Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

DEFENISI

Kata perioperatif adalah suatu istilah gabungan yang mencangkup 3 fase


pengalaman pembedahan yaitu:

A. Preoperatif

B. Intraoperatif

C. Pascaoperatif

Keperawatan pre operatif merupakan tahapan awal dari keperawatan


perioperatif. Kesuksesan tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat
tergantung pada fase ini. Hal ini disebabkan fase ini merupakan awalan yang
menjadi landasan untuk kesuksesan tahapan-tahapan berikutnya. Kesalahan yang
dilakukan pada tahap ini akan berakibat fatal pada tahap berikutnya. Pengakajian
secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis dan psikologis
sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi.

Keperawatan perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan


keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan
pasien.

FASE FASE PREOPERATIF:

FASE PRAOPERATIF dimulai ketika keputusan untuk intervensi bedah dibuat dan
berakhir ketika pasien dikirim ke meja operasi.FASE INTRA OPERATIF dimulai ketika
pasien masuk ke bagian atau departemen bedah dan berakhir saat pasien
dipindahkan ke ruangpemulihan. FASE PASCAOPERATIF dimulai pada saat pasien
masuk ke ruang pemulihan dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada
tatanan klinik atau di rumah.

Nutrisi memiliki peran yang penting dan tidak dapat dipisahkan dengan persiapan
pra operasi dan pasca operasi pada pasien yang menjalani prosedur utama bedah
umum dan tindakan suportif pada pasien yang luka parah. Secara umum, ketika
dokter memutuskan kepada pasiennya untuk menjalani prosedur operasi besar,
nutrisi suportif telah menunjukkan pengurangan komplikasi luka utama seperti luka
terbuka dan kebocoran anastomosis luka.
Pasien yang menjalani operasi menghadapi tantangan secara dijunctive dan
fisiologi yang dapat membahayakan status gizi. Gejala pascaoperasi seperti mual,
muntah, nyeri, dan anoreksia dapat terjadi pada pasien, hal ini juga bahkan dapat
terjadi pada pasien yang menjalani operasi kecil, padahal katabolisme, infeksi, dan
proses penyembuhan luka menjadi disjunctive peyulit pada pasien setelah operasi
1
besar. Hal-hal ini menjadi masalah yang jauh lebih besar pada pasien operasi
dengan gizi yang kurang.
Deplesi nutrisi telah ditunjukkan menjadi penentu utama dari perkembangan
komplikasi pasca operasi. Pasien bedah gastrointestinal mempunyai resiko terjadi
deplesi nutrisi dari asupan gizi yang tidak memadai, disjunctive bedah dan
peningkatan tingkat disjunctive pascaoperasi. Banyak pasien tidak dapat bertahan
terhadap penyakitnya tanpa bantuan nutrisi suportif yang khusus. Seperti pada
pasien dengan kehilangan usus total atau hampir total yang mungkin disebabkan
infark atau reseksi djuncti, pasien malnutrisi dengan penyakit inflamasi mukosa
usus kronis yang mempengaruhi penyerapan, atau pasien dengan fistula yang
menghalangi pencernaan nutrisi secara oral, dan lain sebagainya.
Kekhawatiran terjadinya ileus pasca operasi dan integritas dari pembuatan
anastomosis baru menyebabkan terjadinya kelaparan, sehingga pemberian nutrisi
menggunakan cairan intravena sampai terjadinya kentut. Namun, sejak saat itu
telah menunjukkan bahwa pemberian makanan enteral secepatnya pasca operasi
ialah efektif dan dapat ditoleransi dengan baik. Pemberian makanan secara
enteral juga berhubungan dengan manfaat klinis tertentu seperti menurunnya
insiden komplikasi infeksi pascaoperasi dan peningkatan respon penyembuhan
luka. Namun penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk menentukan hubungan
antara nutrisi enteral dengan terjadinya modulasi fungsi usus.
Pasien dengan kekurangan gizi pra operasi memiliki risiko yang jauh lebih tinggi
terjadinya komplikasi pasca operasi dan kematian daripada pasien yang memiliki
gizi baik sebelum operasi. Status gizi buruk dapat membahayakan fungsi
disjunctive organ, termasuk jantung, paru-paru, ginjal, dan saluran gastrointestinal
(GIT). Fungsi kekebalan tubuh dan kekuatan otot juga dapat berpengaruh, pasien
seperti ini lebih rentan terhadap terjadinya komplikasi infeksi dan biasanya
memerlukan untuk reintubasi pascaoperasi. Penyembuhan luka yang tertunda,
seperti tertundanya kemajuan dalam mobilitas pasien, sehingga dapat
memperpanjang pemulihan pasien operasi. Semua disjunctive ini dapat
berkontribusi terjadinya lamanya perawatan di rumah sakit, dan meningkatkan
biaya perawatan kesehatan. Seperti yang dijelaskan oleh Meguid dan Laviano,
setiap dokter bedah secara intuitif mengetahui bahwa operasi pada pasien dengan
kurang gizi dapat menjadi menyedihkan (rueful) dan mahal.
Bahkan pasien dengan gizi yang cukup saja dapat mengalami hasil yang kurang
baik jika gizi pasca operasi tertunda secara signifikan. Kurangnya gizi untuk 10-14
hari, khususnya selama periode meningkatnya kebutuhan (demand) disjunctive
dengan pemulihan pasca operasi, dapat mengakibatkan komplikasi dan tingkat
kematian yang lebih buruk daripada mereka yang menerima nutrisi suportif.
Sejalan dengan ini, pedoman yang disediakan oleh American Society for
Parenteral dan Nutrisi Enteral (ASPEN) merekomendasikan bahwa nutrisi suportif
diberikan pada pasien tidak mampu mengambil nutrisi oral yang cukup selama 7-
14 hari. Organisasi medis lainnya juga telah membuat rekomendasi yang sama.
Dasar dari nutrisi suportif merupakan pemberian nutrisi pada pasien yang tidak
dapat melakukan intake secara per oral. Nutrisi suportif diberikan baik secara
intravena menggunakan kateter vena dengan disjunctive formula yang
mengandung makronutrisi dan mikronutrisi maupun secara enteral menggunakan

