Anda di halaman 1dari 15

TUGAS ILMU PENYAKIT INFEKSIUS 1

FLU BURUNG

OLEH

NAMA: NI LUH MADE SISKA YANTI


NIM: 1409005017
KLS:B

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
FLU BURUNG

Penyakit flu burung atau influenza pada unggas (Avian Influenza/AI) adalah
suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dan ditularkan
oleh unggas. Di Indonesia pada bulan Januari 2004 dilaporkan adanya kasus kematian
ternak ayam yang luar biasa terutama di Bali, Botabek, Jawa Timur, Jawa Tengah,
Kalimantan Barat dan Jawa Barat. Awalnya kematian tersebut disebabkan oleh virus
new castle, namun konfirmasi terakhir oleh Departemen Pertanian disebabkan oleh
virus flu burung. Jumlah unggas yang mati akibat wabah penyakit flu burung di 10
provinsi di Indonesia sangat besar yaitu 3.842.275 ekor (4,77%). Pada bulan Juli
2005, penyakit flu burung telah merenggut nyawa tiga orang warga Tanggerang
Banten. Hal ini didasarkan pada hasil pemeriksaan laboratorium Badan Litbang
Depkes Jakarta dan laboratorium rujukan WHO di Hongkong.

Penyebab flu burung adalah virus influenza tipe A, termasuk kedalam family
Orthomyxoviridae yang dapat berubah-ubah bentuk. Virus influenza tipe A terdiri dari
Hemaglutinin (H) dan Neuramidase (N), kedua huruf ini digunakan sebagai
identifikasi kode sub tipe flu burung yang banyak jenisnya.

SIFAT VIRUS

Dalam air virus tahan hidup selama 4 hari pada suhu 22 0 C dan 30 hari pada
suhu 00 C. Virus akan mati pada pemanasan 60 0 C selama 30 menit dan
dengan detergent, desinfektan misalnya formalin 2-5 % serta cairan yang
mengandung iodine.
Di kandang ayam virus AI bertahan selama 2 minggu setelah depopulasi
ayam.

Virus di feces dalam keadaan basah bertahan selama 32 hari.


GEJALA KLINIS

1. Gejala pada Unggas

Jengger, pial, kulit perut yang tidak ditumbuhi bulu berwarna biru keunguan
(sianosis)

Kadang-kadang ada cairan dari mata dan hidung.

Pembengkakan di daerah muka dan kepala.

Pendarahan titik (plechie) pada daerah dada, kaki dan telapak kaki.

Batuk bersin dan ngorok

Unggas mengalami diare dan kematian yang tinggi.

2. Gejala pada Manusia

Demam (suhu badan diatas 380 C)

Batuk dan nyeri tenggorokan

Radang saluran pernapasan atas

Pneumonia.

Nyeri otot

EPIDEMIOLOGI FLU BURUNG


a. Agent
Virus penyebab flu burung tergolong family orthomyxoviridae 2. Virus terdiri
atas 3 tipe antigenik yang berbeda, yaitu A, B, dan C. Virus influenza A bisa
terdapat pada unggas, manusia, babi, kuda, dan kadang-kadang mamalia yang
lain, misalnya cerpelai, anjing laut, dan ikan paus. Namun, sebenarnya horpes
alamiahnya adalah unggas liar. Sebaliknya, virus influenza B dan C hanya
ditemukan pada manusia1. Penyakit flu burung yang disebut pula avian influenza
disebabkan oleh virus influenza A2. Virus ini merupakan virus RNA dan
mempunyai aktivitas haemaglutinin (HA) dan neurominidase (NA). Pembagian
subtipe virus berdasarkan permukaan antigen, permukaan hamagluinin, dan
neurominidase yang dimilikinya

Gambar. Agent penyakit flu burung (avian influenza virus)


b. Host
Host sendiri merupakan adalah organisme tempat hidup agent tertentu yang
dalam suatu keadaan menimbulkan penyakit pada organisme tersebut. Jika
membicarakan masalah penyakit flu burung pada manusia maka host yang
dimaksud adalah manusia. Faktor intristik pada flu burung diantaranya kekebalan
tubuh (imunitas) dan pola pikir seseorangFlu burung sebenarnya tidak mudah
menular dari hewan yang telah terinfeksi, namun jalan untuk penularan itu akan
semakin mudah apabila seseorang itu berada dalam kondisi yang lemah dan tidak
memiliki system imun yang baik, begitu pula dengan pola pikir orang yang masih
tidak percaya dan terkesan meremehkan bahaya penyakit ini.

