PENDAHULUAN
akut atau kronik dan termasuk penyakit hati yang paling berbahaya dibanding
dengan penyakit hati yang lain karena penyakit Hepatitis B ini tidak menunjukkan
gejala yang jelas, hanya sedikit warna kuning pada mata dan kulit disertai lesu.
Penderita sering tidak sadar bahwa sudah terinfeksi virus Hepatitis B dan tanpa
menimbulkan problema pasca akut bahkan dapat terjadi sirosis hepatis dan
termasuk negara dengan kategori tingkat endemik yang tinggi dimana hasil Riset
terus bertambah terlebih lagi terdapat carrier atau pembawa penyakit dan dapat
menjadi penyakit pembunuh diam-diam (Silent Killer) bagi semua orang tanpa
kecuali.[2]
Resiko penyakit kronis pada penderita Hepatitis B jauh lebih besar bila
infeksi terjadi mulai dari awal kehidupan dibandingkan dengan infeksi terjadi
1
pada umur dewasa. Infeksi penyakit Hepatitis B pada masa bayi mempunyai
resiko untuk menjadi kronis sekitar 90% dan sebanyak 25%-30% diantaranya
Di seluruh dunia, dua milyar orang telah terinfeksi virus hepatitis B (VHB),
360 juta mengalami infeksi kronis, dan 600.000 meninggal setiap tahun dari
kesehatan masyarakat yang serius di seluruh dunia. Sebagian besar individu yang
terinfeksi VHB tanpa gejala klinik yang nyata, terutama pada pengidap sehat. Dari
aspek epidemiologis yang paling berbahaya adalah pengidap sehat, karena status
belum ada pengobatan yang memuaskan. Oleh karena itu sebaiknya perhatian
Imunisasi merupakan suatu upaya pencegahan yang paling efektif dan paling
imunisasi Hepatitis B dimulai pada Tahun 1987 dan telah masuk ke dalam
program imunisasi rutin secara nasional sejak Tahun 1997. Pada Tahun 1991
nasional, meskipun demikian tetap saja masih ditemukan kasus penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) seperti kasus Hepatitis. Kasus penyakit
2
Imunisasi hepatitis B pada individu dimaksudkan agar individu membentuk
antibodi yang ditunjukan untuk mencegah infeksi oleh virus hepatitis B. Tujuan
dan kematian yang disebabkan oleh infeksi hepatitis B dan manifestasinya, secara
tidak langsung menurunkan angka kesakitan dan kematian karena kanker hati dan
hepatitis B lengkap yaitu balita yang mendapat tiga dosis hepatitis B sebelum
umur satu tahun. Dengan tiga dosis ini, maka perlindungan terhadap ancaman
dengan mukosa penderita virus, feses, dan urine, pisau cukur, selimut, alat
bukan mustahil dapat terjadi melalui jarum suntik yang seharusnya sekali pakai
buang, namun dipakai ulang. Kejadian ini bisa berlangsung di Puskesmas, klinik,
atau di layanan kesehatan lain yang kurang terjaga sterilitas alat-alat medisnya.
Cara lain penyebaran virus ini adalah karena terbawa dari sejak kandungan dari
Mengacu pada latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis ingin
3
Mengingat di daerah perkotaan penyakit Hepatitis B menduduki urutan ketiga
sebagai penyebab kematian pada semua golongan umur dari kelompok penyakit
menular. [5]
Berdasarkan latar belakang di atas maka masalah dalam penelitian ini dapat
dirumuskan yaitu Apakah ada hubungan riwayat imunisasi dan riwayat kontak
Sudirohusodo, Makassar.
4
5. Mengetahui hubungan pemberian Imunisasi dan riwayat kontak dengan
Dr.Wahidin Sudirohusodo.
Yang menjadi ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Sudirohusodo
5
1.5.2. Bagi Masyarakat
hepatitis di wilayah lain yang memiliki kondisi yang serupa dengan wilayah
penelitian.
Sebagai bahan masukan dan bahan pembanding dalam penelitian lebih lanjut
mengenai Hepatitis B dan hal-hal yang belum terungkap dalam penelitian ini.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kata imun berasal dari bahasa latin imunitas yang berarti pembebasan
(kekebalan) yang diberikan kepada para senator Romawi selama masa jabatan
mereka terhadap kewajiban terhadap warga biasa dan terhadap dakwaan. Dalam
perlindungan terhadap penyakit, dan lebih spesifik lagi terhadap penyakit menular.
