MINI PROJECT Glen
MINI PROJECT Glen
PENDAHULUAN
1
2013 menjadi 8.532 kasus DBD di tahun 2014.Berdasarkan jumlah kasus di Kota
Administrasi Jakarta Timur, yaitu Kecamatan Duren Sawit memiliki jumlah kasus DBD
tertinggi. Untuk di wilayah Kecamatan Duren Sawit khususnya di Kelurahan Pondok
kopi 1 kasus DBD sendiri mempunyai peningkatan jumlah kasus setiap tahunnya, data
terakhir menyebutkan pada tahun 2017 yang di peroleh dari bulan januari hingga april
didapatkan kasus DBD sebesar 7 kasus DBD, khususnya di RW.03 kasus DBD
mempunyai jumlah paling banyak 6 orang dibandingan RW lainnya di kelurahan
Pondok Kopi 1.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis ingin melakukan suatu usaha
untuk mengatasi masalah tersebut dalam bentuk mini project, diharapkan dengan adanya
program dari puskesmas pondok kopi 1 dengan mengoptimalkan kader di wilayah
kerjanya dapat menurunkan jumlah kasus DBD di lingkungan rumah.
2
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Meningkatkan peran serta kader sebagai Jumantik dalam pelaksanaan PSN
untuk memutus mata rantai penyebaran DBD di kelurahan pondok kopi 1
c. Bagaimana penurunan kasus DBD di pondok kopi 1 setelah adanya program PSN.
3
d. Bagaimana peran puskesmas sebagai satuan pelayanan kesehatan dalam mendukung
pemberantasan DBD di lingkungan.
b. Puskesmas
Menjadi salah satu program unggulan puskesmas dalam pemberantasan DBD.
Mendapatkan data hasil rekapitulasi tiap minggu dari kader di tiap RW yang
bersangkutan.
Menurunkan angka kejadian DBD di kelurahan pondok kopi 1.
c. Kader
Meningkatkan kesadaran warga tentang perilaku dan gaya hidup sehat, serta
pentingnya menciptakan suatu kondisi yang sehat dan bebas jentik nyamuk.
menurunkan angka kejadian DBD di lingkungan sekitar maupun tempat tinggal.
meningkatkan produktifitas kader dalam belajar mengenai DBD dan jumantik.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1. Definisi
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan
oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti1, yang ditandai dengan demam
mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri hulu hati,
disertai tanda perdarahan dikulit berupa petechie, purpura, echymosis, epistaksis, perdarahan
gusi, hematemesis, melena, hepatomegali, trombositopeni, dan kesadaran menurun atau
renjatan.1,2,3
Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue. Virus ini termasuk dalam grup B Antropod
Borne Virus (Arboviroses) kelompok flavivirus dari family flaviviridae, yang terdiri dari empat
serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, DEN 4.2 Masing masing saling berkaitan sifat antigennya
dan dapat menyebabkan sakit pada manusia. Keempat tipe virus ini telah ditemukan di berbagai
daerah di Indonesia. DEN 3 merupakan serotipe yang paling sering ditemui selama terjadinya
KLB di Indonesia diikuti DEN 2, DEN 1, dan DEN 4. DEN 3 juga merupakan serotipe yang
paling dominan yang berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit yang menyebabkan gejala
klinis yang berat dan penderita banyak yang meninggal.1,2,3,
5
2.2. PENULARAN VIRUS DENGUE
Demam berdarah dengue tidak menular melalui kontak manusia dengan manusia. Virus
dengue sebagai penyebab demam berdarah hanya dapat ditularkan melalui nyamuk. Oleh karena
itu, penyakit ini termasuk kedalam kelompok arthropod borne diseases. Virus dengue berukuran
35-45 nm. Virus ini dapat terus tumbuh dan berkembang dalam tubuh manusia dan nyamuk1,3.
Terdapat tiga faktor yang memegang peran pada penularan infeksi dengue, yaitu manusia, virus,
dan vektor perantara.3 Virus dengue masuk ke dalam tubuh nyamuk pada saat menggigit manusia
yang sedang mengalami viremia, kemudian virus dengue ditularkan kepada manusia melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang infeksius. Seseorang yang di dalam
darahnya memiliki virus dengue (infektif) merupakan sumber penular DBD. 1,2,3
Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam (masa
inkubasi instrinsik). Bila penderita DBD digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan
ikut terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan berkembangbiak dan
menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk, dan juga dalam kelenjar saliva. Kira-kira satu
minggu setelah menghisap darah penderita (masa inkubasi ekstrinsik), nyamuk tersebut siap
untuk menularkan kepada orang lain. Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang
hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang telah menghisap virus dengue menjadi
penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menggigit
(menusuk), sebelum menghisap darah akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya
(probosis), agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue
dipindahkan dari nyamuk ke orang lain. 2,3
Hanya nyamuk Aedes aegypti betina yang dapat menularkan virus dengue. Nyamuk
betina sangat menyukai darah manusia (anthropophilic) dari pada darah binatang. Kebiasaan
menghisap darah terutama pada pagi hari jam 08.00-10.00 dan sore hari jam 16.00-18.00.
Nyamuk betina mempunyai kebiasaan menghisap darah berpindah-pindah berkali-kali dari satu
individu ke individu lain (multiple biter). Hal ini disebabkan karena pada siang hari manusia
yang menjadi sumber makanan darah utamanya dalam keadaan aktif bekerja/bergerak sehingga
6
nyamuk tidak bisa menghisap darah dengan tenang sampai kenyang pada satu individu. Keadaan
inilah yang menyebabkan penularan penyakit DBD menjadi lebih mudah terjadi.1,2,3
Penularan penyakit DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk
penularnya. Tempat-tempat potensial untuk terjadinya penularan DBD adalah :
Nyamuk Aedes memiliki siklus hidup (tahapan kehidupan) secara sempurna, antara lain
telur, jentik, kepompong dan nyamuk dewasa. Masa pertumbuhan dari telur, jentik, kepompong
hingga menjadi nyamuk sekitar 8-12 hari, tergantung dari suhu dan kelembaban. Semakin tinggi
suhu dan kelembaban semakin cepat masa pertumbuhan nyamuk.3,4
7
Gambar 2.1. Siklus Hidup Nyamuk Aedes
Telur
Telur diletakkan satu persatu di atas permukaan air, biasanya pada dinding bagian
dalam kontainer di permukaan air. Jumlah telur nyamuk untuk sekali bertelur dapat
mencapai 300 butir dengan ukuran . Telurnya berbentuk elips berwarna hitam dan
terpisah satu dengan yang lain. Pada kondisi yang buruk (dalam kondisi musim kering
yang lama), telur dapat bertahan hingga lebih dari satu tahun. Telur akan menetas
menjadi jentik setelah 1-3 hari terendam air.4
8
Jentik
Setelah telur terendam 2-3 hari, selanjutnya menetas menjadi jentik. Jentik mengalami 4
tingkatan atau stadium yang disebut instar, yaitu instar I, II, III dan IV. Waktu
pertumbuhan dari masing-masing stadium adalah jentik instar I selama 1 hari, jentik
instar II selama 1-2 hari, jentik instar III selama 2 hari, jentik instar IV selama 2-3 hari.
