Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PEMANFAATAN SAMPAH MENJADI


ENERGI LISTRIK (PLTSa)

Disusun oleh :

FAJAR DWIKA DARMAWAN


NIM : 140431100057

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
BANGKALAN
2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Energi merupakan suatu kebutuhan yang dapat di kategorikan dalam sebuah


kebutuhan yang sangat penting selain tentunya kebutuhan Sandang, Pangan, dan
Papan. Energi merupakan suatu penggerak kehidupan dimana apabila terdapat
energi maka akan ada kehidupan. Sebaliknya apabila tidak ada energi bisa di
pastikan kehidupan itu tidak akan berjalan dengan baik dan benar. Banyak macam
dari energi-energi tersebut seperti energi angin, energi matahari, energi panas bumi,
energi air, energi dari batu bara dan sebagainya. Energi-energi tersebut pada
dasarnya telah tersedia untuk manusia sehingga dalam proses pemanfaatannya pun
tergantung pada manusia itu sendiri untuk menjalankannya. Energi energi diatas
pun mempunyai kapasitas yang sangat besar hingga cukup untuk memenuhi
kebutuhan manusia dalam jangka waktu yang cukup panjang.

Tetapi dengan berjalannya waktu , energi tersebut lambat laun mulai


berkurang sehingga diperkirakan untuk jangka waktu kedepan dikhawatirkan
energi tersebut tidak tersedia lagi untuk memenuhi kebutuhan manusia sehingga
dicarilah energi alternatif untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Salah satunya
adalah energi yang dihasilkan oleh sisa pembuangan manusia itu sendiri, yaitu
energi sampah. Energi sampah merupakan energi yang dihasilkan atau didapatkan
melalui pengolahan sampah baik itu sampah organik maupun sampah sampah non
organik. Energi yang dihasilkan pun apabila dikelola secara baik maka akan dapat
memenuhi kebutuhan manusia. Pada pembahasan makalah ini disampaikan sedikit
banyak cara pemanfaatan serta penggunaan energi yang dihasilkan dari sisa
pembuangan manusia atau energi sampah.

Pada dasarnya energi sampah apabila kita bisa memanfaatkannya dengan


baik maka energi tersebut akan selalu ada dan tidak akan habis karena setiap
manusia itu sendiri akan senantiasa menghasilkan sampah sehingga bahan baku
utama utuk menghasilkan energi pun senantiasa tersedia.

Tetapi untuk mengolah sampah itu sendiri menjadi sebuah energi tidaklah
mudah karena banyak tahapan-tahapan yang harus dilakukan. Bahkan di Negara
kita sendiri pengolahan sampah untuk menjadi energi belum dilakukan secara
maksimal. Hanya di beberapa daerah dan tempat saja yang telah memulai
memanfaatkan energi dari sampah yang telah mereka hasilkan tersebut. Sebut saja
Bandung dan Lamongan yang telah mulai memanfaatkan energi sampah mereka
untuk dijadikan energi listrik sebagai energi alternatif yang mereka gunakan.

B. MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud dan tujuan dari makalah ini adalah untuk memberi pengetahuan
bahwa ada sebuah energi alternatif berupa sampah yang bisa dimanfaatkan oleh
manusia untuk memenuhi kebutuhan mereka pada masa yang akan datang. Dimana
energi-energi yang tersedia sebelumnya lambat laun akan mulai berkurang seiring
dengan berjalanya waktu.

C. RUMUSAN MASALAH

Untuk lebih sistematis, maka akan dirumuskan masalah-masalah pokok


yang akan dibahas dalam makalah ini, diantaranya adalah :

1. Bagaimana sampah dapat dimanfaatkan


2. Bagaimana cara pengelolaan sampah hingga menjadi energi listrik
3. Bagaimana dampak positif dan dampak negatif dari pemanfaatan sampah
sebagai PLTSa
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian PLTSa

Sampah adalah problem yang akan selalu menghantui selama kita masih
tinggal di atas bumi ini. Semakin banyak jumlah penduduk suatu wilayah, semakin
banyak pula tingkat konsumsi akan barang/material yang digunakan sehari-hari.
Seiring dengan peningkatan konsumsi, maka volume sampah yang dihasilkan setiap
harinya juga akan bertambah. Sedangkan beberapa Tempat Pembuangan Akhir
(TPA) Sampah umumnya memiliki keterbatasan baik lahan maupun daya tampung.
Apalagi dengan kondisi rawan longsor pada musim penghujan.

Akibat keterbatasan lahan dan adanya musibah tersebut, maka diperlukan


penerapan teknologi yang dapat mereduksi sampah dengan cara-cara yang efisien,
efektif dan berkesinambungan atau jangka panjang (sustain). Upaya yang dapat
dilakukan untuk menanggulangi hal tersebut adalah dengan pembangunan
Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). Pembangkit Listrik Tenaga Sampah
adalah sebuah fasilitas pembangkitan listrik yang menggunakan sampah sebagai
bahan bakarnya.

