Anda di halaman 1dari 4

Fenol dan Polifenol

Senyawa fenol dapat di definisikan secara kimiawi oleh adanya satu cincin
aromatik yang membawa satu (fenol) atau lebih (polifenol) substitusi hydroksil.
Fenol memiliki rumus molekul C6H5OH, merupakan senyawa organik yang
mempunyai satu gugus hidroksil pada cincin benzena. Senyawa fenol memiliki
nama lain seperti asam karbolik maupun fenil alkohol.
Fenol merupakan senyawa organik yang tidak berwarna dan memiliki bau
khas (volatil). Fenol memiliki sifat yang toksik dan korosif terhadap kulit (iritasi)
dan pada konsentrasi tertentu bisa mengakibatkan kematian pada manusia maupun
organisme.
Disisi lain, polifenol merupakan senyawa kimia yang ditemukan pada
tumbuhan. Molekul penyusunnya terdiri dari banyak gugus fenol. Senyawa
polifenol yang terdapat dalam tanaman antara lain asam fenolat, flavonoid, tanin
dan fitat. Senyawa-senyawa ini distribusinya terdapat dalam daun, batang, akar,
bunga, buah dan biji serta selalu terdapat dalam makanan yang berasal dari
tanaman (Muchtadi, 1989).

Fenol Polifenol
Gambar 1. Struktur fenol dan polifenol

Asam Fitat
Asam fitat adalah bentuk utama fosfor dalam biji tanam-tanaman
(Muchtadi, 1989). Senyawa ini sulit untuk dicerna, sehingga fosfor dalam asam
fitat tidak dapat digunakan oleh tubuh. Hal ini dikarenakan tidak adanya enzim
fitase dalam jumlah cukup didalam sistem pencernaan manusia untuk
menghidrolisis asam fitat. Salah satu contoh tanaman pangan yang mengandung
asam fitat adalah sorgum.
Asam fitat pada sorgum merupakan antinutrisi yang merugikan sistem
pencernaan manusia (Suarni, 2012). Asam fitat merupakan bentuk penyimpanan
fosfor yang terbesar pada tanaman serealia termasuk sorgum. Senyawa tersebut
dapat mengikat mineral menjadi terganggu dan memberi kontribusi terhadap
mineral di dalam tubuh. Asam fitat dalam konsentrasi rendah bisa menjadi
antioksidan (Suarni, 2012).
Sifat fungsional asam fitat sebagai antioksidan didasarkan kemampuannya
untuk mengikat molekul bisa, yaitu Fe3+. Diketahui bahwa jika konsentrasi Fe3+
ditambahkan pada larutan asam fitat, maka Fe3+ fitat tidak larut sempurna pada
pH rendah (1-3,5) dan perlahan-lahan naik kelarutannya diatas pH 4. Hal ini
selanjutnya menjadikan asam fitat sebagai antioksidan primer. Mekanisme kerja
antioksidan primer adalah dengan cara mencegah pembentukan senyawa radikal
bebas baru atau mengubah radikal bebas yang telah terbentuk menjadi lebih stabil
dan kurang reaktif degan cara memutus reaksi berantai (polimerisasi) atau dikenal
dengan istilah chain-breaking-antioxidant. Reaksi-reaksi tersebut biasanya
menghasilkan senyawa beroksigen yang reaktif dan akhirnya bisa menghasilkan
hidroksil radikal (Sayuti dan Yenrina, 2015).

