Anda di halaman 1dari 33

STUDI PENYELIDIKAN LAPANGAN PLTU TIMIKA (4x7) MW

BAB 6
KEGEMPAAN

6.1 UMUM
Indonesia menempati zona tektonik yang sangat aktif karena tiga lempeng
besar dunia dan sembilan lempeng kecil lainnya saling bertemu di wilayah Indonesia
(Gambar 1) dan membentuk jalur-jalur pertemuan lempeng yang kompleks (Bird,
2003). Keberadaan interaksi antar lempeng-lempeng ini menempatkan wilayah
Indonesia sebagai wilayah yang sangat rawan terhadap gempa bumi (Milson et al.,
1992). Tingginya aktivitas kegempaan ini terlihat dari hasil pencatatan dimana dalam
rentang waktu 1897-2009 terdapat lebih dari 14.000 kejadian gempa dengan
magnituda M > 5.0.

Gambar 6.1. Lempeng Tektonik yang Berpengaruh Pada Kepulauan Indonesia dan
Sekitarnya

LAPORAN PENDAHULUAN VI- 1


STUDI PENYELIDIKAN LAPANGAN PLTU TIMIKA (4x7) MW

Gambar 6.2. Data Episenter Gempa Utama di Indonesia dan sekitarnya untuk
Magnituda M 5.0 yang Dikumpulkan Sumber dalam Rentang Waktu tahun 1900
2009

Gambar 6.3. Peta Tektonik dan Sesar Aktif di Indonesia

Wilayah Irian Jaya didominasi oleh tiga jalur besar gempa bumi, yakni: Zona
konvergensi lempeng Pasifik dan Pulau Papua New Guinea yang kompleks, jalur Sesar
Sorong, dan Jalur Sesar AidunaTarairua. Dengan kecepatan gerak relatif lempeng
Pasifik yang sekitar 120 mm/tahun, maka bisa diterka bahwa wilayah ini mempunyai

LAPORAN PENDAHULUAN VI- 2


STUDI PENYELIDIKAN LAPANGAN PLTU TIMIKA (4x7) MW

potensi bencana gempa sekitar dua-kali lipat lebih besar dibandingkan wilayah
Sumatra-Jawa yang pergerakan lempengnya hanya 50 - 70 mm/tahun.
Faktanya, sudah sangat sering gempa-gempa besar terjadi di masa lalu,
misalnya gempa tsunami di Biak (Mw8.3) yang memakan korban ribuan jiwa dan
gempa yang tiga kali terjadi di wilayah Nabire tahun 2004 dengan kekuatan Mw7.1
sampai Mw7.6. Memang sekarang ini populasi penduduk di wilayah Irian Jaya masih
sedikit demikian juga infrastrukturnya masih terbelakang sehingga walaupun hazard-
nya paling tinggi di wilayah Indonesia tapi risk-nya masih tidak terlalu tinggi.

Gambar 6.4. Peta Tektonik Aktif dan Sejarah Gempabumi di Wilayah Indonesia
Timur
6.2 TATANAN TEKTONIK
Kepulauan Indonesia merupakan tipe struktur busur kepulauan dengan fisografi
yang unik, yaitu trenches, arc-trench gaps, gravity anomalies, busur volkanik dan
rangkaian pegunungan muda dengan karakteristik sebaran kedalaman gempa
sepanjang zone penunjaman. Fisiografi unik tersebut ditunjukkan dalam bentuk
kondisi tektonik dimana di bagian barat laut dan bagian tenggara berturut-turut
ditempati oleh lempeng Benua Asia (Paparan Sunda) dan lempeng Benua Australia
dimana kedua paparan tersebut membentuk daerah stabil. Di bagian timur laut dan
barat daya berturut-turut ditempati oleh lempeng Samudera Pasifik dan Samudera
Hindia, sementara di bagian tengah didominasi oleh keratan-keratan benua dan
samudera serta oleh kerak bumi intermediate (intermediate crust). Daerah di bagian
tengah tersebut dikenal juga sebagai daerah transisi.
Keratan-keratan benua tersebut mencerminkan bahwa keratin kerak bumi
telah pindah tempat (allochthone) sejak jutaan tahun lalu dimana telah bergerak

LAPORAN PENDAHULUAN VI- 3


STUDI PENYELIDIKAN LAPANGAN PLTU TIMIKA (4x7) MW

sejauh ratusan kilometer meninggalkan tempatnya dan terus bergerak hingga


sekarang. Sebagai contoh adalah fragmen Banggai-Sula yang secara geografis meliputi
Kepulauan Banggai, Peleng dan Sula. Keratan benua kecil ini disusun oleh batuan asal
benua yang terhanyutkan oleh Patahan Sorong ke arah barat.
Dampak dari benturan antar lempeng kerak bumi yang berbeda jenis tersebut
menimbulkan terjadinya penimbunan energi (stress energy) di dalam fitur-fitur
geologi dan dalam kurun waktu tertentu dimana akan dilepaskan secara tiba-tiba
dengan nilai besaran gempa yang beragam. Potensi-potensi gempa bumi yang besar (>
7.5) tersebut dapat terjadi di sepanjang batas lempeng kerak bumi (Ruff dan
Kanamori, 1983 dan McCann et al., 1987).
Benturan (collision) antara Busur Sunda Timur (busur Banda) dengan lempeng
Benua Barat Laut Australia membentuk mosaik elementelemen tektonik kompleks
yang terdiri dari berbagai fitur morfo-struktur. Oleh karena itu, di tepian timur
Paparan Sunda tersebar cekungan tarikan Makassar (Makassar Extensional Basin),
Palung Doang, Tepian Sulawesi, Palung Spermonde, Punggungan Selayar dan Cekungan
Bone. Sementara di bagian selatan ditempati cekungan busur belakang yang terdiri
dari Cekungan Bali, Palung Lombok, Cekungan Flores, Sub-Cekungan Wetar. Dampak
lainnya adalah terbentuknya patahan-patahan di Sulawesi, Kalimantan Timur, di
bagian utara Nusa Tenggara Timur dan struktur belakang busur.
Provinsi Papua yang terletak di bagian barat Pulau Nugini sering
dipertimbangkan sebagai salah satu daerah yang memiliki kondisi tektonik yang
kompleks di dunia. Hal ini diakibatkan benturan denngan sudut miring antara lempeng
Samudera PasifikLempeng Caroline yang bergerak ke selatan dengan kecepatan
antara 110 mm 125 mm/thn terhadap tepian lempeng Benua Australia. Benturan
miring lempeng-lempeng tersebut menghasilkan gerak patahan-patahan kombinasi
thrusting dan geser di seluruh pulau Irian meliputi jalur sesar naik Membramo di utara
Papua, jalur anjak perdataran tinggi (the highland thrust belt) Papua Tengah, Sesar
Sorong, Ransiki, Yapen, dan Zone Sesar TareraAiduna yang terkonsentrasi di sekitar
Papua Barat, kepala dan leher burung Papua. Dengan kata lain, dapat disimpulkan
bahwa Parit Nugini merupakan fitur tektonik utama yang dapat menggambarkan batas
antara Lempeng Pasifik dan Lempeng Australia.