Selain dapat mengurangi volume sampah yang tertumpuk di Tempat


Pembuangan Akhir (TPA) Sampah yang kemudian dapat menimbulkan bahaya
yang tak terduga, panas yang dihasilkan dapat dijadikan sumber energi.

B. Proses Pengolahan sampah di PLTSa

Pada dasarnya ada dua alternatif proses pengolahan sampah menjadi energi,
yaitu proses biologis yang menghasilkan gas-bio dan proses thermal yang
menghasilkan panas. PLTSa yang sedang diperdebatkan untuk dibangun di
Bandung menggunakan proses thermal sebagai proses konversinya. Pada kedua
proses tersebut, hasil proses dapat langsung dimanfaatkan untuk menggerakkan
generator listrik. Perbedaan mendasar di antara keduanya ialah proses biologis
menghasilkan gas-bio yang kemudian dibakar untuk menghasilkan tenaga yang
akan menggerakkan motor yang dihubungkan dengan generator listrik sedangkan
proses thermal menghasilkan panas yang dapat digunakan untuk membangkitkan
steam yang kemudian digunakan untuk menggerakkan turbin uap yang
dihubungkan dengan generator listrik.

B.1 Proses Konversi Thermal

Proses konversi thermal dapat dicapai melalui beberapa cara, yaitu


insinerasi, pirolisa, dan gasifikasi. Insinerasi pada dasarnya ialah proses oksidasi
bahan-bahan organik menjadi bahan anorganik. Prosesnya sendiri merupakan
reaksi oksidasi cepat antara bahan organik dengan oksigen. Apabila berlangsung
secara sempurna, kandungan bahan organik (H dan C) dalam sampah akan
dikonversi menjadi gas karbondioksida (CO2) dan uap air (H2O). Unsur-unsur
penyusun sampah lainnya seperti belerang (S) dan nitrogen (N) akan dioksidasi
menjadi oksida-oksida dalam fasa gas (SOx, NOx) yang terbawa di gas produk.
Beberapa contoh insinerator ialah open burning, single chamber, open pit, multiple
chamber, starved air unit, rotary kiln, dan fluidized bed incinerator.
Ilustrasi bagian-bagian dalam sebuah incinerator

Pirolisa merupakan proses konversi bahan organik padat melalui pemanasan


tanpa kehadiran oksigen. Dengan adanya proses pemanasan dengan temperatur
tinggi, molekul-molekul organik yang berukuran besar akan terurai menjadi
molekul organik yang kecil dan lebih sederhana. Hasil pirolisa dapat berupa tar,
larutan asam asetat, methanol, padatan char, dan produk gas.

Gasifikasi merupakan proses konversi termokimia padatan organik menjadi


gas. Gasifikasi melibatkan proses perengkahan dan pembakaran tidak sempurna
pada temperatur yang relatif tinggi (sekitar 900-1100 C). Seperti halnya pirolisa,
proses gasifikasi menghasilkan gas yang dapat dibakar dengan nilai kalor sekitar
4000 kJ/Nm3.

Langkah kerja menggunakan proses konversi Thermal dalam mengolah


sampah menjadi energy. Proses kerja tersebut dilakukan dalam beberapa tahap
yaitu:

1. Pemilahan dan penyimpanan sampah

Limbah sampah kota Bandung yang berjumlah 500-700 ton akan


dikumpulkan pada suatu tempat yang dinamakan Tempat Pengolahan Akhir (TPA).
Pemilahan sampah sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan PLTSa, sampah ini
kemudian disimpan didalam bunker yang menggunakan teknologi RDF (Refused
Derived Fuel). Teknologi RDF ini berguna untuk mengubah limbah sampah kota
menjadi limbah padatan sehingga mempunyai nilai kalor yang tinggi. Penyimpanan
dilakukan selama lima hari hingga kadar air tinggal 45 % yang kemudian
dilanjutkan dengan pembakaran.
2. Pembakaran sampah

PLTSa memiliki dua tungku yang dapat digilir dimana pada awal
pengoperasiannya akan digunakan bahan bakar minyak. Setelah suhu mencapai
850oC 900oC, sampah akan dimasukkan dalam tungku pembakaran (Incinerator)
yang berjalan 7800 jam. Hasil pembakaran limbah sampah akan menghasilkan gas
buangan yang mengandung CO, CO2, O2, NOx, dan Sox. Hanya saja, dalam proses
tersebut juga terjadi penurunan kadar O2. Penurunan kadar O2 pada keluaran
tungku bakar menyebabkan panas yang terbawa keluar menjadi berkurang dan hal
tersebut sangat berpengaruh pada efisiensi pembangkit listrik. Kelebihan sistem
pembakaran ini adalah:

a) Membutuhkan lahan yang relatif kecil dibanding sanitary landfill.

b) Dapat dibangun di dekat lokasi industri.

c) Residu hasil pembakaran relatif stabil dan hampir semuanya bersifat anorganik.

d) Dapat digunakan sebagai sumber energi, baik untuk pembangkit uap, air panas,
listrik dan pencarian logam.

