Perbaikan ''Maksilektomi'' - Yurni PDF
Perbaikan ''Maksilektomi'' - Yurni PDF
Laporan Kasus
Abstrak
Karsinoma mukoepidermoid sinonasal merupakan salah satu tumor ganas
pada saluran nafas atas. Gejalanya pada stadium dini tidak khas, sehingga
jarang terdiagnosis. Histopatologi merupakan diagnosis pasti dan salah satu
faktor yang menentukan pilihan terapi dan prognosis. Prinsip penatalaksanaan
karsinoma sinonasal adalah multimodalitas dengan pembedahan sebagai
pilihan utama. Maksilektomi merupakan suatu tindakan bedah pada tumor
sinonasal. Terdapat beberapa jenis maksilektomi berdasarkan lokasi dan
perluasan tumor.
Dilaporkan sebuah kasus pasien laki-laki usia 33 th yang telah dilakukan
maksilektomi total dengan eksenterasi orbita atas indikasi karsinoma
mukoepidermoid sinonasal dengan infiltrasi ke orbita.
Abstract
Sinonasal carcinoma is one of malignant upper aerodigestive tract tumor.
Low grade of sinonasal tumor is not specific, so is it rare to be early diagnosis.
Histopathology is true diagnoses and one of factors to determine the choice of
therapy and prognosis. The principal management of sinonasal carcinoma is
multimodality which surgery as main choice. Maxillectomy is surgical approach of
malignant sinonasal tumor. There are many kinds of maxillectomy based on
location and tumor invasion.
Has been reported one of patient, male 33 years old which had performed
total maxillectomy with orbital exenteration by indicated sinonasal
mucoepidermoid carcinoma with orbital infiltration.
1
Fakultas Departemen Telinga Hidung Tenggorok-Bedah Kepala Leher
Kedokteran Universitas Andalas/ RS. Dr. M.Djamil Padang
2
Fakultas Departemen Telinga Hidung Tenggorok-Bedah Kepala Leher
Kedokteran Universitas Andalas/ RS. Dr. M.Djamil Padang
3
Fakultas Departemen Telinga Hidung Tenggorok-Bedah Kepala Leher
Kedokteran Universitas Andalas/ RS. Dr. M.Djamil Padang
4
Fakultas Departemen Telinga Hidung Tenggorok-Bedah Kepala Leher
Kedokteran Universitas Andalas/ RS. Dr. M.Djamil Padang
5
Fakultas Departemen Telinga Hidung Tenggorok-Bedah Kepala Leher
Kedokteran Universitas Andalas/ RS. Dr. M.Djamil Padang
total oleh bagian THT-KL. Laporan insisivus. Pada saat reseksi ini,
operasi: pasien tidur posisi supine di dilakukan identifikasi dan ligasi
meja operasi, dilakukan aseptik dan cabang a. Maksilaris interna yaitu
antiseptik di lapangan operasi, duk a. Palatina, a. Sphenopalatina dan
steril dan oral pack dipasang. a. Alveolaris superior. Setelah
Operasi dimulai dengan membuat dilakukan reseksi didapatkan
penandaan insisi Weber Fergusson spesimen setengah rahang atas
pada wajah sisi kanan mulai dari bagian kanan. Sisa massa pada
kantus medial menelusuri dinding mukosa defek dikuret sampai ke
lateral dorsum nasi, ala nasi dan dasar tengkorak dan sphenoid. Sisa
vestibulum terus ke pertengahan massa pada dinding lateral kavum
kolumela dan piltrum bibir atas. nasi dekstra direseksi. Lalu defek
Dilakukan infiltrasi dengan epinefrin operasi diirigasi dengan NaCL 0,9 %
1:200.000 dilanjutkan dengan insisi dan povidon iodine. Defek operasi
tegak lurus dengan kulit menembus dievaluasi, tampak kavum nasi
subkutis dan fasia sampai tampak dekstra, nasofaring, rongga mulut
otot wajah. Perdarahan dirawat. dan orbita menjadi satu, perdarahan
A. Angularis diidentifikasi dan aktif tidak ada. Dipasang tampon
dipreservasi. Kulit pipi diretraksi ke yang diolesi antibiotik pada defek
lateral dan dinding lateral hidung operasi meliputi rongga orbita
diretraksi ke medial. Tampak massa dekstra, wilayah maksila dekstra
mendestruksi dinding anterior dan sampai ke kavum nasi dekstra
medial antrum sampai memenuhi dengan menggunakan jahitan
kavum nasi dekstra. Massa benang vicryl sebagai penyangga
mendestruksi superior antrum tampon. Luka insisi dijahit lapis
maksila dan inferior ke palatum demi lapis. Oral pack dikeluarkan.
