NASKAH PSIKIATRI
SKIZOAFEKTIF TIPE DEPRESI
Oleh:
Pembimbing:
BAGIAN PSIKIATRI
2017
1
BAB 1
PENDAHULUAN
merupakan kombinasi gejala skizofrenia dengan gangguan afektif. Istilah skizofrenia berasal
dari kata schizos yang artinya pecah belah dan pharen yang berarti jiwa. Skizofrenia
menjelaskan mengenai suatu gangguan jiwa dimana penderita mengalami perpecahan jiwa
adanya keretakan atau disharmoni antara proses berfikir, perasaan, dan perbuatan. Sedangkan
gangguan afektif adalah gangguan dengan gejala utama adanya perubahan suasana perasaan
Penyebab gangguan skizoafektif tidak diketahui, tetapi empat model konseptual telah
dikembangkan. Gangguan dapat berupa tipe skizofrenia atau tipe gangguan mood. Gangguan
skizoafektif mungkin merupakan tipe psikosis ketiga yang berbeda, yang bukan merupakan
gangguan skizofrenia maupun gangguan mood. Keempat dan yang paling mungkin, bahwa
Pada gangguan skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik gejala gangguan
mood maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam episode penyakit yang sama, baik
secara simultan atau secara bergantian dalam beberapa hari. Bila gejala skizofrenik dan
manik menonjol pada episode penyakit yang sama, gangguan disebut gangguan skizoafektif
tipe manik. Sedangkan pada gangguan skizoafektif tipe depresif, gejala depresif yang
menonjol. Gejala yang khas pada pasien skizofrenik berupa waham, halusinasi, perubahan
dalam berpikir, perubahan dalam persepsi disertai dengan gejala gangguan suasana perasaan
1
Kriteria diagnostik gangguan skizoafektif berdasarkan DSM-IV-TR, merupakan suatu
produk beberapa revisi yang mencoba mengklarifikasi beberapa diagnosis, dan untuk
memastikan bahwa diagnosis memenuhi kriteria baik episode manik maupun depresif dan
menentukan lama setiap episode secara tepat (Kaplan, 2010). Pada setiap diagnosis banding
penyebab organik. semua kondisi yang dituliskan di dalam diagnosis banding skizofrenia dan
gangguan mood perlu dipertimbangkan. Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan
dan prognosis pasien dengan gangguan mood. Sebagai suatu kelompok, pasien dengan
gangguan skizoafektif memiliki prognosis yang lebih buruk daripada pasien dengan
gangguan depresif maupun gangguan bipolar, tetapi memiliki prognosis yang lebih baik
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2. Gangguan Skizoafektif
2.1. Definisi
afektif. Gangguan skizoafektif memiliki gejala khas skizofrenia yang jelas dan pada saat
2.2 Epidemiologi
Prevalensi seumur hidup dari gangguan skizoafektif adalah kurang dari 1 persen,
kemungkinan dalam rentang 0,5 sampai 0,8 persen. Namun, angka tersebut adalah angka
perkiraan, karena di dalam praktik klinis diagnosis gangguan skizoafektif sering kali
digunakan jika klinisi tidak yakin akan diagnosis. Prevalensi gangguan telah dilaporkan lebih
rendah pada laki-laki dibandingkan para wanita; khususnya wanita yang menikah; usia onset
untuk wanita adalah lebih lanjut daripada usia untuk laki-laki seperti juga pada skizofrenia.
2.3 Etiologi
Sulit untuk menentukan penyebab penyakit yang telah berubah begitu banyak dari
waktu ke waktu. Dugaan saat ini bahwa penyebab gangguan skizoafektif mungkin mirip
dengan etiologi skizofrenia. Oleh karena itu teori etiologi mengenai gangguan skizoafektif
3
1. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe skizofrenia atau suatu
gangguan mood.
