Anda di halaman 1dari 16

ANEMIA

A. Pengertian Anemia

Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobin dalam


100 ml darah. (Ngastiyah, 1997).

Secara fisiologis, anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin


untuk mengangkut oksigen ke jaringan sehingga tubuh akan mengalami hipoksia. Anemia
bukan suatu penyakit atau diagnosis melainkan merupakan pencerminan ke dalam suatu
penyakit atau dasar perubahan patofisilogis yang diuraikan oleh anamnese dan
pemeriksaan fisik yang teliti serta didukung oleh pemeriksaan laboratorium.

B. Etiologi Anemia

Anemia disebabkan oleh berbagai jenis penyakit, namun semua kerusakan


tersebut secara signifikan akan mengurangi banyaknya oksigen yang tersedia untuk
jaringan. Menurut Brunner dan Suddart (2001), beberapa penyebab anemia secara umum
antara lain :

a. Secara fisiologis anemia terjadi bila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk
mengangkut oksigen ke jaringan.

b. Akibat dari sel darah merah yang prematur atau penghancuran sel darah merah
yang berlebihan.

c. Produksi sel darah merah yang tidak mencukupi.

d. Faktor lain meliputi kehilangan darah, kekurangan nutrisi, faktor keturunan,


penyakit kronis dan kekurangan zat besi.

C. Tanda dan Gejala Anemia


1. Pusing

2. Mudah berkunang-kunang

3. Lesu

4. Aktivitas kurang
5. Rasa mengantuk

6. Susah konsentrasi

7. Cepat lelah

8. prestasi kerja fisik/pikiran menurun

9. Konjungtiva pucat

10. Telapak tangan pucat

11. Iritabilitas dan Anoreksia

12. Takikardia , murmur sistolik

13. Letargi, kebutuhan tidur meningkat

14. Purpura

15. Perdarahan

Gejala khas masing-masing anemia:

1. Perdarahan berulang/kronik pada anemia pasca perdarahan, anemia defisioensi


besi

2. Ikterus, urin berwarna kuning tua/coklat, perut mrongkol/makin buncit pada


anemia hemolitik

3. Mudah infeksi pada anemia aplastik dan anemia karena keganasan.

D. PATOFISIOLOGI
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan
sel darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi
akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab
yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis
(destruksi), hal ini dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan
ketahanan sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.

Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam
system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini
adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah
merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi
normal 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada
kelainan hemolitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma
(hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin
plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya,
hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria).

Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh


penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi
biasanya dapat diperoleh dengan dasar:1. hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2.
derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya,
seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada tidaknya hiperbilirubinemia dan
hemoglobinemia.

Anemia

viskositas darah menurun

resistensi aliran darah perifer

penurunan transport O2 ke jaringan

hipoksia, pucat, lemah

beban jantung meningkat

kerja jantung meningkat

payah jantung

A. Klasifikasi Anemia
Klasifikasi berdasarkan pendekatan fisiologis:

1. Anemia hipoproliferatif, yaitu anemia defisiensi jumlah sel darah merah


disebabkan oleh defek produksi sel darah merah, meliputi:

a. Anemia aplastik

Penyebab:

agen neoplastik/sitoplastik

terapi radiasi, antibiotic tertentu

obat antu konvulsan, tyroid, senyawa emas, fenilbutason

benzene

infeksi virus (khususnya hepatitis)

Penurunan jumlah sel eritropoitin (sel induk) di sumsum tulang

Kelainan sel induk (gangguan pembelahan, replikasi, deferensiasi)

Hambatan humoral/seluler

Gangguan sel induk di sumsum tulang

Jumlah sel darah merah yang dihasilkan tak memadai

Pansitopenia

Anemia aplastik

Gejala-gejala:

Gejala anemia secara umum (pucat, lemah, dll)

Defisiensi trombosit: ekimosis, petekia, epitaksis, perdarahan saluran


cerna, perdarahan saluran kemih, perdarahan susunan saraf pusat.
Morfologis: anemia normositik normokromik

b. Anemia pada penyakit ginjal

Gejala-gejala:

Nitrogen urea darah (BUN) lebih dari 10 mg/dl

Hematokrit turun 20-30%

Sel darah merah tampak normal pada apusan darah tepi

Penyebabnya adalah menurunnya ketahanan hidup sel darah merah maupun


defisiensi eritopoitin

c. Anemia pada penyakit kronis

Berbagai penyakit inflamasi kronis yang berhubungan dengan anemia


jenis normositik normokromik (sel darah merah dengan ukuran dan warna yang
normal). Kelainan ini meliputi artristis rematoid, abses paru, osteomilitis,
tuberkolosis dan berbagai keganasan

d. Anemia defisiensi besi

Penyebab:

Asupan besi tidak adekuat, kebutuhan meningkat selama hamil,


menstruasi

Gangguan absorbsi (post gastrektomi)

Kehilangan darah yang menetap (neoplasma, polip, gastritis, varises


oesophagus, hemoroid, dll.)

gangguan eritropoesis

Absorbsi besi dari usus kurang

sel darah merah sedikit (jumlah kurang)

sel darah merah miskin hemoglobin


Anemia defisiensi besi

Gejala-gejalanya:

Atropi papilla lidah

Lidah pucat, merah, meradang

Stomatitis angularis, sakit di sudut mulut

Morfologi: anemia mikrositik hipokromik

e. Anemia megaloblastik

Penyebab:

Defisiensi defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat

Malnutrisi, malabsorbsi, penurunan intrinsik faktor (aneia rnis st


gastrektomi) infeksi parasit, penyakit usus dan keganasan, agen
kemoterapeutik, infeksi cacing pita, makan ikan segar yang terinfeksi,
pecandu alkohol.

Sintesis DNA terganggu

Gangguan maturasi inti sel darah merah

Megaloblas (eritroblas yang besar)

Eritrosit immatur dan hipofungsi

2. Anemia hemolitika, yaitu anemia defisiensi jumlah sel darah merah disebabkan
oleh destruksi sel darah merah:

Pengaruh obat-obatan tertentu

Penyakit Hookin, limfosarkoma, mieloma multiple, leukemia limfositik kronik


Defisiensi glukosa 6 fosfat dihidrigenase

Proses autoimun

Reaksi transfusi

Malaria

Mutasi sel eritrosit/perubahan pada sel eritrosit

Antigesn pada eritrosit berubah

Dianggap benda asing oleh tubuh

sel darah merah dihancurkan oleh limposit

Anemia hemolisis

1. PEMERIKSAAN KHUSUS DAN PENUNJANG

a. Kadar porfirin eritrosit bebas ---- meningkat

b. Konsentrasi besi serum ------- menurun

c. Saturasi transferin ------ menurun

d. Konsentrasi feritin serum ---- menurun

e. Hemoglobin menurun

f. Rasio hemoglobin porfirin eritrosit ---- lebih dari 2,8 ug/g adalah diagnostic untuk
defisiensi besi

g. Mean cospuscle volume ( MCV) dan mean cospuscle hemoglobin concentration (


MCHC ) ---- menurun menyebabkan anemia hipokrom mikrositik atau sel-sel darah
merah yang kecil-kecil dan pucat.
h. Selama pengobatan jumlah retikulosit ---- meningkat dalam 3 sampai 5 hari sesuadh
dimulainya terapi besi mengindikasikan respons terapeutik yang positif.

i. Dengan pengobatan, hemoglobin------- kembali normal dalam 4 sampai 8 minggu


mengindikasikan tambahan besi dan nutrisi yang adekuat.

C. Penatalaksanaan Anemia

Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah


yang hilang. Penatalaksanaan anemia berdasarkan penyebabnya, yaitu :

1. Anemia aplastik:

Dengan transplantasi sumsum tulang dan


terapi immunosupresif dengan antithimocyte globulin ( ATG )yang diperlukan
melalui jalur sentral selama 7-10 hari. Prognosis buruk jika transplantasi sumsum
tulang tidak berhasil. Bila diperlukan dapat diberikan transfusi RBC rendah leukosit
dan platelet ( Phipps, Cassmeyer, Sanas & Lehman, 1995 ).

2. Anemia pada penyakit ginjal

o Pada paien dialisis harus ditangani dengan pemberian besi dan asam folat

o Ketersediaan eritropoetin rekombinan

3. Anemia pada penyakit kronis

o Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan


penanganan untuk aneminya, dengan keberhasilan penanganan kelainan yang
mendasarinya, besi sumsum tulang dipergunakan untuk membuat darah,
sehingga Hb meningkat.