Sistem imun adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel sel serta
produk zat zat yang dihasikannya, yang bekerja sama secara kolektif dan
terkoordinir untuk melawan benda asing seperti kuman kuman penyakit atau
Kuman disebut antigen. Pada saat pertama kali antigen ke dalam tubuh,
maka sebagai reaksinya tubuh akan membuat zat anti yang disebut antibodi. Pada
umumnya reaksi pertama tubuh untuk membentuk antibodi tidak terlalu kuat
karena tubuh belum mempunyai pengalaman terhadap antigen yang masuk, tetapi
pada reaksi yang kedua, ketiga dan seterusnya, tubuh sudah mempunyai memori
waktu yang lebih cepat dan dalam jumlah yang lebih banyak, itulah sebabnya pada
atau vaksinasi. Hal ini dimaksudkan sebagai usaha untuk memberikan kekebalan
terhadap penyakit infeksi pada bayi, anak maupun juga orang dewasa dan
7
merupakan tindakan pencegahan agar individu tersebut tidak terjangkit penyakit
infeksi atau seandainya terkenapun tidak akan menimbulkan akibat yang fatal.[6]
[7][6][7]
Saat individu diberi vaksin, sebenarnya dia menerima bagian dari kuman
antigen penyakit sebagai imunisasi rutin di Negara berkembang, yaitu BCG, DPT,
Imunisasi ada dua macam yaitu imunisasi aktif dan imunisasi pasif.
Imunisasi aktif adalah pemberian suatu bibit penyakit yang telah dilemahkan
(vaksin) agar nantinya sistem imun tubuh berespon spesifik dan memberikan suatu
ingatan terhadap antigen ini, sehingga ketika terpapar lagi tubuh dapat mengenali
dengan cara pemberian zat imunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu
proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manumur (kekebalan yang didapat
Contoh imunisasi pasif adalah penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum) pada
orang-orang yang mengalami luka kecelakaan. Contoh lain adalah yang terdapat
pada bayi yang baru lahir di mana bayi tersebut menerima berbagai jenis antibodi
8
dari ibunya melalui darah plasenta, selama masa kandungan, misalnya antibodi
terhadap campak.[9]
dengan jarak waktu satu bulan antara suntikan pertama dan kedua, dan lima bulan
antara suntikan kedua dan ketiga. Imunisasi ulang diberikan 5 tahun setelah
tergantung dari rekomendasi pabrik pembuat vaksin hepatitis B mana yang kita
berbeda dengan jadwal vaksinasi vaksin buatan MSD (Merck Sharp & Dohme),
Khusus bagi bayi yang lahir dari seorang ibu pengidap virus hepatitis B,
upaya pencegahan yang sangat efektif untuk memutuskan rantai penularan melalui
9
Berikutnya bayi tersebut harus pula mendapat imunisasi aktif 24 jam setelah
lahir, dengan penyuntikan vaksin hepatitis B dengan cara pemberian yang sama
seperti biasa. Risiko penularan hepatitis B dari ibu ke bayinya sangat tinggi, oleh
karena itu ibu hamil sebaiknya melakukan pemeriksaan darah untuk mendeteksi
pertama (HB-0) diberikan segera setelah bayi lahir atau kurang dari 7 hari setelah
jenis alat suntik yang hanya bisa digunakan sekali pakai dan telah berisi vaksin
10
dosis tunggal dari pabrik. Vaksin ini diberikan dengan dosis 0,5 ml. Vaksin tidak
hanya diberikan pada bayi. Vaksin juga diberikan pada anak umur 12 tahun yang
di masa kecilnya belum diberi vaksin Hepatitis B. Selain itu orang-orang yang
berada dalam rentan risiko Hepatitis B sebaiknya juga diberi vaksin ini.[11]
Reaksi imunisasi yang terjadi biasanya berupa nyeri pada tempat suntikan,
yang mungkin disertai dengan timbulnya rasa panas atau pembengkakan. Reaksi
ini akan menghilang dalam waktu 2 hari. Reaksi lain yang mungkin terjadi ialah
Selama pemakaian 10 tahun ini tidak dilaporkan adanya efek samping yang
penyakit AIDS akibat pemberian vaksin hepatitis yang berasal dari plasma,
lain, vaksin ini tidak boleh diberikan kepada penderita infeksi berat yang disertai
kejang. Kehamilan dan laktasi bukan indikasi kontra imunisasi VHB. Vaksinasi
hepatitis B dapat diberikan kepada ibu hamil dengan aman dan tidak
selama dalam kandungan ibu maupun kepada bayi selama beberapa bulan setelah
lahir. [12]
11
e. Lama perlindungan vaksin hepatitis B [12]
Hampir semua anak yang menerima tiga dosis vaksin hepatitis B mencapai
kekebalan, namun sekitar 20% turun dibawah ambang batas antibody paling pada
hepatitis B secara luas selama tiga dekade terakhir. Banyak Negara sekarang
beresiko.
antibody adalah 10 sampai 100 kali lipat lebih tinggi daripada tingkat pelindung.
memiliki tingkat antibody pelindung di bawah ambang batas dan dalam beberapa
Analisis prospektif yang dimulai pada tahun 1995 ini mendaftarkan 1129
anak yang berumur delapan sampai 10 tahun yang telah menerima rangkaian
sebesar 10mcg suntikan intramuskular pada saat lahir, satu bulan dan pada enam
bulan.
