A. Definisi
Penyakit jantung koroner (PJK) atau coronary artery disease (CAD) merupakan
spektrum manifestasi akut dan berat yang merupakan keadaan kegawatdaruratan dari
koroner akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dan aliran
darah (Kumar, 2007). Penyakit jantung koroner (PJK) adalah tipe gangguan pembuluh
darah termasuk kedalam kategori umum aterosklerosis (pengerasan arteri).
Aterosklerosis koroner menimbulkan gejala dan komplikasi sebagai akibat dari
penyempitan lumen arteri dan penyumbatan aliran darah ke jantung. Sumbatan aliran
berlangsung progresif dan suplai darah yang tidak adekuat (iskemia) yang dirimbulkan
akan membuat sel-sel otot kekurangan komponen darah yang dibutuhkan (Smeltzer &
Bare, 2002; Lewis et al, 2007).
Lewis et al (2007) membagi PJK menjadi dua yaitu angina pektoris (AP) stabil
kronik dan sindrome koroner akut (acute coronary syndrome/ ACS).
Sindrome koroner akut (SKA) terdiri dari angina pektoris tidak stabil (unstable
angina pectoris/ UAP) dan infark miokard (ST elevasi miocard infarct/ STEMI dan non
ST elevasi miocard infarct/ NSTEMI).
Non ST Elevasi Miokard Infark (NSTEMI) adalah gejala nyeri dada yang terjadi
lebih dari 20 menit, menunjukkan pemeriksaan biokimia kardiak marker yang positif
atau perubahan segmen ST pada pemeriksaan EKG tanpa elevasi segmen ST yang
persisten (Alexander et al, 2007).
.
B. Etiologi
Penyebab dari Sindroma Koroner Akut menurut Ismantri (2009) adalah:
1. Berkurangnya aliran darah menuju arteri koroner
a. Faktor pembuluh darah : aterosklerosis, spasme, arteritis
b. Faktor sirkulasi: Insufisiensi, hipotensi, stenosis aorta
c. Faktor darah: anemia, polisitemia, hipoksemian
d. Pemendekan fase diastolik (takikardi, emosi, aktivitas fisik yang berat)
e. Hipertrofi ventrikel
2. Curah jantung yang meningkat
LAPORAN PENDAHULUAN
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI
Keperawatan Gawat Darurat & Intensif
a. Aktivitas berlebihan
b. Emosi
c. Hypertiroidisme
3. Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium
a. Kerusakan miocard
b. Hypertropi miocard
c. Hypertensi diastolic
C. Faktor Risiko
Faktor risiko SKA secara umum meliputi peningkatan kolesterol, rokok, obesitas,
diabetes melitus, hipertensi sistemik, riwayat keluarga, aktivitas fisik, dan gangguan
pembekuan ( Gray et al, 2003).
Faktor risiko SKA dapat dibedakan menjadi faktor risiko yang dapat dimodifikasi
dan yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi antara
lain umur, jenis kelamin, etnik, faktor genetik, dan keturunan. Sedangkan faktor risiko
yang dapat dimodifikasi yaitu peningkatan kolesterol, merokok, obesitas, aktivitas fisik.
Sedangkan yang termasuk faktor kontributif adalah diabetes melitus, hipertensi sistemik,
status psikologis, dan tingkat homosistein (Lewis et al, 2007; Smeltzer & Bare, 2002).
LAPORAN PENDAHULUAN
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI
Keperawatan Gawat Darurat & Intensif
D. Patofisiologi (pathway)
LAPORAN PENDAHULUAN
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI
Keperawatan Gawat Darurat & Intensif
F. Diagnosa Medis
Diagnosa medis: Non ST Elevasi Miokard Infark (NSTEMI)
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektrokardiogram (EKG)
Karakteristik dari hasil elektrokardiogram pada NSTEMI adalah depresi ST segmen
atau transien elevasi dan/atau perubahan gelombang T. Deviasi segmen ST
merupakan hal penting dalam menentukan resiko pada pasien. Peningkatan resiko
yang buruk meningkat secara progresif dengan memberatnya depresi segmen ST
(Alwi & Harun, 2006; Hamm et al, 2011).
2. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil laboratorium disamping marker biokimia jantung adalah tes darah rutin, gula
darah sewaktu, status elektrolit, koagulasi darah, tes fungsi ginjal, dan panel lipid.
3. Pemeriksaan Biokimia
Troponin jantung dapat membantu cukup besar dalam menentukan diagnosis,
mengukur resiko, dan memisahkan kemungkinan NSTEMI dengan angina pektoris
LAPORAN PENDAHULUAN
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI
Keperawatan Gawat Darurat & Intensif
tak stabil. Troponin lebih spesifik dan sensitif dibandingkan dari pemeriksaan enzim
jantung seperti kreatinin kinase, isoenzim MB (CK-MB) dan myoglobin (Hamm et al,
2011). Pada pasien dengan miokard infark peningkatan awal dari troponin terjadi
dalam kurang lebih 4 jam saat gejala terjadi. Troponin dapat meningkat selama dua
minggu akibat proteolisis dari aparatus kontraktil. Elevasi dari troponin menunjukan
adanya kerusakan selular, dimana pada NSTEMI dapat terjadi akibat embolisasi distal
dari trombus kaya platelet yang berasal dari ruptur atau erosi plak (Hamm et al, 2011).
4. Tehnik pencitraan non-invasif (MRI, ekokardiografi, foto rontgen thoraks)
Dalam tehnik pencitraan non invasif, ekokardiografi adalah alat yang paling banyak
beredar luas dan tersedia. Fungsi sistolik ventrikel kiri sangat penting untuk prognosis
bagi pasien dengan penyakit jantung koroner dan dapat dengan mudah dan akurat
diperiksa melalui ekokardiografi. Pemeriksaan pencitraan non-invasif lainnya adalah
cardiac magnetic resonance imaging, merupakan teknik pencitraan yang dapat
mengintegrasi fungsi dan perfusi jantung. Selain itu juga dapat mendeteksi jaringan
parut pada sesi pertama. Selanjutnya yaitu foto rontgen thoraks untuk diagnosis
banding, identifikasi adanya komplikasi, dan mengetahuin adanya penyakit penyerta
(Hamm et al, 2011).
5. Tehnik pencitraan invasif (angiografi koroner, arteriografi)
Angiografi koroner merupakan salah satu contoh pemeriksaan dengan teknik
pencitraan secara invasif. Angiografi koroner dapat memberikan informasi terhadap
keberadaan dan keparahan penyakit ini. Angiografi koroner juga menjadi baku emas
pemeriksaan sindroma koroner akut (SKA) (Hamm et al, 2011).
6. Kateterisasi jantung
Umumnya tidak perlu dilakukan kecuali pada kasus tertentu untuk mengetahui
anatomi pembuluh darah koroner atau angioplasti koroner transluminal perkutan.
Selain itu untuk menunjukkan defek mekanik pada septum ventrikelataau regurgitasi
mitral akibat disfungsi atau ruptur otot papilaris.
H. Penatalaksanaan Medis
1. Agen anti iskemia
Obat anti iskemia ini berfungsi untuk menurunkan kebutuhan oksigen di
miokard dengan cara menurunkan denyut jantung, tekanan darah dan preload, serta
LAPORAN PENDAHULUAN
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI
Keperawatan Gawat Darurat & Intensif
mengurangi kontraktilitas otot jantung. Mekanisme kerja obat anti iskemia selain
mengurangi kebutuhan oksigen miokard, agen anti iskemia ini juga dapat bekerja
meningkatkan jumlah oksigen ke miokard dengan vasodilatasi pembuluh darah
koroner (Hamm et al, 2011).
Beberapa contoh anti iskemia adalah beta bloker, nitrat dan bloker kanal
kalsium. Beta bloker bekerja dengan menginhibisi efek sirkulasi katekolamin dan
menurunkan konsumsi oksigen miokard dengan mengurangi denyut jantung, tekanan
darah dan kontraktilitas. Beta bloker banyak digunakan pada pasien rawat inap.
Nitrat memiliki efek sebagai venodilator yang akan mengurangi preload jantung dan
volume diastolik akhir ventrikel kiri sehingga akan mengurangi konsumsi oksigen.