durum. Dilakukan diseksi secara Nasogastric tube dipasang pada
tumpul dan tajam untuk kavum nasi sinistra. Operasi selesai.
memisahkan massa dari struktur Pasca operasi pasien tidak dirawat
sekitar, kemudian massa direseksi di ICU karena jalan nafas baik.
dan diangkat dengan forsep. Diagnosis post operatif adalah pasca
Selanjutnya dilakukan reseksi maksilektomi total dengan
setengah rahang bawah dengan gigli eksenterasi orbita dekstra atas
saw, mulai dari tuberositas maksila indikasi karsinoma
dekstra sejajar batas palatum mole mukoepidermoid sinonasal dekstra
dengan palatum durum, reseksi stadium 3 dengan infiltrasi ke orbita.
diteruskan ke anterior palatum Follow up hari ke-tiga pasca
durum sampai ke prosesus operasi keluhan nyeri mata kanan
alveolaris antara caninus dan dan kepala berkurang, keluar darah
6
Fakultas Departemen Telinga Hidung Tenggorok-Bedah Kepala Leher
Kedokteran Universitas Andalas/ RS. Dr. M.Djamil Padang
dari mulut tidak ada, demam tidak Hari ke-tujuh pasca operasi
ada. Tanda vital dalam batas normal. keluhan tidak ada. Tanda vital dalam
Pemeriksaan fisik didapatkan batas normal. Pasien sudah bisa
tampon terpasang baik, darah minum dan makan lunak sedikit-
merembes dari verban hidung dan sedikit. Nasogastric tube dilepas.
mata tidak ada, bau tidak ada. Luka bekas operasi tenang
Rongga mulut tidak tampak darah (gambar 8) dan jahitan luka operasi
mengalir pada defek operasi. dibuka.
Pemeriksaan laboratorium pasca Pasien direncanakan untuk
operasi didapatkan Hb 8,6 gr/dl dan segera dilakukan radioterapi
leukosit 18.000/mm3. Dilakukan adjuvant. Namun karena peralatan
transfusi darah PRC 2 unit dan
didapatkan laboratorium setelah
transfusi Hb 11,2 gr/dl dan leukosit
22.000/mm3. Terapi diteruskan.
Hari ke-lima pasca operasi,
keluhan semakin berkurang.
Pemeriksaan fisik tanda vital dalam
batas normal. Tampon dibuka dalam
anastesi umum mengingat antisipasi
Gambar 8. Foto hari ke-tujuh pasca oerasi.
perdarahan masif. Defek operasi
dievaluasi, perdarahan aktif dan
radioterapi di RS. M. Djamil Padang
tanda-tanda infeksi tidak ada,
dalam perbaikan, maka pasien akan
selanjutnya dilakukan pemasangan
dirujuk ke RS. Cipto Mangunkusumo
obturator (gambar 7) oleh ahli
Jakarta, namun pasien tidak
Bedah Gigi dan Mulut. Kemudian
bersedia dengan alasan biaya.
pasien dianjurkan untuk latihan
Selanjutnya dianjurkan untuk
minum dan mengunyah. Terapi drip
dilakukan kemoterapi adjuvant dan
Metronidazol dihentikan dan terapi
pasien bersedia.
yang lain diteruskan.