Para peserta kemudian diacak untuk menerima dosis booster (penguat) pada
tahun ke-5, 10 atau 15 dari studi. Tingkat antibodi diukur pada satu sampai dua
12
bulan setelah satu sampai bulan pertama setelah dosis vaksin ketiga; satu sampai
dua bulan sebelum dan sesudah vaksinasi penguat dan pada 5, 10 dan 15 tahun
setelah inisiasi awal. Sekitar 220 peserta dari kelompok vaksin penguat
Hampir semua peserta dalam kelompok vaksin pen guat memiliki tingkat
vaksin penguat. Hampir 90% dari anak-anak dalam kelompok dengan penguat
lima tahun dan sepuluh tahun memiliki tingkat antibodi setidaknya 10 IU/L, pada
menurun sampai 77% di antara kelompok yang menerima vaksin penguat pada
tahun ke 15.
Hepatitis adalah suatu proses peradangan difus pada jaringan yang dapat
disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan serta
bahan bahan kimia. Hepatitis virus merupakan infeksi sistemik oleh virus disertai
Hepatitis B adalah infeksi yang terjadi pada hati yang disebabkan oleh virus
hepatitis B (VHB). Penyakit ini bisa menjadi akut atau kronis dan dapat pula
dianggap sebagai persoalan kesehatan masyarakat yang harus diselesaikan. Hal ini
13
karena selain prevelensinya tinggi, virus hepatitis B dapat menimbulkan problema
pasca akut bahkan dapat terjadi cirrHOsis hepatitis dan carcinoma hepatocelluler
primer.[15]
Sepuluh persen dari infeksi virus hepatitis B akan menjadi kronik dan 20%
penderita hepatitis kronik ini dalam waktu 25 tahun sejak tertular akan mengalami
akan menjadi kronik lebih tinggi bila infeksi terjadi pada umur balita dimana
Pada saat ini diperkirakan terdapat kira kira 350 juta orang pengidap
(carrier) HBsAg dan 220 juta (78%) terdapat di Asia termasuk Indonesia. [15]
Hepatitis B disebabkan oleh virus Hepatitis B (VHB). Virus ini pertama kali
ditemukan oleh Blumberg tahun 1965 dan dikenal dengan nama antigen Australia
dengan Partikel Dane. Lapisan luar terdiri atas antigen HBsAg yang
membungkus partikel inti (core). Pada partikel inti terdapat hepatitis B core
terdiri atas lipoprotein. Bila mula-mula hanya ada 4 subtipe protein virus hepatitis
B menurut sifat imunologiknya, yaitu adw, adr, ayw, dan ayr. Sekarang ada
tambahan subtipe baru, yaitu ayw1-ayw4, adw2, adw4, adrq- dan adrq+. Bahkan
belakangan ini ada determinan subtipe yang baru yang terjadi karena penambahan
14
asam amino pada posisi 127, 144, 145, 158, 159, 177, dan 178. Arti perbedaan
subtipe HbsAg untuk kepentingan HBV sendiri sampai sekarang belum diketahui.
Namun secara praktis subtipe HbsAg ini dipakai untuk mempelajari epidemiologi
HBV antara lain dengan melihat distribusi geografik subtipe HbsAg ini. Sebagai
contoh Subtype adw terjadi di Eropa, Amerika dan Australia. Subtipe ayw terjadi
di Afrika Utara dan Selatan. Subtipe ayw dan adr terjadi di Malaysia, Thailand,
bagaimana peran yang sesungguhnya dari hal hal tersebut masih belum jelas.
patogenetik. Ada dua kemungkinan : (1) Efek simptomatik langsung dan (2)
adanya induksi dan reaksi imunitas melawan antigen virus atau antigen hepatosit
yang diubah oleh virus, yang menyebabkan kerusakan hepatosit yang di infeksi
virus.
Pada hepatitis kronik terjadi peradangan sel hati yang berlanjut hingga
timbul kerusakan sel hati. Dalam proses ini dibutuhkan pencetus target dan
Targetnya dapat berupa komponen struktur sel, ultrastruktur atau jalur enzimatik.
imun tubuh, ketidakefektifan respon imun atau pemberian obat yang terus -
menerus.
15
2.2.4. Diagnosis
dengan HBsAg positif (> 6 bulan) di dalam serum, tingginya kadar HBV DNA
peningkatan intermitten ALT>10 kali batas atas nilai normal (BANN). [18]
B. Titer HBsAg yang masih positif lebih dari 6 bulan menunjukkan infeksi
imunitas dan atau penyembuhan proses infeksi. Adanya HBeAg dalam serum
berkorelasi dengan kadar HBV DNA. Namun tidak adanya HBeAg (negatif)
bukan berarti tidak adanya replikasi virus, keadaan ini dapat dijumpai pada
penderita terinfeksi HBV yang mengalami mutasi (precore atau core mutant).