4. Anemia pada defisiensi besi

Dengan pemberian makanan yang adekuat. Pada defisiensi besi diberikan sulfas
ferosus 3 x 10 mg/hari. Transfusi darah diberikan bila kadar Hb kurang dari 5 gr %.
Pada defisiensi asam folat diberikan asam folat 3 x 5 mg/hari.

5. Anemia megaloblastik

o Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila difisiensi
disebabkan oleh defekabsorbsi atau tidak tersedianya faktor intrinsik dapat
diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM.
o Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus diteruskan selama
hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi yang tidak dapat
dikoreksi.

o Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan penambahan asam
folat 1 mg/hari, secara IM pada pasien dengan gangguan absorbsi.

6. Anemia pasca perdarahan ;

Dengan memberikan transfusi darah dan plasma. Dalam keadaan darurat diberikan
cairan intravena dengan cairan infus apa saja yang tersedia.

7. Anemia hemolitik ;

Dengan penberian transfusi darah menggantikan darah yang hemolisis.

D. MASALAH KEPERAWATAN
a. Inefektif perfusi jaringan

b. Intoleransi Aktifitas

c. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh

d. Kelelahan/ fatigue

e. Risiko infeksi

1. MASALAH KOLABORASI

a. PK Anemi

b. PK : Trombositopenia

F. KOMPLIKASI ANEMIA

1. Gagal jantung

2. Kejang dan parestesia (perasaan yang menyimpang seperti rasa


terbakar , Kesemutan )

RENPRA ANEMIA
No Diagnosa Tujuan Intervensi

1 Perfusi jaringan Perfusi jaringan 1. Monitor tenda-tanda vital


in efektif terpenuhi setelah
b/d.penurunan dilakukan tindakan 2. Atur posisi dengan kepala datar atau tubuh lebih
konsentrasi HB perawatan. rendah
dan Darah
Kriteria Hasil : 3. Hindari pergerakan yang berlebihan

Kulit tidak 4. Awasi kesadaran dan tanda-tanda terhadap


pucat,tanda vital penurunan kesadaran
dalam batas normal,
nilai Hb dan eritrosit 5. Manajemen terapi tranfusi sesuai terapi
dalam rentang
6. Pemberian O2 pernasal sesuai program
normal
7. Monitoring keefektifan suplai O2

2 Intoleransi Setelah dilakukan 1. Ukur vital sign


aktivitas tindakan
berhubungan keparawatan selama
dengan 3x24 jam klien dapat
berkurangnya meningkatkan 2. Kaji penyebab intoleransi
suplay oksigen toleransi aktivitas
aktivitas klien
ke susunan saraf dengan kriteria :
pusat.
- Bebas dari
kelelahan 3. Latih ROM bila keadaan klien memungkinkan
setelah beraktivitas

- Keseimbangan 4. Ajarkan klien teknih


kebutuhan
penghematan energi untuk
aktivitas dan
istirahat beraktivitas

- Adanya
peningkatan
5.Tingkatkan aktivitas klien
toleransi aktivitas
sesuai dengan kemampuan
3 Ketidak Setelah dilakukan 1. Kaji status nutrisi pasien
seimbangan tindakan
nutrisi kurang keperawatan selama 2. kaji masukan selama perawatan per shift
dari kebutuhan 3x24 jam klien
berhubungan terpenuhi kebutuhan 3. Kaji terhadap ketidaknyamanan
dengan mual; nutrisinya dengan (mual,muntah)
muntah; kriteria hasil :
4. Beri makanan dalam kondisi hangat,porsi
anoreksia.
- Intake nutrisi kecil tapi sering
adekuat.
5. Motivasi anak untuk menghabiskan makanan
- Mual, muntah, dengan melibatkan orang tua.
anoreksi hilang
6. Lakukan oral hygene
- Bebas dari tanda-
tanda malnutrisi.
7. Kolaborasi dengan ahli gizi akan kebutuhan
- Tidak terjadi
kalori, protein dan cairan sesuai ndengan
penurunan BB
penyakit, usia dan kebutuhan metabolisme

Kelelahan/ Konservasi energi Monitor intake nutrisi adekuat.


Keletihan
berhubungan Setelah dilakukan Monitor tanda vital dan respon klien (wajah
dengan kondisi tindakan pucat, konjunctiva).
fisik kurang keperawatan selama
3 x 24 jam , Tentukan kativitas yang mampu dilakukan
kelelahan dapat klien sesuai dengan petunjuk dokter.
teratasi dengan
keriteria hasil : Ajarkan mobilisasi bertahap dan peningkatan
aktivitas fisik yang sesuai
- klien
menunjukkan Dorong kemandirian klien.
peningkatan
aktivitas bertahap

- klien tidak
tampak lelah.