Gambar . Host berupa hewan

Gambar . Host berupa manusia


c. Factor lingkungan
Faktor lingkungan ini dibagi menjadi tiga:
Lingkungan Biologis
Faktor lingkungan biologis pada penyakit flu burung yaitu agent.
Agent merupakan sesuatu yang merupakan sumber terjadinya penyakit yang
dalam hal ini adalah virus aviant influenza (H5N1). Sifat virus ini adalah
mampu menular melalui udara dan mudah bermutasi. Daerah yang diserang
oleh virus ini adalah organ pernafasan dalam, hal itulah yang membuat
angka kematian akibat penyakit ini sangat tinggi.

Lingkungan Fisik
Suhu
Pada suhu lingkungan yang tidak optimal baik suhu yang terlalu
tinggi maupun terlalu rendah akan berpengaruh terhadap daya tahan
tubuh seseorang pada saat itu sehingga secara tidak langsung
berpengaruh terhadap mudah tidaknya virus menjangkiti seseorang.
Selain itu virus flu burung juga memerlukan suhu yang optimal agar
dapat bertahan hidup.
Musim
musim pada penyakit flu burung terjadi karena adanya faktor
kebiasaan burung untuk bermigrasi ke daerah yang lebih hangat pada
saat musim dingin. Misalkan burung-burung yang tinggal di pesisir
utara Cina akan bermigrasi ke Australia dan Asia Tenggara pada
musim dingin, burung-burung yang telah terjangkit tersebut akan
berperan menularkan flu burung pada hewan yang tinggal di daerah
musim panas atau daerah tropis tempat burung tersebut migrasi.
Tempat tinggal
Faktor tempat tinggal pada penyakit flu burung misalnya apakah
tempat tinggal seseorang dekat dengan peternakan unggas atau tidak,
di tempat tinggalnya apakah ada orang yang sedang menderita flu
burung atau tidak.

Lingkungan sosial
Faktor lingkungan sosial meliputi kebiasaan sosial, norma serta hukum
yang membuat seseorang berisiko untuk tertular penyakit. Misalnya
kebiasaan masyarakat Bali yang menggunakan daging mentah yang belum
dimasak terlebih dahulu untuk dijadikan sebagai makanan tradisional. Begitu
pula dengan orang- orang di eropa yang terbiasa mengonsumsi daging
panggang yang setengah matang atau bahkan hanya seper-empat matang.
Selain itu juga pada tradisi sabung ayam akan membuat risiko penyakit
menular pada pemilik ayam semakin besar.

CARA PENULARAN

Virus Avian Influenza (AI) ditularkan melalui air liur, ingus, dan kotoran
unggas. Penularan pada manusia terjadi karena kontak langsung dengan unggas yang
terinfeksi virus tersebut. Selain itu, dapat terjadi melalui kendaraan yang mengangkut
binatang itu, kadang, alat-alat peternakan, pakan ternak, pakaiaan, tinja ternak dan
sepatu para peternak yang langsung mengenai unggas yang sakit, juga pada saat jual-
beli ayam hidup dipasar, dan mekanisme lainnya.

Penularan penyakit ini dapat terjadi melalui udara (air borne) dan melalui
kontak langsung dengan unggas sakit atau kontak dengan bahan bahan infeksius
seperti tinja, urin, dan sekret saluran napas unggas sakit.
a. Penularan antar ternak unggas
Seekor unggas yang terinfeksi virus H5N1 akan menularkannya dalam waktu
singkat. Jika semua unggas peliharaan memiliki daya tahan yang bagus maka infeksi
tidak akan menyebabkan kematian, dengan kata lain virus tidak aktif. Sebaliknya, jika
kondisi unggas berada dalam kondisi buruk maka flu burung dapat mematikan.
Secara singkat, penyakit flu burung dapat ditularkan dari unggas ke unggas
lain atau dari peternakan ke peternakan lainnya dengan cara sebagai berikut:

Kontak langsung dari unggas terinfeksi dengan hewan yang peka.