Jentik Aedes di dalam air dapat dikenali dengan ciriciri berukuran 0,51 cm dan selalu
bergerak aktif dalam air. Pada waktu istirahat posisinya hampir tegak lurus dengan
permukaan air untuk bernapas (mendapatkan oksigen). Selanjutnya jentik berkembang
menjadi kepompong.2,4
9
Gambar 2.4. Kepompong Aedes
Periode Dewasa
Secara umum nyamuk Aedes terdiri tiga bagian, yaitu kepala, thorax dan abdomen,
mempunyai dua pasang sayap dan tiga pasang kaki. Nyamuk Aedes dewasa memiliki
ukuran sedang dengan tubuh berwarna hitam bercak putih. Tubuh dan tungkainya
ditutupi sisik dengan bercak putih. Ae.aegypti di bagian punggung tubuhnya tampak dua
garis melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan berwarna putih, sedangkan
Ae.albopictus di bagian punggung tubuhnya tampak satu garis lurus tebal berwarna putih.
Kemampuan terbang nyamuk betina rata-rata 40 meter maksimal 100 meter, namun
secara pasif karena faktor angin atau terbawa kendaraan dapat berpindah lebih jauh.
Nyamuk ini dapat hidup dan berkembang biak sampai ketinggian daerah sekitar 1.000
meter dari permukaan laut, di atas ketinggian 1.000 meter dengan suhu udara terlalu
rendah nyamuk tidak dapat berkembang biak, sehingga tidak memungkinkan bagi
kehidupan nyamuk.2,4
10
2.3.3. Tempat Perkembangbiakan Jentik Aedes
Buatan
Tempat perkembangbiakan jentik buatan adalah segala sesuatu yang dibuat oleh manusia
dapat berfungsi menampung air dan jernih, yang kemudian digunakan oleh nyamuk
Aedes untuk tempat berkembangbiak, seperti bak mandi, ember, dispenser, kulkas, ban
bekas, pot/vas bunga, kaleng, plastik, dan lain-lain. Tempat penampungan air tersebut
berada di sekitar pemukiman penduduk. Tempat nyamuk berkembangbiak yang
dibuat/disediakan oleh manusia, seperti tempat penampungan air bersih (bak mandi,
ember, dispenser, kulkas, dan lain-lain), maupun tempat-tempat penampungan air lainnya
yang ada disekitar pemukiman penduduk.4
11
Gambar 2.7. Tempat perkembangbiakan alamiah
Perilaku istirahat
Nyamuk Aedes setelah mengisap darah akan beristirahat untuk proses pematangan telur,
setelah bertelur nyamuk beristirahat untuk kemudian menghisap darah kembali. Nyamuk
12
Aedes aegypti lebih menyukai beristirahat di tempat yang gelap, lembab, tempat
tersembunyi di dalam rumah atau bangunan, termasuk kolong tempat tidur, kloset, kamar
mandi dan dapur. Selain itu juga bersembunyi pada benda-benda yang digantungkan
seperti baju, tirai dan dinding. Walaupun jarang, bisa ditemukan di luar rumah, di
tanaman atau tempat terlindung lainnya.4
Salah satu indikator keberhasilan pelaksanaan PSN DBD adalah meningkatnya angka
bebas jentik. Angka bebas jentik diperoleh dengan melakukan survei atau
pemeriksaan di tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti. Pemeriksaan
jentik dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk
Aedes aegypti diperiksa (dengan mata telanjang) untuk mengetahui ada tidaknya
jentik.
2. Untuk memeriksa tempat penampungan air yang berukuran besar, seperti: bak mandi,
tempayan, drum, dan bak air lainya. Jika pada pandangan penglihatan pertama tidak
menemukan jentik, ditunggu kira-kira -1 menit untuk memastika bahwa jentik tidak
ada.
4. Untuk memeriksa jentik di tempat yang agak gelap, atau airnya keruh, biasanya
digunakan senter (Depkes RI 3, 2010: 10).
Metode survei jentik dibagi menjadi dua, yaitu metode survei dengan single larva dan
visual. Uraian metode tersebut sebagai berikut:
a. Single larva adalah metode yang dilakukan dengan mengambil satu jentik di setiap
tempat genangan air yang ditemukan jentik untuk diidentifikasi lebih lanjut.
13
b. Visual adalah metode yang dilakukan dengan cara melihat ada atau tidaknya jentik di
setiap tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya. Program DBD biasanya
menggunakan cara visual (Depkes RI 3, 2010: 11).
Ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik Aedes aegypti adalah sebagai
berikut:
Angka Bebas Jentik adalah ukuran yang digunakan untuk mengetahui kepadatan
jentik dengan cara menghitung rumah atau bangunan yang tidak dijumpai jentik
dibagi dengan seluruh jumlah rumah atau bangunan.
Jumlah container dengan jentik dalam 100 rumah atau bangunan. Angka bebas jentik
dan House Index lebih menggambarkan luasnya penyebaran nyamuk di suatu
wilayah (Depkes RI 3, 2010: 11).
14
2.4 JUMANTIK
1. Jumantik
Juru pemantau jentik atau jumantik adalah orang yang melakukan pemeriksaan,
pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk khususnya Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus
3. Jumantik Rumah
Adalah kepala keluarga / anggota keluarga / penghuni dalam satu rumah yang di sepakati
untuk melaksanakan kegiatan pemantauan jentik di rumahnya. Kepala Keluarga sebagai
penanggung jawab Jumantik Rumah
4. Jumantik Lingkungan
Adalah satu atau lebih petugas yang ditunjuk oleh pengelola tempat tempat umum (TTU)
atau tempat tempat Institusi (TTI) untuk melaksanakan pemantauan jentik di :
TTI : Perkantoran, sekolah, rumah sakit
TTU : Pasar, terminal, pelabuhan, bandara, stasiun, tempat ibadah, tempat pemakaman dan
tempat wisata.
