terserak di jalan-jalan. Daun-daun yang luruh dari pohon pelindung, jika setiap hari tidak disapu
tentu mengotori jalan. Langkah pertama sebelum mengolah sampah adalah memilah sampah
organik (sisa makanan, sayuran, kulit buah-buahan, daun dll.) dan anorganik (seperti kertas,
plastik, kaca, logam dll.). Mengubah sampah organik menjadi kompos, adalah salah satu cara
mengatasi masalah sampah di perumahan.
Sampah organik secara alami akan mengalami peruraian oleh ratusan jenis mikroba
(bakteri, jamur, ragi) dan berbagai jenis binatang kecil yang hidup di tanah.
Proses peruraian ini memerlukan kondisi tertentu yaitu suhu, kelembaban dan oksigen.
Makin sesuai kondisinya, makin cepat pembentukan kompos, dalam waktu sekitar 6
minggu sudah matang.
Apabila sampah ditimbun saja, akan terjadi pembusukan.
PROSES PENGOMPOSAN
Mikroba
Bahan organik + Oksigen ------------> Kompos + Gas CO2 + Air (H2O) + Panas
Pada pembuatan kompos satu adonan sekaligus, minggu ke-1 dan ke-2 mikroba mulai
bekerja sehingga suhu dapat mencapai 60-70C. (Pada suhu sekitar 65C selama 3-4 hari,
bakteri patogen seperti tifus akan mati. Begitu pula biji gulma yang terbawa dalam
potongan rumput).
Minggu ke-3 dan ke-4 suhu mulai menurun menjadi sekitar 40-50C.
Minggu ke-5 dan ke-6 suhu kembali normal seperti suhu tanah yaitu 30-32C, kompos
sudah matang.
Bahan yang kaya karbon (C) menjadi sumber energi makanan untuk mikroba. Tanda
bahan ini adalah kering, kasar atau berserat, berwarna coklat (sampah coklat).
Sedangkan nitrogen (N) diperlukan untuk tumbuh dan berkembang biak, umumnya
berwarna hijau, mengandung air (sampah hijau).
Sayuran
Buah-buahan
Potongan rumput segar
Daun segar
Sampah dapur
Bubuk teh dan kopi
Kulit telur
Pupuk kandang (mis. ayam, itik, sapi, kambing)
Perbandingan C dan N
Perbandingan sampah coklat dan sampah hijau dapat bervariasi tergantung bahan yang
tersedia.
Perbandingan yang tepat, mempengaruhi kecepatan pengomposan.
Dapat digunakan perbandingan sampah coklat 1 bagian, sampah hijau 2 bagian atau
lebih.
Jika terlalu banyak bahan hijau, akan keluar banyak air, becek dan berbau. terlalu banyak
bahan coklat, pengomposan memakan waktu lama atau terhenti.
Sampah dapur berupa daging, ikan, kulit udang, tulang, susu, keju, lemak atau minyak,
karena akan bau dan mengundang serangga seperti lalat dan pada proses pengomposan
timbul belatung. Sampah ini juga mengundang anjing dan kucing untuk mengaisnya.
Kotoran anjing dan kucing, kemungkinan membawa penyakit.
Tanaman yang berhama atau gulma, karena hama atau bijinya masih terkandung dalam
kompos.
Kelembaban
Air sangat diperlukan bagi kehidupan mikroba yang bekerja dalam proses pengomposan.
Terlalu banyak air akan mematikan mikroba aerob, sehingga yang bekerja adalah
mikroba anaerob, terjadi proses pembusukan. Maka tempat pengomposan sebaiknya tidak
langsung terkena air hujan.
Terlalu kering akan menimbulkan dehidrasi bagi mikroba, pengomposan berjalan sangat
lambat.
Kelembapan yang optimal adalah sekitar 60%, yaitu bahan kompos terasa basah seperti
busa spon yang habis diperas tetapi airnya tidak sampai menetes.
Jika tumpukan kompos terlihat kering karena aimya menguap, periu diperciki air lagi.
Oksigen
Mikroba pembuat kompos perlu udara segar (oksigen) untuk tumbuh dan berkembang
biak (mikroba aerob).
Jika udara habis, mikroba anaerob akan mengambil alih. Mereka menguraikan secara
lebih lambat, menghasilkan gas metan yang beracun dan gas H2S yang berbau seperti
telur busuk. Keluar air lindi yang berwarna hitam dan berbau busuk.
Pada lapisan sampah yang baru, masih terkandung cukup oksigen. Tetapi kalau mikroba
sudah mulai tumbuh, dan kompos sudah mulai terbentuk, mikroba ini memerlukan
banyak oksigen sehingga perlu sering diaduk atau dibalik untuk memasukkan udara
segar.
Drum plastik, bagian dasarnya dilubangi 5 buah. Diletakkan di atas bata agar aliran udara
bisa masuk. Diberi tutup dari bantalan sabut/sekam (dari jaring plastik) untuk menjaga
kelembaban dan suhu pengomposan.
Gentong/tempayan dari tanah liat ukuran 50-100L. Bagian dasarnya dilubangi 5 buah.
Diberi tutup bantalan sabut/sekam.