16
Penelitian menunjukkan bahwa pada seseorang HBeAg negatif ternyata memiliki
HBV DNA >105 copies/ml. Pasien hepatitis kronis B dengan HBeAg negatif yang
banyak terjadi di Asia dan Mediteranea umumnya mempunyai kadar HBV DNA
positif. Pada jenis ini meskipun HBeAg negatif, remisi dan prognosis relatif jelek,
dan keadaan carrier HBsAg inaktif. Yang membedakan keduanya adalah titer
dengan HBeAg positif dan hepatitis B kronis dengan HBeAg negatif. [18]
persoalan berkaitan dengan pemeriksaan kadar HBV DNA. Pertama, metode yang
digunakan untuk mengukur kadar HBV DNA. Saat ini ada beberapa jenis
hybridization dan PCR. Dalam penelitian, umumnya titer HBV DNA diukur
kadar HBV DNA fluktuatif. Ketiga, penentuan ambang batas kadar HBV DNA
lain penentuan kadar HBV DNA adalah untuk membedakan antara carrier
hepatitis inaktif dengan hepatitis B kronis dengan HBeAg negatif : kadar <105
17
copies/ml lebih menunjukkan carrier hepatitis inaktif. Saat ini telah disepakati
sebagai prediksi gambaran histologi. Pasien dengan kadar ALT yang meningkat
normal. Pasien dengan kadar ALT normal memiliki respon serologi yang kurang
baik pada terapi antiviral. Oleh sebab itu pasien dengan kadar ALT normal
anti viral. Ukuran spesimen biopsi yang representatif adalah 1-3 cm (ukuran
atau Tru-cut. Salah satu metode penilaian biopsi yang sering digunakan adalah
Pada setiap pasien dengan infeksi HBV perlu dilakukan evaluasi awal. Pada
pasien dengan HBeAg positif dan HBV DNA > 105copies/ml dan kadar ALT
ALT berkala dan skrining terhadap risiko KHS, jika perlu dilakukan biopsi hati.
18
Sedangkan bagi pasien dengan keadaan carrier HBsAg inaktif perlu dilakukan
4. Biopsi hati
menunjukkan hepatitis
kronis (skor
nekroinflamasi > 4)
a. Hepatitis B akut
Hepatitis B akut yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu yang
19
Terdiri atas 2, yaitu:
Bentuk hepatitis ini meliputi 95% penderita dengan gambaran ikterus yang
jelas. Gejala klinis terdiri atas 3 fase yaitu: fase praikterik, gejala non spesifik,
permulaan penyakit tidak jelas, demam tinggi, anoreksia, mual, nyeri di daerah
hati disertai perubahan warna air kemih menjadi gelap. Pemeriksaan laboratorium
mulai tampak kelainan hati, fase ikterik, gejala demam dan gastrointestinal mulai
hebat dengan puncak pada minggu ke dua. Setelah timbul ikterus, gejala menurun
dan pemeriksaan laboratorium tes fungsi hati abnormal dan fase penyembuhan,
2) Hepatitis Fulminan
Bentuk ini sekitar 1% dengan gambaran sakit berat dan sebagian besar
kematian.
a. Hepatitis B kronik
Hepatitis B kronik yaitu kira kira 5 -10% penderita hepatitis B akut akan
mengalami hepatitis B kronik. Hepatitis ini terjadi jika setelah 6 bulan tidak
20
2.2.6. Sumber dan Cara Penularan
Sumber penularan berupa darah, saliva, kontak dengan mukosa penderita virus,
feses, dan urine, pisau cukur, selimut, alat makan, alat kedokteran yang
Penularan virus hepatitis B melalui berbagai cara yaitu parenteral dimana terjadi
penembusan kulit atau mukosa misalnya melalui tusuk jarum atau benda yang
susah tercemar virus Hepatitis B dan pembuatan tattoo, kemudian secara non
parenteral yaitu karena persentuhan yang erat dengan benda yang tercemar virus
hepatitis B. Secara epidemiologi penularan infeksi virus hepatitis B dari Ibu yang
HBsAg positif kepada anak dilahirkan yang terjadi selama masa perinatal, dan
seksual.[21]
21
2.2.7. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Hepatitis B[22]
Faktor Host adalah semua faktor yang terdapat pada diri manumur yang dapat
1) Umur
Paling sering bayi dan anak (25,45%). Resiko untuk menjadi kronis menurun
dengan bertambahnya umur, dimana bayi pada 90% menjadi kronis, pada anak
2) Jenis Kelamin
Bayi baru lahir atau bayi dua bulan pertama setelah lahir sering terinfeksi
Hepatitis B, terutama pada bayi yang belum mendapat imunisasi Hepatitis B. Hal
4) Kebiasaan hidup
aktivitas seksual dan gaya hidup seperti HOmoseksual, pecandu obat narkotika
5) Pekerjaan
dokter, dokter bedah, dokter gigi, perawat, bidan, petugas kamar operasi, petugas
22
laboratorium dimana pekerjaan mereka sehari hari kontak dengan penderita dan
b. Faktor Agent
imunologik protein pada HBsAg, virus dibagi menjadi 4 subtipe yaitu adw, adr,
c. Faktor Lingkungan
adalah lingkungan dengan sanitasi jelek daerah dengan prevelensi virus hepatitis
B (VHB) tinggi, daerah unit pembedahan, daerah unit laboratorium, daerah bank
darah, daerah tempat pembersihan, transplantasi, dan daerah unit penyakit dalam.
penyakit yang panjang hingga 4 sampai 8 bulan, keadaan ini dikenal sebagai
hepatitis kronik persisten, dan terjadi pada 5% hingga 10% pasien. Akan tetapi
meskipun kronik persisten dan terjadi pada 5 % hingga 10% pasien. Akan tetapi
kembali.
