PENDAHULUAN
maupun media elektronik tidak seluruhnya menggambarkan ruang lebih lebar untuk
melihat secara kritis kedudukan perempuan dalam masyarakat, tetapi masih ideologis
tentang perubahan gaya hidup. Gaya hidup dapat memberikan pengaruh positif atau
saat ini pada kota-kota besar seperti jalan-jalan ke mall, pergi clubing, hang out
bersama teman-teman di cafe, menjadi ciri khas kehidupan yang biasa terlihat.
Gaya hidup adalah hasil dari pergaulan diri kita dalam pencarian identitas dan
sensibilitas kita dengan lingkungan dimana kita hidup bagaimana seseorang itu bisa
terlihat cantik, menarik, anggun, dan glamour untuk dapat hidup mewah seperti
layaknya selebritis dunia yang menghabiskan uang dan waktunya. Gaya hidup
waktu dan uangnya, yang diukur melalui pola asuh dan pola hidup (John C. Mowen
dan Michel Minor, 1998), (James F. Engel,Roger D Black Well, dan Paul W.
Chaney (2003) juga mengatakan pada akhir modrenitas semua yang kita miliki
akan menjadi budaya tontonan semua orang ingin menjadi penonton dan sekaligus di
tidak bergaya siap siaplah untuk di anggap tidak ada di abaikan, di remehkan, atau
mungkin di lecehkan itulah sebabnya kita perlu bersolek atau berias diri.
sesuatu hal yang sudah melekat pada diri seseorang, konsep ini bila di gunakan oleh
pemasar secara cermat dapat membantu untuk memahami nilai-nilai konsumen yang
atau kelainan kulit akibat pemakaian kosmetik. Pengaruh tersebut berupa reaksi yang
dikehendaki atau efek samping yang tidak dikehendaki. Kelainan kulit yang terjadi
antara lain disebabkan cara pemakaian kosmetik yang salah atau berlebihan,
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BB POM), tanggal 11 Juni 2009,
Hidrokinon, Asam Retinoat, Zat Warna Merah K.3 (CI 15585), Merah K.10
(Rhodamin B) dan Jingga K.1 (CI 12075). 70 item tersebut terdiri dari: 18 produk
Kulit.
seperti yang dilakukan BBPOM di Medan dengan menarik 57 merk kosmetik yang
(Sumutcyber, 2008).
Bagi banyak wanita mode atau trend baru yang muncul sangat mempengaruhi
penampilannya dan sering kali yang menjadi perhatian adalah kulit, terutama kulit
sebagai jalan pintas yang menjanjikan. Kulit sehat akan memberikan kesan segar
sehingga wajah terlihat bersinar dan bersih. Berbagai kosmetik pemutih wajah
dengan aneka merek, jenis, dan iklan menggiurkan pun bermunculan seperti jamur di
musim hujan. Hal ini sesuai dengan penelitian lain yang dilakukan bahwa 70%-80%
perempuan di Asia (yaitu : Cina, Thailand, Taiwan, dan Indonesia) ingin mempunyai
kulit yang lebih putih. Sedangkan di Indonesia dari 85% penduduk wanita yang
berkulit gelap sebanyak 55% diantaranya ingin agar kulitnya menjadi lebih putih
(Nandityasari, 2009).
membentuk opini kaum wanita bahwa kulit putih lebih menarik dan lebih cantik
2009).
ilmu kosmetik serta industrinya baru dimulai secara besar-besaran pada abad ke 20
dan kosmetik menjadi salah satu bagian dari dunia usaha. Pada akhirnya, segala jenis
produk kosmetik baik dalam bentuk lotion, pembersih wajah, sabun, cream malam,
sampai bedak, yang menjanjikan warna kulit lebih putih sangat laku di pasaran
(Sehatnews.com, 2011).
Pada prinsipnya, dalam jangka waktu lama cream pemutih memang dapat
hiperpigmentasi, maka kulit akan terlihat lebih putih. Zat pengubah pigmen seperti
ini tentu dapat menimbulkan dampak dikemudian hari, sebab ada proses fisiologis
akan menimbulkan pigmentasi dengan efek permanen. Akhirnya, kulit bisa menjadi
article&id=43:whitening-cream&catid=1:news).
memang terlihat bagus (dalam beberapa hari saja, kulit menjadi lebih mulus, kenyal,
dapat timbul flek-flek atau kulit menjadi merah seperti udang rebus, kasar, bahkan
cream&catid=1:news).