6.3 SEISMITAS PAPUA


Peta seismitas adalah peta yang menunjukkan aktifitas gempa bumi. Aktifitas
gempa bumi bisa ditinjau dari bermacam cara, diantaranya adalah dengan peta

LAPORAN PENDAHULUAN VI- 4


STUDI PENYELIDIKAN LAPANGAN PLTU TIMIKA (4x7) MW

distribusi gempa bumi. Setiap gempa bumi melepaskan energi gelombang seismik,
sehingga kumpulan gempa bumi pada periode tertentu pada suatu area juga suatu
cara untuk menggambarkan konsentrasi aktifitas gempa bumi
Untuk mengetahui potensi gempa bumi di Papua dilakukan dengan
menggunakan data gempa bumi yang berasal dari katalog gempa NEIC USGS (United
State Geological Survey) di daerah studi pada kurun waktu periode tertentu. Data
gempa bumi dipilih dengan magnitudo >= 5 skala Richter. Karena memang pada sekala
ini dampak yang ditimbulkan mulai terasa.
Pada wilayah penelitian, jumlah kejadian gempa yang terekam dari tahun 1973
s/d Agustus 2007 tercatat 18.504 kejadian dengan rentang kekuatan berkisar antara
2.9 8.3 M. Pada rentang tahun ini pernah terjadi 2 (dua) kali gempa dengan kategori
sangat kuat, yaitu diatas 8 M seperti terlihat pada gambar 6.5 berikut ini.

Gambar 6.5. Gempa dengan Kategori Sangat Kuat Yakni Di Atas 8 M yang Terjadi
Pada Rentan Tahun 1973 2007

Gempabumi di kawasan wilayah koordinasi Pusat Gempabumi Regional Wilayah


V yaitu Propinsi Papua dan Papua Barat sejak tahun 1900 hingga 2010 ada sebanyak
40.612 (empat puluh ribu enam ratus dua belas) bush gempa. Hal ini belum termasuk
dengan gempa-gempa yang tidak berhasil dianalisis terlokalisasi atau dengan kata lain
tidak tercatat.
Secara garis besar berdasarkan kedalaman gempabuminya maka terdiri dari
35.221 (tiga puluh lima ribu dua ratus dua puluh satu) gempabumi dangkal (0 hingga
60 kmdpl); 5.283 (lima ribu dua ratus delapan puluh tiga) gempabumi menengah (61

LAPORAN PENDAHULUAN VI- 5


STUDI PENYELIDIKAN LAPANGAN PLTU TIMIKA (4x7) MW

hingga 300 kmdpl); dan 108 (seratus delapan) gempabumi dalam (di atas 300 kmdpl)
atau dengan masing-masing prosentase sebesar 86.7% (delapan puluh enam koma
tujuh persen); 13% (tiga belas persen); dan 0.3% (no koma tiger persen).

Gambar 6.6. Distribusi Gempa dari Tahun 1973 2007 di Wilayah Papua

Berdasarkan magnitudonya, maka terdiri dari 23.597 (dua puluh tiga ribu lima
ratus Sembilan puluh tujuh) gempabumi dengan kekuatan di bawah 3,0 SR; 14.760
(empat belas tujuh ratus enam puluh) gempabumi dengan kekuatan 31 hingga 5,0 SR;
2.220 (dua ribu dua ratus dua puluh) gempabumi dengan kekuatan 5,1 hingga 7,0 SR
dan 35 (tiga puluh lima) gempabumi dengan kekuatan 7,1 hingga 9,0 SR.
Prosentasenya masing-masing sebesar 58.1% (lima puluh delapan koma satu persen);
36.3% (tiga puluh enam koma tiga persen); 5.5% (lima koma lima persen) dan 0.1% (nol
koma satu persen).

LAPORAN PENDAHULUAN VI- 6


STUDI PENYELIDIKAN LAPANGAN PLTU TIMIKA (4x7) MW

Gambar 6.7. Peta Kepadatan Episentrum dalam Magnitude/Km2

Gambar 6.8. Peta Seismisitas Papua dan Papua Barat (Tahun 1900 2010)

LAPORAN PENDAHULUAN VI- 7


STUDI PENYELIDIKAN LAPANGAN PLTU TIMIKA (4x7) MW

Gambar 6.9. Grafik hubungan frekuensi magnitudo gempa di Papua dan Papua
Barat (tahun 1900 2010)

Gambar 6.10. Grafik Hubungan frekuensi kedalaman gempa di Papua dan Papua
Barat (tahun 1900 2010)

6.4 PERCEPATAN TANAH MAKSIMUM/ PEAK GROUND ACCELERATION (PGA)


Perpindahan materi biasa disebut displacement. Sedangkan percepatan adalah
parameter yang menyatakan perubahan kecepatan mulai dari keadaan diam sampai
pada kecepatan tertentu. Pada bangunan yang berdiri di atas tanah memerlukan
kestabilan tanah tersebut agar bangunan tetap stabil. Percepatan gelombang gempa
yang sampai di permukaan bumi disebut juga percepatan tanah, merupakan gangguan
yang perlu dikaji untuk setiap gempa bumi, kemudian dipilih percepatan tanah
maksimum atau Peak Ground Acceleration (PGA) untuk dipetakan agar bisa
memberikan pengertian tentang efek paling parah yang pernah dialami suatu lokasi.

LAPORAN PENDAHULUAN VI- 8


STUDI PENYELIDIKAN LAPANGAN PLTU TIMIKA (4x7) MW

Data dan Parameter Sumber Gempa Fault untuk Daerah Papua dan
Sekitarnya

Efek primer gempa bumi adalah kerusakan struktur bangunan baik yang berupa
gedung perumahan rakyat, gedung bertingkat, fasilitas umum, monumen, jembatan
dan infrastruktur lainnya, yang diakibatkan oleh getaran yang ditimbulkannya. Secara
garis besar, tingkat kerusakan yang mungkin terjadi tergantung dari kekuatan dan
kualitas bangunan, kondisi geologi dan geotektonik lokasi bangunan, dan percepatan
tanah di lokasi bangunan akibat dari getaran suatu gempa bumi.