Hari ke-sembilan pasca
operasi dilakukan persiapan
kemoterapi terdiri dari pemeriksaan
laboratorium darah lengkap dan
kimia klinik yang didapatkan dalam
batas normal, pemeriksaan
audiometri didapatkan telinga
kanan normal dengan ambang
Gambar 7. Obturator dengar 18,75 dB dan telinga kiri
7
Fakultas Departemen Telinga Hidung Tenggorok-Bedah Kepala Leher
Kedokteran Universitas Andalas/ RS. Dr. M.Djamil Padang
8
Fakultas Departemen Telinga Hidung Tenggorok-Bedah Kepala Leher
Kedokteran Universitas Andalas/ RS. Dr. M.Djamil Padang
DISKUSI
Gambar 10. Defek operasi pada palatum
Telah dilaporkan sebuah
Hasil pemeriksaan kasus seorang pasien laki-laki yang
histopatologi massa intraoperatif didiagnosis dengan karsinoma
ditemukan kelompok sel-sel solid mukoepidermoid sinonasal dekstra
yang menyerupai sel epidermoid, stadium 3 dengan infiltrasi ke orbita.
terdiri atas sel yang besar-besar, Diagnosis ditegakkan berdasarkan
pleomorfik, inti vesikuler, anamnesis, pemeriksaan fisik,
sebahagian hiperkromatik dan pemeriksaan penunjang radiologi
mitosis, nukleoli nyata, tampak juga dan histopatologi. Berbagai faktor
sel-sel membentuk rongga-rongga yang diduga sebagai penyebab
atau lumen kistik yang berisi massa karsinoma sinonasal antara lain
amorf eosinofilik pucat. rokok dan alkohol serta terpapar
Gambaran tersebut diatas sesuai lingkungan kerja yang mengandung
dengan karsinoma mukoepidermid nikel dan kromium, pekerja tekstil,
(gambar 11). perabot dan debu kayu.1,4,10 Sesuai
dengan kasus ini yaitu pasien
bekerja sebagai karyawan di
perusahaan kayu sejak 10 tahun
yang lalu. Pasien juga seorang
perokok dan pecandu alkohol.
Pada stadium lanjut, tumor
pada dasar antrum akan menjalar ke
arah bawah sehingga menimbulkan
Gambar 11. Histopatologi massa tumor gangguan pada gusi, gigi terasa nyeri
menunjukkan gambaran karsinoma dan goyah serta gangguan oklusi.
mukoepidermoid. Jika tumor meluas ke arah hidung
akan menimbulkan gejala sumbatan,
Pasien direncanakan untuk rinore dan epistaksis. Perluasan
dilanjutkan kemoterapi adjuvant, tumor ke arah atas akan
namun pasien belum bersedia. menimbulkan gejala mata
Pasien dikonsulkan ke bagian Gigi, (proptosis, diplopia, nyeri dan
dilakukan perbaikan obturator dan pergerakan bola mata terbatas),
9
Fakultas Departemen Telinga Hidung Tenggorok-Bedah Kepala Leher
Kedokteran Universitas Andalas/ RS. Dr. M.Djamil Padang
deformitas wajah dan lain lain yang etmoid dan apek orbita yang lebih
merupakan gejala lanjut dari jelas dilihat dengan tomografi
keganasan sinus maksila.12-14 komputer menggunakan kontras
Keluhan inilah yang paling sering atau MRI. Informasi yang didapat
membuat pasien datang untuk dari tomografi komputer dapat
berobat sesuai dengan pasien pada menentukan stadium tumor dan
kasus ini. apakah suatu tumor operable atau
Pemeriksaan radiologi inoperable. Berdasarkan perluasan
dengan tomografi komputer Sinus tumor dikenal suatu landmark
Paranasal (SPN) sangat penting pada Ohngren line merupakan garis
karsinoma mukoepidermoid imajiner yang ditarik dari kantus
sinonasal. Pada proses keganasan medial ke angulus mandibula
tampak struktur non homogen, membagi area wajah menjadi dua
destruksi pada tulang sekitar dan bagian yaitu suprastruktur
invasi ke struktur sekitar. Sherin (superoposterior) dan infrastruktur
dkk15 dalam penelitiannya (inferoanterior). Garis ini berperan
menyatakan bahwa tomografi dalam menentukan tindakan dan
komputer SPN dengan kontras prognosis. Perluasan ke
mempunyai sensitivitas dan suprastruktur mempunyai prognosis
spesifitas yang tinggi dalam menilai jelek dibanding infrastruktur.2,12-14
perluasan tumor sinonasal ke Pasien pada kasus ini termasuk pada
jaringan lunak. Tomografi komputer perluasan ke suprastruktur dan
memiliki akurasi paling tinggi dalam infrastruktur.