Melalui lendir yang berasal dari hidung dan mata.

Melalui kotoran (feses) unggas yang terserang flu burung.

Lewat manusia melalui sepatu dan pakaian yang terkontaminasi dengan virus.

Melalui pakan, air, dan peralatan kandang yang terkontaminasi.

Melalui udara karena memiliki peran penting dalam penularan dalam satu
kandang, tetapi memiliki peran terbatas dalam penularan antar kandang.

Melalui unggas air yang dapat berperan sebagai sumber (reservoir) virus dari
dalam saluran intestinal dan dilepaskan lewat kotoran.

b. Penularan dari ternak ke manusia


Faktor yang memengaruhi penularan flu burung dari ternak ke manusia adalah
jarak dan intensitas dalam aktivitas yang berinteraksi dengan kegiatan peternakan.
Semakin dekat jarak peternakan yang terkena wabah virus dengan lingkungan
manusia maka peluang untuk menularnya virus bisa semakin besar. Penularan virus
ke manusia lebih mudah terjadi bila orang tersebut melakukan kontak langsung
dengan aktivitas peternakan.Orang yang mempunyai risiko tinggi terserang flu
burung adalah pekerja peternakan unggas, penjual, penjamah unggas, sampai ke
dokter hewan yang bertugas memeriksa kesehatan ternak di peternakan.
c. Penularan antar manusia
Penularan flu burung antar manusia belum dapat dibuktikan, tetapi tetap perlu
diwaspadai. Hal ini dikarenakan virus cepat bermutasi dan beradaptasi dengan
manusia sehingga memungkinkan adanya varian baru dari virus flu burung yang
dapat menular antar manusia.

LANGKAH PENCEGAHAN

1) Pelaksanaan Biosekuriti Secara Ketat

Tindakan biosekuriti meliputi :

- Melakukan pengawasan lalu lintas dan tindakan karantina atau isolasi local
peternakan tertular dan lokasi penampungan unggas yang tertular serta membatasi

secara ketat lalu lintas kontaminan yang meliputi hewan atau unggas, produk unggas
dan alas kandang.

- Membatasi lalu lintas orang atau pekerja dan kendaraan yang keluar masuk lokasi
peternakan

- Para pekerja dan semua orang yang ada di lokasi peternakan harus dalam keadaan
sehat

- Untuk keamanan petugas maupun unggas, para pekerja dan semua orang yang ada
di lokasi peternakan atau penampungan unggas tertular harus menggunakan pakaian
pelindung, kacamata, masker, sepatu pelindung, dan harus melakukan tindakan
desinfeksi serta sanitasi

- Mencegah kontak antara unggas dengan burung liar atau burung air, tikus, lalat dan
hewan lainnya.

- Dekontaminasi atau desinfeksi

2) Tindakan Pemusnahan Selektif Unggas (Depopulasi) di Daerah Tertular


Depopulasi atau pemusnahan selektif merupakan tindakan untuk mengurangi
populasi unggas yang menjadi sumber penularan penyakit. Tindakan depopulasi
dilakukan terhadap semua peternakan yang tertular flu burung dan ditetapkan melalui
diagnosis secara klinis dan patologi anatomis oleh dokter hewan. Tindakan dilakukan
di peternakan tertular pada semua unggas hidup yang sakit maupun unggas sehat
yang sekandang dengan menyembelihnya sesuai prosedur pemotongan unggas yang
berlaku.