5. Koordinator Jumantik
Adalah satu atau lebih anggota dari Pokja DBD atau orang yang ditunjuk oleh Ketua RW
/ Kepala Desa / Lurah untuk melakukan pengolahan data dan pemantauan pelaksanaan jumantik
di lingkungan RT.
B. Struktur
Pembentukan kader jumantik dalam kegiatan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik yang berasal
dari masyarakat terdiri dari jumantik Rumah / Lingkungan, koordinator Jumantik dan Supervisor
15
Jumantik. Pembentukan dan pengawasan kinerja menjadi tanggung jawab sepenuhnya oleh
pemerintah Kabupaten / kota. Adapun susunan organisasinya adalah sebagai berikut
Adapun susunan organisasinya adalah sebagai berikut:
16
2.4.2 Tata Kerja/Koordinasi Di Lapangan
a. Tata kerja PSN/Jumantik mengacu pada petunjuk teknis PSN-Jumantik dan ketentuan-
ketentuan lainnya yang berlaku di wilayah setempat.
b. Jumantik anak sekolah berperan dalam kegiatan usaha kesehatan sekolah (UKS) dalam
rangka menciptakan Bebas Jentik.
c. Puskesmas berkewajiban melaksanakan pembinaan/ penyuluhan teknis kepada para kader
jumantik secara berkala.
d. Petugas puskesmas memantau dan menilai pelaksanaan PSN.
e. Penanggungjawab PSN memberikan laporan rutin perbulan kepada puskesmas
berdasarkan hasil rekap pelaksanaan PSN/Jumantik setiap minggunya.
2.4.3 Kriteria Dan Perekrutan Kader Jumantik dan Penanggung Jawab PSN
A. Kriteria Jumantik
Kader Jumantik adalah pasangan ibu-ibu PKK dari setiap RT, dengan kriteria sebagai
berikut:
a. Mampu membaca dan menulis
b. Mampu dan mau melaksanakan tugas dan bertanggung jawab
c. Mampu dan mau menjadi motivator bagi rekan-rekan yang lain.
d. Mampu dan mau bekerjasama dengan petugas puskesmas, masyarakat dan
petugas lainnya.
B. Kriteria Penanggung Jawab Jumantik-PSN
Penunjukan Penanggung Jawab Jumatik-PSN menjadi kewenangan ketua RT yang
bersangkutan, dengan kriteria antara lain:
a. Mampu dan mau melaksanakan tugas dan bertanggungjawab
b. Mampu dan mau menjadi motivator bagi rekan-rekan kader jumantik
c. Mampu dan mau bekerjasama/ berkoordinasi yang baik dengan petugas
puskesmas, tim Pokja Jumantik-PSN dan masyarakat.
17
2.4.4 Perekrutan
Perekrutan kader jumantik dan penunjukan penanggungjawab dilaksanakan sesuai
dengan tata cara yang telah diatur oleh masing-masing RT. Semakin banyak kader yang
dilibatkan akan semakin baik, bila perlu seluruh kader dilibatkan sebagai Jumantik-PSN.
2.4.5 Peran Dan Tanggung Jawab
Peran dan tanggung jawab pelaksanaan Jumantik-PSN disesuaikan dengan fungsi masing
masing, yaitu:
1. Jumantik
a) Melakukan kegiatan pemantauan jentik dan PSN di lingkungan RT secara rutin
seminggu sekali.
b) Melakukan kegiatan pemantauan jentik dan PSN di lingkungan tempat tinggalnya
secara rutin seminggu sekali.
c) Membuat catatan/laporan hasil pemantauan jentik dan PSN di RT dan tempat
tinggalnya.
d) Melaporkan hasil pemantauan jentik kepada Penanggung Jawab Jumantik-PSN
seminggu sekali menggunakan Formulir Hasil Pemantauan Jentik Mingguan di
Rumah/Tempat Tinggal dan Formulir Hasil Pemantauan Jentik Mingguan
e) Melakukan sosialisasi PSN 3M dan pengenalan DBD kepada rekan-rekan lainnya.
f) Berperan sebagai penggerak dan motivator kader lainnya agar mau melaksanakan
pemberantasan sarang nyamuk terutama di lingkungan RT-nya dan tempat
tinggalnya.
g) Berperan sebagai penggerak dan motivator bagi keluarga dan masyarakat agar mau
melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk terutama di lingkungan tempat
tinggalnya.
2. Penanggung Jawab PSN
a) Membuat rekapitulasi laporan mingguan hasil Jumantik-PSN di masing-masing RT
yang telah disahkan/ ditandatangani oleh ketua RT untuk diserahkan kepada kepala
puskesmas setempat selaku pembina UKM wilayahnya.
b) Memeriksa dan mengarahkan kegiatan Jumantik.
c) Mengawasi/memberikan bimbingan teknis kepada Jumantik anak sekolah.
18
3. Kepala Puskesmas
a) Membina dan memantau pelaksanaan kegiatan PSN serta melaksanakan koordinasi
dengan pemerintah daerah setempat (Pokja PSN).
b) Memberikan pembinaan teknis kepada kader-kader Jumantik.
c) Menganalisa laporan hasil pemantauan jentik oleh kader Jumantik.
d) Melaporkan rekapitulasi hasil pemantauan jentik oleh Jumantik di wilayah kerjanya
kepada Pokja PSN melalui kepala dinas kesehatan kabupaten/kota.
4. Pokjanal DBD tingkat Provinsi
a) Melalui instansi atau SKPD terkait melakukan pembinaan dan evaluasi pelaksanaan
kegiatan PSN di masing-masing kabupaten/kota di wilayahnya.
b) Menganalisa dan membuat laporan rekapitulasi hasil kegiatan PSN dari wilayah
kabupaten/kota kepada Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan (Ditjen PP dan PL), Kementerian Kesehatan RI.
c) Memberikan dukungan operasional kepada Pokja tingkat Kabupaten/Kota.
