Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan salah satu bahan pokok, yang mutlak di butuhkan oleh manusia
sepanjang masa, baik langsung maupun tidak langsung. Apabila tidak diperhatikan maka air
dari sumber, seperti air permukaan dan air tanah ataupun air hujan mungkin dapat
mengganggu kesehatan manusia.
Kualitas air baku untuk air minum semakin memburuk dengan masih kurangnya
perhatian yang serius terhadap pengelolaan air limbah. Air limbah dari rumah tangga dan
industri, kawasan perdagangan, dan sebagainya hampir semuanya dibuang langsung ke
badan-badan air tanpa pengolahan. Akibatnya, terjadi penurunan kualitas air permukaan dan
air tanah, yang pada akhirnya menurunkan kualitas air baku untuk air minum.
Seperti yang telah kita lihat diatas sumber air yang semakin lama semakin memburuk
dapat kita antisipasi dengan salah satu alternatif mendapatkan air bersih adalah dari sumur
atau sungai yang tidak tersemar bahan-bahan kimia, yaitu dengan membuat penjernihan air
secara sederhana yang memanfaatkan sumberdaya di sekitar kita.
Untuk memenuhi kebutuhan air bersih tersebut penduduk perkotaan tidak dapat
mengandalkan air dari sumber air langsung seperti air permukaan dan air hujan karena kedua
sumber air tersebut sebagian besar telah tercemar baik secara langsung maupun tidak
langsung dari aktivitas manusia itu sendiri. Dalam pemenuhan air tersebut manusia
melakukan berbagai upaya pengolahan untuk mendapatkannya. Pengolahan dilakukan untuk
mencegah timbulnya gangguan ataupun penyakit yang disebabkan melalui air, maka air yang
dipergunakan terutama untuk diminum harus mengalami proses penjernihan air agar
memenuhi syarat- syarat kesehatan. Salah satu tahap pengolahan air dan limbah adalah
sedimentasi.Sedimentasi merupakan salah satu contoh upaya penjernihan air untuk
meningkatkan kualitas dari sumber air tersebut, sedimentasi ini merupakan suatu proses
pengendapan material yang ditransport oleh media air, angin, es, atau gletser di suatu
cekungan.

