Anda di halaman 1dari 14

11

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Matahari

Orbit bumi berbentuk elips dan apabila dilihat dari letak kutub utara dan

selatan bumi, posisi bumi terhadap matahari tidaklah tegak lurus, melainkan bergeser

sebesar 23,5. Akibat dari pergeseran inilah terjadinya perubahan musim (Lechner

2001)

Gambar 2.1 Posisi Bumi Terhadap Matahari dan Pergantian Musim


Sumber: (Lechner, 2001; Hal 127)

Secara astronomis Indonesia terletak diantara 6 LU dan 11 LS. Berdasarkan letak

astronomis tersebut, Indonesia termasuk kedalam daerah tropis yaitu berada dekat

dengan equator dimana selalau terkena sinar matahari sepanjang tahun


12

21 Juni

21 September
21 Maret

21 Maret
21 Deseember

Gambar 2.2 Garis Balik Matahari


Sumber: Google Images

Pada gambar 4 merupakan garis balik matahari yang mana menunjukan titik-titik

ekstrim matahari, ditunjukan dengan tanggal dan bulan dimana matahari berada pada

equator dan titik terjauh. Pada tanggal dan bulan inilah yang kemudian akan menjadi

acuan untuk menganalisis radiasi matahari terhadap massa bangunan di tapak dan

sebagai acuan pergerakan kinetic sun shading.

2.2 Daylighting

Pencahayaan alami adalah pemanfaatan cahaya yang berasal dari benda

penerang alam seperti matahari, bulan, dan bintang sebagai penerang ruang. Karena

berasal dari alam, cahaya alami bersifat tidak menentu, tergantung pada iklim,

musim, dan cuaca. Diantara seluruh sumber cahaya alami, matahari memiliki kuat

sinar yang paling besar sehingga keberadaanya sangat bermanfaat dalam penerangan

dalam ruang. Cahaya matahari yang digunakan untuk penerangan interior disebut

dengan daylight.( Dora dan Nilasari, Surabaya, 2011)


Daylight memiliki fungsi yang sangat penting dalam karya arsitektur dan
interior. Distribusi cahaya alami yang baik dalam ruang berkaitan langsung dengan

konfigurasi arsitektural bangunan, orientasi bangunan, kedalaman, dan volume

ruang. Oleh sebab itu daylight harus disebarkan merata dalam ruangan. Menurut Sir
13

John Soane, daylight dapat memberikan suasana ruang dalam yang lebih hangat. Sir

John berhasil membuktikan bahwa daylight apabila dikelola dengan baik akan

menimbulkan dampak suasana yang menyenangkan (Honggowidjaja, 2003: 13)

The massing of a building determines the quality of light distribution(Olgyay,

Architectural Lighting, University of hawaii, 2002.)


Massa bangunan yang menentukan kualitas distribusi cahaya yang masuk ke dalam

bangunan

2.3 Teori Sun Shading


2.3.1 Definisi Sun Shading

Menurut Handayani (2010), bukaan merupakan suatu elemen yang tidak

terpisahkan dalam bangunan, khususnya terkait dengan pencahayaan dan

penghawaan alami. Pada area tropis seperti Indonesia, letak dan ukuran dari

suatu bukaan harus direncanakan dengan baik. Bukaan yang terlalu besar

dapat menimbulkan efek silau dan pemanasan ruang akibat radiasi matahari

secara langsung. Untuk mengatasi hal tersebut, penggunaan sun shading

pada bukaan diperlukan.


Menurut Lechner (2001), Sun shading merupakan salah satu strategi dan

langkah pertama untuk mencapai kenyamanan thermal didalam bangunan,

akan tetapi untuk mencapai kenyamanan thermal terdapat aspek lain yang

harus diperhitungkan.
To use sunlight as a source of ambient illumination, the opening must be

shaded to contol glare and heat gain.(Olgyay, NJ, 1957.).


Untuk menggunakan sinar matahari sebagai sumber pencahayaan, bukaan

harus di beri penagkal untuk mengontrol silau dan panas


Sun shade design can be regarded as combined solution from architecture

and daylight situation.(wei, Generative Sun Shade Design, Germany, 2009.)