Gambar 6.11. Peta Percepatan Gempa Maksimum Indonesia dalam PPTI-UG 1983

LAPORAN PENDAHULUAN VI- 9


STUDI PENYELIDIKAN LAPANGAN PLTU TIMIKA (4x7) MW

Faktor yang merupakan sumber kerusakan dinyatakan dalam parameter


percepatan tanah. Sehingga data PGA akibat getaran gempa bumi pada suatu lokasi
menjadi penting untuk menggambarkan tingkat resiko gempa bumi di suatu lokasi
tertentu. Semakin besar nilai PGA yang pernah terjadi di suatu tempat, semakin besar
resiko gempa bumi yang mungkin terjadi. Formula yang digunakan dalam menghitung
nilai PGA adalah menggunakan Formula Murphy OBrein, yaitu:

= 10(0,14 +0,24 ) 0,68 (log + 0,7)

Dimana:

PGA = Peak Ground Acceleration

I = intensitas standard MMI

M = magnitude gempa bumi

d = jarak antara lokasi dengan sumber gempabumi

Gambar 6.12. Peta Jarak Antar Lokasi dengan Sumber Gempabumi

LAPORAN PENDAHULUAN VI- 10


STUDI PENYELIDIKAN LAPANGAN PLTU TIMIKA (4x7) MW

Perhitungan nilai PGA akan menghasilkan Peta Potensi Bahaya Gempa Bumi.
Peta PGA itu sendiri merupakan hasil dari 10% kemungkinan kejadian dalam 50 tahun
dan 475 tahun periode ulang gempa. Peta PGA yang dihasilkan tersebut merupakan
modifikasi dari peta Global Seismic Hazard Map oleh Global Seismic Hazar d
Assessment Program (GSHAP). Penyesuaian yang dilakukan adalah melakukan
interpolasi pada grid yang lebih kecil (resolusi lebih tinggi) menjadi 500 x 500 m yang
disesuaikan dengan ukuran wilayah penelitian. Nilai PGA yang dihasilkan akan
dikategorikan menjadi tingkat bahaya kegempaan dengan mengikuti standar klasifikasi
dari GSHAP yang dikelompokkan kedalam 4 (empat) kelas, yaitu; Rendah Sedang
Tinggi Sangat Tinggi.

Gambar 6.13. Tingkat Bahaya Kegempaan Berdasarkan Standar Klasifikasi dari


GSHAP

6.5 SEISMIC HAZARD ANALYSIS


Hasil analisis hazard/bencana kegempaan (seismic hazard analysis/SHA)
berupa percepatan maksimum, respon spektra, dan time-histories. Ada dua metoda
yang biasa digunakan dalam SHA, yaitu: deterministik (Deterministic Seismic Hazard
Analysis/DSHA) dan probabilistik (Probabilistic Seismic Hazard Analysis/PSHA).

LAPORAN PENDAHULUAN VI- 11


STUDI PENYELIDIKAN LAPANGAN PLTU TIMIKA (4x7) MW

Secara umum metoda DSHA dapat dibagi menjadi empat tahap. Tahap pertama
adalah identifikasi sumber-sumber gempa yang meliputi lokasi sumber-sumber gempa,
geometri sumber, mekanisme kegempaan, sejarah kegempaan, dan parameter
kegempaan seperti magnituda maksimum dan frekuensi keberulangan kejadian gempa.
Tahap kedua adalah untuk setiap sumber gempa yang berada di sekitar lokasi studi
ditentukan (diskenariokan) parameter gempa yang akan menghasilkan dampak di
lokasi studi seperti magnituda yang maksimum dan lokasi kejadian yang terdekat ke
lokasi studi. Tahap ketiga adalah menghubungkan parameter sumber gempa dengan
parameter pergerakan tanah di lokasi studi dengan menggunakan fungsi atenuasi.
Tahap keempat adalah menentukan parameter gempa desain berdasarkan skenario
yang menghasilkan parameter pergerakan tanah terbesar (worst case scenario).
Metode DSHA umumnya diaplikasikan untuk mengestimasi percepatan gempa
untuk konstruksi yang sangat membahayakan jika terjadi kerusakan, seperti bangunan
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) (Irsyam et al., 1999), bendungan besar,
konstruksi yang dekat dengan sesar aktif, dan untuk keperluan emergency response.
Kelebihan metoda ini adalah mudah digunakan untuk memprediksi gerakan gempa
pada skenario terburuk. Sedangkan kelemahannya adalah metoda ini tidak
mempertimbangkan probabilitas terjadinya gempa dan pengaruh berbagai
ketidakpastian yang terkait dalam analisis (Kramer, 1996).
Analisis probabilistik PSHA pada prinsipnya adalah analisis deterministik
dengan berbagai macam skenario dan didasarkan tidak hanya pada parameter gempa
yang menghasilkan pergerakan tanah terbesar. Perbedaan utama antara pendekatan
DSHA dan PSHA adalah pada pendekatan probabilistik (PSHA), frekuensi untuk setiap
skenario pergerakan tanah yang akan terjadi juga diperhitungkan. Dengan demikian,
pendekatan PSHA juga bisa digunakan untuk memprediksi seberapa besar probabilitas
kondisi terburuk akan terjadi di lokasi studi. Metoda ini memungkinkan untuk
memperhitungkan pengaruh faktor-faktor ketidakpastian dalam analisis seperti
ukuran, lokasi dan frekuensi kejadian gempa. Metode ini memberikan kerangka kerja
yang terarah sehingga faktor-faktor ketidakpastian dapat diidentifikasi, diperkirakan,
dan kemudian digabungkan dengan metode pendekatan yang rasional untuk
mendapatkan gambaran yang lebih lengkap tentang kejadian gempa.
Analisis DSHA dan PSHA pada kenyataannya saling melengkapi. Hasil DSHA
dapat diverifikasi dengan PSHA untuk memastikan bahwa kejadian tersebut masih
realistik atau mungkin terjadi. Sebaliknya, hasil analisis PSHA dapat diverifikasi oleh
hasil analisis DSHA untuk memastikan bahwa hasil analisis tersebut rasional. Lebih

LAPORAN PENDAHULUAN VI- 12


STUDI PENYELIDIKAN LAPANGAN PLTU TIMIKA (4x7) MW

jauh, McGuire (2001) menyampaikan bahwa DSHA dan PSHA akan saling melengkapi
tetapi dengan tetap memberikan penekanan pada salah satu hasil. Untuk keperluan
desain infrastruktur tahan gempa, umumnya digunakan PSHA dengan tingkatan gempa
atau probabilitas terlampaui mengikuti SEAOC (1997).
Metode PSHA dikembangkan oleh Cornell (1968), kemudian dilanjutkan oleh
Merz dan Cornell (1973). Model dan konsep dari analisis ini tetap dipakai sampai
sekarang, namun model dari analisis dan teknik perhitungannya yang terus
dikembangkan oleh EERI Committee on Seismic Risk (EERI, 1989) memiliki empat
tahap (Gambar 5), yaitu a) identifikasi sumber gempa, b) karakterisasi sumber gempa,
c) pemilihan fungsi atenuasi, dan d) perhitungan hazard gempa. Teori ini
mengasumsikan magnituda gempa M dan jarak R sebagai variabel acak independen
yang menerus. Dalam bentuk umum teori probabilitas total ini dapat dinyatakan
sebagai berikut