alkoHOl dan aktivitas fisik yang berlebihan. Ikterus biasanya tidak terlalu nyata
23
dan tes fungsi hati tidak memperlihatkan kelainan dalalm derajat yang sama. Tirah
Akhirnya suatu komplikasi lanjut dari hepatitis yang cukup bermakna adalah
selain itu juga adanya kanker hati yang primer. Dua faktor penyebab utama yang
sirosis terakit dengan virus hepatitis C dan infeksi kronik telah dikaitkan pula
Dengan penanggulangan yang cepat dan tepat, prognosisnya baik dan tidak
sebagian kasus lainnya, hepatitis kronik persisten dan kronk aktif berubah
menjadi keadaan yang lebih serius, bahkan berlanjut menjadi sirosis. Secara
survey dari 1.675 kasus dalam satu kelompok, ternyata satu dari delapan pasien
Di seluruh dunia ada satu diantara tiga yang menderita penyakit hepatitis B
meninggal dunia.
24
2.2.10. Penatalaksanaan Hepatitis B [22]
Tidak ada pengobatan spesifik untuk hepatitis virus, akan tetapi secara
a. Istirahat
Pada periode akut dan keadaan lemah diharuskan cukup istirahat. Istirahat
b. Diet
Jika pasien mual, tidak ada nafsu makan atau muntah muntah, sebaiknya
diberikan infus. Jika tidak mual lagi, diberikan makanan cukup kalori (30-35
kalori/kg BB) dengan protein cukup (1 gr/kg BB), yang diberikan secara
berangsur angsur disesuaikan dengan nafsu makan klien yang mudah dicerna
dan tidak merangsang serta rendah garam (bila ada resistensi garam/air).
c. Medikamentosa
dimana transaminase serum sudah kembali normal tetapi bilirubin masih tinggal.
25
2.2.11. Pencegahan Penularan Hepatitis B [22]
Selain uji tapis donor darah, upaya pencegahan umum mencakup sterilisasi
tempat khusus dan pemakaian sarung tangan oleh tenaga medis. Mencakup juga
kontak mikrolesi (pemakaian sikat gigi, sisir), menutup luka. Selain itu idealnya
skrining ibu hamil (trimester ke-1 dan ke-3, terutama ibu risiko tinggi) dan
skrining populasi risiko tinggi (lahir di daerah hiperendemis dan belum pernah
1) Health promotion
(VHB).
2) Specific protection
darah, serum, cairan tubuh dari penderita hepatitis, juga pada petugas kebersihan,
penggunaan pakaian khusus sewaktu kontak dengan darah dan cairan tubuh, cuci
26
tangan sebelum dan sesudah kontak dengan penderita pada tempat khusus selain
itu perlu dilakukan pemeriksaan HBsAg petugas kesehatan (unit onkologi dan
II. Sasaran pada tahap ini yaitu bagi mereka yang menderita penyakit atau
a) Pencarian penderita secara dini dan aktif melalui pemeriksaan berkala pada
melalui suatu tes tertentu pada orang yang belum mempunyai atau
menunjukan gejala dari suatu penyakit dengan tujuan untuk mendeteksi secara
4) Disability limitation
upaya mencegah proses berlanjut yaitu dengan pengobatan dan perawatan secara
27
dengan baik dan cepat. Pada dasarnya penyakit hepatitis B tidak membuat
penderita menjadi cacat pada bagian tubuh tertentu. Akan tetapi sekali virus
hepatitis B masuk ke dalam tubuh maka seumur hidup akan menjadi carrier dan
5) Rehabilitation
disadari atau tidak disadari. Penularan virus hepatitis B melalui berbagai cara
yaitu parenteral dimana terjadi penembusan kulit atau mukosa misalnya melalui
tusuk jarum atau benda yang susah tercemar virus Hepatitis B dan pembuatan
tattoo, kemudian secara non parenteral yaitu karena persentuhan yg erat dengan
Orang-orang yang memiliki resiko tinggi untuk tertular antara lain : [22]
petugas kesehatan
28
2.4. Kerangka Teori
HBsAg (+)
Hepatitis B
Gejala Klinis
29
2.5. Kerangka Konsep
Riwayat Pemberian
Imunisasi Hepatitis B
Keterangan:
atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian.[23]Adapun variabel dalam
30
2.7. Hipotesis
Hipotesis 1:
menderita hepatitis B.
Hipotesis 2:
penularan hepatitis B
31
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Case control. Penelitian ini merupakan suatu penelitian (survey) analitik yang
diidentifikasi pada saat ini, kemudian faktor risiko diidentifikasi adanya atau
terjadinya pada waktu yang lalu. Pada kasus ini akan diteliti apakah ada hubungan
antara penyakit hepatitis B yang diderita oleh pasien dengan riwayat imunisasi dan
riwayat kontak terhadap penderita lain pada waktu yang lalu. [25]
Sudirohusodo, Makassar.