Mendesain sun shading merupakan sebuah solusi gabungan dari arsitektur

dan situasi siang hari (daylight)


14

2.3.2 Jenis dan Bentuk Sun Shading

Jenis sun shading sangat beragam dan terbagi menjadi beberapa klasifikasi,

pada penelitian yang dilakukan oleh Wall & Hube (2003), sun shading dibagi

menjadi 3(tiga), yaitu External, Interpane, dan Internal. Dan berdasarkan dari

ketiga jenis diatas, hasil analisis mengatakan yang paling baik adalah

External. Berikut adalah ilustrasinya.

Gambar 2.3 Jenis Sun Shading Berdasarkan posisi (2010)


Sumber: Dubois, 2010

Jika dilihat dari Gambar 2.4, kita dapat melihat keuntungan dan kerugian dari

setiap posisi sun shading. Menurut Wall & Hube (2003), External sun

shading adalah sun shading yang efektif saat musim panas. Mengingat iklim

Indonesia beriklim tropis dimana suhu rata-rata yang tinggi, peletakan sun

shadingpada luar bangunan adalah yang efektif.


Horizontal
Horizontal device provide shade based on the altitude angle of the sun. Most
commonly seen in the form of overhangs, they are particulary effective for
shading north and south building elevation. Horizontal devices let in low-
angle sunlight and block high-angle sunlight; their effectiveness varies
seasonally with the changing solar altitude (Olgyay, NJ, 1957.)
Perangkat Horizontal memberikan keteduhan berdasarkan sudut ketinggian
matahari. Paling sering terlihat dalam bentuk overhang, khususnya efektif
15

untuk shading bangunan yang memiliki elevasi utara dan selatan. Perangkat
Horizontal membiarkan rendah sudut sinar matahari dan memblokir tinggi-
sudut sinar matahari, efektivitasnya bervariasi tergantung dengan perubahan
ketinggian matahari.

Gambar 2.4 Horizontal Sun Shading (2013)


Sumber: Google Images

Vertical
Vertical devices provide shade based on the bearing angle of the sun. Their
effectiveness varies diurnally, as the sun moves around the horizon. Vertical
devices have the ability to block low-angle sun, and consequently they are
often used o openings facing east or west. Blocking low-angle sun also block
views, and since the sun bearing changes about 15 degrees per hour, a
substansial amount of view may be blocked. Adjustable vertical devices can
be responsive to the changes in sun angle (Olgyay, NJ, 1957.)
Perangkat vertikal memberikan keteduhan berdasarkan sudut bantalan dari
matahari. Efektivitas mereka bervariasi, saat matahari bergerak mengelilingi
cakrawala. Perangkat vertikal memiliki kemampuan untuk memblokir rendah
sudut matahari, dan akibatnya mereka sering digunakan untuk bukaan
menghadap ke timur atau barat. Memblokir rendah sudut matahari juga
menghalangi pandangan, dan karena perubahan bantalan matahari sekitar 15
derajat per jam, sejumlah pandangangan dapat diblokir. Perangkat vertikal
dapat menjadi responsif disesuaikan terhadap perubahan sudut matahari.
16

Gambar 2.5 Vertical Sun Shading (2013)


Sumber: Google Images

Egg-crate
Egg-crate shading devices combine the characteristics of vertical and
horizontal devices to improve the shading coverage.(Olgyay, NJ, 1957.)
Perangkat shading peti telur menggabungkan karakteristik perangkat vertikal

dan horizontal untuk meningkatkan cakupan shading

Gambar 2.6 Eggcrate Sun Shading (2013)


Sumber: Google Images

2.3.3 Prinsip Desain Sun Shading

Pada tabel 2.1, Lechner (2001) telah mengklasifikasikan 3(tiga) bentuk sun

shading dan modifikasi terhadap bentuknya. Bentukan ini dibuat dengan orientasi

matahari sebagai acuannya, akan tetapi untuk mengetahui tentang besar

bentangan dan panjang dari sun shading, ditentukan oleh shadow angle. Untuk
17

mendapatkan shadow angle, terdapat beberapa perimeter yang harus didapat

terlebih dahulu.