H (a) = vi P[A > am, r] Mi (m) RiMi(r,m)drdm

dimana vi adalah annual rate (dengan magnituda lebih tinggi dari nilai batas Moi) pada
sumber gempa I, Mi (m) dan RiMi(r,m) berturut-turut adalah fungsi kepadatan
probabilitas magnituda dan jarak. P[A > am, r] adalah probabilitas sebuah gempa
dengan magnituda m pada jarak r yang memberikan percepatan maksimum A di lokasi
lebih tinggi dari a.

LAPORAN PENDAHULUAN VI- 13


STUDI PENYELIDIKAN LAPANGAN PLTU TIMIKA (4x7) MW

Gambar 6.14. PSHA untuk Mendapatkan Pergerakan Tanah di Batuan Dasar

Prosedur yang dilakukan untuk pembuatan peta hazard gempa di Indonesia meliputi:
1. Review dan studi literature mengenai kondisi morfologi, geologi, geofisika dan
seismologi dalam mengidentifikasi aktivitas sumber gempa di wilayah
Indonesia.
2. Pengumpulan dan pengolahan data kejadian gempa yang terekam alat dan dari
pencatatan sejarah di wilayah Indonesia.
3. Pemodelan zona sumber gempa berdasarkan peta sesar aktif dan model
tektonik aktif yang sesuai untuk wilayah Indonesia.
4. Perhitungan parameter-parameter seismic yang meliputi a-b parameter,
magnitude maksimum dan slip-rate.
5. Perhitungan seismic hazard dengan menggunakan teorema Probabilitas Total
6. Pembuatan peta gempa Indonesia yang berupa peta percepatan maksimum dan
respon spectra percepatan di batuan dasar untuk probabilitas kemungkinan
resiko terlampaui 10% dalam 50 tahun, 10 % dalam 100 tahun dan 2% dalam 50
tahun atau setara dengan periode ulang gempa 500, 1000 dan 2500 tahun.

LAPORAN PENDAHULUAN VI- 14


STUDI PENYELIDIKAN LAPANGAN PLTU TIMIKA (4x7) MW

Gambar 6.15. CR1, Koefisien Resiko Terpetakan, Perioda Respons Spektral 1 Detik

Gambar 6.16. CRS, Koefisien Resiko Terpetakan, Perioda Respons Spektral 0,2 Detik

LAPORAN PENDAHULUAN VI- 15


STUDI PENYELIDIKAN LAPANGAN PLTU TIMIKA (4x7) MW

Gambar 6.17. PGA, Gempa Maksimum yang Dipertimbangkan Rata-Rata Geometrik


(MCEG), Kelas Situs SB

Gambar 6.18. Ss, Gempa Maksimum yang Dipertimbangkan Risiko-Tertarget (MCER),


Kelas Situs SB

LAPORAN PENDAHULUAN VI- 16


STUDI PENYELIDIKAN LAPANGAN PLTU TIMIKA (4x7) MW

Gambar 6.19. S1, Gempa Maksimum yang Dipertimbangkan Risiko-Tertarget


(MCER), Kelas Situs SB

Gambar 6.20. Ss, Gempa Maksimum yang Dipertimbangkan Risiko-Tertarget (MCER),


Kelas Situs SB

LAPORAN PENDAHULUAN VI- 17


STUDI PENYELIDIKAN LAPANGAN PLTU TIMIKA (4x7) MW

6.6 ACUAN STANDAR NASIONAL PERENCANAAN STRUKTUR BANGUNAN TAHAN


GEMPA
Di dalam pendekatan struktural, desain bangunan tahan gempa di Indonesia
saat ini menggunakan acuan Standar Nasional Indonesia, yaitu:

Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan
nongedung SNI 03-1726-2002 yang merujuk kepada Uniform Building Code (UBC),
1997 Edition, Volume 2, Struktural Engineering Design Provisions, International
Conference of Building Officials, April 1997.
Tata cara perhitungan struktur beton untuk struktur bangunan gedung SNI 03-
2847-2002 yang merujuk kepada American Concrete Institute, 1999 Edition,
Building Code Requirements for Structural Concrete and Commentary (ACI 318-
99).
SNI Gempa 2012 mengacu pada perkembangan peraturan gempa modern
(terutama peraturan di Amerika Serikat) seperti FEMA P-750 (Building Seismic
Safety Council, 2009) dan ASCE/SEI 7-10 (2010).

Dalam mengantisipasi bahaya gempa, pemerintah Indonesia telah mempunyai


standar peraturan perencanaan ketahanan gempa untuk stuktur bangunan gedung
yaitu SNI-03-1726-2012. Indonesia pertama kali mempunyai peta hazard gempa pada
tahun 1983, yaitu dalam Peraturan Perencanaan Tahan Gempa Indonesia untuk
Gedung (PPTI-UG 1983). Peta gempa ini membagi Indonesia menjadi enam zona
gempa. PPTI-UG 1983 diperbaharui pada tahun 2002 dengan keluarnya Tata Cara
Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung SNI 03-1726-2002. Peraturan
pengganti ini disusun dengan mengacu pada UBC 1997. Peta gempa yang ada dalam
SNI 2012 tersebut berupa peta percepatan puncak atau Peak Ground acceleration
(PGA) di batuan dasar (SB) untuk probabilitas terlampaui 10% dalam masa layan
bangunan 50 tahun atau bersesuaian dengan perioda ulang gempa 500 tahun.
Dengan menggunakan pendekatan probabilitas, Tim telah menghasilkan peta
PGA dan spektra percepatan untuk perioda pendek (0.2 detik) dan perioda 1.0 detik
dengan kemungkinan terlampaui 10% dalam 50 tahun, 10% dalam 100 tahun, dan 2%
dalam 50 tahun atau yang mewakili tiga level hazard (potensi bahaya) gempa yaitu
500, 1000 dan 2500 tahun. Hasil analisis dari masing-masing level hazard gempa ini
ditampilkan dalam bentuk kontur. Peta Gempa Indonesia 2010 ini digunakan sebagai
acuan dasar perencanaan dan perancangan infrastruktur tahan gempa termasuk
pengganti peta gempa yang ada di Standard Peraturan Perencanaan Ketahanan Gempa
Indonesia (SNI-03-1726-2012).