2
tube yang ditempatkan pada perut atau usus halus seperti pada pascaoperasi
bypass atonia gaster atau ileus usus halus dalam periode praoperatif maupun
disjunctive. Meskipun teknik pemberian makanan intragastik telah diketahui
selama ratusan tahun, namun nutrisi parenteral terbilang disjunctive baru, memiliki
dasar teknik yang tinggi, dan maju pesat sejak tahun 1970-an. Tujuan dari nutrisi
suportif ialah untuk mencegah perburukan status nutrisi, untuk memperbaiki
keadaan klinis, dan sebagai terapi disjunctive, yang mungkin terjadi pada pasien
malnutrisi.

Makanan Prabedah
Syarat-syarat pemberian diit sebelum pembedahan:
1. BB klien kurang dari normal,klien dengan hipoproteinemia,anemia, hipertiroid
yang di berikan diit TKTP
2. Klien dengan penyakit lain diberikan makanan sesuai
dengan kondisi penyakit klien, seperti penyakit hati, ginjal, jantung, DM dsb
3. Pembedahan :
A. Pembedahan Besar. Pada pembedahan kolon klien diberikan diit rendah
sisa 4-5 hari sebelum pembedahan.Pada pembedahan jantung, hati, ginjal,
dan saluran pencernaan diberikan diit rendah sisa 2-3 sebelum
pembedahan
B. Pembedahan sedang yaitu apendiktomi, hernia, hemorrhoidektomi
diberikan makanan khusus 1 hari sebelumnya
C. Pembedahan Minor. Pembedahan minor yaitu tonsilektomi, tidak
memerlukan makanan khusus sebelum pembedahan
4. Waktu akhir pemberian makanan tergantung jenis pembedahan