Efek samping kosmetik pada kulit sudah sejak lama ditemukan. Beberapa
peneliti telah melakukan berbagai penelitian mengenai hal tersebut. Menurut Tzank
(1955) sebanyak 7% dari semua kasus kerusakan kulit di sebuah klinik di Paris
adalah akibat kosmetik. Sidi (1956) memperkirakan bahwa untuk seluruh Perancis
angka ini mencapai 20%. Schulz (1954) menemukan bahwa di Hamburg, Jerman
sekitar 10% dari semua kontak dermatitis disebabkan oleh preparat kosmetik. Di
Indonesia, penelitian yang dilakukan Dr. Retno Tranggono (1978) terhadap 244
pasien RSCM yang menderita noda-noda hitam 18,3% disebabkan oleh kosmetik
produk pemutih kulit. Salah satu konsumen mengalami belang-belang pada wajah,
seperti panu dengan warna kemerahan dan iritasi, akibat pemakaian cream pemutih.
Pemakaian merkuri dalam cream pemutih wajah bisa menimbulkan perubahan warna
kulit, alergi, bintik hitam hingga iritasi. Manifestasi gejala keracunan merkuri akibat
pemakaian cream kulit muncul sebagai gangguan sistem saraf, seperti tremor,
pemutih dapat menimbulkan berbagai hal, mulai dari perubahan warna kulit yang
pada akhirnya dapat menyebabkan bintik-bintik hitam pada kulit, alergi, iritasi kulit
serta pemakaian dengan dosis tinggi dapat menyebabkan kerusakan permanen otak,
ginjal dan gangguan perkembangan janin bahkan paparan jangka pendek dalam dosis
tinggi juga dapat menyebabkan muntah-muntah, diare dan kerusakan paru-paru serta
Disatu sisi, konsumen kosmetik selalu bertambah, dan pasti akan diikuti
dengan peningkatan kejadian efek samping kosmetik, selain itu informasi mengenai
produk kosmetik tidak bertambah luas dari masa ke masa. Atau sekalipun ada,
keterangan tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan yang ada (Purnamawati, 2009).
kosmetik yang digunakan tidak memiliki izin dari BPOM, 35,14% menyatakan
BPOM, serta 55,41% responden membeli produk di tempat penjualan kosmetik yang
tidak resmi.
Penggunaan kosmetik terutama cream pemutih wajah, hal ini bisa disebabkan
menjadikan mereka lebih cantik. Cream pemutih wajah yang banyak digunakan oleh
mahasiswa adalah cream pemutih wajah yang didapat dari warung/kedai yang
menyediakan cream pemutih wajah tersebut, maupun mereka akan membeli cream
pemutih wajah secara bersama-sama, dan umumnya mereka dapatkan di salah satu
mahasiswa akan memberikan dampak, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Sehingga kebiasaan menggunakan cream pemutih wajah akan terus langgeng dan
bertahan lama. Padahal belum tentu cream pemutih wajah yang mereka gunakan
berbahaya.
kosmetik pemutih pada mahasiswa, dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor
perilaku dan faktor-faktor di luar perilaku. Faktor perilaku ini mempunyai pengaruh
yang besar terhadap status kesehatan individu maupun masyarakat. Perilaku adalah
hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya
yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Selain itu perilaku
adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung
maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Sarwono, 2004; Notoatmojo,
2007).
cenderung memiliki masalah atau keluhan tentang kulit mereka, terutama kulit wajah
seperti timbulnya adanya noda bekas jerawat, jerawat, maupun warna kulit wajah
yang kurang putih dan kurang bersih. Dengan adanya berbagai macam merek
kosmetik pemutih yang beredar di pasaran telah menarik minat mahsiswa untuk
menjadi putih dan cantik. Mahasiswi menggunakan kosmetik pemutih sebagai solusi
kecantikan. Dari enam (6) lokal kelas yang ada didapat 25 mahasiswa putri
pemutih wajah lebih dari enam (6) bulan. Sebagian dari mahasiswi yang
menggunakan cream pemutih wajah tersebut ada yang menunjukkan gejala efek
menutupi wajah dari paparan sinar matahari langsung juga bagian dari merawat
berkaitan dengan bagaimana mereka membentuk image di mata orang lain, berkaitan
perilaku mahasiswi.
dari informasi teman dan juga pengaruh media. Dari informasi yang didapat dari
teman bahwa ada cream pemutih yang bisa membuat wajah kelihatan cantik.
1.2. Permasalahan
Medan.
1.4. Hipotesis
Ada pengaruh gaya hidup terhadap penggunaan cream pemutih wajah oleh
1. Sebagai masukan kepada Dinas Kesehatan dan Balai POM untuk melakukan