Tindakan ini dilanjutkan dengan prosedur disposal, yaitu prosedur melakukan


pembakaran dan penguburan terhadap bangkai unggas, telur, kotoran (feses), bulu,
alas kandang, pupuk, dan pakan ternak yang tercemar serta bahan dan peralatan lain
yang tercemar, tetapi tidak dapat didesinfeksi secara efektif. Pembakaran hendaknya
dilakukan dalam lubang yang telah dipersiapkan untuk penguburan atau
menggunakan incinerator untuk mencegah polusi. Lubang penguburan sebaiknya
mempunyai kedalaman minimal 1,5 meter.

3) Pengebalan ( Vaksinasi)

Vaksin yang dipergunakan adalah vaksin inaktif produksi dalam negeri atau
impor yang strain virusnya homolog dengan subtype virus isolate local (strain H5)
dan telah mendapatkan rekomendasi ( nomor registrasi) dari pemerintah. Tindakan
vaksinasi hanya boleh dilakukan di daerah tertular secara missal terhadap seluruh
unggas sehat terancam (100%) dengan cara penyuntikan saru per satu dan apabila
perlu, dilakukan boster (penyuntikan ulang). Dosis vaksin sebagai berikut :

- Ayam petelur : umur 4-7 hari sebanyak 0,2 ml dibawah kulit pada pangkal leher,
umur 4-7 minggu sebanyak 0,5 ml dibawah kulit pada pangkal leher, umur 12
minggu sebanyak 0,5 ml di bawah kulit pada pangkal leher atau otot dada.
Pelaksanaan vaksinasi, depopulasi, serta stamping out diulang 0,5 ml pada otot
dada setiap 3-4 bulan.
- Ayam pedaging : dilaksanakan pada umur 4-7 hari dengan dosis 0,2 ml di bawah
kulit pada pangkal leher

- Program vaksinasi pada unggas lain disesuaikan dengan petunjuk yang tercantum
pada etiket masing-masing produsen vaksin.

4) Pengendalian Lalu Lintas

Pengaturan ketat terhadap pengeluaran dan pemasukan unggas hidup, telur,


produk unggas, daging unggas serta hasil olahannya, serta limbah peternakan harus
memenuhi syarat sebagai berikut :

a. Dari daerah tertular ke daerah bebas atau terancam DILARANG


mengeluarkan anak unggas umur sehari kecuali anak unggas umur sehari bibit
induk dari peternakan pembibitan yang tidak terjadi kasus flu burung
sekurang-kurangnya 30 hari terakhir
b. Dari daerah tertular ke daerah tertular lain diizinkan mengeluarkan anak
unggas umur sehari parent stock dan atau final stock dari peternakan
pembibitan yang tidak terjadi kasus flu burung sekurang-kurangnya 30 hari
terakhir

c. Unggas dewasa DILARANG di keluarkan dari daerah tertular ke daerah bebas


atau terancam, sedangkan dari daerah tertular ke daerah tertular lainnya
diizinkan mengeluarkan unggas dewasa yang telah mendapatkan tindakan
vaksinasi, depopulasi, serta stamping out minimal 21 hari sebelum tanggal
pengeluaran

d. Dari daerah tertular ke daerah bebas atau terancam maupun daerah tertular
lainnya diizinkan mengeluarkan telur konsumsi maupun telur tetas dari
peternakan yang bebas atau tidak pernah terjadi kasus flu burung sekurang-
kurangnya 30 hari terakhir
e. Dari daerah tertular ke daerah bebas atau terancam maupun ke daerah tertular
lainnya diizinkan mengeluarkan karkas dan daging unggas yang tidak tertular
maupun tidak terjangkit kasus flu burung setidak-tidaknya 14 hari

f. Dari daerah tertular ke daerah bebas atau terncam maupun daerah tertular
lainnya diizinkan mengeluarkan pakan ternak sepanjang pakan berasal dari
lokasi industry pakan ternak dan diangkut langsung ke tempat tujuan.

g. Dari daerah tertular ke daerah bebas atau terncam maupun daerah tertular
lainnya DILARANG mengeluarkan semua jenis limbah

5) Surveilans dan Penelusuran

Dilakukan pada semua unggas yang rentan (beresiko tinggi) terhadap penyakit
dan sumber penyakit flu burung. Surveilans bertujuan menetapkan sumber infeksi di
daerah yang baru tertular, menetapkan sumber penyebaran atau perluasan penyakit di
daerah tertular, memantau epidemiologi dan dinamika penyakit untuk mengetahui
perkembangan pengendalian dan pemberantasan penyakit.