BAB II

PENATALAKSANAAN NUTRISI PERIOPERATIF PASIEN MALNUTRISI


DENGAN KARSINOMA REKTI

I.PENDAHULUAN
Karsinoma rekti merupakan tumor ganas terbanyak di antara tumor ganas
saluran cerna, lebih 60% tumor kolorektal berasal dari rectum. Insidens
kanker kolorektal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka
kematiannya. Pada tahun 2002 kanker kolorektal menduduki peringkat kedua
pada kasus kanker yang terdapat pada pria, sedangkan pada wanita kanker
kolorektal menduduki peringkat ketiga dari semua kasus kanker.Meskipun
belum ada data yang pasti, tetapi dari berbagai laporan di Indonesia terdapat
kenaikan jumlah kasus, data dari Depkes didapati angka 1,8 per 100.000
penduduk. Di Indonesia frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan
sebanding antara pria dan wanita; banyak terdapat pada seseorang yang
berusia muda, sedangkan di Negara Barat frekuensi kanker kolorektal yang
ditemukan pada pria lebih besar daripada wanita; banyak terdapat pada
seseorang yang berusia lanjut.

3
Ditengarai yang menjadi penyebab utama kenapa kanker tersebut mulai
banyak meyerang usia produktif di Indonesia adalah karena adanya
pergeseran gaya hidup yang terjadi saat ini. Dimana dengan meningkatnya
tingkat pendapatan, maka orang semakin konsumtif dalam mengkonsumsi
makanan yang tinggi lemak dan protein, rendah serat, ataupun serba instan.
Menjamurnya restoran fast food di setiap tempat serta aktifitas fisik yang
makin berkurang juga menjadi salah satu faktor penyebabnya.
Peningkatan dari diet serat menurunkan insiden kanker dibandingkan pada
pasien yang mempunyai diet tinggi lemak. Diet rendah lemak telah dijabarkan
mempunyai efek proteksi yang lebih baik daripada diet tanpa lemak. The
National Research Council telah merekomendasikan pola diet pada tahun
1982. Rekomendasi ini diantaranya :
(a) Menurunkan lemak total dari 40 ke 30% dari total kalori
(b) Meningkatkan konsumsi makanan yang mengandung serat
(c) Membatasi makanan yang diasinkan, diawetkan dan diasapkan
(d) Membatasi makanan yang mengandung bahan pengawet
(e) Mengurangi konsumsi alkohol.
Tanda dan gejala yang sering dialami pada penderita karsinoma rekti antara
lain nyeri perut adalah keluhan paling sering yang disampaikan penderita (22
% - 65%), perdarahan peranus (34-60%) berupa darah segar bercampur
atau tanpa disertai dengan tinja/feses, diare atau perubahan bentuk feses,
buang air besar (BAB) tidak lancar dan dapat disertai rasa mual berlebihan.
Gejala umum lain yaitu lelah, lesu, berat badan menurun drastis.
Nutrisi perioperatif adalah penggunaan dukungan nutrisi pada pasien
dengan risiko terjadinya malnutrisi berat selama 10-14 hari sebelum dan 24
jam sesudah menjalani operasi. Nutrisi perioperatif merupakan komponen
penting dari perawatan perioperatif. Dukungan nutrisi perioperatif sangat
bermanfaat khususnya pada pasien-pasien yang mengalamai malnutrisi
sedang dan berat misalnya pada pasien dengan kanker gastrointestinal.
Dukungan nutrisi perioperatif dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas
akibat operasi pada pasien-pasien malnutrisi.

