Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

PENDAHULUAN

Kandidiasis oral merupakan infeksi oportunistik pada rongga mulut yang tandai
dengan kelainan pada rongga mulut. Infeksi ini akan membentuk lapisan putih
keabu-abuan, curdy, superficial, jika dikerok jaringan di bawahnya meradang dan
eritematous.1 Kandidiasis oral dapat terjadi akibat pertumbuhan berlebih dari
Candida spp. Kandidiasis oral menjadi masalah kesehatan dengan angka
morbiditas yang tinggi setiap tahunnya namun sangat sedikit perhatian yang
diberikan untuk masalah kandidiasis oral .2
Kasus kandidiasis oral pada populasi umum di seluruh dunia berkisar antara
5,8% sampai 98,3%.3 Sementara berdasarkan Riset Kesehatan Dasar angka
morbiditas kandidiasis oral di Indonesia pada tahun 2006 mencapai 84%. Untuk
daerah bandung prevalensinya mencapai 69,3% pada laki-laki dan 30,7% pada
perempuan. Secara umum kandidiasis oral dapat menyerang semua umur baik
pada balita, dewasa, ataupun usia lanjut.2,4
Kandidiasis oral paling sering disebabkan oleh Candida albicans, selain itu
dapat juga disebabkan oleh Candida glabarata, Candida krusei, Candida
tropicalis.5 Candida albicans merupakan bagian dari flora normal yang ditemukan
dalam tubuh, yang pada umumnya tidak menyebabkan gejala.2 Pada keadaan
normal populasi Candida albicans di rongga mulut sekitar 30%-40% dari seluruh
populasi. Candida albicans terutama menetap di dorsum lidah bagian posterior
Jika flora normal rongga mulut terganggu keseimbangannya misalnya karena
terapi antibiotik, penyakit diabetes mellitus, xerostomia, penurunan daya tahan
tubuh seperti AIDS maka akan menyebabkan mikroorganisme oportunis
bermultiplikasi dan menimbulkan lesi pada rongga mulut.1
Lesi kandidiasis yang paling sering ditemukan di dalam rongga mulut adalah
pseudomembran dan eritematosus. Pseudomembran memiliki tanda klinis berupa
lesi bercak atau plak putih yang terdapat di lidah, palatum, dan bukal, kemudian
jika dikerok akan terlepas, meninggalkan permukaan mukosa merah dan dapat
disertai perdarahan ringan. Bentuk eritematosus dikenal juga sebagai antibiotic
sore mouth karena berhubungan dengan penggunaan antibiotik spektrum luas

1
jangka panjang. Pada infeksi ringan ulserasi hanya sedikit pada mukosa dan
infiltrat inflamatori hanya superfisial subepitelial. Pada infeksi yang lebih berat
akan menimbulkan ulserasi yang lebih parah.5 Pasien kandidiasis oral biasanya
mengeluhkan nyeri dan rasa terbakar pada mukosa mulut.
Perawatan kandidiasis rongga mulut memerlukan identifikasi yang tepat, baik
faktor predisposisi maupun kondisi sistemik yang menyebabkan kandidiasis.
Tanpa tindakan tersebut pemberian obat antifungal hanya akan berefek sementara
saja, dan kemudian akan muncul kembali. Identifikasi melalui anamnesa untuk
mengetahui riwayat medis secara umum maupun dental dapat membantu proses
perawatan kandidiasis secara komprehensif.6