Keranjang Takakura: Keranjang tempat cucian (laundry basket), bagian dasarnya
dilubangi 6 buah, diberi alas bantalan sabut/sekam. Di dalamnya diberi lapisan kardus.
Keuntungan tempat atau wadah pengomposan yang berukuran 200 L atau lebih adalah
dapat menyimpan panas sehingga suhu pengomposan dapat mencapai optimal.
Jika wadah pengomposan kurang dari 50L, suhu hanya mencapai sekitar 40C sehingga
hasil kompos masih mengandung biji gulma atau biji buah-buahan yang dapat tumbuh
jika kompos digunakan.
Wadah pengomposan tidak diletakkan di tempat terbuka, kena air hujan atau sinar
matahari langsung.
Pelaksanaan pengomposan
a. Pemilahan sampah
Sampah organik yang berupa sisa makanan, kulit buah, sisa sayuran dicacah 2x2 cm.
Sisa sayur yang mengandung santan dibilas dulu, ditiriskan. Tulang, daging, lemak, minyak,
disisihkan karena mengganggu proses pengomposan.
b. Pencampuran
Wadah pengomposan diisi dulu dengan kompos lama 1/3 wadah.
Masukkan sampah dapur setiap hari, diaduk sampai tertutup kompos.
Jika terlalu basah ditambah sampah coklat misalnya serbuk kayu gergajian atau sekam.
Proses pengomposan berjalan jika timbul panas.
Setelah wadah penuh, 1/3 bagian bawah bisa digunakan sebagai kompos. 2/3 Bagian atas
dilanjutkan prosesnya.
Wadah pengomposan
Dapat dibuat di atas tanah, memakai batu bata atau paving block, papan atau bambu. Dipasang
berseling-seling agar aliran udara bisa masuk. Ukurannya kira-kira 80x80cm, tinggi 1 meter atau
lebih tergantung jumlah bahan.
Adonan kompos ditimbun di dalamnya, dan ditutup dengan kain terpal, karung goni atau sabut
kelapa yang dimasukkan dalam kantung dari jaring plastik.
Proses Pengomposan :
a. Pemilahan Sampah
Sampah organik (daun, rumput) dipilah dari sampah anorganik (misalnya sampah plastik).
Jika daun-daun terlalu lebar, dicacah sehingga menjadi potongan kecil (sekitar 3x3 cm) untuk
memudahkan mikroba memakannya. Makin kecil ukuran sampah, makin cepat menjadi kompos.
b. Pencampuran
Campur 1 bagian sampah coklat dengan 2 bagian atau lebih sampah hijau. Tambahkan 1
bagian kompos matang, campur. Jika sampah hijau kurang, dapat ditambah kotoran
ternak (ayam, sapi atau kambing).
Disiram air sampai lembap.
Masukkan ke dalam wadah pengomposan.
Proses pengomposan berjalan, jika hari kedua adonan kompos menjadi panas.
c. Pembalikan
Untuk mengendalikan ketersediaan udara segar (oksigen) dan suhu dilakukan pembalikan
setiap 7 hari sekali.
Jika adonan kompos kering perlu diperciki air.
d. Pematangan
Setelah proses pengomposan berjalan 4 minggu, suhu menurun mendekati suhu tanah.
Pembalikan tetap dilakukan selama 2 minggu.
Tanda-tanda kompos yang sudah matang a.l.:
- Tidak terlihat bahan aslinya (daun), tetapi menjadi butiran seperti tanah.
- Tidak berbau sampah atau busuk, tetapi berbau tanah.
- Wama kehitaman atau coklat kehitaman.
- Suhu sama dengan suhu tanah.
e. Pengayakan
Kompos yang sudah matang diayak untuk memisahkan dari bahan-bahan yang kasar misalnya
ranting, potongan daun, biji-bijian
atau kulit buah yang belum menjadi kompos karena terlalu besar atau keras.
Kompos kasar yang tertinggal di ayakan dapat digunakan sebagai aktivator karena mengandung
mikroba pengurai sampah, dapat dicampurkan ke dalam tempat pengomposan yang baru.
f. Pengemasan
Kompos yang siap pakai dimasukkan ke dalam kantung ptastik kedap air agar kelembaban
terjaga.
Kompos yang terialu basah perlu diangin-anginkan teriebih dahulu di tempat teduh.
Mempercepat pengomposan
Memperkecil ukuran bahan. Sampah dicacah dengan golok atau mesin pencacah.
Menambahkan aktivator, yaitu campuran mikroba yang dapat dibeli di toko pertanian yaitu bioaktivator
atau effective microorganism (EM), dengan berbagai merk. Mikroba ini sifatnya baik karena membantu
kita membunuh bakteri patogen.
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang
dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi
lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik (Modifikasi dari J.H. Crawford,
2003). Sedangkan pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian
secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai
sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar
kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang
seimbang, pemberian air yang cukup, mengaturan aerasi, dan penambahan aktivator
pengomposan. Sampah terdiri dari dua bagian, yaitu bagian organik dan anorganik. Rata-rata
persentase bahan organik sampah mencapai 80%, sehingga pengomposan merupakan alternatif
penanganan yang sesuai