II. TINJAUAN PUSTAKA


A.Penilaian Nutrisi Perioperatif
Malnutrisi adalah suatu masalah yang sering pada pasien-pasien
perioperatif, karena penyakit yang mendasari yang mungkin menyebabkan
menurunnnya asupan gizi (akibat disfagia, obstruksi saluran cerna atau
anoreksia) atau malabsorpsi. Tindakan pembedahan dan obat-obatan juga
dapat menurunkan asupan makanan yang selanjutnya akan memperberat
masalah ini.
Penilaian klinik sebelum pembedahan akan memberikan suatu
kesempatan ideal untuk memperbaiki status gizi sebelum pasien dioperasi
dan untuk meminimalkan penurunan asupan gizi perioperatif pada pasien-
pasien bedah elektif. Suatu riwayat gizi yang meliputi berat badan, tinggi

4
badan, adanya riwayat penurunan berat badan atau penurunan asupan
makanan, akan mengidentifikasi adanya faktor risiko pada pasien.
National Collaborating Centre for Acute Care, London (2006)
menganjurkan pemberian nutrisi perioperatif pada pasien-pasien malnutrisi,
dan seharusnya diberikan nutrisi enteral melalui pipa (enteral feeding tube)
pada pasien yang tidak mampu menelan (misalnya yang berisiko aspirasi)
atau asupan oral tidak adekuat.12 Hal ini juga direkomendasikan oleh
American Society for Enteral and Parenteral Nutrition (ASPEN), yang
menyarankan bahwa dukungan nutrisi preoperatif seharusnya diberikan
selama 7-14 hari pada pasien-pasien malnutrisi sedang sampai berat, serta
merekomendasikan bahwa jika aman untuk dilakukan, maka sebaiknya
operasi ditunda untuk memberikan dukungan nutrisi preoperatif.

Salah satu klasifikasi yang dapat digunakan untuk menilai adanya


malnutrisi adalah:
a) Gizi baik : tidak ada perubahan berat badan; serum albumin preoperatif
>3.5 g/dL
b) Malnutrisi ringan: penurunan berat badan <10%; serum albumin
preoperatif 3.2 to 3.5 g/dL
c) Malnutrisi sedang: penurunan berat badan 10% to 20% ; serum
albumin preoperatif 2.5 to 3.2 g/dL
d) Malnutrisi berat: penurunan berat badan >20% ; serum albumin
preoperatif <2.5 g/dL

B.Penatalaksanaan Nutrisi Perioperatif


Tujuan dukungan nutrisi perioperatif antara lain;
1). Menurunkan mortalitas; komplikasi dan infeksi akibat pembedahan
2). Mengurangi tahap katabolisme dan mengembalikan anabolisme
3). Menurunkan lama rawat inap
4). Mempercepat proses penyembuhan
5). Serta menjamin kembalinya fungsi gastrointestinal untuk
melanjutkan asupan peroral sesegera mungkin
Banyak penelitian memperlihatkan manfaat pemberian nutrisi parenteral
sebagai dukungan nutrisi preoperatif pada pasien malnutrisi berat.Hasil-
hasil penelitian ini tidak memperlihatkan penurunan mortalitas preoperatif
tetapi signifikan menurunkan komplikasi perioperatif pada pasien malnutrisi
berat yang diberikan nutrisi parenteral preoperatif lebih dari 7 hari.
Kebutuhan nutrisi dapat berubah selama periode perioperatif. Kebutuhan
energi didasarkan pada umur, jenis kelamin, dan berat badan. Standar
faktor stres membantu untuk menghitung peningkatan kebutuhan kalori
sebagai akibat dari perbaikan jaringan dan efek inflamasi. Faktor stres ini
tergantung pada prosedur operasi dan kondisi klinis pasien. Kebutuhan
protein meningkat untuk penyembuhan luka dan peningkatan aktivitas
metabolik. Ukuran dan lamanya respon metabolik ditentukan oleh kompleks
dan lamanya prosedur operasi. Pembedahan minor tanpa komplikasi akan