LAPORAN PENDAHULUAN VI- 18


STUDI PENYELIDIKAN LAPANGAN PLTU TIMIKA (4x7) MW

6.7 KONSEP PERENCANAAN BANGUNAN TAHAN GEMPA


Dalam perencanaan struktur bangunan tahan gempa, diperlukan standar dan
peraturan perencanaan bangunan untuk menjamin keselamatan penghuni terhadap
gempa besar yang mungkin terjadi serta menghindari dan meminimalisasi kerusakan
struktur bangunan dan korban jiwa terhadap gempa bumi yang sering terjadi.
Oleh karena itu, struktur bangunan tahan gempa harus memiliki kekuatan,
kekakuan, dan stabilitas yang cukup untuk mencegah terjadinya keruntuhan
bangunan. Filosofi dan konsep dasar perencanaan bangunan tahan gempa adalah:
1. Pada saat terjadi gempa ringan, struktur bangunan dan fungsi bangunan harus
dapat tetap berjalan (serviceable) sehingga struktur harus kuat dan tidak ada
kerusakan baik pada elemen structural dan elemen nonstruktural bangunan.
2. Pada saat terjadi gempa moderat dan medium, struktur diperbolehkan mengalami
kerusakan pada elemen nonstructural, tetapi tidak diperbolehkan terjadi
kerusakan pada elemen struktural.
3. Pada saat terjadi gempa besar, diperbolehkan terjadi kerusakan pada elemen
struktural dan nonstruktural, namun tidak boleh sampai menyebabkan bangunan
runtuh sehingga tidak ada korban jiwa atau dapat meminimalkan jumlah korban
jiwa.

a. Beban Gempa Rencana Dan Kategori Bangunan


Sementara untuk struktur gedung beraturan beban gempa nominal (V) akibat
gempa rencana dalam arah masing-masing sumbu utama denah struktur yang terjadi
di tingkat dasar, dihitung dengan rumus sebagai berikut:

1
= 1

Dimana C1 adalah nilai faktor respons gempa yang didapat dari spectrum respons
gempa di SNI 1726 untuk waktu getar alami fundamental T. Faktor keutamaan I dan
W1 adalah total beban gravitasi (D+L). C1 adalah suatu faktor yang tergantung pada
lokasi wilayah gempa dan jenis lapisan tanah yang berada di bawah gedung yang
didesain. Sedangkan nilai R harus diambil dari Tabel 6.2 sesuai sistem stuktur yang
akan dipakai. Beban L boleh direduksi sesuai SNI 03-1727-1987 atau yang telah
direvisi.
Pedoman SNI 1726 tahun 2012 tentang Tata cara perencanaan ketahanan
gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung merupakan Tata cara untuk
menentukan pengaruh gempa rencana yang harus ditinjau dalam perencanaan dan
evaluasi struktur bangunan gedung dan non gedung serta berbagai bagian dan

LAPORAN PENDAHULUAN VI- 19


STUDI PENYELIDIKAN LAPANGAN PLTU TIMIKA (4x7) MW

peralatannya secara umum. Gempa rencana ditetapkan sebagai gempa dengan


kemungkinan terlewati besarannya selama umur struktur bangunan 50 tahun adalah
sebesar 2 persen.
Untuk berbagai kategori risiko struktur bangunan gedung dan non gedung
pengaruh gempa rencana terhadapnya harus dikalikan dengan suatu faktor keutamaan
Ie. Khusus untuk struktur bangunan dengan kategori risiko IV, bila dibutuhkan pintu
masuk untuk operasional dari struktur bangunan yang bersebelahan, maka struktur
bangunan yang bersebelahan tersebut harus didesain sesuai dengan kategori risiko IV.

Faktor Keutamaan (I) untuk berbagai kategori bangunan (SNI 1726, 2003)

LAPORAN PENDAHULUAN VI- 20


STUDI PENYELIDIKAN LAPANGAN PLTU TIMIKA (4x7) MW

Faktor Keutamaan Gempa, Ie

b. Wilayah Gempa
Dari revisi peta gempa 2012, esensi perubahannya adalah pada zonasi gempa
dan perubahan nilai percepatan gempa g yang akan berpengaruh pada nilai k untuk
perencanaan konstruksi bangunan. Dalam perencanaan konstruksi perlu
diperhitungkan faktor kegempaan, sehingga bangunan yang direncanakan benar-benar
aman. Dalam perencanaan ini perhitungan angka percepataan gempa desain dan
koefisien gempa mengacu kepada pedoman dalam peta zona siesmik Tahun 2004
untuk perencanaan Bangunan Tahan Gempa di Indonesia.
ad = Z x ac x V

k = ad / g

dimana :
ad = Percepatan gempa desain ( gal )
Z = koefisien zona gempa
ac = percepatan gempa dasar
kc = koefisien seismik

LAPORAN PENDAHULUAN VI- 21


STUDI PENYELIDIKAN LAPANGAN PLTU TIMIKA (4x7) MW

Berdasarkan persamaan percepatan gempa desain maka pengaruh kegempaan


terhadap perencanaan konstruksi PLTU Timika (4x7) MW di lokasi Sorong dapat
ditentukan besarnya sebagai berikut. Lokasi daerah perencanaan di PLTU Timika (4x7)
MW termasuk dalam pengaruh gempa dengan nilai koefisien zona ( Z ) = 0,6 (lihat
Gambar 6.18)
Bangunan yang akan dibangun berdiri di atas pondasi endapan Batuan yang
memiliki faktor koreksi V = 1,10
Maka dapat dihitung besarnya percepatan gempa desain adalah
ad = 0,6 x 289 x 1,10 = 190.74 gal
dan besarnya koefisien gempa dengan kala ulang 500 tahun adalah
kh = 190.74 gal / 980 gal = 0,195

kv = 2/3 kh = 2/3 . 0.195 = 0,130

Perhitungan Koefisien Gempa Lokasi PLTU Timika (4x7) MW Lokasi Sorong


Berbagai Periode menggunakan Peta Gempa 2012

Periode Faktor Percepatan


ac Gravitasi Koefisien gempa
Ulang Z Koreksi Gempa
T g V ad g k
10 127 0,60 1,1 83,82 980 0,086
20 155 0,60 1,1 102,30 980 0,104
50 196 0,60 1,1 129,36 980 0,132
100 227 0,60 1,1 149,82 980 0,153
200 255 0,60 1,1 168,30 980 0,172
500 289 0,60 1,1 190,74 980 0,195
1000 313 0,60 1,1 206,58 980 0,211
2500 332,1 0,60 1,1 219,20 980 0,224
5000 364 0,60 1,1 240,24 980 0,245
10000 385 0,60 1,1 254,10 980 0,259

c. Respons Spektrum
Merupakan konsep pendekatan yang digunakan untuk keperluan perencanaan
bangunan. Definisi respons spektrum adalah respons maksimum dari suatu sistem
struktur Single Degree of Freedom (SDOF) baik percepatan (a), kecepatan (v), dan
perpindahan (d) dengan struktur tersebut dibebani oleh gaya luar tertentu.
Adapun untuk masing-masing Wilayah gempa ditetapkan Spektrum Respons
Gempa rencana C-T seperti ditunjukkan dalam Gambar 6.21. Dalam gambar tersebut C
adalah Faktor Respons Gempa dinyatakan dalam percepatan gravitasi dan T adalah