o Mencari letak geografis pada tapak (latitude dan longitude). Letak

geografis tapak merupakan krusial, dikarenakan letak geografis ini

yang akan menentukan letak matahari dan orientasinya


o Mencari posisi matahari pada tapak.
o Menentukan solar window pada tapak

2.4 Teori tentang Solar window

Solar window adalah suatu rentang waktu, dimana sinar matahari mengenai

bangunan tanpa terhalang oleh objek apapun/posisi matahari cukup tinggi

sehingga pembayangan pada bangunan tidak ada, sehingga dibutuhkan sun

shading (Lechner , 2001). Dengan kata lain, dapat dikatakan waktu sebelum

dan setelah solar window adalah waktu yang tidak membutuhkan sun

shading.
Dalam Penelitian ini, Suhu pada bangunan merupakan parameter utama dan

reduksi suhu adalah parameter dari efektifitas sun shading yang akan

didesain. Oleh karena itu untuk menentukan solar window, akan dianalisis

dahulu suhu bangunan pada tanggal dan bulan penting sebelum

menggunakan sun shading. dari hasil tersebut akan dibandingkan dengan

suhu nyaman di Jakarta berdasarkan data NASA.


Suhu kisaran di Jakarta dapat dijadikan sebagai skala pengukuran pada

software ecotect dan dianalisis pada massa bangunan yang ada. Dari analisis

tersebut akan dilihat pada jam berapa suhu mulai keluar dari batas nyaman

>28C dan kembali turun sampai <28C. Rentang waktu inilah yang akan

disebut sebagai solar window.


18

2.5 Teori tentang Shadow angle

Desain dari setiap bentuk sun shading bergantung pada lintasan matahari di

langit, dengan memperhitungkan juga orientasi bukaan pada bangunan. Untuk

mempermudah dalam mendesain, Wei (2009) dalam master thesisnya menggunakan

Shadow angle/sudut pembayangandalam mendesain selubung bangunan. Terdapat

dua jenis shadow angle, yaitu HSA (Horizontal Shadow Angle) dan VSA (Vertical

Shadow Angle).Untuk lebih jelasnya, akan dijelaskan pada berikut ini:

2.5.1 HSA (Horizontal Shadow Angle)

Horizontal Shadow Angle adalah perbedaan antara azimuth matahari dengan

orientasi pada sisi bangunan yang dapat diukur pada titik tepi bayangan jatuh.

Semakin kecil sudut nya, semakin besar siripnya (La Roche, 2011).

Gambar 2.7 Horizontal Shadow Angle (2011)


Sumber: La Roche, 2011

Horizontal Shadow Angle menurut La Roche (2011), dapat dihitung dengan

persamaan sebagai berikut:


HSA = AZI - ORI
Keterangan:
HSA : Horizontal Shadow Angle
AZI : Azimuth matahari
ORI : Orientasi pada bangunan.
19

2.5.2 VSA (Vertical Shadow Angle)

Vertical Shadow Angle adalah sudut pembayangan vertikal yang diukur saat

ketinggian matahari sejajar dengan sisi bangunan (fasade). Semakin kecil sudutnya,

semakin besar overhang yang dibutuhkan (La Roche, 2011).

Gambar 2.8 Vertical Shadow Angle (2011)


Sumber: La Roche, 2011

2.6 Kinetik Sun Shading

Teknologi fasad Interaktif adalah cara merancang amplop bangunan yang

dapat mengubah properti mereka atau bentuk dalam menanggapi berbagai

rangsangan lingkungan seperti suhu, kelembaban, radiasi matahari (Rahul.S,

London 2011)
There has been interest for some time with intelligent faades that can react

to changing climatic conditions and user needs in order to improve

functional performance ( Wigginton, MHJ: 2002)


Ada ketertarikan selama beberapa saat dengan fasad 'cerdas' yang dapat

bereaksi terhadap perubahan kondisi iklim dan kebutuhan pengguna dalam

rangka meningkatkan kinerja fungsional


20

2.7 Teori Adaptive Architecture Menurut Holger Schndelbach

Menurut Holger Schndelbach, Adaptive Architecture berkaitan

dengan bangunan yang didesain untuk beradaptasi dengan lingkungannya,

penghuninya, dan obyek termasuk bangunan itu sendiri yang keseluruhannya

dikendalikan oleh data internal. Bangunan dalam konteks adaptif ini

digambarkan dengan fleksibel, interaktif atau dinamis, menmberikan kesan

bahwa arsitektur itu adaptif dan bukan merupakan artefak statis, hal ini

seringkali didukung oleh adaptasi komputer.