1.2 Tujuan
1. Menentukan waktu pengendapan optimum dalam bak sedimentasi.
2. Menentukan efisiensi pengendapan endapan.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Sedimentasi
Sedimentasi adalah proses pengendapan partikel padatan yang terkandung dalam
cairan oleh gaya gravitasi. Proses ini terutama bertujuan untuk memperoleh air buangan yang
jernih dan mempermudah proses penanganan lumpur. Dalam proses sedimentasi hanya
partikel-partikel yang lebih berat dari air yang dapat terpisah. Misalnya: kerikil dan pasir,
padatan pada tangki pengendapan primer, biofloc pada tangki pengendapan sekunder, floc
hasil pengolahan secara kimia, dan lumpur (pada pengentalan lumpur).
Umumnya proses sedimentasi dilakukan setelah proses koagulasi dan flokulasi yang
berfungsi untuk destabilisasi dan memperbesar gumpalan atau ukuran partikel, sehingga
mudah untuk diendapkan. Proses koagulasi menggunakan larutan tawas atau alumunium
sulfat (Al2(SO4)nH2O) atau PAC (Poly Alumunium Chloride) untuk mengikat kotoran atau
memutus rantai pada ikatan senyawa zat warna sehingga membentuk gumpalan. Sedangkan
proses flokulasi dengan cara menambah larutan polimer untuk memperbesar gumpalan (flocs)
sehingga relative mudah diendapkan
Partikel koloid dapat berupa senyawa organik atau anorganik. Partikel koloid yang
ada dalam air limbah biasanya memiliki muatan permukaan total negatif dan berukuran
sekitar 0,01-1 m, sehingga gaya-gaya tarikan antar partikel jauh lebih kecil dibandingkan
gaya-gaya tolakan dari muatan listriknya. Koloid tersebut sulit untuk bersatu membentuk
partikel ukuran yang lebih besar sehingga partikel menjadi stabil dan sulit mengendap
(Kristijarti dkk, 2013).
Bahan tersuspensi yang mudah mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan
proses pengendapan, pada proses ini bisa dilakukan tanpa tambahan bahan kimia bila
ukurannya sudah besar dan mudah mengendap, tapi dalam kondisi tertentu dimana bahan-
bahan terususpensi sulit diendapkan maka digunakan bahan kimia sebagai bahan pembantu
dalam proses sedimentasi, pada proses ini akan terjadi pembentukan flok-flok dalam ukuran
tertentu yang lebih besar sehingga mudah diendapkan pada proses yang menggunakan bahan
kimia ini masih diperlukan pengkondisian pH untuk mendapatkan hasil yang optimal
(Risdianto, 2007).
Umumnya sedimentasi digunakan pada pengolahan air (water treatment) dan
pengolahan air limbah (waste water treatment). Hasil pengendapan akan membentuk lumpur
(sludge) yang berada di bagian bawah bak sedimentasi. Lumpur yang terbentuk umumnya
berasal dari proses kimia (koagulasi dan flokulasi yang membentuk gumpalan) disebut
lumpur kimia/mineral dan bersifat 3. Sedangkan lumpur yang berasal dari proses biologi
disebut lumpur biologi yang bersifat ramah lingkungan.
Proses sedimentasi dipengaruhi oleh jenis aliran cairan yang melalui bak sedimentasi,
dan gaya gravitasi. Smakin kecil/lambat aliran, pengendapan semakin baik, begitu
sebaliknnya, jika laju alir semakin besar, hasil atau efluen dari proses sedimentasi kurang
baik. Jadi waktu (td) pengendapan merupakan faktor yang penting proses pengendapan.
Umumnya pengendapan sekitar 2-4 jam dan padatan yang dapat diendapkan (zat organik atau
anorganik) mempunyai ukuran 10 m 1 mm.
Tabel 2.1 Tabel Jenis Aliran
Bilangan Reynold 1-0.0001 1-1000 1000-200.000
Nama Aliran Lambat Sedang Tinggi
Laminer Intermediate Turbulen
Persamaan yang Stokes Allen Newton
berlaku

2.2 Proses Sedimentasi

Proses sedimentasi dapat dilakukan dengan tiga macam cara, yaitu :


1) Cara Batch
Cara ini cocok dilakukan untuk skala laboratorium, karena sedimentasi batch paling
mudah dilakukan, pengamatan penurunan ketinggian mudah. Mekanisme
sedimentasi batch pada suatu silinder / tabung bisa dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.1 Mekanisme Sedimentasi Batch


Sumber : http://tentangteknikkimia.wordpress.com

Keterangan :
A = cairan bening
B = zona konsentrasi seragam
C = zona ukuran butir tidak seragam
D = zona partikel padat terendapkan
Gambar di atas menunjukkan slurry awal yang memiliki konsentrasi seragam dengan
partikel padatan yang seragam di dalam tabung (zona B). Partikel mulai mengendap dan
diasumsikan mencapai kecepatan maksimum dengan cepat. Zona D yang terbentuk terdiri
dari partikel lebih berat sehingga lebih cepat mengendap. Pada zona transisi, fluida mengalir
ke atas karena tekanan dari zona D. Zona C adalah daerah dengan distribusi ukuran yang
berbeda-beda dan konsentrasi tidak seragam. Zona B adalah daerah konsentrasi seragam,
dengan komsentrasi dan distribusi sama dengan keadaan awal. Di atas zona B, adalah zona A
yang merupakan cairan bening.
Selama sedimentasi berlangsung, tinggi masing-masing zona berubah (gambar 2 b, c,
d). Zona A dan D bertambah, sedang zona B berkurang. Akhirnya zona B, C dan transisi
hilang, semua padatan berada di zona D. Saat ini disebut critical settling point, yaitu saat
terbentuknya batas tunggal antara cairan bening dan endapan (Foust, 1980).
2) Cara Semi-Batch
Pada sedimentasi semi-batch , hanya ada cairan keluar saja, atau cairan masuk saja.
Jadi, kemungkinan yang ada bisa berupa slurry yang masuk atau beningan yang keluar.
Mekanisme sedimentasi semi-batch bisa dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.2 Mekanisme Sedimentasi Semi-Batch