32
3.3. Subjek Penelitian
Sampel penelitian adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara
tertentu hingga dianggap dapat mewakili populasinya. [27] Dalam kasus ini, sampel
sampel meliputi kriteria inklusi dan eksklusi, dimana kriteria tersebut menentukan
Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Kriteria Inklusi
penderita Hepatitis B
b. Kriteria Eksklusi
33
3.4. Teknik Sampling
purposive sampling yaitu sampel penelitian adalah sebagian dari seluruh kasus
sebagai berikut :
antigen tunggal) sebelum pulang dari rumah sakit, dosis kedua diberikan saat
bulan. Booster diberikan setelah umur 15 tahun dan kepada kelompok dengan
Kriteria Objektif :
34
Sampel dengan umur >15 tahun:
2. Riwayat kontak adalah kontak dengan penderita dan atau alat alat tertentu
Kriteria objektif :
dll)
dll).
3. Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh "Virus Hepatitis
peradangan hati akut atau menahun yang pada sebagian kecil kasus dapat
berlanjut menjadi kanker hati yang ditandai dengan HBsAg positif di dalam
serum. [30]
35
Positif : Jika hasil pemeriksaan serologic menunjukkan HBsAg
Menurut sumber datanya, data dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua
macam yakni:
1) Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung oleh orang
primer ini disebut juga dengan data asli atau data baru.
2) Data Sekunder
Menurut Saifuddin Azwar, data sekunder atau data tangan kedua adalah data yang
diperoleh dari pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil data primer melalui data kuesioner,
Sudirohusodo. Dan juga data sekunder berupa rekam medik periode Januari
36
3.7. Instrumen Penelitian
Alat ukur atau instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan
peneliti untuk mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan lebih baik,
dalam arti lebih cermat dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. [28]
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kuesioner dan rekam
Kuesioner yaitu teknik pengumpulan data melalui formulir formulir yang berisi
yang diperlukan oleh peneliti. Kuesioner ini dibagikan kepada pasien hepatitis B
pasien berupa nama, alamat, dan nomor telepon. Informasi ini digunakan oleh
peneliti untuk melakukan wawancara sesuai dengan isi kuesioner baik itu melalui
Validitas adalah tingkat keandalan dan kesahihan alat ukur yang digunakan.
Intrumen dikatakan valid berarti menunjukkan alat ukur yang dipergunakan untuk
mendapatkan data itu valid atau dapat digunakan untuk mengukur apa yang
seharusnya di ukur.
37
Jenis uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas
konstruk, yakni uji validitas untuk melihat konsistensi antara komponen konstruk
yang satu dengan yang lainnya. Jika semua komponen tersebut konsisten antara
masing pernyataan dengan skor total dengan menggunakan rumus tekni korelasi
Keterangan:
X : Skor Pertanyaan
N : Jumlah Responden
38
3.8.2 Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas berguna untuk menetapkan apakah instrumen yang dalam hal
ini kuesioner dapat digunakan lebih dari satu kali, paling tidak oleh responden
Reliabilitas juga dapat menunjukkan sejauh mana hasil alat ukur tersebut
dapat diandalkan dan terhindar dari kesalahan pengukuran. Tinggi rendahnya nilai
reliabilitas, secara empiris ditunjukkan oleh satu angka yang disebut koefisien
1,00 namun pada kenyataannya koefisien 1,00 tidak pernah tercapai dalam
koefisien Alpha Cronbach (). Adapun rumus alat ukur metode ini adalah :
yang digunakan sudah tidak valid dan reliabel maka dipastikan hasil penelitiannya
39
3.9. Pengolahan Data[28]
komputerisasi berupa software pengolah data statistik yaitu SPSS for Windows,
Version 20. Agar analisis menghasilkan informasi yang benar, adapun tahapan
a. Editing. Pada tahap ini dilakukan pengecekan isi kuesioner apakah kuesioner
sudah diisi dengan lengkap, jawaban responden jelas, dan relevan antara
c. Processing. Yaitu memindahkan isi data atau memproses isi data dengan
d. Cleaning. Pada tahap ini dilakukan pengecekan kembali data yang sudah di
Analisa data dilakukan secara deskriptif sederhana. Data angket yang telah
dikumpulkan akan dihitung dalam bentuk presentase untuk mengetahui hasil dari
setiap kategori. Data yang telah diperoleh, diedit, diseleksi, diolah, dan dianalisa
40
3.11. Etika Penelitian
ini. Etika menjamin perlindungan hak subjek dan peneliti selama kegiatan
penelitian. [28]
Secara garis besar, peneliti menerapkan prinsip dasar etika penelitian, yaitu:
a. Penghormatan pada harkat dan martabat manumur (respect for human dignity).
memiliki wilayah privasi yang orang lain tidak boleh tahu. Peneliti akan
subjek penelitian. Selain itu aspek kerahasiaan pun dipegang. Peneliti juga akan
penelitian.
41
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
tahun 1947 didirikan rumah sakit dengan meminjam dua (2) bangsal rumah sakit
jiwa yang telah berdiri sejak tahun 1942 sebagai bangsal bedah dan penyakit
dalam yang merupakan cikal bakal berdirinya Rumah Sakit Umum Dadi. Pada
awalnya ditahun 1957 RSU Dadi yang berlokasi di jalan Lanto Dg. Pasewang No.