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2
2.1 Definisi, Epidemiologi, dan Klasifikasi Kandidiasis Oral
Kandidiasis oral adalah salah satu infeksi fungal yang mengenai mukosa oral yang
ditandai dengan lesi merah dan lesi putih. Kandidiasis oral dapat terjadi akibat
pertumbuhan berlebih dari Candida spp. Kandidiasis oral merupakan infeksi
oportunistik yang umum baik pada oral maupun perioral yang biasanya dihasilkan
dari perkembangan endogenik jamur candida secara berlebihan. Ketika seseorang
mengalami gangguan imun, jamur ini akan bersifat patogen. Bila terjadi infeksi,
filamen dari jamur ini akan berkembang dan meluas ke daerah apikal, dimana
bentuk cabang lateral mulai terlihat pada hifa dan mycelium, dan devisi sel
tunggal yang dihubungkan dengan bentuk yeast. Kandidiasis oral pertama sekali
dikenalkan oleh Hipocrates pada tahun 377 SM, yang melaporkan adanya lesi oral
yang kemungkinan disebabkan oleh genus Kandida.
Menurut laporan World Health Organization (WHO) tahun 2001 frekuensi
kandidiasis oral antara 5,8% sampai 98,3%.3 Kejadian kandidiasis oral
dihubungkan dengan faktor-faktor predisposisi seperti usia, jenis kelamin,
kebiasaan merokok, penggunaan antibiotik oral, dan pengobatan antirertoviral.
Kandidiasis oral dapat menyerang semua umur, baik pria maupun wanita.
Menurut penelitian Shiboski dan kawan-kawan, kejadian kandidiasis oral
meningkat pada usia lebih dari 35 tahun.
Terdapat sekitar 30-40% Kandida albikan pada rongga mulut orang
dewasa sehat, 45% pada neonatus, 45-65% pada anak-anak sehat, 50-65% pada
pasien yang memakai gigi palsu lepasan, 65-88% pada orang yang mengkonsumsi
obat-obatan jangka panjang, 90% pada pasien leukemia akut yang menjalani
kemoterapi, dan 95% pada pasien HIV/AIDS.
Secara klinis ada tujuh tipe kandidiasis oral yang dapat dijumpai yaitu
kandidiasis pseudomembran, kandidiasis eritematus, kandidiasis hiperplastik,
angular cheilitis, kandidiasis atrofik kronis, glosisitis rhomboid medial dan black
hairy tongue.

2.2 Etiologi dan Faktor Resiko Kandidiasis Oral

3
Kandidiasis oral disebabkan oleh jamur Candida albicans. Candida albicans
adalah salah satu mikroorganisme komensal atau flora normal oral tetapi dapat
menimbulkan kondisi patogen pada keadaan tertentu.dan sekitar 30-50% orang
sebagai karier organisme ini. Proliferasi Candida spp dalam rongga mulut dapat
terjadi jika pertahanan tubuh individu mengalami penurunan dan mengakibatkan
suatu penyakit infeksi yang disebut dengan kandidiasis oral.
Candida spp pertama kali ditemukan pada tahun 1844 dari sputum pasien
dengan tuberkulosis. Candida spp dapat bermetabolisme secara aerob dan non
aerob. Tedapat lima tipe spesies kandida yang terdapat di kavitas oral, diantaranya
adalah Candida albicans, Candida tropicalis, Candida krusei, Candida
parapsilosis, Candida guilliermondi.8
Dari kelima tipe tersebut, Candida albicans merupakan agen penyebab
primer pada kandidiasis oral dan terutama menetap di dorsum lidah bagian
posterior. Candida albicans merupakan fungi yang menyebabkan infeksi
opurtunistik pada manusia. Candida albicans merupakan jamur dimorfik karena
mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam dua cara, reproduksi dengan tunas,
membentuk tunas elipsoid, dan bentuk hifa, yang dapat meningkatkan misela baru
atau bentuk seperti jamur.9 Perbedaan bentuk ini tergantung pada faktor eksternal
yang mempengaruhinya. Jamur kandida dengan ukuran 3-5 x 5-10 /m ini dapat
tumbuh pada variasi pH yang luas, tetapi pertumbuhannya akan lebih baik pada
pH antara 4,5 - 6,5. Jamur ini dapat tumbuh dalam pembenihan dengan suhu 28C
- 37C. Candida albicans membutuhkan senyawa organik sebagai sumber karbon
dan sumber energi untuk pertumbuhan dan proses metabolismenya. Jamur ini
merupakan organisme anaerob fakultatif. Candida albicans lebih sering pada
wanita, atau orang-orang dengan golongan darah O, diet tinggi karbohidrat,
serostomia, pengguna antimikroba spektrum luas (contoh: tetrasiklin), pemakai
dental appliance, perokok, kondisi imunokompromis (penyakit HIV, sindrom
Down, malnutrisi, atau diabetes), dan pasien yang dirawat di rumah sakit.
Faktor resiko yang mempengaruhi dari infeksi dari kandidiasis oral yaitu:

1. Faktor Patogen

4
Jamur kandida mampu melakukan metabolisme glukosa dalam kondisi aerobic
maupun anaerobik. Selain itu jamur kandida mempunyai faktor-faktor yang
mempengaruhi adhesi terhadap dinding sel epitel seperti mannose, reseptor
C3d, mannoprotein dan Saccharin. Sifat hidrofobik dari jamur dan juga
kemampuan adhesi dengan fibronektin host juga berperan penting terhadap
inisial dari infeksi ini.10
2. Faktor Host
a. Faktor local. Fungsi kelenjar saliva yang terganggu dapat menjadi
predisposisi dari kandidiasis oral. Sekresi saliva menyebabkan lemahnya dan
mengbersihkan berbagai organisme dari mukosa. Pada saliva terdapat berbagai
protein-protein antimikrobial seperti laktoferin, sialoperoksidase, lisosim, dan
antibodi antikandida yang spesifik.11 Penggunaan obat-obatan seperti obat
inhalasi steroid menunjukan peningkatan resiko dari infeksi kandidiasis oral.
Hal ini disebabkan tersupresinya imunitas selular dan fagositosis. 12
Penggunaan gigi palsu merupakan faktor predisposisi infeksi kandidiasi oral.
Penggunaan ini menyebabkan terbentuknya lingkungan mikro yang
memudahkan berkembangnya jamur kandida dalam keadaan pH rendah,
oksigen rendah, dan lingkungan anaerobik. Penggunaan ini pula meningkatkan
kemampuan adhesi dari jamur ini.13
b. Faktor sistemik. Penggunaan obat-obatan seperti antibiotik spektrum luas
dapat mempengaruhi flora lokal oral sehingga menciptakan lingkungan yang
sesuai untuk jamur kandida berproliferasi. Penghentian obat-obatan ini akan
mengurangi dari infeksi jamur kandida. Obat-obatan lain seperti agen
antineoplastik yang bersifat imunosupresi juga mempengaruhi dari
perkembangan jamur kandida.14
Beberapa faktor lain yang menjadi predisposisi dari infeki kandidiasis oral
adalah merokok, diabetes, sindrom Cushings serta infeksi HIV.

2.3 Patogenesis Kandidiasis Oral


Patogenesis candida spp dimulai pada saat kondisi lingkungan dalam rongga
mulut
memungkinkan untuk menjadi patogen, hal ini ditandai dengan peningkatan
jumlah candida spp. Sebelum terjadi proses kolonisasi, candida terlebih dahulu

5
harus melekat/ adhesi pada dinding sel epitel mukosa rongga mulut. Dinding sel
Candida spp terdiri atas polisakarida mannan, glucan dan chitin. Perlekatan
kandida pada mukosa dibantu oleh enzim Als1p, Als5p, Int1p dan Hwp1p.
Glikoprotein tersebut berikatan dengan matriks ekstra selular dinding sel inang
seperti fibrinogen, laminin dan kolagen. Setelah kandida berhasil melekat maka
candida akan melakukan kolonisasi kemudian tahap selanjutnya adalah invasi.
Candida spp dapat melakukan penetrasi ke dalam epitel dengan merusak
permukaan epitel, hifa Candida spp memiliki enzim aspartyl proteinase, enzim ini
bersifat dapat melisiskan lapisan epitel rongga mulut sehingga epitel rusak dan
candida dapat menginvasi lapisan epitel lebih dalam, kemudian candida spp akan
melekat pada complement receptor 3 (CR3) pada permukaan endotel. Jika infeksi
candida terus berlanjut menjadi lebih parah maka melalui sistem pembuluh darah
candida akan menyebar ke jantung, ginjal, dan sebagainya.

