Anda di halaman 1dari 8

1 Penanganan Efek Samping

2
3
Imunisasi dan KIPI

4EFEK SAMPING YANG TIMBUL SETELAH IMUNISASI

5Keadaan-keadaan yang timbul setelah imunisasi berbeda pada masing-masing imunisasi, seperti yang
6diuraikan di bawah ini:

7 BCG, dua minggu setelah imunisasi terjadi pembengkakan kecil dan merah di
8 tempat suntikan, seterusnya timbul bisul kecil dan menjadi luka parut.
9 DPT, umumnya bayi menderita panas sore hari setelah mendapatkan imunisasi,
10 tetapi akan turun dalam 1 2 hari. Di tempat suntikan merah dan bengkak serta
11 sakit, walaupun demikian tidak berbahaya dan akan sembuh sendiri.
12 Campak, panas dan umumnya disertai kemerahan yang timbul 4 10 hari setelah
13 penyuntikan.

14Reaksi yang timbul pada anak setelah imunisasi dapat berasal dari unsur kuman dari vaksin maupun
15zat-zat tambahan yang dapat berupa reaksi simpang vaksin. Reaksi-reaksi tersebut dapat sebagai
16akibat dari efek farmakologi, efek samping, interaksi obat, intoleransi, reaksi idiosinkrasi dan reaksi
17alergi. Reaksi alergi adalah reaksi yang timbul akibat kepekaan seorang anak yang berhubungan
18dengan faktor genetik (keturunan).

19Ada pula reaksi yang bukan karena vaksinnya sendiri, yaitu akibat dari kesalahan tehnik pembuatan,
20pengadaan dan distribusi vaksin, kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan imunisasi, atau semata-
21mata kejadian yang timbul secara kebetulan. Menurut hasil telaah Pokja KIPI Depkes RI, justru
22penyebab timbulnya KIPI sebagian besar karena kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan
23imunisasi dan faktor kebetulan. Ini sesuai pula dengan yang dilaporkan oleh Vaccine Safety Comitee
24(VSC), Institute of Medicine AS.

25Kejadian ikutan setelah imunisasi yang telah dikenal oleh sebagian besar anggota masyarakat yaitu
26efek panas setelah imunisasi PDT dan Campak. Sebetulnya, masih ada efek lain daripada itu seperti
27sakit pada tempat suntikan, warna kemerahan di sekitar bekas tempat suntikan, anak yang menangis
28terus menerus setelah mendapat imunisasi DPT. Cuma karena kejadiannya agak jarang sering luput
29dari perhatian orangtua balita.

30Kejadian Ikutan Pasca


31Imunisasi (KIPI)

32Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) atau adverse events following immunization adalah semua
33kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi. Pada keadaan
34tertentu lama pengamatan KIPI dapat mencapai masa 42 hari (arthritis kronik pasca vaksinasi
35rubella), atau bahkan 42 hari (infeksi virus campak vaccine-strain pada pasien imunodefisiensi pasca
36vaksinasi campak, dan polio paralitik serta infeksi virus polio vaccine-strain pada resipien non
37imunodefisiensi atau resipien imunodefisiensi pasca vaksinasi polio).

38Pada umumnya reaksi terhadap obat dan vaksin dapat merupakan reaksi simpang (adverse events),
39atau kejadian lain yang bukan terjadi akibat efek langsung vaksin. Reaksi simpang vaksin antara lain
40dapat berupa efek farmakologi, efek samping (side-effects), interaksi obat, intoleransi, reaksi
41idoisinkrasi, dan reaksi alergi yang umumnya secara klinis sulit dibedakan. Efek farmakologi, efek
42samping, serta reaksi idiosinkrasi umumnya terjadi karena potensi vaksin sendiri, sedangkan reaksi
43alergi merupakan kepekaan seseorang terhadap unsur vaksin dengan latar belakang genetik. Reaksi
44alergi dapat terjadi terhadap protein telur (vaksin campak, gondong, influenza, dan demam kuning),
45antibiotik, bahan preservatif (neomisin, merkuri), atau unsur lain yang terkandung dalam vaksin.

46KIPI yang paling serius terjadi pada anak adalah reaksi anafilaksis. Angka kejadian reaksi anafilaktoid
47diperkirakan 2 dalam 100.000 dosis DPT, tetapi yang benar-benar reaksi anafilaksis hanya 1-3 kasus
48diantara 1 juta dosis. Anak yang lebih besar dan orang dewasa lebih banyak mengalami sinkope,
49segera atau lambat. Episode hipotonik/hiporesponsif juga tidak jarang terjadi, secara umum dapat
50terjadi 4-24 jam setelah imunisasi.