Sumber : http://tentangteknikkimia.wordpress.com

Keterangan :
A = cairan bening
B = zona konsentrasi seragam
C = zona ukuran butir tidak seragam
D = zona partikel padat terendapkan

3) Cara Kontinyu
Pada cara ini, ada cairan slurry yang masuk dan beningan yang dikeluarkan secara
kontinyu. Saat steady state, ketinggian tiap zona akan konstan. Mekanisme sedimentasi
kontinyu bisa dilihat pada gambar berikut :
Gambar 2.3 Mekanisme Sedimentasi Kontinyu
Sumber : http://tentangteknikkimia.wordpress.com

Keterangan :
A = cairan bening
B = zona konsentrasi seragam
C = zona ukuran butir tidak seragam
D = zona partikel padat terendapkan
Kecepatan sedimentasi didefinisikan sebagai laju pengurangan atau penurunan
ketinggian daerah batas antara slurry (endapan) dan supernatant (beningan) pada suhu
seragam untuk mencegah pergeseran fluida karena konveksi.

2.3 Bak Sedimentasi


Bak sedimentasi memiliki tujuan untuk mengendapkan flok-flok yang dibentuk oleh
proses koagulasi dan flokulasi pada unit sebelumnya. Bak sedimentasi dapat berbentuk segi
empat atau lingkaran. Pada bak ini aliran air limbah sangat tenang untuk memberi
kesempatan padatan/suspensi untuk mengendap.
Bak sedimentasi atau clarifier dapat berbentuk persegi maupun lingkaran dan
umumnya dirancang untuk waktu penahanan selama 1,5-2,5 jam dengan aliran limbah
sebesar 24-32 m/hari dengan kedalaman minimum bak sebesar 2-3 meter. Rancangan clarifier
yang umum digunakan adalah jenis bak pengendap dengan aliran horizontal, tangki
pengendapan dengan aliran radial, maupun bak sedimentasi dengan aliran vertical. Di bagian
dasar bak pengendap ini akan dihasilkan lumpur proses sedimentasi yang kemudian
dikumpulkan dengan menggunakan lengan pengumpul yang digerakkan dengan mesin
(rotating scrappers) atau secara gravitasi yang dibuat dengan cara membuat kemiringan kea
rah pusat dasar tangki (kemiringan yang digunakan 1,7 : 1).
Jenis peralatan bak pengendap umumnya berbentuk bak Sedimentasi Clarifier atau
Lamella Clafier.
Apabila dilakukan evaluasi untuk meningkatkan kinerja dan efisiensi pada bak
sedimentasi akan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Dalam meningkatkan efisiensi
pengendapan pada bak sedimentasi konvensional umumnya dengan memperbesar dimensi
suatu bak. Mengingat keterbatasan lahan yang ada, untuk itu diperlukan cara lain dalam
memaksimalkan efisiensi pengendapan bak sedimentasi yakni, pada zona settling ini
dilakukan salah satu teknik pengolahan berupa penambahan alat yang dipasang yaitu keping
pengendap (plate settler). Desain ini akan dapat menghasilkan luas area pengendapan
sampai 1/6 dari yang dihasilkan bak sedimentasi konvensional (Prayitna,1991).