2.4 Gejala dan Tanda Kandidiasis Oral


Gambaran klinis kandidiasis oral tergantung pada keterlibatan lingkungan dan
interaksi organisme dengan jaringan pada host. Adapun kandidiasis oral
dikelompokkan atas tiga, yaitu :
1. Akut, dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
a. Kandidiasis pseudomembranosa
Kandidiasis pseudomembranosa secara umum diketahui sebagai thrush, yang
merupakan bentuk yang sering terdapat pada neonatus. Ini juga dapat terlihat
pada pasien yang menggunakan terapi kortikosteroid atau pada pasien dengan
imunosupresi. Kandidiasis pseudomembran memiliki presentasi lesi bercak
atau plak putih yang terdapat di lidah, palatum, dan bukal, kemudian jika
dikerok akan terlepas, meninggalkan permukaan mukosa merah dan dapat
disertai perdarahan ringan. Plak putih tersebut merupakan kumpulan dari hifa.
Ketika gejala-gejala ringan pada jenis kandidiasis ini pasien akan
mengeluhkan adanya sensasi seperti tersengat ringan atau kegagalan dalam
pengecapan.15
b. Kandidiasis atropik
Kandidiasis atropik ditandai dengan adanya kemerahan difus, sering dengan
mukosa yang relatif kering. Area kemerahan biasanya terdapat pada mukosa

6
yang berada dibawah pemakaian seperti gigi palsu. Hampir 26% pasien
dengan gigi palsu terdapat kandidiasis atropik.16
c. Kandidiasis eritematosa
Banyak penyebab yang mendasari kandidiasis eritematosa. Lesi secara klinis
lesi timbul eritema. Lesi sering timbul pada lidah dah palatum. Berlainan
dengan bentuk kandidiasis pseudomembran, penderita kandidiasis eritematosa
tidak ditemui adanya plak-plak putih. Tampilan klinis yang terlihat pada
kandidiasis ini yaitu daerah yang eritema atau kemerahan dengan adanya
sedikit perdarahan di daerah sekitar dasar lesi. Hal ini sering dikaitkan
terjadinya keluhan mulut kering pada pasien. Lesi ini dapat terjadi dimana saja
dalam rongga mulut, tetapi daerah yang paling sering terkena adalah lidah,
mukosa bukal, dan palatum. Kandidiasis eritematosa dapat diklasifikasikan
dalam tiga tipe, yaitu:17
Tipe 1 : inflamasi sederhana terlokalisir atau pinpoint hiperemia.
Tipe 2 : eritematosa atau tipe sederhana yang umum eritema lebih tersebar
meliputi sebagian atau seluruh mukosa yang tertutup gigi tiruan.
Tipe 3 : tipe granular (inflamasi papila hiperplasia) umumnya meliputi bagian
tengah palatum durum dan alveolar ridge.
Kandidiasis eritematosus adalah bentuk kandidiasis yang disertai rasa sakit
konstan atau rasa terbakar.
2. Kronik, dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :
a. Kandidiasis Atropik Kronik
Disebut juga denture stomatitis atau alergi gigi tiruan. Mukosa palatum
maupun mandibula yang tertutup basis gigi tiruan akan menjadi merah,
kondisi ini dikategorikan sebagai bentuk dari infeksi Kandida. Kandidiasis ini
hampir 60% diderita oleh pemakai gigi tiruan terutama pada wanita tua yang
sering
memakai gigi tiruan selagi tidur.
b. Kandidiasis hiperplastik
Kandidiasis hiperplastik dikenal juga dengan leukoplakia kandida. Kandidiasis
hiperplastik ditandai dengan adanya plak putih yang tidak dapat dibersihkan.
Lesi harus disembuhkan dengan terapi antifungal secara rutin.

7
c. Median Rhomboid Glositis
Median Rhomboid Glositis adalah daerah simetris kronis di anterior lidah ke
papila sirkumvalata, tepatnya terletak pada duapertiga anterior dan sepertiga
posterior lidah. Gejala penyakit ini asimptomatis dengan daerah tidak
berpapila.
3. Keilitis Angular
Keilitis angular ditandai dengan pecah-pecah, mengelupas maupun ulserasi
yang mengenai bagian sudut mulut. Gejala ini biasanya disertai dengan
kombinasi dari bentuk infeksi kandidiasis lainnya seperti tipe eritematosa.
Pasien dapat menunjukan satu atau kombinasi dari beberapa presentasi ini.