Semua arsitektur dapat diadaptasikan pada tingkatan tertentu, karena

bangunan dapat selalu diadaptasikan secara manual dalam berbagai cara.

Penggunaan istilah Adaptive Architecture dapat diartikan sebagai bangunan

yang secara spesifik dirancang untuk beradaptasi, baik secara otomatis ataupun

melalui intervensi manusia.

2.8 Studi banding


2.8.1 Widjojo Center
21

Gambar 2.9. Widjojo center (google)


Sumber: google images

Gedung S. Widjojo dengan desain unik ini terletak di Jalan Sudirman Jakarta,
berdekatan dengan gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Senayan. PT Guna Reka
Cipta (GRC) Widjojo sangat erat hubungannya dengan sejarah masuknya bahan
bangunan GRC ke pasaran bahan bangunan dan dunia konstruksi di Indonesia pada
tahun 1978. Desain yang unik dari gedung S.Widjojo Center di Jl. Jendral Sudirman -
Jakarta adalah penggunaan pertama GRC untuk gedung di Indonesia, karena bahan
bangunan konvensional lainnya tidak bisa memenuhi konsep desain yang diinginkan
perencana.

Secara teknis usaha menghalau radiasi sinar matahari dengan desain seperti
ini adalah benar untuk daerah tropis, hal ini terbukti dalam perhitungan OTTV (verall
Thermal Transmittance Value) merupakan parameter awal untuk menetapkan suatu
bangunan layak disebut bangunan hemat energi atau tidak, dengan baseline 45 W/m
ke bawah disebut bangunan hemat energy dan gedung ini memiliki OTTv hanya
36,46 W/m sehingga termasuk dalam kategori hemat energi.
Walau bentuk sun shading pada bangunan ini monoton dan terlalu ramai
tetapi sun shading pada bangunan ini memberikan banyak bidang bidang bukaan
22

sehingga cahaya alami dapat dimanfaatkan dengan baik , tingkat penerangan rata-rata
adalah 200 lux yang cocok untuk gedung perkantoran atau memenuhi standar .
Bentuk sun shading pada bangunan ini melindungi kaca dari sinar radiasi langsung,

namun bukaannya cukup lebar dan memberikan cahaya alami yang cukup baik dan

tidak terjadi sialau (daryanto,1989).

2.8.2 Kiefer Technic Showroom

Ernst Giselbrecht + Paretner mempersembahkan Kiefer Teknik Showroom, sebuah


bangunan kantor dan ruang pameran dengan fasad yang dinamis berdasarkan
perubahan kondisi outdoor, mengoptimalkan iklim internal, memungkinkan
pengguna untuk personalisasi ruang mereka sendiri dengan kontrol pengguna

Gambar 2.10 Kiefer Technic Showroom


Sumber: http://www.archdaily.com
23

Gambar 2.11 Kiefer Technic Showroom


Sumber: http://www.archdaily.com

Gambar 2.12 Kiefer Technic Showroom


Sumber: http://www.archdaily.com

Gambar 2.13 Kiefer Technic Showroom


Sumber: http://www.archdaily.com
24

Gambar 2.14 Kiefer Technic Showroom detail fasad


Sumber: http://www.archdaily.com

Konstruksi fasad terdiri dari dinding bata padat, langit-langit dan lantai beton
bertulang, dan baja terbungkus kolom beton. Detail fasad terdiri dari panel
aluminium sebagai Sun Shading yang beroperasi pada jendela.

Anda mungkin juga menyukai