A. Pengertian Anemia
B. Etiologi Anemia
a. Secara fisiologis anemia terjadi bila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk
mengangkut oksigen ke jaringan.
b. Akibat dari sel darah merah yang prematur atau penghancuran sel darah merah
yang berlebihan.
2. Mudah berkunang-kunang
3. Lesu
4. Aktivitas kurang
5. Rasa mengantuk
6. Susah konsentrasi
7. Cepat lelah
9. Konjungtiva pucat
14. Purpura
15. Perdarahan
D. PATOFISIOLOGI
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan
sel darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi
akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab
yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis
(destruksi), hal ini dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan
ketahanan sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam
system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini
adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah
merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi
normal 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada
kelainan hemolitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma
(hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin
plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya,
hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria).
Anemia
payah jantung
A. Klasifikasi Anemia
Klasifikasi berdasarkan pendekatan fisiologis:
a. Anemia aplastik
Penyebab:
agen neoplastik/sitoplastik
benzene
Hambatan humoral/seluler
Pansitopenia
Anemia aplastik
Gejala-gejala:
Gejala-gejala:
Penyebab:
gangguan eritropoesis
Gejala-gejalanya:
e. Anemia megaloblastik
Penyebab:
2. Anemia hemolitika, yaitu anemia defisiensi jumlah sel darah merah disebabkan
oleh destruksi sel darah merah:
Proses autoimun
Reaksi transfusi
Malaria
Anemia hemolisis
e. Hemoglobin menurun
f. Rasio hemoglobin porfirin eritrosit ---- lebih dari 2,8 ug/g adalah diagnostic untuk
defisiensi besi
C. Penatalaksanaan Anemia
1. Anemia aplastik:
o Pada paien dialisis harus ditangani dengan pemberian besi dan asam folat
Dengan pemberian makanan yang adekuat. Pada defisiensi besi diberikan sulfas
ferosus 3 x 10 mg/hari. Transfusi darah diberikan bila kadar Hb kurang dari 5 gr %.
Pada defisiensi asam folat diberikan asam folat 3 x 5 mg/hari.
5. Anemia megaloblastik
o Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila difisiensi
disebabkan oleh defekabsorbsi atau tidak tersedianya faktor intrinsik dapat
diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM.
o Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus diteruskan selama
hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi yang tidak dapat
dikoreksi.
o Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan penambahan asam
folat 1 mg/hari, secara IM pada pasien dengan gangguan absorbsi.
Dengan memberikan transfusi darah dan plasma. Dalam keadaan darurat diberikan
cairan intravena dengan cairan infus apa saja yang tersedia.
7. Anemia hemolitik ;
D. MASALAH KEPERAWATAN
a. Inefektif perfusi jaringan
b. Intoleransi Aktifitas
d. Kelelahan/ fatigue
e. Risiko infeksi
1. MASALAH KOLABORASI
a. PK Anemi
b. PK : Trombositopenia
F. KOMPLIKASI ANEMIA
1. Gagal jantung
RENPRA ANEMIA
No Diagnosa Tujuan Intervensi
- Adanya
peningkatan
5.Tingkatkan aktivitas klien
toleransi aktivitas
sesuai dengan kemampuan
3 Ketidak Setelah dilakukan 1. Kaji status nutrisi pasien
seimbangan tindakan
nutrisi kurang keperawatan selama 2. kaji masukan selama perawatan per shift
dari kebutuhan 3x24 jam klien
berhubungan terpenuhi kebutuhan 3. Kaji terhadap ketidaknyamanan
dengan mual; nutrisinya dengan (mual,muntah)
muntah; kriteria hasil :
4. Beri makanan dalam kondisi hangat,porsi
anoreksia.
- Intake nutrisi kecil tapi sering
adekuat.
5. Motivasi anak untuk menghabiskan makanan
- Mual, muntah, dengan melibatkan orang tua.
anoreksi hilang
6. Lakukan oral hygene
- Bebas dari tanda-
tanda malnutrisi.
7. Kolaborasi dengan ahli gizi akan kebutuhan
- Tidak terjadi
kalori, protein dan cairan sesuai ndengan
penurunan BB
penyakit, usia dan kebutuhan metabolisme
- klien tidak
tampak lelah.
- TTV dbn.
- Aktivitas klien
berjalan normal.
5 Resiko infeksi
dengan faktor Setelah dilakukan Ukur vital sign
risiko penurunan tindakan
imunologis keperawatan selama monitor adanya tanda-tanda infeksi
3x24 jam tidak
terjadi infeksi Monitor hasil laboratorium (angka lekosit
dengan kriteria : dan differensial)
Hal 2
Anemia
I. Pengertian Anemia
Add caption
Add caption
Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah merah dan kadar
hemoglobin dan hematokrit di bawah normal. Secara fisiologis, anemia terjadi apabila terdapat
kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan.
Anemia didefinisikan oleh tingkat hemoglobin (Hb). Hemoglobin (Hb) merupakan protein
dalam sel darah merah, yang mengantar oksigen dari paru-paru ke bagian tubuh yang lain.
Dikatakan sebagai anemia bila Hb < 14 g/dl dan Ht < 41% pada pria atau Hb < 12 g/dl dan Ht <
37% pada wanita. Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan
sel darah merah berlebihan atau keduanya.
Gejala-gejala umum pada anemia antara lain, cepat lelah, takikardi, palpitasi, dan takipnea
pada latihan fisik. Anemia dapat terjadi bila tubuh kita tidak membuat sel darah merah
secukupnya. Sel darah merah ini dibuat oleh sumsum tulang. Proses ini membutuhkan zat besi
serta vitamin B12 dan asam folat. Eritropoeitin (EPO) merangsang pembuatan sel darah merah.