2.5 Diagnosa Kandidiasis Oral


Kandidiasis oral didiagnosis berdasarkan tanda-tanda klinis dan gejalanya.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah sitology eksfoliatif, kultur,
dan biopsy jaringan.

2.6 Tatalaksana Kandidiasis Oral


Perawatan kandidiasis oral relatif mudah dan efektif Pada pasien yang kesehatan
tubuhnya normal, seperti perokok dan pemakai gigi tiruan, namun pasien yang
mengkonsumsi antibiotik jangka panjang, dan pasien dengan sistem imun tubuh
rendah yang mendapat perawatan kemoterapi dimana infeksi jamur mau tidak
mau akan timbul, maka perawatan kandidiasisnya lebih spesifik. Adapun
perawatan kandidiasis oral yaitu dengan menjaga kebersihan rongga mulut,
memberi obat-obatan antifungal baik lokal maupun sistemik, dan berusaha
menanggulangi faktor
predisposisi, sehingga infeksi jamur dapat dikurangi.
Kebersihan mulut dapat dijaga dengan menyikat gigi maupun menyikat
daerah bukal dan lidah dengan sikat lembut. Pada pasien yang memakai gigi
tiruan, gigi tiruan harus direndam dalam larutan pembersih seperti Klorheksidin,
hal ini lebih efektif dibanding dengan hanya meyikat gigi tiruan, karena
permukaan gigi tiruan yang tidak rata dan poreus menyebabkan Kandida mudah
melekat, dan jika hanya menyikat gigi tiruan tidak dapat menghilangkannya.

8
Pemberian obat-obatan antifungal juga efektif dalam mengobati infeksi
jamur. Terapi yang dilakukan pada kandidiasis oral adalah dengan pengobatan
secara topikal. Setelah dilakukan pengobatan topikal maka dilanjutkan pengobatan
selama dua minggu setelah terjadinya resolusi pada lesi. Ketika terapi topikal
mengalami kegagalan maka dilanjutkannya terapi sistemik karena gagalnya
respon obat adalah merupakan pertanda adanya penyakit sistemik yang mendasari.
Follow up setelah 3 sampai 7 hari pengobatan untuk mengecek efek dari obat-
obatan. Adapun tujuan utama dari pengobatan adalah untuk mengidentifikasi dan
mengeliminasi faktor-faktor yang berkontribusi, untuk mencegah penyebaran
sistemik, untuk mengurangi kekurangnyamanan yang terjadi, untuk mengurangi
perkembangbiakan kandida.
Pengobatan pada kandidiasis terdiri atas lini pertama dan pengobatan lini
kedua. Pengobatan kandidiasis oral lini pertama yaitu:18
1. Nistatin
Nistatin merupakan obat lini pertama pada kandidiasis oral yang terdapat
dalam bentuk topikal. Obat nistatin tersedia dalam bentuk krim dan
suspensi oral. Tidak terdapat interaksi obat dan efek samping yang
signifikan pada penggunaan obat nistatis sebagai anti kandidiasis.
2. Ampoterisin B
Obat ini dikenal dengan Lozenge (fungilin 10 mg) dan suspensi oral 100
mg/ml dimana diberikan tiga sampai empat kali dalam sehari. Ampoterisin
B menginhibisi adhesi dari jamur kandida pada sel epitel. Efek samping
pada obat ini adalah efek toksisitas pada ginjal.
3. Klotrimazol
Obat ini mengurangi pertumbuhan jamur dengan menginhibisi ergosterol.
Klotrimazol dikontraindikasikan pada infeksi sistemik. Obat ini tersedia
dalam bentuk krim dan tablet 10 mg. Efek utama pada obat ini adalah rasa
sensasi tidak nyaman pada mulut, peningkatan level enzim hati, mual dan
muntah.
Adapun pengobatan kandidiasis lini kedua yaitu:
1. Ketokonazol