LAPORAN PENDAHULUAN VI- 22


STUDI PENYELIDIKAN LAPANGAN PLTU TIMIKA (4x7) MW

waktu getar alami struktur gedung dinyatakan dalam detik. Untuk nilai T = 0 nilai C
tersebut menjadi sama dengan A0 dimana A0 merupakan percepatan puncak muka
tanah.
Spektrum respons desain (Sa) dalam SNI Gempa 2012 diambil seperti
ditunjukkan pada Gambar1. Spektrum respons tersebut merupakan modifikasi dari
spektrum respons desain ASCE 7-10, di mana transisi perioda panjang TL yang ada
pada ASCE 7-10 tidak didefinisikan dalam SNI Gempa 2012. Parameter percepatan
spektral desain diambil sebagai berikut:

Dengan:
SDS = parameter respons spektral percepatan pada perioda pendek, dengan
5% redaman kritik,
SD1 = parameter respons spektral percepatan pada perioda 1 detik, dengan
5% redaman kritik,
SMS = parameter respons spektral percepatan MCER pada perioda pendek yang
sudah disesuaikan terhadap pengaruh kelas situs,
SM1 = parameter respons spektral percepatan MCER pada perioda 1 detik yang
sudah disesuaikan dengan pengaruh kelas situs.
SMS = FaSs
SM1 = FVS1
Dengan:
Ss = parameter respons spektral percepatan gempa MCER terpetakan pada
perioda pendek, dengan 5% redaman kritik di batuan dasar,
S1 = parameter respons spektral percepatan gempa MCER terpetakan pada
perioda 1 detik, dengan 5% redaman kritik di batuan dasar,
Fa = koefisien situs untuk perioda pendek (pada perioda 0,2 detik), dan
Fv = koefisien situs untuk perioda panjang (pada perioda 1 detik)

LAPORAN PENDAHULUAN VI- 23


STUDI PENYELIDIKAN LAPANGAN PLTU TIMIKA (4x7) MW

Gambar 6.21. Respons Spektra Percepatan pada SNI Gempa 2012

LAPORAN PENDAHULUAN VI- 24


STUDI PENYELIDIKAN LAPANGAN PLTU TIMIKA (4x7) MW

Gambar 6.22. Respons Spektrum Gempa Rencana

DRAFT LAPORAN AKHIR VI - 25


STUDI PENYELIDIKAN LAPANGAN PLTU TIMIKA (4x7) MW

Jenis-Jenis Tanah

Kelas situs Vs (m/detik) N atau Nch Su (kPa)

SA (batuan keras) >1500 N/A N/A


SB (batuan) 750 sampai 1500 N/A N/A
SC (tanah keras, 350 sampai 750 >50 100
sangat padat dan
batuan lunak)
SD (tanah sedang) 175 sampai 350 15 sampai 50 < 50

SE (tanah lunak) < 175 < 15 < 50


Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3 m tanah
dengan karakteristik sebagai berikut:
1. Indeks plastisitas, PI >20
2. Kadar air, w 40 persen, dan
Kuat geser niralir Su < 25 kPa
SF (tanah khusus, Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau lebih dari
yang membutuhkan karakteristik berikut :
investigasi Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat beban
geoteknik spesifik gempa seperti mudah likuifaksi, lempung sangat sensitif,
dan analisis respons tanah tersementasi lemah
spesifik-situs yang Lempung sangat organik dan/ atau gambut (ketebalan H > 3
mengikuti Pasal m)
6.9.1) Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H > 7,5 m
dengan Indeks Plasitisitas Pl > 75)
Lapisan lempung lunak/ medium kaku dengan ketebalan H > 35 m
dengan Su < 50 kPa.
CATATAN, N/A = tidak dapat dipakai

Sumber : RSNI 03-1726-201x

Dalam hal ini, penentuan jenis tanah PLTU Timika (4x7) MW Lokasi Sorong termasuk
dalam kelas situs SD (tanah sedang) sehingga nilai Vs bisa diambil kisaran 175 350
m/detik. Dan nilai N atau Nch diambil pada kisaran 15-50 dan nilai Su pada nilai < 50 kPa.

DRAFT LAPORAN AKHIR VI - 26


STUDI PENYELIDIKAN LAPANGAN PLTU TIMIKA (4x7) MW

Koefisien Situs, Fa Lokasi PLTU Timika (4x7) MW di Sorong

Keterangan:
(a) Untuk nilai-nilai antara Ss dapat dilakukan interpolasi linier
(b) SS = Situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respons situs-
spesifik
Sumber: SNI 03-1726-2012
Koefisien Situs, Fv Lokasi PLTU Timika (4x7) MW di Sorong

Keterangan:
(a) Untuk nilai-nilai antara S1 dapat dilakukan interpolasi linier
(b) SS = Situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respons situs-
spesifik
Sumber: SNI 03-1726-2012
Diperoleh suatu parameter spectrum respons percepatan pada periode pendek (SMS) dan
periode 1 detik (SM1) yang telah disesuaikan dengan pengaruh klasifikasi situs PLTU Timika
(4x7) MW di lokasi Sorong serta dihitung dengan menggunakan Persamaan (10) dan (11).
Ss = 1.2 g

S1 = 0.4 g

DRAFT LAPORAN AKHIR VI - 27


STUDI PENYELIDIKAN LAPANGAN PLTU TIMIKA (4x7) MW

1. Menentukan koefisien situs:


Koefisien Situs, Fa Lokasi PLTU Timika (4x7) MW di Sorong

Parameter Respons Spektral Percepatan Gempa Terpetakan pada Periode


Kelas
Pendek, T = 0.2s, Ss
Situs
Ss 0.25 - Ss = 0.5 - Ss = 0.75 - Ss = 1.00 Ss = 1,2 Ss 1.25
SA 0,8 - 0,8 - 0,8 - 0,8 0,80 0,8
SB 1,0 - 1,0 - 1,0 - 1,0 1,00 1,0
SC 1,2 - 1,2 - 1,1 - 1,0 1,00 1,0
SD 1,6 - 1,4 - 1,2 - 1,1 1,02 1,0
SE 2,5 - 1,7 - 1,2 - 0,9 0,90 0,9
SF SS

