg lebih


pekat dan lebih sedikit dari
normal (sangat sedikit)
menunjukkan pasien
kekurangan cairan dan
mengalami syok. Hati hati

28
terhadap perdarahan
didalamnya

Untuk menambah
Memberikan transfusi darah kekurangan darah yang
sesuai indikasi hilang akibat perdarahan
yang berkelanjutan

Kolaborasi pemberian Medikasi untuk mengatasi


pengobatan penyebab yang muntah-muntah diberikan
mendasari syok hipovolemik apaibila karena perdarahan,
misalnya muntah- dilakukan penekanan pada
muntah/perdarahan tempat perdarahan

3.5 Evaluasi

1. Suhu tubuh pasien normal (36-37oC), pasien bebas dari demam.

2. Keseimbangan cairan akan tetap terjaga dan kebutuhan cairan pada pasien
terpenuhi.

3. Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan


makanan sesuai dengan porsi yang diberikan atau dibutuhkan dan tidak
merasakan sakit saat menelan.

4. Pola nafas dan frekuensi nafas pasien efektif

5. Tidak terjadi perdarahan lebih lanjut

6. Syok hipovolemik dapat teratasi

29
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
DHF adalah penyakit yang banyak menyerang anak dan remaja serta
secara seringkali menjadi penyebab kematian. Penderita yang mengalami
DHF biasanya menunjukkan gejala klinik seperti panas tinggi (2-7hari),
tampak bintik-bintik merah dibawah kulit, mual dan nyeri abdomen. Pada
kondisi yang lebih lanjut sering kali penderita mengalami perdarahan berupa
epitaksis, hematemesis, dan melena serta tidak jarang pula penderita sampai
mengalami Dengue Shock Syndrom (DSS). Virus Dengue masuk ke dalam
tubuh manusia melalui gigitan nyamuk terjadi viremia, yang ditandai dengan
demam mendadak tanpa penyebab yang jelas disertai gejala lain seperti sakit
kepala, mual, muntah, nyeri otot, pegal di seluruh tubuh, nafsu makan
berkurang dan sakit perut, bintik-bintik merah pada kulit. WHO (1975)
membagi DHF dalam 4 derajat : derajat I, derajat II, derajat III dan derajat IV.

30
DAFTAR PUSTAKA

Effendy, Christantie.1995. Perawatan Pasien DHF. EGC : Jakarta.


WHO. Demam Berdarah Dengue: Diagnosa, Pengobatan, Pencegahan, dan
Pengendalian 2th Ed. EGC : Jakarta.
Doenges, Marilynn E, dkk.2000. Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan. EGC : Jakarta.
Hastuti, Oktri. 2008. Demam Berdarah Denngue: Penyakit & Cara
Pencegahannya (1 vols). Kanisius (Anggota IKAPI) : Yogyakarta

Candra, Aryu.2010. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan


Faktor Risiko Penularan. Aspirator Journal of Vector-Borne Diseases
Studies,2 (2), 110-119.

Nursalam, dkk. 2008. Asuhan keperawatan bayi dan anak . Salemba Medika
: Jakarta
Hidayat alimul aziz. 2006. Pengantar ilmu keperawatan anak.
Salemba Medika : Jakarta
Suriadi. 2010. Asuhan keperawatan pada anak . CV Sagung Seto : Salemba
Medika
Dr.Aryati,dr, MS, Sp.PK(K). (2012). Diagnosis Laboratoris DBD Terkini.
Retrieved from http://penelitian.unair.ac.id/artikel_dosen_DIAGNOSIS%
20LABORATORIS%20DBD%20TERKINI_1778_1843
Lynda Juall Carpenito Monyet. 2010. Buku Saku Diagnosis Keperawatan 13th Ed.
ECG : Jakarta

31
WOC

Demam Berdarah Dengue

Virus masuk melalui gigitan nyamuk

Viremia

Proses Peradangan

Gastrointestinal Hipertermi Bereaksi dgn Menyerang


AB Hepar
Mual, Muntah Dehidrasi
Kompleks virus
Anoreksia Nutris AB & reaksi Fx Terganggu
Definisid imunologi
Volume
Anafilactosin Memecahkan asam
Cairan Aktifikasi
lemak terus-
Histamin dlm Komplemen
menerus
urine
Peningkatan
Pelekatan komplek permeabilitas Hepatomegali
antigen-antibody pd pemb. darah
membran trombosit Hemokonsentrasi Distensi abdomen
Hipopoteinemia Pembesaran
Agregasi trombosit Hiponatremia plasma
Mual, muntah
Rongga serosa/efusi
Trombosit dihancurkan pleura Hipovolemia
oleh RES Nafsu makan
Syok menurun
Trombositopenia
Anoreksia Asidosis
Resiko perdarahan
Kematian
Pola

32

Anda mungkin juga menyukai