Pada gangguan Skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik gejala gangguan
mood maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam episode penyakit yang sama, baik
secara simultan atau secara bergantian dalam beberapa hari. Bila gejala skizofrenik dan
manik menonjol pada episode penyakit yang sama, gangguan disebut gangguan skizoafektif
tipe manik. Pada gangguan skizoafektif tipe depresif, gejala depresif yang menonjol.
Gejala yang khas pada pasien skizofrenik berupa waham, halusinasi, perubahan dalam
berpikir, perubahan dalam persepsi disertai dengan gejala gangguan suasana perasaan baik itu
(PPDGJ-III) harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a) thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun
4
kualitasnya berbeda ; atau thought insertion or withdrawal = isi yang asing
dan luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil
broadcasting= isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum
mengetahuinya;
dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang
pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi
mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), atau jenis suara
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan
agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia
e) Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh
afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas)
5
yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu minggu atau
h) Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu
bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik (prodromal). Harus ada suatu
perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dan
beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat,
hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed
2.5 Diagnosis
gangguan mood, beberapa evolusi dalam kriteria diagnostik untuk gangguan skizoafektif
mencerminkan perubahan yang telah terjadi di dalam kriteria diagnostik untuk kedua kondisi
lain.
Kriteria diagnostik utama untuk gangguan skizoafektif (Tabel 1) adalah bahwa pasien
telah memenuhi kriteria diagnostik untuk episode depresif berat atau episode manik yang
6
bersama-sama dengan ditemukannya kriteria diagnostik untuk fase aktif dari skizofrenia.
Disamping itu, pasien harus memiliki waham atau halusinasi selama sekurangnya dua
minggu tanpa adanya gejala gangguan mood yang menonjol. Gejala gangguan mood juga
harus ditemukan untuk sebagian besar periode psikotik aktif dan residual. Pada intinya,
kriteria dituliskan untuk membantu klinisi menghindari mendiagnosis suatu gangguan mood
A. Suatu periode penyakit yang tidak terputus selama mana, pada suatu waktu.
Terdapat baik episode depresif berat, episode manik, atau suatu episode
campuran dengan
Catatan: Episode depresif berat harus termasuk kriteria A1: mood terdepresi.
B. Selama periode penyakit yang sama, terdapat waham atau halusinasi selama
C. Gejala yang memenuhi kriteria untuk episode mood ditemukan untuk sebagian
bermakna dari lama total periode aktif dan residual dari penyakit.
D. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat
Sebutkan tipe:
Tipe bipolar: jika gangguan termasuk suatu episode manik atau campuran (atau
suatu manik
Tabel dari DSM-IV, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. Ed. 4.
7
DSM-IV juga membantu klinisi untuk menentukan apakah pasien menderita
gangguan skizoafektif, tipe bipolar, atau gangguan skizoafektif, tipe depresif. Seorang pasien
diklasifikasikan menderita tipe bipolar jika episode yang ada adalah dari tipe manik atau
suatu episode campuran dan episode depresif berat. Selain itu, pasien diklasifikasikan
Pada PPDGJ-III, gangguan skizoafektif diberikan kategori yang terpisah karena cukup
sering dijumpai sehingga tidak dapat diabaikan begitu saja. Kondisi-kondisi lain dengan
gejala-gejala afektif saling bertumpang tindih dengan atau membentuk sebagian penyakit
skizofrenik yang sudah ada, atau di mana gejala-gejala itu berada bersama-sama atau secara
kategori yang sesuai dalam F20-F29. Waham atau halusinasi yang tak serasi dengan suasana
perasaan (mood) pada gangguan afektif tidak dengan sendirinya menyokong diagnosis
gangguan skizoafektif.