9
Ketokonazol memblok sintesis ergosterol pada membran sel fungal dan
diserap dari gastrointestinal dan dimetabolisme di hepar. Dosis yang
dianjurkan adalah 200-400 mg tablet yang diberikan sakali atau dua kali
dalam sehari selama dua minggu. Efek samping adalah mual, muntah,
kerusakan hepar dan juga interaksinya dengan antikoagulan.
2. Flukonazol
Obat ini menginhibisi sitokrom p450 fungal. Obat ini digunakan pada
kandidiasis orofaringeal dengan dosis 50-100mg kapsul sekali dalam
sehari dalam dua sampai tiga minggu. Efek samping utama pada
pengobatan dengan menggunakan flukonazol adalah mual, muntah dan
nyeri kepala.
3. Itrakonazol
Itrakonazol merupakan salah satu antifungal spektrum luas dan
dikontraindikasikan pada kehamilan dan penyakit hati. Dosis obat adalah
100 mg dalam bentuk kapsul sehari sekali selama dua minggu. Efek
samping utama adalah mual, neuropati dan alergi.

2.7 Prognosis Kandidiasis Oral


Prognosis dari oral kandidiasis adalah baik ketika faktor-faktor predisposisi yang
berhubungan dengan infeksi ini tereliminasi. Ketika faktor-faktor predisposisi
meningkat pada pasien kandidiasis primer maka meningkatkan pula resiko yang
lebih buruk pada kandidiasis. Pada kebanyakan kasus kandidiasis oral adalah
penyebab dari infeksi superfisial sekunder yang dapat dengan mudah diobati
dengan terapi antifungal.

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Regezi JA, Sciubba JJ, & Jordan CK: Oral Pathology Clinical Pathologic
Correlations. 4th ed., W.B.Saunders Co, St Louis, Missouri, 2003, 100-101.
2. Scully C. Oral and maxillofacial medicine-the basis of diagnosis and treatment.
3rd Ed. London: Elsevier 2013: 346-54
3. Egusa H, Soysa N.S, Ellepola.AN, Yatani H, Samaranayake LP. Oral
candidiasis in HIV infected patients. Curr HIV research 2008; 6: 485-99.
4. Laporan situasi triwulan 2 tahun 2011 1. 2011; Available from:
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1496-laporan-triwulan
pertama-2011- kasus-hiv-aids.html.
5. Martins N, Ferreira I, Barros L, Silva S, Henriques M. Candidiasis:
predisposing factors, prevention, diagnosis and alternative treatment.
Mycopathologia 2014;177(5-6): 223-40
6. Lewis M.A.O., dan Jordan R.C.K., Oral Medicine : A colour handbook, 5th
impression, Manson Publishing, London, UK. 2011.p.67-85.
7. Tarn BG. Oral Candidosis: Aetiology , Clinical Manifestations , Diagnosis
and Management. Journal of Marmara University Institute of Heallth Science.
2011;1(2):1408.
8. Gravina, HG, de Morn, EG, Zambrano, O, Chourio, ML, de Valero, SR,
Robertis, S, Mesa L. Oral Candidiasis in children and adolescents with cancer.
Identification of Candida.spp Med Oral Patol Oral Cir Bucal. 2007; 12: E419-23.
9. Cutler, JE. Putative virulence factors of Candida albicans. Annual Rev.
Microbiol. 1991; 45:187218.
10. Lehmann PF. Fungal structure and morphology. Medical Mycology .
1998;4:578.
11. Peterson DE. Oral candidiasis. Clin Geriatr Med. 1992; 8:51327.

11
12. Garber GE. Treatment of oral candida mucositis infections. Drugs.
1994;47:73440.
13. Epstein JB. Antifungal therapy in oropharyngeal mycotic infections. Oral Surg
Oral Med Oral Pathol 1990;69:3241.
14. Epstein JB, Truelove EL, Izutzu KL. Oral candidiasis: pathogenesis and host
defense. Rev Infect Dis 1984;6:96106.
15. Skoglund A, Sunzel B, Lerner UH.Comparison of three test methods used for
the diagnosis of candidiasis. Scand J Dent Res 1994;102(5): 295298.
16. Fenlon MR, Sherriff M. Prevalence of denture related stomatitis in patients
attending a dental teaching hospital for provision of replacement complete
dentures. J Ir Dent ssoc 1998;44(1):910.
17. Herawati E. Kandidiasis rongga mulut, gambaran klinis, dan terapinya.
Bandung. FKG Unpad; 2008.

12

Anda mungkin juga menyukai