2.4.6 Dukungan Operasional
Agar Jumantik-PSN dapat bertugas dan berfungsi sebagaimana yang diharapkan maka
diperlukan dukungan biaya operasional. Dukungan dana tersebut dapat berasal dari
beberapa sumber misalnya APBD, Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), dan lain
sebagainya. Adapun komponen pembiayaan yang diperlukan antara lain adalah:
a Transport/insentif bagi petugas pembina teknis di lapangan.
b Penyediaan PSN kit berupa topi, rompi, tas kerja, formulir hasil pemeriksaan jentik,
alat tulis, senter, pipet dan plastik tempat jentik dan larvasida.
19
c Penyediaan alat lainnya misalnya media komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)
seperti leaflet, stiker, lembar balik (flipchart), buku saku, juknis/juklak dll.
d Biaya pelatihan/pembinaan kader-kader penanggung jawab PSN oleh Pokja PSN.
e Biaya pelatihan bagi jumantik oleh puskesmas/ dinas kesehatan/ Pokja PSN.
f Biaya monitoring dan evaluasi.
20
- Mencari semua tempat perkembangbiakan jentik nyamuk yang ada di dalam maupun
di lingkungan rumah.
- Setelah didapatkan, maka dilakukan penyenteran untuk mengetahui ada tidaknya
jentik
- Mencatat ada tidaknya jentik dan jenis kontainer yang diperiksa pada Formulir Hasil
Pemantauan Jentik Mingguan di Rumah/Tempat Tinggal dan Formulir Hasil
Pemantauan Jentik Mingguan di lingkungan RT
21
Gambar 2.11. Tempat-tempat potensial perkembangbiakan nyamuk di luar rumah
3. Menguras
Menguras tempat penampungan air secara rutin dan terus menerus. Menguras harus
dilakukan setiap minggu dengan pertimbangan nyamuk harus dibunuh sebelum menjadi
nyamuk dewasa, karena periode pertumbuhan telur, jentik dan kepompong selama 8-12
hari, sehingga sebelum 8 hari harus sudah dikuras supaya mati sebelum menjadi
nyamuk dewasa.
4. Menutup
Menutup adalah kegiatan menutup semua tempat penyimpanan air yang diperkirakan air
akan disimpan dalam waktu lama (lebih dari satu minggu). Namun apabila tetap
ditemukan jentik, maka air harus dikuras dan dapat diisi kembali kemudian ditutup
rapat.
22
6. Pencatatan dan Pelaporan
Kegiatan pencatatan dan pelaporan berfungsi untuk menilai keberhasilan PSN 3M oleh
kader, serta sebagai informasi penting dalam rangka menghadapi terjadi serangan DBD.
Pencatatan dan pelaporan PSN dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : Pencatatan
dilakukan sesuai dengan Formulir Hasil Pemantauan Jentik Mingguan di
Rumah/Tempat Tinggal dan Formulir Hasil Pemantauan Jentik Mingguan di lingkungan
RT.
- Seminggu sekali kader melakukan pemantauan jentik dan PSN di rumahnya dan
lingkungan sekolah di areanya masing-masing dengan melakukan pencatatan hasil
pemantauan jentik, jenis tempat perkembangbiakan nyamuk/ penampungan air
(kontainer), ada tidaknya jentik dan kegiatan PSN 3M yang dilakukan dengan
menggunakan Formulir Hasil Pemantauan Jentik Mingguan di Rumah/Tempat
Tinggal.
- Formulir Hasil Pemantauan Jentik Mingguan dilaporkan setiap minggu kepada
penanggung jawab dan diparaf oleh penanggung jawab.
- Penanggungjawab memeriksa Formulir Hasil Pemantauan Jentik dan PSN dan
Formulir Hasil Pemantauan Jentik dan PSN Rumah, apabila laporan ditemukan
jentik maka kader wajib memberikan arahan kepada rekan kader untuk
meningkatkan kegiatan PSN 3M, serta diharapkan dapat melaporkan ke Puskesmas
setempat untuk mendapatkan pengendalian lebih lanjut.
- Penanggung jawab merekap hasil pemantauan kader di rumah dan di RT-nya ke
dalam form Rekapitulasi Laporan Mingguan Jumantik-PSN kepada kepala
puskesmas setempat selaku pembina UKM wilayahnya.
23
2.6 KERANGKA TEORI
-
Pemberantasan DBD
-
Dengan Insektisida
Fisik Kimia Biologi
Penggerakkan Jumantik
-
Surveilans: Preventif: Promotif:
-
Identifikasi sarang Pemberantasan Mengajarkan kepada
-
nyamuk Sarang Nyamuk murid tentang Perilaku
Menghitung (PSN) dengan 3 M Hidup Bersih dan
- Plus Sehat (PHBS)
kepadatan jentik
dengan rumus
- ABJ
24
2.7 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan
terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting dalam membentuk tindakan seseorang.
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan:
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu
yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
Oleh karena itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan paling rendah.
2. Memahami
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang
objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang
yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan
contoh, menyimpulkan, meramalkan terhadap objek yang dipelajari.
3. Aplikasi
Aplikasi diartikan sebagat kemarnpuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari
pada situasi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan
rumus, metode, prinsip dalam konteks.
4. Analisiss
Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam
komponen-komponen, tetapi masih didalam satu organisasi, dan masih ada
kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan
kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,
memisahkan, mengelompokkan.
25
5. Sintesis
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru.
6. Evaluasi
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada
suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang
sudah ada.
fi
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan
tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden.
2.8 Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu
stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat
ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan
konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-
hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb, salah
seorang ahli psikologis sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau
kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum
merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu
perilaku.
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan:
1. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan. Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari ketersediaan
dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi.
26
2. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang
diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
3. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung
dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek.
27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
28
3.4 Pengumpulan Data
3.4.1 Sumber Data
1. Data primer
Data primer didapatkan dari hasil kuisioner yang dilakukan penulis terhadap
responden melalui perkumpulan kader yang berada di kelurahan Pondok Kopi 1.
Pertanyaan-pertanyaa yang diajukan secara tulisan dengan berpedoman pada kuisioner
yang telah disiapkan sebelumnya.
2. Data sekunder
Data sekunder didapatkan dari:
a. Data kependudukan dari profil Puskesmas Pondok Kopi 1.
b.Data laporan Bulanan kasus DBD Kelurahan Pondok Kopi 1.
3.4.2 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah seluruh Kader jumantik yang pada saat
penelitian berlangsung dan bermukim di kelurahan Pondok Kopi 1. Jumlah populasi
adalah 46 kader.