8
episode manik atau depresif (F30-F33)
di pertengahan antara prognosis pasien dengan skizofrenia dan prognosis pasien dengan
gangguan mood. Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif memiliki
prognosis yang jauh lebih buruk daripada pasien dengan gangguan depresif, memiliki
prognosis yang lebih buruk daripada pasien dengan gangguan bipolar, dan memiliki
prognosis yang lebih baik daripada pasien dengan skizofrenia. Generalitas tersebut telah
didukung oleh beberapa penelitian yang mengikuti pasien selama dua sampai lima tahun
setelah episode yang ditunjuk dan yang menilai fungsi sosial dan pekerjaan, dan juga
mempunyai prognosis yang mirip dengan prognosis pasien dengan gangguan bipolar I dan
bahwa pasien dengan premorbid yang buruk; onset yang perlahan-lahan; tidak ada faktor
pencetus; menonjolnya gejala pskotik, khususnya gejala defisit atau gejala negatif; onset yang
awal; perjalanan yang tidak mengalami remisi; dan riwayat keluarga adanya skizofrenia.
Lawan dari masing-masing karakeristik tersebut mengarah pada hasil akhir yang baik.
Adanya atau tidak adanya gejala urutan pertama dari Schneider tampaknya tidak meramalkan
perjalanan penyakit.
kelamin pada hasil akhir gangguan skizoafektif, beberapa data menyatakan bahwa perilaku
bunuh diri mungkin lebih sering pada wanita dengan gangguan skizoafektif daripada laki-laki
dengan gangguan tersebut. Insidensi bunuh diri di antara pasien dengan gangguan
9
2.7 Terapi
Modalitas terapi yang utama untuk gangguan skizoafektif adalah perawatan di rumah
sakit, medikasi, dan intervensi psikososial. Prinsip dasar yang mendasari farmakoterapi untuk
gangguan skizoafektif adalah bahwa protokol antidepresan dan antimanik diikuti jika
semuanya diindikasikan dan bahwa antipsikotik digunakan hanya jika diperlukan untuk
pengendalian jangka pendek. Jika protokol thymoleptic tidak efektif di dalam mengendalikan
gejala atas dasar berkelanjutan, medikasi antipsikotik dapat diindikasikan. Pasien dengan
(Tegretol), valproate (Depakene), atau suatu kombinasi obat-obat tersebut jika satu obat saja
tidak efektif. Pasien dengan gangguan skizoafektif, tipe depresif, harus diberikan percobaan
antidepresan dan terapi elektrokonvulsif (ECT) sebelum mereka diputuskan tidak responsif
10
BAB 3
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Keterangan / anamnesis di bawah ini diperoleh dari (lingkari angka di bawah ini)
1. Autoanamnesis
2. Alloanamnesis dengan : Anak Pasien (Tn. A)
A. Sebab Utama
Pasien datang ke IGD RSJ HB Saanin Padang diantar oleh keluarga pasien karena
merusak peralatan rumah tangga pada tanggal 3 Juni 2017.
B. Keluhan Utama
Pasien gelisah sejak satu bulan yang lalu dan merusak peralatan rumah tangga.
11
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dibawa oleh keluarga ke IGD RSJ HB Saanin Padang karena gelisah dan merusak
peralatan rumah tangga sejak dua minggu sebelumnya. Pada awalnya Pasien sering
mendengar suara-suara yang mengancam membunuh anaknya, dan menyuruh dirinya
untuk bunuh diri karena dirinya tidak berguna. Pasien juga melihat bayangan hitam tinggi
besar yang merupakan sumber suara tersebut. Pasien juga merasa ditarik dan dicengkram
oleh bayangan tersebut. Pasien sudah merasakan hal ini sejak satu tahun yang lalu
sepulang dari Bengkulu. Suara-suara tersebut semakin sering terdengar hingga pasien
sering marah dan mengamuk. Pasien juga merasa takut sehingga sering menangis dan
kurang tidur karena terganggu oleh suara-suara tersebut. Kemudian pasien dilarikan ke
IGD RSJ HB Saanin padang dan mendapat pertolongan pertama lalu sudah dirawat
selama dua minggu di bangsal melati RSJ HB Saanin Padang.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat Gangguan Psikiatri
Pasien sudah menikah dan memiliki 3 orang anak. Pasien memiliki banyak masalah di
rumah tangganya, lalu bercerai dengan suaminya. Kemudian anak sulungnya tinggal
bersamanya di rumah hingga sekarang sedangkan anaknya yang kedua dan ketiga
tinggal bersama suaminya di rumah mertuanya. Pasien merasa sedih karena anaknya
tidak mau tinggal bersamanya. Pasien merasa kurang diberi kasih sayang oleh
anaknya. Pasien jadi merasa tidak berguna dan sedih hingga mengurung diri kamar.