Eritropoeitin (EPO) merupakan hormon yang dibuat oleh ginjal. Ada beberapa faktor yang dapat
menyebabkan anemia :
Kekurangan zat besi, vitamin B12, atau asam folat. Kekurangan asam folat dapat
menyebabkan jenis anemia yang disebut megaloblastik, dengan sel darah merah yang besar
dengan warna muda.
Kerusakan pada sumsum tulang atau ginjal.
Kehilangan darah akibat pendarahan dalam atau siklus haid perempuan.
Penghancuran sel darah merah (anemia hemolitik).
Infeksi HIV dan infeksi oportunistik yang terkait dengan penyakit HIV. Banyak obat
yang umumnya dipakai untuk mengobati penyakit HIV dan infeksi terkait dapat menyebabkan
anemia.
2. Anemia Pernisiosa
Kekurangan vitamin B12 bisa disebabkan oleh factor intrinsic dan factor ekstrinsik.
Kekurangan vitamin B12 akibat factor intrinsic terjadi karena gangguan absorpsi vitamin yang
merupakan penyakit herediter autoimun, sehingga pada pasien mungkin dijumpai penyakit-
penyakit autoimun lainnya. Kekurangan vitamin B12 karena factor intrinsic ini tidak dijumpai di
Indonesia. Yang lebih sering dijumpai di Indonesia adalah penyebab intrinsic karena kekurangan
masukan vitamin B12 dengan gejala-gejala yang tidak berat. Didapatkan adanya anoreksia, diare,
lidah yang licin, dan pucat. Terjadi gangguan neurologis, seperti gangguan keseimbangan.
Penatalaksanaan :
Pemberian vitamin B12 1.000 mg/hari secara intramuscular selama 5-7 hari, 1 kali tiap bulan.
5. Anemia Aplastik
Terjadi karena ketidaksanggupan sumsum tulang untuk membentuk sel-sel darah.
Penyebabnya bisa karena kemoterapi, radioterapi, toksin, seperti benzen, toluen, insektisida,
obat-obat seperti kloramfenikol, sulfonamide, analgesik ( pirazolon ), antiepileptik ( hidantoin ),
dan sulfonilurea. Pasien tampak pucat, lemah, mungkin timbul demam dan perdarahan.
Penatalaksanaan :
Transfusi darah, sebaiknya diberikan transfusi darah merah. Bila diperlukan trombosit,
berikan darah segar atau platelet concentrate.
Atasi komplikasi ( infeksi ) dengan antibiotik. Higiene yang baik perlu untuk mencegah
timbulnya infeksi.
Kortikosteroid, dosis rendah mungkin bermanfaat pada perdarahan akibat
trombositopenia berat.
Androgen, seperti fluokrimesteron, testosteron, metandrostenolon, dan nondrolon. Efek
samping yang mungkin terjadi, virilisasi, retensi air dan garam, perubahan hati, dan amenore.
Imunosupresif, seperti siklosporin, globulin antitimosit. Champlin, dkk menyarankan
penggunaannya pada pasien > 40 tahun yang tidak menjalani transplantasi sumsum tulang dan
pada pasien yang telah mendapat transfusi berulang.
Transplantasi sumsum tulang.
6. Anemia Hemolitik
Pada anemia hemolitik terjadi penurunan usia sel darah merah ( normal 120 hari ), baik
sementara atau terus-menerus. Anemia terjadi hanya bila sumsum tulang telah tidak mampu
mengatasinya karena usia sel darah merah sangat pendek, atau bila kemampuannya terganggu
oleh sebab lain. Tanda-tanda hemolisis antara lain ikterus dan splenomegali.
Etiologi anemia hemolitik dibagi sebagai berikut :
Intrinsik : kelainan membrane, kelainan glikolisis, kelainan enzim, dan hemoglobinopati.
Ekstrinsik : gangguan sistem imun, mikroangiopati, infeksi ( akibat plasmodium,
klostridium, borrelia ), hipersplenisme, dan luka bakar.
Penatalaksanaan :
Penatalaksanaan anemia hemolitik disesuaikan dengan penyebabnya. Bila karena reaksi toksik-
imunologik, yang dapat diberikan adalah kortikosteroid ( prednisone, prednisolon ), kalau perlu
dilakukan splenektomi. Apabila keduanya tidak berhasil, dapat diberikan obat-obat sitostatik,
seperti klorambusil dan siklofosfamid.
BAB III
PENUTUP
I. Kesimpulan :
Anemia merupakan rendahnya nilai sel darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit di
bawah normal.
Klasifikasi anemia antara lain yaitu :
- Anemia defisiensi besi yang penatalaksanaan umumnya dapat diberikan preparat Fe (fero
sulfat, fero glukonat, dan iron dekstran).
- Anemia pernisionsa, penatalaksanaannya dengan pemberian vitamin B12.
- Anemia defisiensi asam folat, penatalaksanaannya dengan pemberian / suplementasi asam
folat.
- Anemia pada penyakit kronik dapat diberikan transfusi darah merah seperlunya dan
pemberian kobalt serta eritropoeitin.
- Anemia aplastik dapat diberikan transfusi darah merah, kortikosteroid, androgen,
imunosupresif, transplantasi sumsum tulang, dan antibiotic (jika terjadi infeksi).
- Anemia hemolitik, penatalaksanaannya dapat diberikan obat kortikosteroid (jika karena
reaksi toksik imunologik), serta dapat diberikan obat-obat sitotastik.
II. Saran :
Sebaiknya lebih dikaji lagi mengenai penatalaksanaan pada anemia agar dapat ditemukan cara
terapi yang lebih efektif dan ekonomis.