3.4.3 Sampel
1.Total sampling
Sampel adalah bagian dari populasi yang mewakili populasi yang akan diambil
(Notoatmojo, 2005). Sampel dalam penelitian ini adalah semua kader di kelurahan
pondok kopi 1, yaitu sejumlah 46 kader.
29
3.5 Definisi Operasional
1. Ibu Rumah Tangga
Adalah mereka yang mendampingi kepala keluarga
2. Usia Responden
Adalah ulang tahun terakhir responden pada saat dilakukan wawancara
3. Pekerjaan
Adalah mata pencaharian utama responden untuk membiayai kehidupan sehari-hari
responden
4. Pendidikan
Jenjang pendidikan formal terakhir yang diikuti responden.
5. Tingkat Pengetahuan
Adalah pengetahuan responden mengenai DHF (definisi, penyebaran, dan pencegahan).
Tingkat pengetahuan dinilai melalui penelitian jawaban responden atas pertanyaan-
pertanyaan kategori pengetahuan dalam kuesioner.
6. Tingkat sikap
Adalah sikap responden mengenai DHF (penyebaran dan pencegahan). Dinilai melalui
penilaian jawaban responden atas pertanyaan-pertanyaan kategori sikap dalam kuisioner.
30
benar diberi poin 25, dan jawaban salah diberi poin 0. Sikap dinilai dengan kriteria
cukup dan kurang. Pengetahuan dengan kriteria cukup memiliki nilai antara 60-100 ,
sedangkan kriteria kurang memiliki nilai 10 50.
Analisa data yang akan peneliti lakukan adalah analisa univariat, yang bertujuan
untuk untuk menjelaskan (mendeskripsikan) karakter masing-masing variable. Jenis data
yang dianalisis adalah data kategorik, peringkasan data menggunakan distribusi frekuensi
dengan ukuran presentase. Bentuk penyajian data berupa tabel.
31
BAB IV
GAMBARAN KOMUNITAS
Indonesia sehat 2020 adalah visi pembangunan sehat di Indonesia. Puskesmas dijadikan
sebagai ujung tombak upaya kesehatan baik upaya kesehatan masyarakat maupun kesehatan
perorangan. Lebih dari tiga dasawarsa Republik Indonesia mencoba berupaya menyelesaikan
persoalan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Gagasangagasan baru untuk
menyelesaikan berbagai persoalan pelayanan kesehatan dicoba namun demikian faktanya
adalah kualitas pelayanan kesehatan di negara Indonesia masih jauh dari memuaskan bila
dibandingkan dengan negara-negara tetangga.
32
4.2.4 Struktur Organisasi
33
4.3 Data Geografis
34
4.4 Data Demografik
35
d. Jumlah Bangunan Rumah Tinggal
No. RW. Permanen Semi Permanen Tidak Tempat Kos
Permanen
1 02 167 87 85 122
2 03 361 402 392 -
3 04 369 57 40 -
JUMLAH 897 549 517 122
Jumlah kasus DBD yang ditangani di Puskesmas Pondok Kopi 1 selama tahun 2017
(Januari-April) sebanyak 7 kasus, dengan proporsi 2 orang dari laporan masyarakat dan 5
orang dari laporan rumah sakit. Berikut ini tabel kasus DBD selama tahun 2017
berdasarkan RT dan RW
36
Tabel 4.1 Jumlah Kasus DBD Tahun 2017 Berdasarkan Wilayah RW
di Wilayah Kerja Puskesmas Pondok Kopi 1
RW 02 RW03 RW04
PRIA - 4 1
WANITA - 2
TOTAL - 6 1
Berdasarkan arsip Puskesmas Pondok Kopi 1, terdapat peningkatan kasus yang ditangani
di wilayah RT 03. Pada tahun 2017, terdapat 3 kasus (terdiri dari 3 orang laki-laki).
37
BAB V
Pengambilan data dilakukan pada tanggal 21 maret sampai 28 april 2017 kelurahan pondok
kopi 1.
5.2 Hasil penelitian
Guru 1 2,17
IRT 45 97,82
Lain-lain 0 0
46 100
38
Dari tabel 4.3. diatas didapatkan bahwa kebanyakan pekerjaan responden adalah ibu rumah
tangga (97,82 %). Data mengenai pekerjaan ini dapat menjadi patokan kasar dalam
memperkirakan status sosial ekonomi responden yang tentunya akan berpengaruh terhadap
perilaku kesehatannya.
SMP 6 13,04
SMA 25 54,34
D3 11 23,91
S1 4 8,69
46 100
Dari tabel 4.4. diatas didapatkan bahwa kebanyakan pendidikan responden adalah lulusan
SMA (54,34 %). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa rata-rata pendidikan responden Cukup
baik. Tentunya tingkat pendidikan yang cukup ini mungkin akan sedikit mempersulit puskesmas
dalam memberikan penyuluhan tentang penyakit DHF ini.
Tabel 4.5. Distribusi responden menurut ada tidaknya keluarga menderita DHF
Jawaban Jumlah Persentase (%)
Ya 0 0
Sehat 0 0
Sakit 0 0
39
Komplikasi 0 0
Meninggal 0 0
Tidak 46 100
46 0 100 100
Dari tabel 4.5. dapat dilihat bahwa semua responden tidak menderita DHF (100%).
Dari tabel 4.6. dapat diketahui bahwa kebanyakan responden mengetahui tentang demam
berdarah ( 91,30%). Ini berarti sebagian besar responden sudah mengetahui tentang penyakit
demam berdarah dengue, tetapi sejauh mana pengetahuan responden tentang DHF dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
Tidak tahu
46 100
40
Dari tabel 4.7. sebagian besar menjawab bahwa DHF disebabkan oleh virus dengue yaitu
56,53%. Dengan demikian hampir seluruh responden mengetahui tentang penyebab penyakit
DHF.
Tabel 4.8. Distribusi jawaban responden tentang ciri nyamuk Aedes Aegepty
Jawaban Jumlah Persentase
Nyamuk kecil tanpa motif
Nyamuk dengan pola hitam 44 95,65
putih
Nyamuk dengan sayap 4 2 4,34
helai
46 100
Dari tabel 4.8. sebagian besar menjawab bahwa DHF disebabkan oleh virus dengue yaitu
95,65%. Dengan demikian hampir seluruh responden mengetahui tentang penyebab penyakit
DHF.