Tidak lama kemudian pasien mulai mengamuk dan ada ide untuk bunuh diri dengan
minum baygon. Lalu akhirnya pasien dibawa ke RS Puti Bungsu pada tahun 2009 dan
dirawat. Setelah itu pulang dan minum obat dengan rutin.
Pasien hanya tinggal berdua dengan anak sulungnya di rumah. Anak pasien
bersekolah dan tidak bisa menemani ibunya setiap saat di rumah. Karena itu pasien
merasa dirinya tidak disayangi dan tidak diperhatikan oleh anaknya. Pasien merasa
anaknya tidak mau mengakuinya sebagai ibunya karena anaknya merasa malu
mempunyai ibu yang memiliki gangguan jiwa. Pada tahun 2012 pasien mencoba
untuk membakar diri di rumahnya, kemudian dirawat di RS Puti Bungsu dan kembali
minum obat dan rawat jalan dengan teratur.
2. Riwayat Gangguan Medis
Pasien memiliki riwayat luka bakar dan intoksikasi organofosfat. Tidak ada riwayat
trauma kepala, DM, hipertensi, jantung.
12
3. Riwayat Penggunaan NAPZA
Pasien tidak memiliki riwayat penggunaan alkohol, rokok, zat psikotropika, dan zat
adiktif lainnya.
E. Riwayat Keluarga
a) Identitas Orang tua
Identitas Orang Tua / Pengganti Keterangan
Bapak Ibu
Kewarganegaraan Indonesia Indonesia
Suku Bangsa Minang Minang
Agama Islam Islam
Pendidikan
Pekerjaan
Umur
Alamat
Hubungan pasien* Akrab Akrab
Biasa Biasa
Kurang Kurang
Tak peduli Tak peduli
Dan lain-lain - -
Ket: * coret yang tidak perlu
13
d) Urutan bersaudara dan cantumkan usianya dalam tanda kurung untuk pasien sendiri
lingkari nomornya
e) Gambaran sikap / perilaku masing-masing saudara pasien dan hubungan pasien
dengan terhadap masing-masing saudara tersebut, hal yang dinyatakan serupa dengan
yang dinyatakan pada gambaran sikap/perilaku pada orang tua*
Saudara Gambaran sikap dan perilaku Kualitas hubungan dengan saudara
Ke- (akrab/biasa/kurang/tidak peduli)
1
3.
f) Orang lain yang tinggal di rumah pasien dengan gambaran sikap dan tingkah laku dan
bagaimana pasien dengan mereka.*
No. Hubungan dengan Gambaran sikap dan Kualitas hubungan
Pasien tingkah laku (akrab/biasa/kurang/tidak
(peduli)
1.
2.
3.
Ket:
Untuk e) dan f) hanya diisi bila informan benar-benar mengetahuinya.
g) Apakah ada riwayat penyakit jiwa, kebiasaan-kebiasaan dan penyakit fisik (yang ada
kaitannya dengan gangguan jiwa) pada anggota keluarga o.s:
Anggota Keluarga Penyakit Jiwa Kebiasaan- Penyakit Fisik
kebiasaan
Bapak - - -
Ibu - - -
Saudara 1 - - -
Saudara 3 - - -
Skema Pedigree
14
h) Riwayat tempat tinggal yang pernah didiami pasien
No Rumah Tempat Tinggal Keadaan Rumah
1. Rumah sendiri Nyaman
i) Dan lain-lain.