Kedelai
Di dalam kedelai, terdapat senyawa flavonoid yang berperan sebagai
antioksidan. Senyawa flavonoid tersebut adalah dari golongan isoflavon dengan
kadar 0,25%. Selain isoflavon, kedelai juga mengandung senyawa flavonoid
golongan genistein dan daidzein (Suarni, 2012).
Kandungan isoflavon dalam kedelai bisa menurunkan kolesterol LDL
yang tersusun atas trigliserida. Mekanisme isoflavon dalam menurunkan
trigliserida yaitu dengan mengaktifkan faktor transkripsi ligand-dependent yang
disebut dengan Peroxisome Proliferator Activated Receptor (PPAR). PPAR
merupakan salah satu tipe PPAR. Aktivasi PPAR akan menurunkan kadar
trigliserida melalui induksi oleh gen yang bertugas menurunkan ketersediaan
trigliserida dalam lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL) yang dihasilkan oleh
hati dan meningkatkan lipolisis tryglyceride-rich plasma lipoprotein seperti
kilomikron dan VLDL oleh lipoprotein lipase (Rakhmiditya dan Kartini, 2014).
Sifat fungsional lain isoflavon yaitu sebagai pengakap (scavenger) radikal
bebas. Mekanisme fungsionalnya yaitu gugus 4-hidroksil pada cincin B senyawa
isoflavon berperan sebagai penangkap radikal bebas dikarenakan grup hidroksil
tersebut dapat mendonorkan sebuah elektron ke radikal hidroksil dan peroksil,
menstabilkan kedua radikal tersebut serta membentuk radikal flavonoid yang
relatif lebih stabil (Astuti, 2008).
Senyawa isoflavon yang terdapat dalam kedelai terdiri dari 3 (tiga)
penyusun, yaitu genestein (60%), daidzein (30%) dan glycitein (10%). Genistein
adalah salah satu aglikon dari isoflavon kedelai (Lewidharti et al, 2015).
Genistein dalam kedelai memiliki sifat fungsional sebagai anti-tumor atau anti-
kanker, terutama kanker payudara.
Mekanisme genestein dalam menghambat sel kanker melalui mekanisme
sebagai berikut (Atun, 2009) :
1. Penghambatan pembelahan/proliferasi sel (baik sel normal, sel yang
terinduksi oleh faktor pertumbuhan sitokinin, maupun sel kanker payudara
yang terinduksi dengan nonil-fenol atau bi-fenol A) yang diakibatkan oleh
penghambatan pembentukan membran sel, khususnya penghambatan
pembentukan protein yang mengandung tirosin.
2. Penghambatan aktivitas enzim DNA isomerase II.
3. Penghambatan regulasi siklus sel.
4. Sifat antioksidan dan anti-angiogenik yang disebabkan oleh sifat reaktif
terhadap senyawa radikal bebas.
5. Sifat metagenik pada gen endoglin (gen transform faktor pertumbuhan
betha atau TGF). Mekanisme ini dapat berlangsung apabila konsentrasi
genestein lebih besar dari 5 M.
Selain senyawa genestein, isoflavon kedelai juga tersusun dari senyawa
daidzein, yang memiliki kadar 30%. Senyawa daidzein memiliki sifat fungsional
sebagai pencegah osteoporosis. Penyakit osteoporosis merupakan gangguan
berkurangnya kepadatan dalam tulang. Hal ini dikarenakan adanya menurunnya
aktivitas hormon esterogen.
Mekanisme daidzein sebagai pencegah penyakit osteoporosis yaitu
senyawa daidzein bisa dimetabolisme di dalam usus menjadi equol. Equol yaitu
suatu metabolit yang memiliki aktivitas estrogenik yang lebih besar dai daidzein
dan metabolit lain yang kurang estrogenik (Kridawati, 2011). Equol memiliki
struktur fenolik yang mirip dengan hormon estrogen. Mengingat hormon estrogen
berpengaruh pula terhadap metabolisme tulang, terutama proses klasifikasi, maka
adanya senyawa daidzei dalam isoflavon yang bersifat estrogenik dapat
berpengaruh terhadap berlangsungnya proses klasifikasi (Atun, 2009).
Daftar Pustaka
Astuti, S. 2008. Isoflavon Kedelai dan Potensinya Sebagai Penangkap Radikal
Bebas. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Vol. 13, nomor 2.
Lampung : Universitas Lampung.
Atun, S. 2009. Potensi Senyawa Isoflavon dan Derivatnya dari Kedelai (Glycine
max L.) serta Manfaatnya untuk Kesehatan. Prosiding Seminar Nasional
Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA. Yogyakarta : Universitas
Negeri Yogyakarta.
Lewidharti, R. S., Soetjipto, H. dan Andini, S. 2015. Dinamika Konsentrasi
Genistein Dalam Proses Pembusukan Tempe Kedelai. Seminar Nasional
Kimia dan Pendidikan Kimia VII. ISBN : 978-602-73159-0-7. Surakarta :
UNS.
Muchtadi, D. 1989. Aspek Biokimia dan Gizi Dalam Keamanan Pangan. Bogor.
Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Rakhmiditya, H. A. dan Kartini, A. 2014. Pengaruh Pemberian Snack Bar
Berbahan Dasar Kombinasi Ubi Jalar Ungu dan Kedelai (Hitam dan
Kuning) Terhadap Kadar Trigliserida Pada Wanita Dewasa
Hipertrigliserida. Journal of Nutrition College Vol. 3, nomor 1. Semarang
: Universitas Diponegoro.
Suarni. 2012. Potensi Sorgum sebagai Bahan Pangan Fungsional. Jurnal Iptek
Tanaman Pangan Vol. 7, no. 1. Maros : Balai Penelitian Tanaman
Serealia.
Sayuti, K dan Yenrina, R. 2015. Antioksidan, Alami dan Sintetik. Padang :
Andalas University Press.

Anda mungkin juga menyukai