51KIPI adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa satu bulan setelah
52imunisasi, yang diduga ada hubungannya dengan pemberian imunisasi.
53Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), KIPI dibagi menjadi 3 (tiga)kategori, yaitu:

54 Related programme atau hal hal berkaitan dengan kegiatan imunisasi,


55 misalnya timbul bengkak bahkan abses pada bekas suntikan vaksin. Biasanya
56 karena jarum tidak steril. Contoh lain adalah kelenjar limfe misalnya di daerah
57 ketiak, atau lipat paha membengkak dan terasa sedikit nyeri. Ini akibat aktivitas
58 sistem kekebalan tubuh yang menerima vaksin tersebut.
59 Reaction related to properties of vaccine atau reaksi terhadap sifat sifat
60 yang dimiliki oleh vaksin yang bersangkutan. Misalnya saja reaksi terhadap bahan
61 campuran vaksin. Reaksi ini biasanya berupa pembengkakan, kemerahan, demam
62 (misalnya terhadap vaksin campak, biasanya akan normal kembali dalam satu hari).
63 Coincidental atau koinsidensi. Koinsidensi adalah dua kejadian secara
64 bersama tanpa adanya hubungan satu sama lain. Ketika anak menerima imunisasi,
65 sebenarnya dia sudah dalam keadaan masa perjalanan penyakit yang sama atau
66 penyakit lain (masa tunas) yang tidak ada hubungannya dengan vaksin yang
67 bersangkutan. Misalnya saja, anak sedang dalam perjalanan mau sakit batuk pilek
68 atau diare bahkan seringkali penyakit akut yang lebih serius disertai demam.

69Kejadian yang bukan disebabkan efek langsung vaksin dapat terjadi karena kesalahan teknik
70pembuatan, pengadaan dan distribusi serta penyimpanan vaksin, kesalahan prosedur dan teknik
71pelaksanaan imunisasi, atau semata-mata kejadian yang timbul secara kebetulan. Sesuai telaah
72laporan KIPI oleh Vaccine Safety Committee, Institute of Medicine (IOM) USA menyatakan bahwa
73sebagian besar KIPI terjadi karena kebetulan saja. Kejadian yang memang akibat imunisasi tersering
74adalah akibat kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan (pragmatic errors). Tidak semua kejadian
75KIPI disebabkan oleh imunisasi karena sebagian besar ternyata tidak ada hubungannya dengan
76imunisasi.

77Ada 5 (lima) kelompok faktor etologi yang dapat menyebabkan KIPI menurut
78klasifikasi lapangan WHO Western Pacific (1999), yaitu:
79 Kesalahan program/teknik pelaksanaan (programmic errors) Sebagian
80 kasus KIPI berhubungan dengan masalah program dan teknik pelaksanaan imunisasi
81 yang meliputi kesalahan program penyimpanan, pengelolaan, dan tata laksana
82 pemberian vaksin.
Kesalahan pada berbagai tingkatan prosedur imunisasi:
(1) Dosis antigen (terlalu banyak) Lokasi dan cara menyuntik (2)
Sterilisasi semprit dan jarum suntik (3) Jarum bekas pakai (4) Tindakan
aseptik dan antiseptic (5) Kontaminasi vaksin dan perlatan suntik (6)
Penyimpanan vaksin (7) Pemakaian sisa vaksin (8) Jenis dan jumlah
pelarut vaksin (9) Tidak memperhatikan petunjuk produsen (10)
Kecurigaan terhadap kesalahan tata laksana perlu diperhatikan
apabila terdapat kecenderungan kasus KIPI berulang pada petugas
yang sama. (11) Reaksi suntikan

83Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik baik langsung maupun tidak
84langsung harus dicatat sebagai reaksi KIPI. Reaksi suntikan langsung misalnya rasa sakit, bengkak
85dan kemerahan pada tempat suntikan, sedangkan reaksi suntikan tidak langsung misalnya rasa takut,
86pusing, mual, sampai sinkope.

87Beberapa contoh KIPI setelah imunisasi DPT adalah anak menangis terus tak bisa dibujuk sekitar 3
88jam pasca-imunisasi, reaksi syok (anafilaksis), dan kesadaran menurun. KIPI setelah pemberian
89imunisasi Campak berupa sakit atau radang sendi yang mendadak atau kronis. Kejadian-kejadian
90tersebut memang terbukti kuat sebagai akibat imunisasi. Demikian pula reaksi-reaksi yang
91ditimbulkan oleh vaksin lainnya. Cuma kejadiannya sangat jarang kalau sebagai akibat dari vaksinnya.