5
meningkatkan sementara kebutuhan nutrisi. Sedangkan pada pembedahan
mayor akan meningkatkan kebutuhan nutrisi dalam waktu lama.
Sebelum operasi abdomen seharusnya usus besar (kolon) harus bebas
dari residu untuk mencegah infeksi pascaoperasi. Bakteri kolon akan
berkurang ketika diberikan makanan rendah sisa. Makanan rendah serat
atau diet cair biasanya diberikan selama 1 sampai 2 hari sebelum operasi
dan pasien menerima enema beberapa jam sebelum pergi ke ruang
operasi. Produk Enteral yang rendah residu dapat digunakan untuk
persiapan kolon sebelum pembedahan. Pemberian cairan dan karbohidrat
menggunakan suplemen nutrisi diberikan sampai dengan 2 jam sebelum
operasi. Sejumlah penelitian terkontrol dan metaanalisis telah
menyimpulkan bahwa pada orang dewasa sehat yang menjalani bedah
elektif, asupan oral berupa air dan clear liquid diet (seperti teh, kopi, jus
apel dan jeruk) sampai dengan 2 jam sebelum induksi anastesi tidak
meningkatkan volume cairan dan keasaman lambung.
Pasien mulai mendapat cairan peroral dan makanan pada malam hari
setelah operasi, dengan menghentikan cairan intravena pada hari pertama
atau kedua pascaoperasi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
mayoritas pasien dapat mentoleransi asupan oral dengan segera setelah
periode pascabedah, terlepas dari ada atau tidaknya petanda tradisional
kembalinya fungsi gastrointestinal. Pendekatan ini telah digunakan pada
pasien open colectomy. Dalam suatu penelitian tidak teracak
(nonrandomized study) pasien usia lanjut yang menjalani reseksi kolon
terbuka, 90 % mentoleransi early feeding (clear liquid pada hari kedua dan
regular diet pada hari ketiga) dan tidak terjadi kebocoran anastomosis dan
abses.
C. Malnutrisi dan Kanker
Malnutrisi dan Cachexia sering terjadi pada penderita kanker (24% pada
stadium dini dan > 80% pada stadium lanjut). Malnutrisi dan Cachexia
meningkatkan morbiditas dan mortalitas serta menurunkan kualitas hidup,
survival penderita. Penderita dengan malnutrisi sering tidak dapat
mentoleransi terapi termasuk radiasi, kemoterapi dan lebih mempunyai
kecenderungan mengalami adverase effect terhadap terapi kanker.
Malnutrisi adalah hilangnya / penurunan berat badan diatas 10% atau
berat badan kurang dari 80% BB ideal, dalam kurun waktu 3 bulan.Ketika
seseorang didiagnosis menderita kanker, maka nutrisi merupakan bagian
dari terapi.
Tujuan utama terapi nutrisi pada penderita kanker adalah
mempertahankan atau meningkatkan status nutrisi sehingga dapat
memperkecil terjadinya komplikasi, meningkatkan efektivitas terapi kanker
(bedah, kemoterapi, radiasi) dan meningkatkan kualitas hidup dan survival
penderita.
Penyebab malnutrisi pada penderita kanker adalah multifaktorial. Secara
umum penyebabnya dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu:
1. Berkurangnya asupan makanan dan malabsorbsi
2. Gangguan proses metabolisme.

6
Sedangkan Bruera mengelompokkan penyebab cachexia pada penderita
kanker sebagai berikut:
1. Faktor psikologis dan susunan saraf pusat (keengganan makan,
gangguan
persepsi rasa kecap, stress psikologis)
2. Efek tumor (obstruksi mekanis, pemakaian substrate/ nutrisi oleh
tumor,
produksi sitokin oleh sel tumor
3. Efek yang berhubungan dengan terapi (kemoterapi, radiasi, bedah,
nausea,
stomatitis, xerostomia, nyeri, ileus);
4. Efek yang berhubungan dengan penderita (peningkatan resting energi
expenditure, gangguan proses metabolisme, produksi sitokin oleh
makrofag, disfungsi autonomi, dan penurunan pengosongan lambung.