15
g) Masa sekolah
h) Masa remaja: **Fobia (-), Masturbasi (-), ngompol (-), lari dari rumah (-), kenakalan
remaja (-), perokok berat (-), penggunaan obat terlarang (-), peminum minuman keras
(-), problem berat badan (-), anoreksia nervosa (-), bulimia (-), perasaan depresi (-),
rasa rendah diri (-), cemas (-), gangguan tidur (-), sering sakit kepala (-), dan lain-lain.
i) Riwayat pekerjaan
Usia mulai bekerja - , kepuasan kerja (-), pindah-pindah kerja (-) pekerjaan di kantor.
Konflik dalam pekerjaan (-), konfik dengan atasan (-), konflik dengan bawahan (-),
konflik dengan kelompok (-).
Keadaan ekonomi: *baik, sedang, kurang (menurut pasien)
j) Percintaan, perkawinan, kehidupan seksual dan rumah tangga
- Mimpi basah (sudah / belum)
- Awal pengetahuan tentang seks
- Hubungan seks sebelum menikah (-)
- Riwayat pelecehan seksual (-)
- Orientasi seksual (normal)
k) Situasi sosial saat ini:
- Tempat tinggal : Rumah sendiri (-), rumah kontrak (-), rumah susun (-), apartemen
(-), rumah orang tua (+), serumah dengan mertua (-), di asrama (-), dan lain-lain.
- Polusi lingkungan: Bising (-), kotor (-), bau (-), ramai (-), dan lain-lain.
16
Paranoid Merasa akan ditipu atau dirugikan (+), kewaspadaan
berlebihan (+), sikap berjaga-jaga atau menutup-nutupi (-), tidak
mau menerima kritik (-), meragukan kesetiaan orang lain (+),
secara intensif mencari-cari kesalahan dan bukti tentang
prasangkanya (-), perhatian yang berlebihan terhadap motif-
motif yang tersembunyi (-), cemburu patologik (-),
hipersensitifitas (-), keterbatasan kehidupan afektif (-)
Skizotipial Pikiran gaib (-), ideas of reference (-). Isolasi sosial (-), ilusi
berulang (-), pembicaraan yang ganjil (+), bila bertatap muka
dengan orang lain tampak dingin atau tak acuh (-)
Siklotimik Ambisi berlebihan (-), optimis berlebihan (-), aktivitas seksual
berlebihan tanpa menghiraukan akibat yang merugikan (-),
melibatkan dirinya secara berlebihan dalam aktivitas yang
menyenangkan tanpa menghiraukan kemungkinan yang
merugikan dirinya (-), melucu berlebihan (-), kurangnya
kebutuhan tidur (-), pesimis (-), putus asa (+), insomnia (-),
hipersomnia (-), kurang bersemangat (+), rasa rendah diri (+),
penurunan aktivitas (+), mudah merasa sedih dan menangis
(+) dan lain-lain
Histrionik Dramatisasi (-), selalu berusaha menarik perhatian bagi dirinya(-),
mendambakan rangsangan aktivitas yang menggairahkan (-),
bereaksi berlebihan terhadap hal-hal yang sepele (-), egosentris (-
), suka menuntut (-), dependen (-), dan lain-lain
Narsisistik Merasa bangga berlebihan terhadap kehebatan dirinya (-),
preokupasi dengan fantasi tentang sukses, kekuasaan, dan
kecantikan (-), ekshibisionisme (-), membutuhkan perhatian dan
pujian yang terus menerus (-) hubungan interpersonal yang
eksploitatif (-), merasa marah, malu, terhina, dan rendah diri bila
dikritik (-), dan lain-lain
Dissosial Tidak peduli dengan perasaan orang lain (-), sikap yang amat
tidak bertanggung jawab dan berlangsung terus menerus (-), tidak
mampu mengalami rasa bersalah dan menarik manfaat dari