menilai perluasan ke infratemporal Karsinoma mukoepidermoid
dan memiliki akurasi paling rendah merupakan jenis karsinoma kelenjar
dalam menilai perluasan ke liur yang sangat jarang ditemukan
nasofaring, orbita dan sinus etmoid. pada sinonasal khususnya sinus
Annam V dkk16 juga menyatakan maksila.3,4 Tidak banyak
tomografi komputer sangat sensitif kepustakaan yang membahasnya
menilai perluasan tumor sinonasal karena jarangnya kasus ini. Ghosh-
ke tulang dan jaringan lunak. Laskar dikutip dari Sepulveda3
Perluasan ke tulang meliputi batas menyatakan angka kejadian
dinding antrum sinus, tulang lantai keganasan kelenjar liur sangat
fossa kranial anterior dan dinding jarang yaitu sekitar 0,3% dari
orbita (atap, lantai dan medial) serta seluruh keganasan kepala leher dan
skull base. Perluasan ke jaringan sekitar 0,8 % dari seluruh
lunak meliputi regio pterigoid, fossa keganasan kelenjar liur.
pterigopalatina, nasofaring, sinus Karsinoma mukoepidermoid
sphenoid, sinus frontal, air cell sinus dibagi atas tiga stadium berdasarkan
10
Fakultas Departemen Telinga Hidung Tenggorok-Bedah Kepala Leher
Kedokteran Universitas Andalas/ RS. Dr. M.Djamil Padang
histopatologi yaitu low grade terdiri diberikan pada stadium lanjut yang
dari sel muko-sekretori, dengan bersifat sebagai adjuvant atau
sedikit sel atipik dan kistik, high paliatif. Kemoterapi neoadjuvant
grade terdiri dari sel pleomorfik, bertujuan sebagai radiosensitizer,
dengan aktivitas mitosis tinggi dan sedangkan kemoterapi adjuvant
nekrosis, sedangkan intermediate bertujuan untuk menghancurkan
berada diantara keduanya. mikrometastasis atau residu tumor.
Karsinoma mukoepidermoid Kemoterapi paliatif diberikan pada
sinonasal low grade dengan T1 atau tumor inoperable.12,13,17 Pada kasus
T2 tanpa keterlibatan kelenjar getah ini, seharusnya dilakukan
bening dilakukan reseksi sedangkan radioterapi adjuvant karena
tumor intermediate atau high grade karsinoma mukoepidermoid lebih
dengan T3 atau T4a dilakukan bersifat radiosensitif, namun karena
reseksi dan radiasi. Sedangkan peralatan radiasi tidak tersedia
tumor dengan T4b atau inoperable maka dilakukan kemoterapi
diberikan radiokemoterapi.3,4 Pada adjuvant.
kasus ini termasuk pada kelompok Kemoterapi merupakan obat
high grade. yang bersifat sitostatik yaitu
Radioterapi pada karsinoma menghambat pertumbuhan sel
mukoepidermoid sinonasal dapat tumor. Berdasarkan mekanisme
berupa adjuvant atau paliatif. kerjanya obat sitostatik dibagi atas
Radiasi adjuvant dapat diberikan tiga kelompok yaitu alkilating agent
prabedah ataupun pasca bedah. (cisplatin, carboplatin, dll),
Sedangkan radiasi paliatif diberikan antimetabolit (5 FU, methotrexate,
pada karsinoma mukoepidermoid dll) dan antimitosis (paclitaxel,
sinonasal stadium lanjut atau docetaxel, dll). Paclitaxel dan
inoperable. Radioterapi dapat docetaxel merupakan obat yang
diberikan tunggal atau dikombinasi paling efektif melawan kanker
dengan pemberian kemoterapi kepala dan leher. Paclitaxel pada
(radiokemoterapi). Radioterapi awalnya didapat dari kulit pohon
konvensional (2D) menimbulkan yew Pacific, tetapi saat ini sudah
komplikasi yang sangat tinggi. Saat dibuat sintetis. Paclitaxel
ini telah dikenalkan dan digunakan mempunyai efek samping yang
teknik radioterapi konformal tiga minimal dibanding 5 FU. Cisplatin
dimensi (3D) yang mampu merupakan obat utama dan paling
meminimalisir efek samping sering sering dipakai pada terapi
radioterapi tersebut. 3,17,18 kanker kepala dan leher. Cisplatin
Kemoterapi pada karsinoma biasanya diberikan dalam waktu 2-6
mukoepidermoid sinonasal biasanya jam dengan dosis 60-120 mg/m2.