Secara umum proses pembakaran di dalam incinerator adalah:

a) Sampah yang dibakar dimasukkan di dalam tempat penyimpanan atau penyuplai.

b) Berikutnya, sampah diatur sehingga rata lalu dimasukkan ke dalam tungku


pembakaran.

c) Hasil pembakaran berupa abu, selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai penutup


sampah pada landfill.

d) Sedangkan hasil berupa gas akan dialirkan melalui cerobong yang dilengkapi
dengan scrubber atau ditampung untuk dimanfaatkan sebagai pembangkit energi.

3. Pemanasan boiler

Panas yang dipakai dalam memanaskan boiler berasal dari pembakaran


sampah. Panas ini akan memanaskan boiler dan mengubah air didalam boiler
menjadi uap. Uap yang tercipta akan disalurkan ke turbin uap sehingga turbin akan
berputar. Karena turbin dihubungkan dengan generator maka ketika turbin berputar
generator juga akan berputar. Generator yang berputar akan mengahsilkan tenaga
listrik yang kan disalurkan ke jaringan listrik milik PLN. Dari proses diatas dengan
jumlah sampah yang berkisar 500-700 ton tiap harinya dapat diolah menjadi sumber
energi berupa listrik sebesar 7 Megawatt

4. Pemanfaatan abu sisa pembakaran

Sisa dari proses pembakaran sampah adalah abu. Volume dan berat abu
yang dihasilkan diperkirakan hanya kurang 5% dari berat atau volume sampah
semula sebelum di bakar. Abu ini akan dimanfaatkan untuk menjadi bahan baku
batako atau bahan bangunan lainnya setelah diproses dan memiliki kualitas sesuai
dengan bahan bangunan.

B.2 Proses Konversi Biologis


Proses konversi biologis dapat dicapai dengan cara digestion secara
anaerobik (biogas) atau tanah urug (landfill). Biogas adalah teknologi konversi
biomassa (sampah) menjadi gas dengan bantuan mikroba anaerob. Proses biogas
menghasilkan gas yang kaya akan methane dan slurry. Gas methane dapat
digunakan untuk berbagai sistem pembangkitan energi sedangkan slurry dapat
digunakan sebagai kompos. Produk dari digester tersebut berupa gas methane yang
dapat dibakar dengan nilai kalor sekitar 6500 kJ/Nm3.

Landfill ialah pengelolaan sampah dengan cara menimbunnya di dalam


tanah. Di dalam lahan landfill, limbah organik akan didekomposisi oleh mikroba
dalam tanah menjadi senyawa-senyawa gas dan cair. Senyawa-senyawa ini
berinteraksi dengan air yang dikandung oleh limbah dan air hujan yang masuk ke
dalam tanah dan membentuk bahan cair yang disebut lindi (leachate). Jika landfill
tidak didesain dengan baik, leachate akan mencemari tanah dan masuk ke dalam
badan-badan air di dalam tanah. Karena itu, tanah di landfill harus mempunya
permeabilitas yang rendah. Aktifias mikroba dalam landfill menghasilkan gas CH4
dan CO2 (pada tahap awal proses aerobik) dan menghasilkan gas methane (pada
proses anaerobiknya). Gas landfill tersebut mempunyai nilai kalor sekitar 450-540
Btu/scf. Sistem pengambilan gas hasil biasanya terdiri dari sejumlah sumur-sumur
dalam pipa-pipa yang dipasang lateral dan dihubungkan dengan pompa vakum
sentral. Selain itu terdapat juga sistem pengambilan gas dengan pompa
desentralisasi.

Gambar Modern Landfill

C. Pengolahan Limbah
1. Limbah padat

Sisa pembakaran abu dan debu terbang sebesar 20% dari berat semula akan diuji
kandungannya apakah mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) atau tidak,
di laboratorium. Jika tidak mengandung B3 maka dapat dijadikan sebagai bahan
baku bangunan seperti batako. Namun jika mengandung B3 maka akan diproses
dengan teknologi tertentu sesuai ketentuan yang berlaku. Untuk menampung abu
ini, di lokasi PLTSa akan dibuat penampungan abu dengan kapasitas 1.400 M3,
yang mampu menampung abu selama 14 hari beroperasi.