pengalaman (-), tidak peduli pada norma-norma, peraturan dan
kewajiban seseorang (-), tidak mampu memelihara suatu
hubungan agar berlangsung lama (-), iritabilitas (-), agresivitas (-),
impulsif (-), sering berbohong (-), sangat cenderung menyalahkan
orang lain atau menawarkan rasionalisasi yang masuk akal untuk
perlaku yang membuat pasien konfil dengan masyarakat (-)
Ambang Pola hubungan interpersonal yang mendalam dan tidak stabil (-),
kurangnya pengendalian terhadap kemarahan (-), gangguan
identitas (-), afek yang tidak mantap (-), tidak tahan untuk berada
sendirian (-), tindakan mencederai diri sendiri (-), rasa bosan
kronik (-), dan lain-lain
Menghindar Perasaan tegang dan takut yang pervasif (-), merasa dirinya tidak
mampu (-), tidak menarik atau lebih rendah dari orang lain (-),
keengganan untuk terlibat dengan orang lain kecuali merasa yakin
disukai (-), preokupasi yang berlebihan terhadap kritik dan
penolakan dalam situasi sosial (-), menghindari aktivitas sosial
atau pekerjaan yang banyak melibatkan kontak interpersonal
karena takut dikritik, tidak didukung, atau ditolak (-)
17
Anankastik Perasaan ragu-ragu yang hati-hati dan berlebihan (-), preokupasi
pada hal-hal yang rinci (details), peraturan daftar, urutan,
organisasi dan jadwal (-), perfeksionisme (-), ketelitian yang
berlebihan (-), kaku dan keras kepala (-), pengabdian yang
berlebihan terhadap pekerjaan sehingga menyampingkan
kesenangan dan nilai-nilai hubungan interpersonal (-), pemaksaan
yang berlebihan agar orang lain mengikuti persis caranya
melakukan sesuatu (-), keterpakuan yang berlebihan pada
kebiasaan sosial (-), dan lain-lain
Dependen Mengalami kesulitan untuk membuat keputusan sehari-hari tanpa
nasehat dan masukan dari orang lain (-), membutuhkan orang lain
untuk mengambil tanggung jawab pada banyak hal dalam
hidupnya (-), perasaan tidak enak atau tidak berdaya apabila
sendirian, karena ketakutan yang dibesar-besarkan tentang
ketidakmampuan mengurus diri sendiri (-), takut ditinggalkan
oleh orang yang dekat dengannya (-)
18
G. Grafik Perjalanan Penyakit
Thn: Juli 2009 Thn: Juli 2012
Usia : 27 th Usia : 30 th
19
III. STATUS INTERNUS
Suhu : afebris
Berat badan : 75 kg
Kooardinasi : Baik
Reflex fisiologis : Reflex patella +/+
Reflex patologis : Babinsky -/-
III. Sensibilitas : Sensisbilitas halus dan kasar baik
20
IV. Susunan saraf vegetatif : Fungsi makan tidak terganggu, fungsi tidur terganggu,
V. Fungsi-fungsi luhur : Baik
VI. Kelainan khusus
Kaku : Tidak ada
Tremor : ada
Tortikolis : tidak ada
Bradikinesia : ada
Cara berjalan : Normogait
Keseimbangan : Tidak terganggu
Rigiditas : ada
Lain-lain : Tidak ada
V. STATUS MENTAL
A. Keadaan Umum
1. Kesadaran / sensorium : composmentis (+), somnolen (-), stupor (-),
kesadaran terkabut (-), koma (-), delirium (-), kesadaran berubah (-), dan lain-lain
2. Penampilan :
Sikap tubuh : biasa (+), diam (-), aneh (-), sikap tegang (-), kaku (-), gelisah
(-), kelihatan seperti tua (-), kelihatan seperti muda (-)