92Adanya kerusakan syaraf, perdarahan, infeksi pada jaringan otak setelah mendapat imunisasi DPT,
93kejadian-kejadian tersebut terbukti tidak ada hubungan dengan pemberian imunisasi. Demikian pula
94gangguan saraf setelah imunisasi Campak, tidak ada hubungan dengan imunisasinya. Telah pula
95dibahas oleh pejabat yang terkait dalam pelaksanaan PIN, bahwa sampai saat ini vaksin polio yang
96sudah dipakai sampai miliaran dosis, terbukti tidak menimbulkan efek samping.

97 Induksi vaksin (reaksi vaksin) Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin
98 umumnya sudah dapat diprediksi terlebih dahulu karena merupakan reaksi simpang
99 vaksin dan secara klinis biasanya ringan. Walaupun demikian dapat saja terjadi
100 gejala klinis hebat seperti reaksi anafilaksis sistemik dengan resiko kematian. Reaksi
101 simpang ini sudah teridentifikasi dengan baik dan tercantum dalam petunjuk
102 pemakaian tertulis oleh produsen sebagai indikasi kontra, indikasi khusus, perhatian
103 khusus, atauberbagai tindakan dan perhatian spesifik lainnya termasuk
104 kemungkinan interaksi obat atau vaksin lain. Petunjuk ini harus diperhatikan dan
105 ditanggapi dengan baik oleh pelaksana imunisasi.
106 Faktor kebetulan (koinsiden) Seperti telah disebutkan di atas maka kejadian
107 yang timbul ini terjadi secara kebetulan saja setelah diimunisasi. Indicator faktor
108 kebetulan ini ditandai dengan ditemukannya kejadian yang sama disaat bersamaan
109 pada kelompok populasi setempat dengan karakterisitik serupa tetapi tidak
110 mendapatkan imunisasi.
111 Penyebab tidak diketahui Bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum
112 dapat dikelompokkan kedalam salah satu penyebab maka untuk sementara
113 dimasukkan kedalam kelompok ini sambil menunggu informasi lebih lanjut. Biasanya
114 denagn kelengkapan informasi tersebut akan dapat ditentukan kelompok penyebab
115 KIPI.

116 Gejala Klinis KIPI


117Gejala klinis KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat dan dapat dibagi menjadi gejala lokal,
118sistemik, reaksi susunan saraf pusat, serta reaksi lainnya. Pada umumnya makin cepat KIPI terjadi
119makin cepat gejalanya.

Reaksi KIPI Gejala KIPI

Abses pada tempat suntikan


Limfadenitis
Reaksi lokal lain yang berat,
Lokal misalnya selulitis, BCG-itis

SSP Kelumpuhan akut


Ensefalopati
Ensefalitis
Meningitis
Kejang

Reaksi alergi: urtikaria, dermatitis,


edema
Reaksi anafilaksis
Syok anafilaksis
Artralgia
Demam tinggi >38,5C
Episode hipotensif-hiporesponsif
Osteomielitis
Menangis menjerit yang terus
menerus (3jam)
Lain-lain Sindrom syok septik

120Gejala Klinis KIPI sesuai jenis


121Imunisasi
122Tidak ada satupun jenis vaksin yang aman tanpa efek samping, maka apabila seorang anak telah
123mendapatkan imunisasi perlu diobsevasi beberapa saat, sehingga dipastikan tidak terjadi KIPI (reaksi
124cepat). Berapa lama observasi sebenarnya sulit ditentukan, tetapi pada umumnya setelah pemberian
125setiap jenis imunisasi harus dilakukan observasi selama 15 menit.untuk menghindarkan kerancuan
126maka gejala klinis yang dianggap sebagai KIPI dibatasi dalam jangka waktu tertentu timbulnya gejala
127klinis.
Saat timbul
Jenis Vaksin Gejala Klinis KIPI KIPI

Syok anafilaksisNeuritis
Toksoid Tetanus (DPT, brakhialKomplikasi akut termasuk 4 jam2-18
DT, TT) kecacatan dan kematian haritidak tercatat

Pertusis whole cell Syok anafilaksisEnsefalopatiKomplikasi 4 jam72


(DPwT) akut termasuk kecacatan dan kematian jamtidak tercatat

Syok anafilaksisEnsefalopatiKomplikasi 4 jam5-15


akut termasuk kecacatan dan kematian haritidak tercatat

TrombositopeniaKlinis campak pada 7-30 hari6


resipien imunokompromaisKomplikasi bulantidak
Campak akut termasuk kecacatan dan kematian tercatat