Penelusuran dilaksanakan bersama dengan surveilan, dilakukan untuk


menentukan sumber infeksi dan menahan secara efektif penyebaran penyakit.
Penelusuran dilakukan paling cepat 14 hari sebelum timbulnya gejala penyakit
sampai tindakan karantina mulai diberlakukan.

6) Peningkatan Kesadaran Masyarakat

Program sosialisasi atau kampanye tentang penyakit flu burung kepada


masyarakat dan peternak mengingat dampak kerugian yang ditimbulkan akibat flu
burung, baik secara ekonomis maupun kesehatan masyarakat. Sosialisasi dapat
diwujudkan sebagai program pendidikan kepada masyarakat melalui seminar dan
pelatihan dengan bekerjasama dengan industry perunggasan dan asosiasi bidang
peternakan.
7) Pengisian Kembali (Restocking) Unggas

Pengisian kembali unggas ke dalam kandang dapat dilakukan paling cepat 1


bulan setelah pengosongan kandang dilakukan dan semua tindakan desinfeksi dan
disposal selesai dilaksanakan sesuai prosedur

8) Pemusnahan Unggas Secara Menyeluruh ( Stamping Out)

Tindakan dapat dilaksanakan apabila dalam kondisi;

- Kejadian penyakit masih dapat dilokalisasi dan tidak berpotensi menyebar secara
cepat ke peternakan atau daerah lain

- Batasan jumlah unggas yang akan dimusnahkan masih dianggap ekonomis oleh
peternak

- Peningkatan boisekuriti dan pembatasan lalu lintas secara ketat harus diberlakukan
terhadap peternakan tertular

- Pelaksanaan surveilans dan penelusuran untuk mengidentifikasi sumber penularan


oleh BPPV Regional di wilayah tersebut.

9) Monitoring, Pelaporan, dan Evaluasi

Kegiatan monitoring bertujuan mengetahui keberhasilan suatu kegiatan dan


dampak serta permasalahan yang timbul saat kegiatan dilaksankan agar dalam
perkembangan lebih lanjut dapat disempurnakan kekurangannya.

Pelaporan meliputi laporan situasi penyakit dan perkembangan pelaksanaan


pengendalian dan pemberantasan penyakit, produsen, serta nama vaksin yang
digunakan dan pendistribusiannya.
Evaluasi pelaksanaan, pencegahan, pengendalin dan pemberantasan flu
burung bertujuan mengetahui pencapaian target kegiatan, dampak keberhasilan, dan
permasalahan yang timbul di lapangan. Hal- hal yang di evaluasi antara lain
penyediaan dan distribusi sarana seperti vaksin, obat, maupun peralatan. Evaluasi
dilaksanakan pada akhir kegiatan oleh pemerintah pusat dan daerah diakhir tahun
anggaran.

DAFTAR PUSTAKA

Akoso, Budi Tri. 2006. Waspada Flu Burung. Penerbit Kanisius : Yogyakarta.
Baim,N.2013. Mencegah Unggas Dari Serangan Flu Burung.https:// nasa88.
wordpress.com/2013/03/21/mencegah-unggas-dari-serangan-flu-burung/

Darrell Withworth, dkk. 2008. Burung Liar Dan Flu Burung. Jakarta: FAO

Irianto, K., 2007. Mikrobiologi, Menguak Dunia Mikroorganisme Jilid I, Yrama


Widya. Jakarta.
Ririh Y, Sudarmaji. 2006. Mengenal Flu Burung dan Bagimana Kita Menyikapinya.
Forum Penelitian, 1 (2): 183-196
Sampoerna,E.2012 Makalah Flu Burunghttp://ekoputerasampoerna.blogspot.co.id /
2012/08/makalah-flu-burung.html

Soejoedono, D. Retno. 2006. Flu Burung. Penerbit Swadaya : Depok

Anda mungkin juga menyukai