Koefisien Situs Fv Lokasi PLTU Timika (4x7) MW di Sorong

Parameter Respons Spektral Percepatan Gempa Terpetakan pada Periode 1


Kelas
detik, S1
Situs
S1 0.1 - S1 = 0.2 - S1 = 0.3 - S1 = 0.4 - S1 0.5
SA 0,8 - 0,8 - 0,8 - 0,8 - 0,8
SB 1,0 - 1,0 - 1,0 - 1,0 - 1,0
SC 1,7 - 1,6 - 1,5 - 1,4 - 1,3
SD 2,4 - 2,0 - 1,8 - 1,6 - 1,5
SE 3,5 - 3,2 - 2,8 - 2,4 - 2,4
SF SS

2. Menentukan spektral respons percepatan, SDS dan SD1:


Koefisien Situs Fv Lokasi PLTU Timika (4x7) MW di Sorong

Kelas Situs Fa Fv SDS SD1


SA 0,80 0,80 0,640 0,213
SB 1,00 1,00 0,800 0,267
SC 1,00 1,30 0,800 0,342
SD 1,10 1,50 0,880 0,400
SE 0,90 2,40 0,720 0,640

DRAFT LAPORAN AKHIR VI - 28


STUDI PENYELIDIKAN LAPANGAN PLTU TIMIKA (4x7) MW

3. Membuat respons spektrum:

Respon Spektrum Lokasi PLTU Timika (4x7) MW di Sorong

TANAH SEDANG TANAH LUNAK


TANAH KERAS (SC)
(SD) (SE)
T (s) Sa (g) T (s) Sa (g) T (s) Sa (g)
< T0 0,00 0,40 0,00 0,44 0,00 0,36
T0 0,10 1,00 0,11 1,10 0,21 0,90
0,15 1,00 0,15 1,10 0,28 0,90
0,20 1,00 0,20 1,10 0,30 0,90
0,30 1,00 0,30 1,10 0,40 0,90
0,40 1,00 0,40 1,10 0,50 0,90
0,50 1,00 0,50 1,10 0,60 0,90
Ts 0,52 1,00 0,55 1,10 1,07 0,90
> Ts 0,66 0,79 0,75 0,80 1,10 0,87
0,70 0,74 0,80 0,75 1,60 0,60
0,80 0,65 0,90 0,67 2,00 0,48
0,90 0,58 1,00 0,60 3,00 0,32
1,00 0,52 2,00 0,30 4,00 0,24
2,00 0,26 3,00 0,20 5,00 0,19
3,00 0,17 4,00 0,15 6,00 0,16
4,00 0,13 5,00 0,12 8,00 0,12
5,00 0,10 6,00 0,10 9,00 0,11
6,00 0,09 7,00 0,09 10,00 0,10
7,00 0,07 8,00 0,08 11,00 0,09
8,00 0,07 9,00 0,07 12,00 0,08
9,00 0,06 10,00 0,06 13,00 0,07
Sumber : Hasil Perhitungan Manual

DRAFT LAPORAN AKHIR VI - 29


STUDI PENYELIDIKAN LAPANGAN PLTU TIMIKA (4x7) MW

RESPONS SPEKTRUM
1.25
1.20
1.15
1.10
1.05
1.00
0.95
0.90
0.85
0.80
0.75 Tanah Keras
0.70
Sa (g)

0.65
0.60 Tanah Sedang
0.55
0.50 Tanah Lunak
0.45
0.40
0.35
0.30
0.25
0.20
0.15
0.10
0.05
0.00
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 5.00 5.50 6.00 6.50 7.00 7.50 8.00 8.50 9.00 9.50 10.00
T (s)

Gambar 6.23. Respons Spektrum Gempa Rencana Lokasi PLTU Timika (4x7) MW di
Sorong

Gambar 6.24. Respons Spektrum Gempa Lokasi PLTU Timika (4x7) MW di Sorong
berdasarkan Desain Spektra Indonesia yang dikeluarkan oleh Puskim PU 2011

DRAFT LAPORAN AKHIR VI - 30


STUDI PENYELIDIKAN LAPANGAN PLTU TIMIKA (4x7) MW

Respon Spektrum Lokasi PLTU Timika (4x7) MW di Sorong dari Aplikasi Desain
Spektra Indonesia 2011

TANAH KERAS TANAH TANAH LUNAK


BATUAN (SB)
(SC) SEDANG (SD) (SE)
T (s) Sa (g) T (s) Sa (g) T (s) Sa (g) T (s) Sa (g)
0 0,406 0 0,406 0 0,406 0 0,36
0,1 0.677 0,1 0.733 0,1 0.762 0,1 0.770
0,2 0.580 0,2 0.644 0,2 0.677 0,2 0.713
0,3 0.508 0,3 0.574 0,3 0.609 0,3 0.665
0,4 0.451 0,4 0.517 0,4 0.554 0,4 0.622
0,5 0.406 0,5 0.471 0,5 0.508 0,5 0.585
0,6 0.369 0,6 0.433 0,6 0.468 0,6 0.552
0,7 0.338 0,7 0.400 0,7 0.435 0,7 0.522
0,8 0.312 0,8 0.372 0,8 0.406 0,8 0.496
0,9 0.290 0,9 0.347 0,9 0.381 0,9 0.472
1 0.271 1 0.326 1 0.358 1 0.450
1,1 0.254 1,1 0.307 1,1 0.338 1,1 0.430
1,2 0.239 1,2 0.290 1,2 0.320 1,2 0.412
1,3 0.225 1,3 0.275 1,3 0.304 1,3 0.395
1,4 0.214 1,4 0.261 1,4 0.290 1,4 0.380
1,5 0.203 1,5 0.249 1,5 0.277 1,5 0.365
1,6 0.193 1,6 0.238 1,6 0.265 1,6 0.352
1,7 0.184 1,7 0.227 1,7 0.254 1,7 0.340
1,8 0.176 1,8 0.218 1,8 0.243 1,8 0.328
1,9 0.169 1,9 0.209 1,9 0.234 1,9 0.318
2 0.162 2 0.201 2 0.225 2 0.308
2,1 0.156 2,1 0.194 2,1 0.217 2,1 0.298
2,2 0.150 2,2 0.187 2,2 0.210 2,2 0.289
2,3 0.145 2,3 0.181 2,3 0.203 2,3 0.281
2,4 0.140 2,4 0.175 2,4 0.196 2,4 0.273
2,5 0.135 2,5 0.169 2,5 0.190 2,5 0.266
2,6 0.131 2,6 0.164 2,6 0.184 2,6 0.259
2,7 0.127 2,7 0.159 2,7 0.179 2,7 0.252
2,8 0.123 2,8 0.154 2,8 0.174 2,8 0.246
4 0.101 4 0.132 4 0.152 4 0.243
Sumber : Hasil Perhitungan dengan Aplikasi Desain Spektra Indonesia yang
dikeluarkan oleh Puskim PU 2011