cara berpakaian : rapi (-), biasa (+), tak menentu (-), sesuai dengan situasi (+),
kotor (-), kesan (dapat/tidak dapat mengurus diri)
kesehatan fisik : sehat (-), pucat (-), lemas (+), apatis (-), telapak tangan basah
(-), dahi berkeringat (-), mata terbelalak (-)
3. Kontak psikis
Dapat dilakukan (+), tidak dapat dilakukan (-), wajar (+), kurang wajar (-), sebentar (-),
lama (+)
4. Sikap
Kooperatif (+), penuh perhatian (-), berterus terang (+), menggoda (-), bermusuhan (-),
suka main-main (-), berusaha supaya disayang (-), selalu menghindar (-), berhati-hati (-),
dependen (-), infantil (-), curiga (-), pasif (-), dan lain-lain
5. Tingkah laku dan aktifitas psikomotor
Cara berjalan : biasa (+), sempoyongan (-), kaku (-), dan lain-lain
21
Ekhopraksia (-), katalepsi (-), luapan katatonik (-), stupor katatonik (-), rigiditas
katatonik (-), posturing katatonik (-), cerea fleksibilitas (-), negativisme (-), katapleksi
(-), stereotipik (-), mannerisme (-), otomatisme (-), otomatisme perintah (-), mutisme
(-), agitasi psikomotor (-), hiperaktivitas/hiperkinesis (-), tik (-), somnabulisme (-),
akathisia (-), kompulsi (-), ataksia (-), hipoaktivitas (-), mimikri (-)
Agresi (-), acting out (-), abulia (-), tremor (-), ataksia (-), chorea (-), distonia (-),
bradikinesia (-), rigiditas otot (-), diskinesia (-), konvulsi (-), seizure (-), piomanisa (-),
vagabondage (-)
B. Verbalisasi dan cara berbicara
Arus pembicaraan* : biasa, cepat, lambat
Produktivitas pembicaraan* : biasa, sedikit, banyak
Perbendaharaan* : biasa, sedikit, banyak
Nada pembicaraan* : biasa, menurun, meninggi
Volume pembicaraan* : biasa, menurun, meninggi
Isi pembicaraan* : sesuai/ tidak sesuai
Penekanan pada pembicaraan* : Ada/ tidak
Spontanitas pembicaraan * : spontan/ tidak
Logorrhea (- ), poverty of speech (-), diprosodi (-), disatria (-), gagap (-), afasia (-),
bicara kacau (-).
C. Emosi
Hidup emosi*: stabilitas (stabil/ tidak), pengendalian (adekuat/tidak adekuat),
echt/unecht, dalam/dangkal, skala diffrensiasi (sempit/luas), arus emosi
(biasa/lambat/cepat).
1. Afek
Afek appropriate/ serasi (+), afek inappropriate/ tidak serasi (-), afek tumpul (-),
afek yang terbatas (-), afek datar (-), afek yang labil (-).
2. Mood
mood eutimik (-), mood disforik (-), mood yang meluap-luap (expansive mood) (-),
mood yang iritabel (-), mood yang labil (swing mood) (-), mood meninggi (elevated
mood/ hipertim) (-), euforia (-), ectasy (-), mood depresi (hipotim) (+), anhedonia (-),
dukacita (-), aleksitimia (-), elasi (-), hipomania (-), mania(-), melankolia(-), La belle
indifference (-), tidak ada harapan (-).
3. Emosi lainnya
Ansietas (-), free floating anxiety (-), ketakutan (-), agitasi (-), tension (ketegangan) (-
), panic (-), apati (-), ambivalensi (-), abreaksional (-), rasa malu (-), rasa berdosa/
bersalah(-), kontrol impuls (-).
22
4. Gangguan fisiologis yang berhubungan dengan mood
Anoreksia (-), hiperfagia (-), insomnia (-), hipersomnia (-), variasi diurnal (-),
penurunan libido (-), konstispasi (-), fatigue (-), pica (-), pseudocyesis (-), bulimia (-).