- TTV dbn.

- Aktivitas klien
berjalan normal.

5 Resiko infeksi
dengan faktor Setelah dilakukan Ukur vital sign
risiko penurunan tindakan
imunologis keperawatan selama monitor adanya tanda-tanda infeksi
3x24 jam tidak
terjadi infeksi Monitor hasil laboratorium (angka lekosit
dengan kriteria : dan differensial)

- Tidak terdapat Lakukan teknik aseptik dan septik setiap


tanda-tanda melakukan tindakan pada klien.
infeksi.
Observasi pada daerah / tempat
- Vital sign dalam pemasanganinfus, kateter
batas
Ajarkan pada klien dan keluarga tentang
Normal cara pencegahan infeksi serta tanda-tanda
terjadinya infeksi
- Angka lekosit dan
Kolaborasi pemberian antibiotika
differensial dalam
batas normal.

6 PK : Perawat diharapkan Observasi keadaan umum Klien


Trombositopenia dapat meminimalkan
komplikasi dari Monitor hasil laboratorium (angka
adanya trombosit)
trombositopenia
dengan kriteria : Observasi adanya tanda-tanda perdarahan

- Trombosi dalam Kolaborasi pemberian tranfusi trombosit


keadaan normal
(350-450 rb/mmk)

Hal 2

Anemia
I. Pengertian Anemia
Add caption

Add caption
Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah merah dan kadar
hemoglobin dan hematokrit di bawah normal. Secara fisiologis, anemia terjadi apabila terdapat
kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan.
Anemia didefinisikan oleh tingkat hemoglobin (Hb). Hemoglobin (Hb) merupakan protein
dalam sel darah merah, yang mengantar oksigen dari paru-paru ke bagian tubuh yang lain.
Dikatakan sebagai anemia bila Hb < 14 g/dl dan Ht < 41% pada pria atau Hb < 12 g/dl dan Ht <
37% pada wanita. Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan
sel darah merah berlebihan atau keduanya.
Gejala-gejala umum pada anemia antara lain, cepat lelah, takikardi, palpitasi, dan takipnea
pada latihan fisik. Anemia dapat terjadi bila tubuh kita tidak membuat sel darah merah
secukupnya. Sel darah merah ini dibuat oleh sumsum tulang. Proses ini membutuhkan zat besi
serta vitamin B12 dan asam folat. Eritropoeitin (EPO) merangsang pembuatan sel darah merah.
Eritropoeitin (EPO) merupakan hormon yang dibuat oleh ginjal. Ada beberapa faktor yang dapat
menyebabkan anemia :
Kekurangan zat besi, vitamin B12, atau asam folat. Kekurangan asam folat dapat
menyebabkan jenis anemia yang disebut megaloblastik, dengan sel darah merah yang besar
dengan warna muda.
Kerusakan pada sumsum tulang atau ginjal.
Kehilangan darah akibat pendarahan dalam atau siklus haid perempuan.
Penghancuran sel darah merah (anemia hemolitik).
Infeksi HIV dan infeksi oportunistik yang terkait dengan penyakit HIV. Banyak obat
yang umumnya dipakai untuk mengobati penyakit HIV dan infeksi terkait dapat menyebabkan
anemia.