Tabel 4.9. Distribusi jawaban responden terhadap orang-orang yang menderita DHF
( jawaban lebih dari satu )
Tanda-tanda DHF Jumlah Persentase (%)
Demam mendadak 46 32,62
Sakit kepala 20 14,19
Nyeri sendi/tulang/otot 18 12,77
Nyeri ulu hati 11 7,80
Perdarahan berupa : bintik-bintik merah di kulit, 46 32,62
perdarahan gusi/hidung,batuk darah,berak darah,dll.
Tidak tahu -
141 100
41
Dari tabel 4.9. didapat kebanyakan responden menjawab tanda-tanda orang yang menderita
DHF adalah perdarahan (32,62 %) dan demam mendadak (32,62%). Dengan demikian, sebagian
besar masyarakat telah mengetahui tanda-tanda penyakit DHF.
Tabel 4.10. Distribusi jawaban responden terhadap pertanyaan apakah DHF merupakan
penyakit berbahaya
Jawaban Jumlah Persentase (%)
Ya 46 100
Menyebabkan 36 78,26
kematian
Menularkan 10 21,73
Tidak
46 46 100 100
Dari tabel 4.10. kebanyakan responden menganggap DHF merupakan pernyakit yang
berbahaya (100%) karena menyebabkan kematian (78,26 %).
Tidak tahu
46 100
42
Dari tabel 4.11. dapat dilihat bahwa seluruh responden menjawab cara penyebaran DHF
adalah melalui gigitan nyamuk (100 %). Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa responden telah
mengetahui cara penyebaran DHF. Tentunya responden akan lebih mudah diberikan penyuluhan
tentang pemberantasan DHF.
Tabel 4.12. Tabel distribusi jawaban responden tentang tempat yang menjadi sarang
nyamuk DHF
Jawaban Jumlah Persentase (%)
Tempat penampungan air yang tidak tertutup 32 14,81
Bak mandi 46 21,29
Tempat minum hewan peliharaan 46 21,29
Tatakan dispenser 46 21,29
Pot bunga 46 21,29
Tidak tahu -
216 100
Dari tabel 4.12. dapat dilihat bahwa paling sedikit responden menjawab tempat penampungan
air yang tidak bertutup (14,81%) sebagai tempat-tempat yang menjadi sarang nyamuk DHF.
Dapat dilihat bahwa sebagian besar responden sudah mengetahui tempat yang berpotensi
menjadi sarang nyamuk DHF.
Tabel 4.13. Distribusi jawaban responden terhadap pertanyaan apakah jentik nyamuk
Aedes dapat hidup di air kotor
Jawaban Jumlah Persentase (%)
Bisa 20 43,48
Tidak bisa 26 56,52
Tidak tahu -
46 100
43
Dari tabel 4.13. dapat dilihat bahwa kebanyakan responden menjawab tidak bisa (56,52%).
Dapat dilihat bahwa sebagian besar responden sudah mengetahui tempat yang berpotensi
menjadi sarang nyamuk DHF.
Tabel 4.14. Distribusi jawaban responden terhadap pertanyaan berapa lama daur hidup
nyamuk Aedes Aegepty
Jawaban Jumlah Persentase (%)
7 hari 38 82,60
7 minggu 8 17,39
7 bulan -
46 100
Dari tabel 4.14. dapat dilihat bahwa kebanyakan responden menjawab 7 hari (82,60%). Dapat
dilihat bahwa sebagian besar responden sudah mengetahui daur hidup nyamuk Aedes Aegepty.
Tabel 4.15. Tabel distribusi jawaban responden tentang cara mencegah DHF
Jawaban Jumlah Persentase (%)
(n)
Menguras bak mandi secara teratur 34 22,07
Menutup tempat penyimpanan air 46 29,87
Mengubur/ membersihkan barang bekas yang dapat 32 20,77
menampung air
Memberikan insektisida pembunuh larva nyamuk (abate) 22 14,28
pada tempat penyimpanan air / bak mandi
Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk dalam kolam 20 12,98
Tidak tahu -
154 100
44
Dari tabel 4.15. dapat dilihat bahwa sebagian besar responden menjawab mengubur/
membersihkan barang bekas yang dapat menampung air (20,77 % ), menguras bak mandi secara
teratur (22,07 %), dan menutup tempat penyimpanan air (29,87 %) merupakan cara untuk
mencegah demam berdarah. Pengetahuan responden tentang cara mencegah demam berdarah
sudah cukup baik.
Dari tabel 4.16 didapatkan bahwa kebanyakan responden berpengetahuan cukup (45,65%)
dan beberapa responden memiliki pengetahuan yang kurang (13,04%). Sebagian besar warga
sudah mengetahui tentang DHF yaitu tentang penyebab DHF, penyebarannya, dan tindakan
pencegahannya. Penyuluhan yang dilakukan puskesmas cukup berhasil karena sebagian besar
warga sudah mengetahui tentang DHF.
Tabel 4.17 Distribusi jawaban responden mengenai siapa yang bertanggung jawab
terhadap pencegahan DHF
45
Semua benar 32 69,57
46 100
Dari tabel 4.17 dapat dilihat bahwa kebanyakan responden menganggap seluruh
komponen ikut bertanggung jawab dalam pencegahan DHF (69,57%). Masyarakat bersama
pemerintah harus berperan aktif dalam pencegahan DHF agar dapat mengurangi penyakit
DHF.
Tabel 4.18 Distribusi jawaban responden mengenai keefektifan foging dalam mencegah
DHF
Pada tabel 4.18 didapatkan bahwa kebanyakan responden menjawab foging efektif (82,60%).
Sebagian besar responden menganggap foging efektif dalam mencegah DHF, fogging
merupakan metode pemberantasan DHF yang digalakkan pemerintah.
Tabel 4.19 Distribusi jawaban responden mengenai perlu atau tidak penderita DBD di
lingkungan dilakukan fogging
Ya 42 91,30
Tidak 4 8,70
46 100
Dari tabel 4.19 didapatkan bahwa kebanyakan responden setuju dengan adanya fogging
(91,30 %). Kebanyakan responden sudah memiliki sikap yang baik dalam upaya memutus mata
rantai DHF.
46
Tabel 4.20 Distribusi jawaban responden tentang perlunya pelaporan penderita DBD ke
RT/RW/JUMANTIK
Perlu 46 100
Tidak perlu - 0
46 100
Dari tabel 4.20 diatas dapat dilihat bahwa seluruh responden menjawab perlu dilakukan
pelaporan (100%).