Polio paralisisPolio paralisis pada


resipien imunokompromaisKomplikasi
Polio hidup (OPV) akut termasuk kecacatan dan kematian 30 hari6 bulan

Syok anafilaksisKomplikasi akut 4 jamtidak


Hepatitis B termasuk kecacatan dan kematian tercatat

BCG BCG-itis 4-6 minggu


128Mengingat tidak ada satupun jenis vaksin yang aman tanpa efek samping, maka apabila seorang
129anak telah mendapatkan imunisasi perlu diobsevasi beberapa saat, sehingga dipastikan tidak terjadi
130KIPI (reaksi cepat). Berapa lama observasi sebenarnya sulit ditentukan, tetapi pada umumnya setelah
131pemberian setiap jenis imunisasi harus dilakukan observasi selama 15 menit.untuk menghindarkan
132kerancuan maka gejala klinis yang dianggap sebagai KIPI dibatasi dalam jangka waktu tertentu
133timbulnya gejala klinis.
134Kelompok Resiko yang harus diwaspadai saat imunisasi
135 Reaksi simpang Imunisasi. Anak yang mendapat reaksi simpang pada
136 imunisasi terdahulu.
137 Bayi berat lahir rendah. Pada dasarnya jadwal imunisasi bayi kurang bulan
138 sama dengan bayi cukup bulan. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada bayi kurang
139 bulan adalah: Titer imunitas pasif melalui transmisi maternal lebih rendah dar pada
140 bayi cukup bulan Apabila berat badan bayi sangat kecil (<1000 gram) imunisasi
141 ditunda dan diberikan setelah bayi mencapai berat 2000 gram atau berumur 2 bulan
142 imunisasi hepatitis B diberikan pada umur 2 bulan atau lebih kecuali bila ibu
143 mengandung HbsAg Apabila bayi masih dirawat setelah umur 2 bulan, maka vaksin
144 polio yang diberikan adalah suntikan IPV bila vaksin tersedia, sehingga tidak
145 menyebabkan penyebaaran virus polio melaui tinja
146 Pasien imunokompromais. Keadaan imunokompromais dapat terjadi sebagai
147 akibat penyakit dasar atau sebagai akibat pengobatan imunosupresan (kemoterapi,
148 kortikosteroid jangka panjang). Jenis vaksin hidup merupakan indikasi kontra untuk
149 pasien imunokompromais dapat diberikan IVP bila vaksin tersedia. Imunisasi tetap
150 diberikan pada pengobatan kortikosteroid dosis kecil dan pemberian dalam waktu
151 pendek. Tetapi imunisasi harus ditunda pada anak dengan pengobatan
152 kortikosteroid sistemik dosis 2 mg/kg berat badan/hari atau prednison 20 mg/ kg
153 berat badan/hari selama 14 hari. Imunisasi dapat diberikan setelah 1 bulan
154 pengobatan kortikosteroid dihentikan atau 3 bulan setelah pemberian kemoterapi
155 selesai. Pada resipien yang mendapatkan human immunoglobulin Imunisasi virus
156 hidup diberikan setelah 3 bulan pengobatan utnuk menghindarkan hambatan
157 pembentukan respons imun.
158 Indikasi Kontra dan Perhatian Khusus Untuk Imunisasi Pada umumnya
159 tidak terdapat indikasi kontra imunisasi untuk individu sehat kecuali untuk kelompok
160 resiko. Pada setiap sediaan vaksin selalu terdapat petunjuk dari produsen yang
161 mencantumkan indikasi kontra serta perhatian khusus terhadap vaksin. Petunjuk ini
162 harus dibaca oleh setiap pelaksana vaksinasi.
163PENANGANAN MASALAH PASKA IMUNISASI
164 Abses pada tempat suntikan. Bengkak tidak perlu diobati dikompres dengan
165 air hangat atau larutan fisiologis NaCl bila timbul nanah, tetapi bila luka besar dan
166 bengkak di ketiak anjurkan ke dokter
167 Limfadenitis. Limfadenitis BCG adalah timbulnya pembesaran kelenjar disekitar
168 tempat suntikan BCG seperti diketiak atau di lipatan paha. Limfadenitis BCG
169 merupakan efek samping yang sering dijumpai padavaksinasi BCG meskipun jarang
170 menimbulkan masalah yang serius. Kejadiannya berkisar 1-2 per1000 vaksinasi.
171 Penanganan limfadenitis BCG masih diperdebatkan. Di lapangan tidak jarang
172 kelainan ini diberi obat antituberkulosis (Isoniasid, INH) meskipun hasilnya tidak