DRAFT LAPORAN AKHIR VI - 31


STUDI PENYELIDIKAN LAPANGAN PLTU TIMIKA (4x7) MW

6.1 UMUM ...................................................................................................................................................... 1


6.2 TATANAN TEKTONIK ........................................................................................................................... 3
6.3 SEISMITAS PAPUA ................................................................................................................................ 4
6.4 PERCEPATAN TANAH MAKSIMUM/ PEAK GROUND ACCELERATION (PGA) ............................ 8
6.5 SEISMIC HAZARD ANALYSIS ........................................................................................................... 11
6.6 ACUAN STANDAR NASIONAL PERENCANAAN STRUKTUR BANGUNAN TAHAN GEMPA 18
6.7 KONSEP PERENCANAAN BANGUNAN TAHAN GEMPA ............................................................. 19

Gambar 6.1. Lempeng Tektonik yang Berpengaruh Pada Kepulauan Indonesia dan Sekitarnya ..................... 1
Gambar 6.2. Data Episenter Gempa Utama di Indonesia dan sekitarnya untuk Magnituda M 5.0 yang
Dikumpulkan Sumber dalam Rentang Waktu tahun 1900 2009.......................................................................... 2
Gambar 6.3. Peta Tektonik dan Sesar Aktif di Indonesia ................................................................................. 2
Gambar 6.4. Peta Tektonik Aktif dan Sejarah Gempabumi di Wilayah Indonesia Timur ................................ 3
Gambar 6.5. Gempa dengan Kategori Sangat Kuat Yakni Di Atas 8 M yang Terjadi Pada Rentan Tahun 1973
2007 5
Gambar 6.6. Distribusi Gempa dari Tahun 1973 2007 di Wilayah Papua ..................................................... 6
Gambar 6.7. Peta Kepadatan Episentrum dalam Magnitude/Km2 .................................................................... 7
Gambar 6.8. Peta Seismisitas Papua dan Papua Barat (Tahun 1900 2010) .................................................... 7
Gambar 6.9. Grafik hubungan frekuensi magnitudo gempa di Papua dan Papua Barat (tahun 1900 2010) 8
Gambar 6.10. Grafik Hubungan frekuensi kedalaman gempa di Papua dan Papua Barat (tahun 1900 2010)
8
Gambar 6.11. Peta Percepatan Gempa Maksimum Indonesia dalam PPTI-UG 1983 ......................................... 9
Gambar 6.12. Peta Jarak Antar Lokasi dengan Sumber Gempabumi ............................................................... 10
Gambar 6.13. Tingkat Bahaya Kegempaan Berdasarkan Standar Klasifikasi dari GSHAP ............................. 11
Gambar 6.14. PSHA untuk Mendapatkan Pergerakan Tanah di Batuan Dasar ................................................. 14
Gambar 6.15. CR1, Koefisien Resiko Terpetakan, Perioda Respons Spektral 1 Detik ....................................... 15
Gambar 6.16. CRS, Koefisien Resiko Terpetakan, Perioda Respons Spektral 0,2 Detik ................................... 15
Gambar 6.17. PGA, Gempa Maksimum yang Dipertimbangkan Rata-Rata Geometrik (MCEG), Kelas Situs SB
16
Gambar 6.18. Ss, Gempa Maksimum yang Dipertimbangkan Risiko-Tertarget (MCER), Kelas Situs SB ........ 16
Gambar 6.19. S1, Gempa Maksimum yang Dipertimbangkan Risiko-Tertarget (MCER), Kelas Situs SB ...... 17
Gambar 6.20. Ss, Gempa Maksimum yang Dipertimbangkan Risiko-Tertarget (MCER), Kelas Situs SB ...... 17
Gambar 6.21. Respons Spektra Percepatan pada SNI Gempa 2012.................................................................. 24
Gambar 6.22. Respons Spektrum Gempa Rencana ........................................................................................... 25
Gambar 6.23. Respons Spektrum Gempa Rencana Lokasi PLTU Timika (4x7) MW di Sorong ..................... 30
Gambar 6.24. Respons Spektrum Gempa Lokasi PLTU Timika (4x7) MW di Sorong berdasarkan Desain
Spektra Indonesia yang dikeluarkan oleh Puskim PU 2011 ................................................................................. 30

Tabel 6.1. Data dan Parameter Sumber Gempa Fault untuk Daerah Papua dan Sekitarnya .............................. 9

DRAFT LAPORAN AKHIR VI - 32


STUDI PENYELIDIKAN LAPANGAN PLTU TIMIKA (4x7) MW

Tabel 6.2. Faktor Keutamaan (I) untuk berbagai kategori bangunan (SNI 1726, 2003) .................................. 20
Tabel 6.3. Faktor Keutamaan Gempa, Ie .......................................................................................................... 21
Tabel 6.4. Perhitungan Koefisien Gempa Lokasi PLTU Timika (4x7) MW Lokasi Sorong Berbagai Periode
menggunakan Peta Gempa 2012........................................................................................................................... 22
Tabel 6.5. Jenis-Jenis Tanah ............................................................................................................................ 26
Tabel 6.6. Koefisien Situs, Fa Lokasi PLTU Timika (4x7) MW di Sorong .................................................... 27
Tabel 6.7. Koefisien Situs, Fv Lokasi PLTU Timika (4x7) MW di Sorong .................................................... 27
Tabel 6.8. Koefisien Situs, Fa Lokasi PLTU Timika (4x7) MW di Sorong .................................................... 28
Tabel 6.9. Koefisien Situs Fv Lokasi PLTU Timika (4x7) MW di Sorong ..................................................... 28
Tabel 6.10. Koefisien Situs Fv Lokasi PLTU Timika (4x7) MW di Sorong ................................................. 28
Tabel 6.11. Respon Spektrum Lokasi PLTU Timika (4x7) MW di Sorong .................................................. 29
Tabel 6.12. Respon Spektrum Lokasi PLTU Timika (4x7) MW di Sorong dari Aplikasi Desain Spektra
Indonesia 2011 31

DRAFT LAPORAN AKHIR VI - 33

Anda mungkin juga menyukai