Cukup 38 82,61
Kurang 8 17,39
46 100
Dari tabel 4.21 didapatkan bahwa kebanyakan responden mempunyai sikap cukup (82,61 %)
walaupun beberapa diantaranya (17,39%) memiliki sikap yang kurang. Dengan sikap yang
cukup ini diharapkan perilaku responden sesuai dengan sikapnya tersebut terutama dalam hal
penyuluhan dan kerjasama untuk mencegah penyebaran penyakit DHF.
47
Tabel 4.22 Distribusi jawaban responden kegunaan bubuk abate
Tahu 42 91,30
46 100
Dari tabel 4.22 diatas dapat dilihat bahwa kebanyakan responden menjawab tahu kegunaan
bubuk abate (98,8%). Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan responden tentang kegunaan
bubuk abate sudah baik.
Tabel 4.23 Distribusi jawaban responden mengenai bahaya fogging (jawaban lebih
dari satu)
Dari tabel 4.22 dapat dilihat bahwa kebanyakan responden menganggap gangguan saluran
nafas dan kanker sebagai efek dari fogging (41,07%). Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan
responden tentang bahaya fogging sudah baik.
48
Tabel 4.24 Distribusi jawaban responden mengenai pelaksaan 3M
Tahu 37 80,43
46 100
Dari tabel 4.23 diatas dapat dilihat bahwa cukup banyak responden menjawab tahu apa yang
dilaksanakan dalam 3M (80,43%). Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan responden tentang
kegunaan kegiatan 3M sudah cukup baik.
Tabel 4.25. Tabel distribusi jawaban responden tentang program puskesmas dalam
memberantas DBD ( jawaban boleh dari satu)
Jawaban Jumlah (n)
Tahu
PSN 38 34,86
Juru pengawas jentik 42 38,53
Fogging / pengasapan 8 7,34
Penyebaran bubuk abate 10 9,17
Pelaporan dan pengawasan responden 8 7,34
yang terkena demam berdarah
Dari tabel 4.24. dapat dilihat bahwa sebagian besar responden mengetahui program
puskesmas (97,24 %) dan program puskesmas yang paling banyak diketahui responden adalah
Jumantik (38,53 %), PSN ( 34,86 %), dan penyebaran bubuk abate (9,17 %). Dari hasil tersebut,
diketahui bahwa program yang dilaksanakan puskesmas sudah banyak diketahui oleh responden.
Hal ini tentu mempermudah melakukan pencegahan terhadap DHF.
49
Tabel 4.26 Distribusi jawaban responden mengenai istilah PSN
Tahu 44 95,65
46 100
Dari tabel 4.25 diatas dapat dilihat bahwa cukup banyak responden menjawab tahu apa istilah
PSN (95,65%). Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan responden tentang pencegahan demam
berdarah sudah baik.
Tabel 4.27 Distribusi jawaban responden mengenai kegiatan yang dilakukan PSN
Tahu 35 76,08
46 100
Dari tabel 4.26 diatas dapat dilihat bahwa cukup banyak responden menjawab tahu (3M plus)
apa yang dilakukan pada saat PSN (76,08%). Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan
responden tentang pencegahan demam berdarah sudah baik.
Tahu 46 100
Tidak tahu - 0
50
46 100
Dari tabel 4.27 diatas dapat dilihat bahwa semua responden menjawab tahu apa istilah
jumantik (100%). Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan responden tentang pencegahan
demam berdarah sudah baik.
Tabel 4.28. Tabel distribusi jawaban responden tentang peran JUMANTIK ( jawaban
boleh lebih dari satu )
Jawaban Jumlah (n)
Tahu
Pemantau PSN mandiri yang dilakukan 23 15,03
Kader
Dari tabel 4.28. dapat dilihat bahwa semua responden mengetahui peran jumantik (100 %).
Dari hasil tersebut, diketahui bahwa program jumantik yang dilaksanakan puskesmas sudah
banyak diketahui oleh responden. Hal ini tentu mempermudah melakukan pencegahan terhadap
DHF.
51
Tabel 4.29. Tabel distribusi jawaban responden tentang peralatan apa saja yang dibawa
saat PSN
Jawaban Jumlah (n)
Tahu
Formulir hasil pemeriksan jentik 46 25
Alat tulis 46 25
Senter 46 25
Larvasida (abate) 46 25
Tidak tahu 0
184 100
Dari tabel 4.29. dapat dilihat bahwa semua responden mengetahui peralatan apa saja yang
dibawa pada saat PSN (100 %). Dari hasil tersebut, diketahui bahwa program PSN yang
dilaksanakan puskesmas sudah banyak diketahui oleh responden. Hal ini tentu mempermudah
melakukan pencegahan terhadap DHF.
Tabel 4.30 Distribusi jawaban responden mengenai apa yang ditemukan saat PSN
Tahu 42 95,65
46 100
Dari tabel 4.30. diatas dapat dilihat bahwa kebanyakan responden menjawab tahu apa yang
ditemukan saat PSN (95,65%). Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan responden tentang
pencegahan demam berdarah sudah baik.
52
Tabel 4.31. Distribusi jawaban terhadap pengetahuan responden mengenai PSN dalam
pelaksanaan Jumantik
Jawaban Jumlah (n) Presentase(%)
Sangat baik 9 19,56
Baik 8 17,39
Cukup 26 56,52
Kurang 3 6,52
46 100
Dari tabel 4.16 didapatkan bahwa kebanyakan responden berpengetahuan cukup (56,52%)
dan beberapa responden memiliki pengetahuan yang kurang (6,52%). Sebagian besar warga
sudah mengetahui tentang PSN dalam pelaksaan jumantik, istilah PSN dan Jumantik, alat apa
saja yang dibawa, dan apa saja yang dilaksanakan Penyuluhan yang dilakukan puskesmas cukup
berhasil karena sebagian besar Kader sudah mengetahui tentang PSN.
Perlu 41 89,13
46 100
Dari tabel 4.32. didapatkan kebanyakan responden merasa perlu dengan penyuluhan terhadap
demam berdarah dan PSN (89,13%). Hampir seluruh responden menginginkan adanya
penyuluhan terhadap DH dan PSN di lingkungannya. Hal ini tentu harus menjadi perhatian
Puskesmas setempat.
53
Tabel 4.33. Distribusi jawaban responden mengenai manfaat penyuluhan terhadap kader.