11
Fakultas Departemen Telinga Hidung Tenggorok-Bedah Kepala Leher
Kedokteran Universitas Andalas/ RS. Dr. M.Djamil Padang
12
Fakultas Departemen Telinga Hidung Tenggorok-Bedah Kepala Leher
Kedokteran Universitas Andalas/ RS. Dr. M.Djamil Padang
13
Fakultas Departemen Telinga Hidung Tenggorok-Bedah Kepala Leher
Kedokteran Universitas Andalas/ RS. Dr. M.Djamil Padang
14
Fakultas Departemen Telinga Hidung Tenggorok-Bedah Kepala Leher
Kedokteran Universitas Andalas/ RS. Dr. M.Djamil Padang
13. Montgomery W, Singer M, Hamaker 23. Wang CP, Yang TS, Ko JH, Lou PJ.
Rl. Tumor hidung dan sinus Ligation of the Internal Maxillary
paranasal. Dalam Ballenger JJ Artery to Reduce Intraoperative
editor. Penyakit Telinga, Hidung, Bleeding During Total
Tenggorok, Kepala dan Leher. Maxillectomy. The Laryngoscope,
Illinois; 2002. P. 289-93. Lippincott Williams & Wilkins.
14. Vasan NR. Cancer of the larynx, American,2007; 1978-81.
paranasal sinuses, and temporal 24. Escobar JIE, Velasco AAF. Antibiotic
bone. In: Lee KJ editor. Essential prophylaxis in oral and
Otolaryngology Head and Neck maxillofacial surgery. Medical oral
Surgery. Ninth edition. Mc Graw pathology oral cir bucal.
Hill: USA; 2008. p. 695-704. 2006;11:292-6.
15. Sherin S, Thomas V, Kumar N. 25. Maxilla carcinoma. In Clinical
Maxilla with radiographic Guideline National Comprehensive
appearance of mixed radiopaque- Cancer Network (NCCN).
radiolucent lesion: a case report. Aamerican Head and Neck Society.
Department of Oral Medicine and 2012
Radiology, Government Dental 26. Louis B. Harrison, Roy B. Sessions,
College, India, 2010. Waun Ki Hong. Radiation Therapy
16. Ranghuram P. Evaluation of and Chemotherapy.In: Head and
extensions of sinonasal mass lesion Neck cancer Multidisciplinary
by CT Scan. Indian Journal of approach. Lippincott William
Cancer. Bangalore, 2010; 173-78. Wilkins,USA. 2009.P. 960-200.
17. Carrau R. Malignant Tumors of the
Nasal Cavity Treatment &
Management.http://emedicine.med
scape.com/article/846995-
overview.
18. Jensen AD, Nikoghosyan AV,
Kieselbach CW, et all. Treatment of
Malignant sinonasal tumours with
intensy-modulated radiotherapy
(IMRT) and carbon ion boost (C12).
BMC Cancer 2011; 11: 190.
19. Deschler DG, Day T. TNM Staging of
Head And Neck Cancer and Neck
Dissection Classification. American
Academy of Otolaryngology- Head
and Neck Surgery Foundation, Inc.
2008; 21-3.
20. Okay DJ, Genden E, Buchbinder D,
Urken M. Prosthodontic guidelines
for surgical reconstruction of the
maxilla: A classification system of
defects.
21. Menon J, Anthrayose C.V, Joseph A.
Sino-Orbital Tumour Exenteration.
Kerala Journal of Ophthalmology.
2007; 211-13.
22. Simon, Schwarcz RM, Douglas R, et
all. Orbita exenteration: one size
does not fit all. American Journal
Ophtalmology 2005; 139: 11-17.
15