2. Limbah cair

Pada kegiatan penirisan sampah akan menghasilkan lindi dan bau. Lindi akan
ditampung kemudian diolah sampai pada tingkat tertentu. Sedangkan bau yang
ditimbulkan berada dalam bunker bertekanan negatif sehingga tidak akan keluar
tetapi tersedot dalam tungku pembakaran sehingga tidak menimbulkan bau sampah
di luar bangunan.

3. Limbah gas

Setiap sampah yang belum mengalami proses akan mengeluarkan bau yang tidak
sedap baik saat pengangkutan maupun penumpukkan dan akan mengganggu
kenyamanan bagi masyarakat umum. Untuk menghindari bau yang berasal dari
sampah akan dibuat jalan tersendiri ke lokasi PLTSa melalui jalan Tol, di sekeliling
bagunan PLTSa akan ditanami pohon sehingga membentuk greenbelt (sabuk hijau)
seluas 7 hektar.

D. Dampak

1. Dampak positif

Diperkirakan dari 500 - 700 ton sampah atau 2.000 -3.000 m3 sampah per
hari akan menghasilkan listrik dengan kekuatan 7 Megawatt. Sampah sebesar itu
sama dengan sampah yang dibuang ke TPA. Dari pembakaran itu, selain
menghasilkan energi listrik, juga memperkecil volume sampah kiriman. Jika telah
dibakar dengan temperatur tinggi , sisa pembakaran akan menjadi abu dan arang
yang memiliki volume 5% dari jumlah sampah sebelumnya. Abu sisa pembakaran
pun bisa dimanfaatkan untuk bahan baku pembuatan batu bata dan batako.

2. Dampak negatif yaitu :

Penerapan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) sangat mungkin


mengakibatkan pencemaran lingkungan di sekitar area PLTSa oleh abu, asap dan
material lain hasil dari proses pembakaran sampah. Abu yang dihasilkan dari proses
pembakaran sampah mengandung senyawa-senyawa berbahaya seperti :

Dioxin

Dioxin adalah senyawa organik berbahaya yang merupakan hasil sampingan dari
sintesa kimia pada proses pembakaran zat organik yang bercampur dengan bahan
yang mengandung unsur halogen pada temperatur tinggi, misalnya plastik pada
sampah, dapat menghasilkan dioksin pada temperatur yang relatif rendah seperti
pembakaran di tempat pembuangan akhir sampah (TPA). PLTSa sudah dilengkapi
dengan sistem pengolahan emisi dan efluen, sehingga polutan yang dikeluarkan
berada di bawah baku mutu yang berlaku di Indonesia, dan tidak mencemari
lingkungan.

Residu

Hasil dari pembakaran sampah yang lainnya adalah berupa residu atau abu
bawah (bottom ash) dan abu terbang (fly ash) yang termasuk limbah B3, namun
hasil-hasil studi dan pengujian untuk pemanfaatan abu PLTSa sudah banyak
dilakukan di negara-negara lain. Di Singapura saat ini digunakan untuk membuat
pulau, dan pada tahun 2029 Singapura memiliki sebuah pulau baru seluas 350 Ha
(Pasek, Ari Darmawan, 2007).

Bau

Setiap sampah yang belum mengalami proses akan mengeluarkan bau yang tidak
sedap baik saat pengangkutan maupun penumpukkan dan akan mengganggu
kenyamanan bagi masyarakat umum.
Logam berat

Logam berat yang mencemari lingkungan umumnya berukuran kecil namun tetap
berbahaya bagi kelangsungan makhluk hidup di wilayah pencemaran.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Ketika bahan bakar yang berupa minyak bumi dan gas alam semakin
menipis maka biomasa mulai diperhitungkan menjadi solusi alternatif. Terlebih lagi
saat kelompok hijau makin keras menyuarakan penghematan energi. Minyak bumi
dan gas alam akan terus menipis persediaannya padahal manusia terus
membutuhkan energi untuk kelangsungan hidup. Biomasa kemudian menjadi salah
satu pilihan karena relatif mudah dikelola dan dapat diperbarui, itupun selama
perencanaan dan pelaksanaannya berjalan dengan baik.

Salah satunya ialah penerapan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa)


merupakan upaya paling ideal yang dapat dilakukan untuk mengganti bahan bakar,
selain itu juga mampu mengurangi volume sampah yang ditimbun di Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) Sampah dan mengkonversi panas yang dihasilkan dari
proses pembakaran sampah untuk menggerakan turbin dan kemudian menghasilkan
energi berupa listrik.

Dalam penerapannya, harus diperhatikan upaya pengolahan limbah yang


dihasilkan selama proses pengubahan sampah menjadi energi listrik.

Anda mungkin juga menyukai