Bermanfaat 95,65
44
Tidak bermanfaat 4,35
2
46 100
Dari tabel 4.33. didapatkan kebanyakan responden merasa bermanfaat dengan penyuluhan
yang diberikan (95,65%). Hampir seluruh responden menyatakan penyuluhan tersebut
bermanfaat terhadap pengetahuannya. Hal ini tentu harus menjadi perhatian Puskesmas setempat.
5.3 Pembahasan
Pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui ada tidaknya perbedaan pada angka
kejadian DBD dibandingkan tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku kader jumantik
tentang DBD di wilayah Puskesmas Pondok Kopi I.
Sampel dipilih seluruhnya dari kader jumantik di wilayah Pondok Kopi I. Kader yang
memenuhi kriteria inklusi yang dibuat dalam penelitian ini yaitu kader yang tinggal di
daerah puskesmas pondok kopi 1, dan bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
Sedangkan kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah kader-kader yang bukan atau belum
pernah melakukan jumantik. Jika kriteria inklusi dan inklusi terpenuhi makan bisa menjadi
responden dari penelitian.
Penelitian dilakukan dengan cara memberikan kuisioner yang berisi daftar pertanyaan
untuk dapat menilai pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat terhadap penyakit DBD
dan pemberantasan nyamuk.
Penyakit DBD (DBD) adalah salah satu penyakit menular yang sampai saat ini masih
merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat menimbulkan dampak
sosial dan ekonomi serta berkaitan dengan perilaku manusia. Keadaan ini erat kaitannya
dengan peningkatan mobilitas penduduk sejalan dengan semakin lancarnya hubungan
transportasi serta tersebar luasnya virus dengue dan nyamuk penularnya di berbagai wilayah
di Indonesia (Depkes RI, 2004).
54
Pada penelitian Kustini dan Betty (2007) memperlihatkan bahwa pendidikan kesehatan
berpengaruh positif terhadap perilaku aktif pada ibu-ibu kader terhadap pencegahan DBD.
Penelitian Rumondang (2008) juga memperlihatkan bahwa metode ceramah dan film lebih
berpengaruh terhadap peningkatan dan pengetahuan pada dokter kecil dalam pemberantasan
sarang nyamuk DBD dari pada metode ceramah dan leaflet. Penyuluhan DBD berkaitan erat
dengan peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan penanggulangan DBD.
Masyarakat seharusnya memahami bahwa PSN-DBD adalah cara yang paling utama, efektif
dan sederhana. Kegiatan ini harus didukung oleh peran serta masyarakat secara terus
menerus dan berkesinambungan mengingat nyamuk ini telah tersebar luas di seluruh tempat,
baik di rumah-rumah, sekolah dan tempat-tempat umum. Upaya untuk melakukan
pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD yang paling penting adalah dengan
mengendalikan nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor utama. Oleh karena nyamuk tersebut
hidup di dalam dan sekitar rumah penduduk, maka partisipasi masyarakat dalam upaya
pengendalian vektor Aedes aegypti sangat menentukan keberhasilannya. Cara pencegahan
yang disarankan kepada masyarakat adalah program pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
dengan cara fisik maupun kimia (DepKes RI, 2002).
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap
stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan,
serta lingkungan. Respon atau reaksi manusia, baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi dan
sikap), maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata atau praktis). Hal yang penting dalam
perilaku kesehatan adalah masalah pembentukan dan perubahan perilaku. Karena perubahan
perilaku merupakan tujuan dari pendidikan atau penyuluhan kesehatan sebagai penunjang
program-program kesehatan lainnya. (Notoatmodjo, 2005).
Dari penelitian yang dilakukan pada wilayah puskesmas Pondok Kopi I, diketahui
bahwa tingkat pengetahuan responden cukup, dan walaupun angka pengetahuan cukup,
namun tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap angka kejadian DBD antara sebelum
dan sesudah para kader diberikan penyegaran materi, bahkan dengan bulan-bulan yang lalu.
Hal ini mungkin terjadi karena kesadaran dan pengetahuan masyarakat mengenai DBD tidak
terbagi secara merata ke masyarakat.
55
Penyusunan Alternatif Jalan Keluar
Sehingga dari hasil jawaban kuisioner tersebut didapatkan bahwa masalah yang ada di
masyarakat disebabkan oleh beberapa hal, yang tercantum dalam tabel di bawah ini. Usulan
alternatif jalan keluar untuk beberapa masalah tersebut antara lain:
56
BAB VI
6.1 KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian, dapat disimpulkan bebeapa hal, yaitu :
1. Pengetahuan kader tentang definisi, penyebab, penyebaran, dan pencegahan
terhadap DHF 45,65 % cukup.
2. Sikap warga kader tentang pencegahan terhadap DHF 82,61 % cukup.
3. Pengetahuan kader mengetahui tentang PSN dalam pelaksaan jumantik, istilah PSN
dan Jumantik, alat apa saja yang dibawa, dan apa saja yang dilaksanakan 56,52%
cukup.
6.2 SARAN
6.2.1 Untuk Kader
1. Aktif dalam melaksanakan PSN secara rutin minimal seminggu sekali agar
terhindar dari penyakit DBD.
2. Selain terus melaksanakan pemantauan jentik secara rutin, kader
jumantik harus menjangkau masyarakat lebih luas lagi dengan memberikan
penyuluhan dan mengajak masyarakat lingkungan rumah untuk melakukan
PSN.
6.2.2 Untuk Dinas Kesehatan DKI Jakarta
Diharapkan untuk membuat metode yang lebih efektif (dilihat dari jumlah
kasus, lamanya waktu yang diperlukan, dan jumlah biaya yang dikeluarkan)
dalam menurunkan kasus DBD sebagai upaya pencegahan kasus tertinggi di
wilayah Jakarta timur khususnya di Kelurahan Pondok Kopi 1.
57
2. Meningkatkan pelatihan jumantik di Kelurahan Pondok Kopi 1.
3. Merekrut kader pemantau jentik baru di rumah-rumah dan sekolah-sekolah,
melalui kader jumantik, agar dapat menurunkan kasus DBD di kelurahan
Pondok Kopi 1.
6.2.4 Untuk Peneliti Selanjutnya
Peneliti selanjutnya diharapkan untuk melakukan penelitian dengan
metode yang lebih baik dan efektif dalam upaya pemberantasan sarang nyamuk
dan upaya untuk menurunkan angka kasus DBD dikelurahan Pondok Kopi 1.
58