173 memuaskan. Bahkan ada yang melakukan oprasi pengambilan kelenjar yang
174 sebenarnya tidak perlu dilakukan. Pada tipe lirnfadenitis non-supuratif, tindakan
175 eksisi tidak dianjurkan, sedangkan pada tipe supuratif,eksisi dapat dianjurkan.
176 Tindakan eksisi dilakukan apabila dengan aspirasi tidak menunjukkan hasilyang
177 baik, sudah terjadi bentuk sinus, atau kelenjarnya multipel. Selain itu tindakan eksisi
178 lebihdiindikasikan pada kosmetik yaitu rnencegah pecahnya kelenjar secara tidak
179 beraturan. Pemberianobat antituberkulosis setelah eksisi tidak memberikan hasil
180 yang lebih baik. Kalau eksisi dianjurkan,maka tindakan insisi pada limfadenitis BCG
181 tidak dianjurkan.
182 BCG-itis. BCG, luka tidak perlu diobati cukup dibersihkan atau dikompres dengan
183 air hangat atau larutan fisiologis NaCl bila timbul nanah, tetapi bila luka besar dan
184 bengkak di ketiak anjurkan ke dokter.
185 DPT, bila panas atau rewel diberikan obat penurun panas dan berikan kompres
186 dingin.
187 Campak, bila timbul panas atau rewel berikan obat panas
188 Shock anafilaksis. Shock anafilaksis adalah suatu syndroma klinis yang ditandai
189 dengan adanya hipotensi, tacycardia, kulit yang dingin, pucat basah, hiperventilasi,
190 perubahan status mental, penurunan produksi urine yang diakibatkan oleh reaksi
191 anafilaksis. Penanganan Shock anafilaksis. 1. Baringkan penderita dalam posisi
192 shock yakni tidur terlentang dengan tungkai lebih tinggi dari kepala pada alas yang
193 keras 2. Bebaskan jalan nafas 3. Tentukan penyebab dan lokasi masuknya bahan
194 alergen 4. Bila masuk melalui ekstremitas pasang torniquette 5. Berikan Adrenalin
195 1 : 1000 sebanyak 0,25 ml sub cutane 6. Monitor pernafasan dan hemodinamika 7.
196 Berikan suplemen oksigen 8. Untuk kasus yang sedang berikan Adrenalin 1 : 1000
197 sebanyak 0,25 ml intra muskuler 9. Bila berat berikan Adrenalin 1 : 100- sebanyak
198 2,5 5 ml intra vena 10.Bila vena colaps berikan Adrenalin sub lingual atau trans
199 tracheal 11.Berikan Aminophillin 5 6 mg/ kg BB Iv bolus diikuti 0,4 0,9 mg/kg BB/
200 menit per drip ini untuk bronchospasme yang persisten 12.Berikan cairan infus
201 dengan berpedoman pada kadar hematokrit 13.Monitor hemodinamika dan
202 pernafasan 14.Bila tidak membaik rujuk ke intitusi yang lebih tinggi
203 Reaksi alergi: urtikaria, dermatitis, edema dalam keadaan tertentu dapat
204 diberikan antihistamin, sebaiknya tidak diberikan kortikosteroid. Gejala ini dalam
205 beberapa saat akan membaik, bila terdapat faktor utama yang lain bisa
206 berkepanjangan tetapi dalam ekadaan ini imuniasasi hanya dalam keadaan
207 kebetulan (co-accident).
208 Artralgia Bila mengganggu diberi antipiretik atau analgesik sejenis paracetamol
209 atau NSID lainnya
210 Demam tinggi >38,5C. Bila mengganggu diberi antipiretik atau analgesik
211 Episode hipotensif-hiporesponsif
212 Osteomielitis Osteomielitis adalah proses inflamasi atau peradangan tulang.
213 Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan daripada infeksi jaringan lunak karena
214 terbatasnya asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan
215 jaringan dan pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru di sekeliling
216 jaringan tulang mati). Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis yang akan
217 mempengaruhi kualitas hidup atau Bila mengganggu diberi antipiretik atau
218 analgesik sejenis paracetamol atau NSID lainnya. Harus segera dibawa ke dokter
219 ortopedi
220 Menangis menjerit yang terus menerus (3jam). Bila mengganggu diberi antipiretik
221 atau analgesik
222 Neuritis brakhial. Dapat diberi vitamin neurotropik Bila mengganggu diberi
223 antipiretik atau analgesik
224

225

Anda mungkin juga menyukai