2.4 Persamaan yang Berlaku


Untuk aliran laminar berlaku persamaan Stokes :
( sl ) . d
2
g ]
vo= ( )
18

Dengan : vo = kecepatan linear


= viskositas cairan
s = densitas padatan
l = densitas cairan
d = diameter rata-rata partikel padatan yang berbentuk gumpalan
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Bahan dan Peralatan Analisis
A. Bahan yang digunakan
1. Bentotit (powder)
2. Larutan alumunium sulfat/PAC (25%) dan
3. Larutan flokulan sekitar 0,01%
4. Larutan NaOH pekat (sekitar 25%)
B. Peralatan analisa
1. Turbidy-meter
2. TDS-meter
3. pH-meter
4. Alat titrasi
3.2 Cara Kerja

Mengisi bak umpan dengan air sumur sebanyak 50 liter

Menambahkan padatan bentotit sambil diaduk sehingga kekeruhan mencapai 100 NTU

Mengatur pH cairan dengan menmbahkan lautan NaOH sehingga pH mencapai 8

Menambahkan larutan alumunium sulfat atau PAC ke umpan sambil diaduk

Mencatat pH cairan

Menambahkan flokulan, mencatat pH cairan

Memastikan semua kran terbuka

Mengalirkan cairan ke dalam bak pengendapan dan mencatat waktu pengendapan

Mengukur volume bak pengendap

Mencatat laju alir, TDS dan pH pada periode waktu tertentu di aliran efluen
3.3 Keselamatan Kerja

1. Menggunakan jas lab dan sepatu tertutup.


2. Menggunakan sarung tangan dan kaca mata pengaman pada saat bekerja dengan zat
kimia yang dapat membahayakan.
3. Mengoperasikan alat dengan benar sesuai SOP.
4. Tidak bercanda/bergurau sewaktu praktikum.
5.
BAB IV

DATA PENGAMATAN

4.1 Pengamatan Kuantitatif


Volume Air Umpan = Liter
Berat Bentonit =
Gram
Volume Larutan NaOH = mL
Kekeruhan Awal = NTU
TDS Awal = Mg/L
pH cairan setelah ditambah NaOH =
Volume Larutan Al2(SO4)nH2O = mL
pH Cairan Umpan =
Volume Larutan Flokulan = Liter
pH Cairan Setelah ditambah flokulan =
Volume bak filtrasi = Liter

Tabel 4.1 Tabel Data Pengamatan


N Waktu Kekeruhan Konsentrasi Volume Efisiensi
o (menit) (NTU) , TDS (mg/l) filtrate Penurunan
(liter) Konsentrasi
1 0
2 10
3 20
4 30
5 40
6 50
7 60
8 70
9 80
10 90

11 100

12 110

13 120
Rata-rata
DAFTAR PUSTAKA

Howard et.all., 1985. Enviromental Engineering, Mc Graw Gill Publishing Commpany.


Jetro. 2001. Program Green Aid Plan (GAP). Bandung.
Jun Takada. 1994. Training Workshop on Industrial Waste Water. Lembaga Pengabdian
Masyarakat ITB-Ebare Teknik Lingkunan PPLH ITB.
Kristijarti, A Prima, Ign Suharto & Marieanna. 2013. Laporan Penelitian Penentuan Jenis
Koagulan dan Dosis Optimum untuk Meningkatkan Efisiensi Sedimentasi dalam
Instalasi Pengolahan Air Limbah Pabrik Jamu X. Lembaga Penelitian dan Pengabdian
kepada Masyarakat Universitas Katolik Parahyangan.
Prayitna, I Gede S., 1991, Kemiringan Optimum Plate Settler Pada Bak Sedimentasi Dalam
Menurunkan Total Suspended Solid, Skripsi, Jurusan Teknik Lingkungan, ITS,
Surabaya.
Risdianto Dian. 2007. Optimasi Proses Koagulasi Flokulasi untuk Pengolahan Air Limbah
Industri Jamu (Studi Kasus PT. Sido Muncul). Tesis Teknik Kimia Universitas
Diponegoro. Semarang versitas Katolik Parahyangan.
Susumu Kamamura. 1991. Integrated Design of Water Treatment Facilities. John Wilwy &
Company.

Anda mungkin juga menyukai