Selatan, yaitu rumah sakit yang manajemennya diatur oleh pemerintah daerah
sulawsi selatan. Hingga pada tahun 1992 rumah sakit dadi menjadi rumah sakit
Pada tahun 1994 RSU Dadi berubah menjadi Rumah Sakit Vertical milik
departemen kesehatan dengan nama Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr.
540/SK/VI/1994 sebagai rumah sakit kelas A dan sebagai rumah sakit pendidikan
menjadi rumah sakit unit swadana dan pada tahun 1998 dikeluarkan Undang
42
Undang No. 30 Tahun 1997 berubah menjadi unit Pengguna Pendapatan Negara
Bukan Pajak ( PNBP ). Dengan terbitnya peraturan pemerintah R.I. No. 125 tahun
Dr.. Wahidin Sudirohusodo harus dibawa dan berkarya secara produktif, inovatif
konsisten serta antsipatif terhadap perubahan. Visi tidak lain adalah suatu
gambaran menantang tentang keadaan masa depan yang berisikan cita dan citra
yang ingin diwujudkan. Dengan mengacu pada batasan tersebut, visi RSUD Dr.
43
4.1.3. Struktur Organisasi [31]
Pihak yang mengelola perusahaan diatur sedemikian rupa dalam suatu struktur
organisasi.
Pada gambar berikut ini kita akan dapat melihat bentuk struktur organisasi dari
DEWAN
PENGAWAS
DIREKTUR
UTAMA
DIREKTUR
ADMINISTRASI DIREKTUR
DIREKTUR PERENCANAAN
DAN KEUANGAN
DIREKTUR SARANA PENGEMBANGA
PELAYANAN DAN SDM N DAN FARMASI
DAN
PENDIDIKAN
DIVISI DIVISI
DIVISI
DIVISI
44
4.1.4. Pelayanan [31]
d. Pelayanan Intensif
g. Pelayanan Laboratorium
h. Cardiac Center
i. Pelayanan Radiologi
j. Pelayanan Farmasi
l. Pelayanan laundry
Sudirohusodo [31]
4.2.1. Sejarah
Sub Bagian GEH Bagian Ilmu Penyakit Dalam dipusatkan di rumah sakit tersebut.
RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo pada waktu itu dr. Nurdin Perdana untuk
pembangunannya yaitu pada tahun 2006 oleh Direktur Utama RSUP. Dr. Wahidin
45
Sudirohusodo pada waktu itu Dr. drg. Nurshanty. S. Andi Sapada, M.Sc yang
selesai pada tahun 2008. Center ini digunakan bersama dengan Sub Bagian
a. Rawat Jalan
b. Pemeriksaan Endoskopi
d. Biopsi Hati
f. USG Abdomen
46
BAB V
Pada penelitian ini ditemukan sampel sebanyak 196 orang penderita hepatitis
penelitian ini adalah melalui kuesioner. Kuesioner yang digunakan berisi 11 item
pertanyaan yang sebelumnya telah melalui uji validitas, uji reliabilitas dan uji
Tabel. 5.1
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
NO Jenis Kelamin Jumlah Persentase
(orang)
1 Perempuan 10 32.3
2 Laki-laki 21 67.7
Total 31 100.0
Data pada tabel 5.1 di atas, menunjukkan bahwa dari 31 orang responden, yang
47
5.1.2. Umur
Tabel. 5.2
Karakteristik responden berdasarkan umur
NO Umur Jumlah (orang) Persentase (%)
1 >30 tahun 14 45.2
2 16 - 30 tahun 15 48.4
3 < 15 tahun 2 6.5
Total 31 100.0
Data pada tabel 5.2 di atas menunjukkan bahwa dari 31 responden, kebanyakan
58.4 % dan responden terkecil adalah responden dengan umur kurang dari 15
5.1.3. Status
Tabel. 5.3
Karakteristik responden berdasarkan status
Status Frekuensi(orang) Persentase (%)
Belum menikah 7 22.6
Menikah 24 77.4
Total 31 100.0
Data pada tabel 5.3 di atas menunjukkan bahwa dari 31 responden, 24 diantaranya
48
5.2. Hasil Penelitian
Tabel. 5.4
Hubungan antara umur dan imunisasi hepatitis B
Umur Responden Imunisasi Hepatitis B N
Ada Tidak ada
> 30 tahun 2 12 14 (45.2%)
16 30 tahun 5 10 15 (48.4%)
< 15 tahun 1 1 2 (6.5%)
Total 8 (25.8%) 23 (74.2%) 31 (100%)
Dari tabel 5.4 di atas didapatkan bahwa diantara 2 orang responden dengan
umur kurang dari 15 tahun, terdapat 1 orang yang mendapat imunisasi hepatitis B
dan 1 orang yg lain tidak mendapat imunisasi atau vaksin hepatitis B. Sedangkan
dari 15 orang responden dengan umur 16-30 tahun, hanya ada 5 orang yang
vaksin hepatitis B. Dan dari 14 orang responden dengan umur lebih dari 30 tahun,
hanya ada 2 orang yang mendapat imunisasi hepatitis B dan 12 sisanya tidak
49
b. Hubungan antara Umur responden dengan Riwayat Kontak
Tabel. 5.5
Hubungan antara umur responden dan riwayat kontak
Umur Responden Riwayat Kontak N
Ada Tidak ada
> 30 tahun 9 5 14 (45.2%)
16 30 tahun 13 2 15 (48.4%)