Pada pasien dengan NSTEMI yang dirawat di rumah sakit, pemberian nitrat dengan
intravena lebih efektif dibandingkan nitrat dengan sublingual. Bloker kanal kalsium
merupakan obat vasodilator yang memiliki efek langsung pada konduksi
atrioventrikular dan denyut jantung. Terdapat tiga sub bagian dari bloker kanal
kalsium yang memilki perbedaan dari struktur kimia dan memiliki efek farmakologi
yang berbeda, seperti dihidropiridin (nifedipine), benzotiapin (diltiazem) dan
feniletilamin (verapamil) (Hamm et al, 2011).
2. Agen anti platelet
Aktivasi dan agregasi platelet memegang peranan penting dalam patogenesis
Sindroma Koroner Akut, sehingga proses ini dijadikan salah satu target dalam
pengobatan Sindroma Koroner Akut. Beberapa contoh agen antiplatelet, yaitu
aspirin, P2Y12 inhibitor reseptor, glikoprotein IIb/IIIa inhibitor reseptor (Hamm et
al, 2011).
3. Antikoagulan
Penggunaan antikoagulan dalam pengobatan NSTEMI ini untuk menginhibisi
generasi dan aktivasi trombin dengan cara mengurangi proses yang berhubungan
dengan trombus. Beberapa contoh antikoagulan yang digunakan adalah
fondaparinux, low molecular weight heparin, unfractioned heparin, dan bivalirudin.
Penggunaan obat antikoagulan dapat dikombinasikan dengan antiplatelet (Hamm et
al, 2011).
4. Revaskularisasi pembuluh darah koroner
LAPORAN PENDAHULUAN
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI
Keperawatan Gawat Darurat & Intensif
I. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pertahankan tirah baring (bedrest)
2. Pemantauan EKG 12 lead secara kontinu untuk mendeteksi iskemia dan
aritmia.
3. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat dan segera
berikan oksigen sesuai kebutuhan.
4. Pertahankan pemberian cairan intravena ( NaCL 0,9% atau dextrosa 5%).
5. Perlu dilakukan pemasangan oksimetri jari (finger pulse oximetry) atau
evaluasi analisa gas darah secara berkala untuk menetapkan apakah oksigenasi
kurang ( SaO2 <90%).
6. Posisi kepala dan badan atas semifowler untuk memaksimalkan ventilasi.
7. Monitor ketat tanda-tanda vital.
8. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
9. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, jika diperlukan lakukan kateterisasi.
10. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran
menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT (Trisnohadi,
2006).
A. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada SKA menurut Lilly (2011) adalah:
1. Dapat terjadi tromboembolus akibat kontraktilitas miokard berkurang.
2. Dapat terjadi gagal jantung kongestif apabila jantung tidak dapat memompa
keluar semua darah yang diterimanya.
3. Disritmia adalah komplikasi tersering pada infark. Disritmia adalah syok
kardiogenik apabila curah jantung sangat berkurang dalam waktu lama.
4. Dapat terjadi ruptur miokrdium selama atau segera setelah suatu infark besar.
LAPORAN PENDAHULUAN
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI
Keperawatan Gawat Darurat & Intensif
B. Prognosis
Prognosis pada SKA tergantung dari wilayah yang terkena oklusi, sirkulasi kolateral,
durasi atau waktu oklusi, oklusi total atau parsial, dan kebutuhan oksigen miokard. Total
mortalitas pada penderita SKA sebanyak 15-30%, 25% meninggal sebelum tiba di rumah
sakit, mortalitas pada usia < 50 th 10-20% dan mortalitas pada usia >50 th sekitar 20%.
C. Diagnosa Keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
Ariandiny, M., Afriwardi., & Syafri, M. (2014). Gambaran Tekanan Darah pada
Pasien Sindroma Koroner Akut di RS Khusus Jantung Sumatera Barat Tahun
2011-2012. Jurnal Kesehatan Andalas. Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas Sumatera Barat.
Bakta, I Made. (2005). Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta: EGC
Herdman, T.H., Kamitsuru Shigemi., & Keliat, B.A. (2015). NANDA International
Inc. Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015-2017, Edisi 10.
Jakarta: EGC.