II. Klasifikasi dan Penatalaksanaan pada Anemia


1. Anemia Defisiensi Besi
Kebutuhan Fe dalam makanan sekitar 20 mg sehari, dari jumlah ini hanya kira-kira 2 mg
yang diserap. Jumlah total Fe dalam tubuh berkisar 2-4 g, kira-kira 50 mg/kg BB pada pria dan
35 mg/kg BB pada wanita. Umumnya akan terjadi anemia dimorfik, karena selain kekurangan Fe
juga terdapat kekurangan asam folat.
Anemia ini umumnya disebabkan oleh perdarahan kronik. Di Indonesia paling banyak
disebabkan oleh infestasi cacing tambang (ankilostomiasis). Infestasi cacing tambang pada
seseorang dengan makanan yang baik tidak akan menimbulkan anemia. Bila disertai malnutrisi,
baru akan terjadi anemia. Penyebab lain dari anemia defisiensi adalah :
Diet yang tidak mencukupi.
Absorbsi yang menurun.
Kebutuhan yang meningkat pada kehamilan, laktasi.
Perdarahan pada saluran cerna, menstruasi, donor darah.
Hemoglobinuria.
Penyimpanan besi yang berkurang, seperti pada hemosiderosis paru.
Penatalaksanaan :
1. Mengatasi penyebab perdarahan kronik, misalnya pada ankilostomiasis diberikan
antelmintik yang sesuai.
2. Pemberian preparat Fe :
Fero sulfat 3 x 325 mg secara oral dalam keadaan perut kosong, dapat dimulai dengan
dosis yang rendah dan dinaikkan bertahap. Pada pasien yang tidak kuat dapat diberikan bersama
makanan.
Fero glukonat 3 x 200 mg secara oral sehabis makan. Bila terdapat intoleransi terhadap
pemberian preparat Fe oral atau gangguan pencernaan sehingga tidak dapat diberikan oral, maka
dapat diberikan secara parenteral dengan dosis 250 mg Fe ( 3mg/kg BB ) untuk tiap g%
penurunan kadar Hb di bawah normal.
Iron dekstran mengandung Fe 50 mg/ml, diberikan secara intramuscular mula-mula 50
mg, kemudian 100-250 mg tiap 1-2 hari sampai dosis total sesuai perhitungan. Dapat pula
diberikan intravena, mula-mula 0,5 ml sebagai dosis percobaan, Bila dalam 3-5 menit tidak
mnimbulkan reaksi, boleh diberikan 250-500 mg.
3. Selain itu, pengobatan anemia defisiensi zat besi biasanya terdiri darisuplemen makanan
dan terapi zat besi. Kekurangan zat besi dapatdiserap dari sayuran, produk biji-bijian, produk
susu, dan telur. Tetapiyang paling baik adalah diserap dari daging, ikan, dan
unggas. Padakebanyakan kasus anemia defisiensi zat besi, terapi zat besi secara
oral dengan larutan Fe2+ + garam besi.
Obat-obat yang dapat menurunkan absorpsi zat besi dalam tubuh :
Obat antasida yang mengandung Al, Mg, Ca2+.
Tetracycline dan doxycycline
Antagonis H2
Proton pump inhibitor
Cholestyramin

2. Anemia Pernisiosa
Kekurangan vitamin B12 bisa disebabkan oleh factor intrinsic dan factor ekstrinsik.
Kekurangan vitamin B12 akibat factor intrinsic terjadi karena gangguan absorpsi vitamin yang
merupakan penyakit herediter autoimun, sehingga pada pasien mungkin dijumpai penyakit-
penyakit autoimun lainnya. Kekurangan vitamin B12 karena factor intrinsic ini tidak dijumpai di
Indonesia. Yang lebih sering dijumpai di Indonesia adalah penyebab intrinsic karena kekurangan
masukan vitamin B12 dengan gejala-gejala yang tidak berat. Didapatkan adanya anoreksia, diare,
lidah yang licin, dan pucat. Terjadi gangguan neurologis, seperti gangguan keseimbangan.
Penatalaksanaan :
Pemberian vitamin B12 1.000 mg/hari secara intramuscular selama 5-7 hari, 1 kali tiap bulan.

3. Anemia Defisiensi Asam Folat


Asam folat terutama terdapat dalam daging, susu, dan daun-daun yang hijau. Umumnya
berhubungan dengan malnutrisi. Penurunan absorpsi asam folat jarang ditemukan karena
absorpsi terjadi di seluruh saluran cerna. Juga berhubungan dengan sirosis hepatis, akrena
terdapat penurunan cadangan asam folat. Dapat ditemukan gejala-gejala neurologis, seperti
gangguan kepribadian dan hilangnya daya ingat. Selain itu juga perubahan megaloblastik pada
mukosa ( anemia megaloblastik ).
Penatalaksanaan :
Pengobatan terhadap penyebabnya dan dapat dilakukan pula dengan pemberian /
suplementasi asam folat oral 1 mg per hari.