< 15 tahun 1 1 2 (6.5%)
Total 23 (74.2%) 8 (25.8%) 31 (100%)
Dari tabel 5.5 di atas, diketahui bahwa dari 2 orang responden yg umurnya
kurang dari 15 tahun terdapat 1 orang yang memiliki riwayat kontak dan 1 orang
yang lain tidak memiliki riwayat kontak dengan penderita hepatitis B. Sedangkan
dari 15 responden dengan umur lebih 16-30 tahun tahun, 13 diantaranya memiliki
riwayat kontak dan 2 orang sisanya tidak memiliki riwayat kontak dengan
penderita hepatitis B sebelumnya. Dan dari 14 responden dengan umur lebih dari
30 tahun tahun, 9 diantaranya memiliki riwayat kontak dan 5 orang sisanya tidak
Dalam penelitian ini digunakan teknik analisis korelasi product moment dari
50
mengindikasikan arah hubungan. Arah hubungan yg positif menandakan bahwa
Pada teknik analisis ini, jika harga R hitung > R tabel maka Ha diterima.
Sedangkan jika harga R hitung < R tabel maka yang diterima adalah H0.
kejadian hepatitis B.
hepatitis B.
51
Uji hipotesis yang pertama dilakukan dengan menggunakan bantuan program
SPSS versi 20.0 for windows, yang hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Imunisasi
Adanya
0.906 0.821 0.355 11.533 1.309 0.458 2.359 hub.
Negatif
Hepatitis B
Sedangkan harga R hitung (0.906) yang lebih besar daripada r tabel (0.355)
Pada kolom koefisien dalam tabel di atas tampak nilai 0,458. Nilai tersebut
penularan hepatitis B
52
Uji hipotesis yang kedua dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi
20.0 for windows, yang hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Riwayat kontak memiliki hubungan positif yang nilai korelasinya sangat lemah
yaitu 0,192. Harga r hitung (0.438) yang lebih dari harga r tabel (0.355)
Pada tabel koefisien tampak nilai 0.119. Nilai tersebut menunjukkan bahwa
apabila variabel Riwayat kontak meningkat 1 poin maka kejadiah hepatitis akan
5.3. Pembahasan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang diteliti baik itu
dibawah 15 tahun, sebagian besar tidak mendapat imunisasi hepatitis B dan vaksin
53
Umur sangat berpengaruh terhadap infeksi hepatitis B setelah umur 15 tahun
Francisco, walaupun anak menerima tiga dosis vaksin hepatitis B dan mencapai
kekebalan, tidak bisa dipungkiri bahwa sekitar 20% dari mereka mengalami
tahun. Maka dari itu diperlukan booster vaksinasi hepatitis B setelah umur 15
tahun atau sebelum 15 tahun terutama bagi mereka yang memiliki resiko tinggi.
akan lebih mudah terinfeksi virus hepatitis B jika sebelumnya tidak mendapat
Hepatitis B
Hasil penelitian yang tampak pada tabel 5.5 menunjukkan bahwa sebagian
besar responden yang berumur lebih dari 15 tahun maupun yang berumur kurang
Pada data yang didapatkan oleh peneliti jumlah penderita hepatitis B dengan umur
lebih dari 15 tahun lebih banyak daripada jumlah penderita dengan umur kurang
dari 15 tahun. Hal ini disebabkan karena penderita dengan umur lebih dari 15
tahun cenderung lebih banyak aktifitas dan kontak terhadap lingkungan sekitar
sehingga memiliki faktor resiko untuk tertular hepatitis B dan penyakit lainnya.
54
Kejadian hepatitis terhadap responden yang tidak memiliki riwayat
dengan benda yang terkontaminasi virus hepatitis B maka resiko untuk menderita
55
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
penderita hepatitis B.
56
e. Persamaan garis regresi pengaruh Riwayat kontak terhadap hepatitis B dapat
B. Saran
pemeriksaan darah (HbsAg) dalam rangka untuk deteksi dini dan uapaya
pencegahan yang dapat dilakukan dan tekhnik perawatan yang benar dengan
57
DAFTAR PUSTAKA
7. Oswari, E. Perawatan Ibu Hamil dan Bayi. 2004, Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
13. Smeltzer, S.C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta:
EGC. 2001
58
16. Stanley, L.R. Buku Ajar Patologi. Jakarta: EGC. 1995.
19. Price, S.A., dan Lorraine M. Wilson, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses
- Proses Penyakit. Vol. 2. Jakarta: EGC. 1995.
20. Tjokronegoro, A. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FK UI.
59
60