D.Patofisiologi Kanker Kolorektal


Kanker merupakan suatu proses pembelahan sel-sel (proliferasi) yang
tidak mengikuti aturan baku proliferasi yang terdapat dalam tubuh
(proliferasi abnormal). Lebih dari 95% karsinoma kolorektal adalah
adenokarsinoma. Karsinoma ini berasal dari sel glandula dari bagian dalam
lapisan dinding kolon dan rektum.
Evolusi dari kanker itu sendiri merupakan sebuah proses yang bertahap,
dimana proses dimulai dari hiperplasia sel mukosa, pembentukan adenoma
, perkembangan dari displasia menuju transformasi maligna dan invasif
kanker . Aktifasi onkogen, inaktifasi tumor supresi gen, dan delesi
kromosom memungkinkan perkembangan dari formasi adenoma,
perkembangan dan peningkatan displasia dan invasif karsinoma.
Ada tiga kelompok utama gen yang terlibat dalam regulasi pertumbuhan sel
yaitu proto-onkogen, gen penekan tumor (Tumor Suppresor Gene = TSG),
dan gen gatekeeper. Proto-onkogen menstimulasi dan meregulasi
pertumbuhan dan pembelahan sel. Tumor Suppresor Gene (TSG)
menghambat pertumbuhan sel atau menginduksi apoptosis (kematian sel
yang terprogram). Kelompok gen ini dikenal sebagai anti-onkogen, karena
berfungsi melakukan kontrol negatif (penekanan) pada pertumbuhan sel.
Mutasi pada gen-gen ini karena berbagai faktor membuka peluang
terbentuknya kanker.
Pada keadaan normal, pertumbuhan sel akan terjadi sesuai dengan
kebutuhan melalui siklus sel normal yang dikendalikan secara terpadu oleh
fungsi proto-onkogen, TSG, dan gen gatekeeper secara seimbang. Jika
terjadi ketidakseimbangan fungsi ketiga gen ini, atau salah satu tidak
berfungsi dengan baik karena mutasi, maka keadaan ini akan
menyebabkan penyimpangan siklus sel. Pertumbuhan sel tidak normal
pada proses terbentuknya kanker dapat terjadi melalui tiga mekanisme,
yaitu perpendekan waktu siklus sel, sehingga akan menghasilkan lebih

7
banyak sel dalam satuan waktu, penurunan jumlah kematian sel akibat
gangguan proses apoptosis, dan masuknya kembali populasi sel yang tidak
aktif berproliferasi ke dalam siklus proliferasi. Gabungan mutasi dari ketiga
kelompok gen ini akan menyebabkan kelainan siklus sel, yang sering terjadi
adalah mutasi gen yang berperan dalam mekanisme kontrol sehingga tidak
berfungsi baik, akibatnya sel akan berkembang tanpa kontrol (yang sering
terjadi pada manusia adalah mutasi gen p53) . Akhirnya akan terjadi
pertumbuhan sel yang tidak diperlukan, tanpa kendali dan karsinogenesis
dimulai (gambar 1) .
Pada adenoma preneoplasia kolon, gen K-ras sering mengalami mutasi.
Perkembangan adenoma kolon menjadi karsinoma invasive sering
melibatkan inaktivasi atau hilangnya tumor suppressor gen DCC.
Epitel kolon adalah epitel yang khusus untuk mensekresi protein mukus dan
untuk absorpsi air dan elektrolit. Fungsi khusus lain adalah memelihara
barier lumen usus, perbedaan muatan intrasel, dan kemampuan untuk
mengeluarkan toksin. Beberapa fungsi ini dipertahankan dalam
perkembangan neoplasia dan dapat berkontribusi pada fenotipe tertentu
dari sel ganas. Salah satu contoh adalah ekspresi dari transporter
membrane protein, MDR-1, terdapat pada beberapa jenis epitel, termasuk
usus besar. MDR-1 diketahui berperan dalam mengeluarkan beberapa
senyawa keluar dari sel, yang mungkin sebagai mekanisme pertahanan
untuk mengeluarkan toksin. Pada kanker kolon lanjut, protein ini dapat
berkontribusi terhadap mekanisme pertahanan ini dan jenis-jenis tumor lain
terhadap berbagai jenis kemoterapi yang diangkut oleh MDR-1.

Anda mungkin juga menyukai