4. Anemia pada Penyakit Kronik


Anemia ini dikenal pula dengan nama sideropenic anemia with reticuloendothelial
siderosis. Anemia pada penyakit kronik merupakan jenis anemia terbanyak kedua setelah anemia
defisiensi yang dapat ditemukan pada orang dewasa di Amerika Serikat. Penyakit ini banyak
dihubungkan dengan berbagai penyakit infeksi, seperti infeksi ginjal, paru.
Penatalaksanaan :
Pada anemia yang mengancam nyawa, dapat diberikan transfusi darah merah seperlunya.
Pengobatan dengan suplementasi besi tidak diindikasikan. Pemberian kobalt dan eritropoeitin
dikatakan dapat memperbaiki anemia pada penyakit kronik.

5. Anemia Aplastik
Terjadi karena ketidaksanggupan sumsum tulang untuk membentuk sel-sel darah.
Penyebabnya bisa karena kemoterapi, radioterapi, toksin, seperti benzen, toluen, insektisida,
obat-obat seperti kloramfenikol, sulfonamide, analgesik ( pirazolon ), antiepileptik ( hidantoin ),
dan sulfonilurea. Pasien tampak pucat, lemah, mungkin timbul demam dan perdarahan.
Penatalaksanaan :
Transfusi darah, sebaiknya diberikan transfusi darah merah. Bila diperlukan trombosit,
berikan darah segar atau platelet concentrate.
Atasi komplikasi ( infeksi ) dengan antibiotik. Higiene yang baik perlu untuk mencegah
timbulnya infeksi.
Kortikosteroid, dosis rendah mungkin bermanfaat pada perdarahan akibat
trombositopenia berat.
Androgen, seperti fluokrimesteron, testosteron, metandrostenolon, dan nondrolon. Efek
samping yang mungkin terjadi, virilisasi, retensi air dan garam, perubahan hati, dan amenore.
Imunosupresif, seperti siklosporin, globulin antitimosit. Champlin, dkk menyarankan
penggunaannya pada pasien > 40 tahun yang tidak menjalani transplantasi sumsum tulang dan
pada pasien yang telah mendapat transfusi berulang.
Transplantasi sumsum tulang.

6. Anemia Hemolitik
Pada anemia hemolitik terjadi penurunan usia sel darah merah ( normal 120 hari ), baik
sementara atau terus-menerus. Anemia terjadi hanya bila sumsum tulang telah tidak mampu
mengatasinya karena usia sel darah merah sangat pendek, atau bila kemampuannya terganggu
oleh sebab lain. Tanda-tanda hemolisis antara lain ikterus dan splenomegali.
Etiologi anemia hemolitik dibagi sebagai berikut :
Intrinsik : kelainan membrane, kelainan glikolisis, kelainan enzim, dan hemoglobinopati.
Ekstrinsik : gangguan sistem imun, mikroangiopati, infeksi ( akibat plasmodium,
klostridium, borrelia ), hipersplenisme, dan luka bakar.
Penatalaksanaan :
Penatalaksanaan anemia hemolitik disesuaikan dengan penyebabnya. Bila karena reaksi toksik-
imunologik, yang dapat diberikan adalah kortikosteroid ( prednisone, prednisolon ), kalau perlu
dilakukan splenektomi. Apabila keduanya tidak berhasil, dapat diberikan obat-obat sitostatik,
seperti klorambusil dan siklofosfamid.
BAB III

PENUTUP

I. Kesimpulan :
Anemia merupakan rendahnya nilai sel darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit di
bawah normal.
Klasifikasi anemia antara lain yaitu :
- Anemia defisiensi besi yang penatalaksanaan umumnya dapat diberikan preparat Fe (fero
sulfat, fero glukonat, dan iron dekstran).
- Anemia pernisionsa, penatalaksanaannya dengan pemberian vitamin B12.
- Anemia defisiensi asam folat, penatalaksanaannya dengan pemberian / suplementasi asam
folat.
- Anemia pada penyakit kronik dapat diberikan transfusi darah merah seperlunya dan
pemberian kobalt serta eritropoeitin.
- Anemia aplastik dapat diberikan transfusi darah merah, kortikosteroid, androgen,
imunosupresif, transplantasi sumsum tulang, dan antibiotic (jika terjadi infeksi).
- Anemia hemolitik, penatalaksanaannya dapat diberikan obat kortikosteroid (jika karena
reaksi toksik imunologik), serta dapat diberikan obat-obat sitotastik.

II. Saran :
Sebaiknya lebih dikaji lagi mengenai penatalaksanaan pada anemia agar dapat ditemukan cara
terapi yang lebih efektif dan ekonomis.

Anda mungkin juga menyukai