E. Persepsi
Halusinasi
Non patologis: Halusinasi hipnagogik (-), halusinasi hipnopompik (-),
Halusinasi auditorik (+), halusinasi visual (+), halusinasi olfaktorik (-), halusinasi
gustatorik (-), halusinasi taktil (+), halusinasi somatik (-), halusinasi liliput (-),
23
halusinasi sejalan dengan mood (-), halusinasi yang tidak sejalan dengan mood (-),
halusinosis (-), sinestesia (-), halusinasi perintah (command halusination), trailing
phenomenon (-).
Ilusi (-)
Depersonalisasi (-), derealisasi (-)
H. Dicriminative Insight*
Derajat I (penyangkalan)
Derajat II (ambigu)
Derajat III (sadar, melemparkan kesalahan kepada orang/ hal lain):
Derajat IV ( sadar, tidak mengetahui penyebab)
Derajat V (tilikan intelektual)
Derajat VI (tilikan emosional sesungguhnya)
I. Discriminative Judgement :
Judgment tes : tidak terganggu
Judgment sosial : tidak terganggu
VI. Pemeriksaan Laboratorium dan diagnostik khusus lainnya
Rutin
Anjuran:
24
VII. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
Telah diperiksa pasien Ny. F umur 35 tahun, agama islam, suku minang dan telah
menikah. Pasien pertama kali dibawa ke IGD RSJ HB SAANIN pada bulan Juni 2017 dan
dirawat sejak saat itu. Pasien sering merasa sedih karena bermasalah dengan keluarganya.
Pasien sering merasa sedih dan termenung. Pasien pernah memiliki keinginan untuk bunuh
diri. Pasien pernah mengamuk dan melempar alat rumah tangga. Pasien mendengar bisikan-
bisikan dan melihat bayangan hitam besar yang menyuruhnya untuk bunuh diri dan
membunuh anaknya.
X. DAFTAR MASALAH
A. Organobiologik : tidak ada
B. Psikologis
Mood : hipotim
Afek : appropriate
Halusinasi : auditorik (-), visual (-)
Waham : tidak ada
25
Kecurigaan : tidak ada
Vagabondage : tidak ada
C. Lingkungan dan psikososial : masalah keluarga
XI. PENATALAKSANAAN
A. Farmakoterapi
Risperidon 2x2 mg po
Fluoxetin 1x20 mg po
THP 2x2 mg po
B. Psikoterapi
Kepada pasien
Psikoterapi suportif
Berempati pada pasien, memahami keadaan pasien, mengidentifikasi
faktor pencetus dan memecahkan masalah secara terarah.
Kepada keluarga
Psikoedukasi pada keluarga mengenai penyakit yang diderita pasien
Dukungan sosial dan perhatian keluarga terhadap pasien
Terapi kepatuhan minum obat pada pasien.
IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
26
BAB 4
DISKUSI
Telah datang seorang pasien perempuan berusia 35 tahun ke IGD RSJ HB. Saanin
Padang pada tanggal 3 Juni 2017 dengan diagnosis skizoafektif tipe depresi. Diagnosis dibuat
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan psikiatri.
Pada pasien ini tidak ditemukan ciri kepribadian yang menonjol sehingga diagnosis
aksis II tidak ditemukan. Pada pasien ini tidak ditemukan suatu kondisi medis umum yang
cukup bermakna sehingga diagnosis aksis III tidak ditemukan. Pasien ini terdapat riwayat
hubungan yang tidak harmonis dalam keluarga sehingga untuk diagnosis untuk aksis IV
adalah masalah keluarga.
Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini adalah risperidon 2x2 mg dan merupakan
obat antipsikotik golongan atipikal yang terpilih sebagai terapi karena efek sampingnya yang
minimal dan daya kerja obatnya yang lebih baik dibandingkan golongan tipikal. Fluoxetin
merupakan obat golongan SSRI. Diberikan juga THP karena pasien telah menunjukkan gejala
sindroma ekstrapiramidal yaitu tremor, rigiditas dan bradikinesia.
27
DAFTAR PUSTAKA
Elvira, Sylvia D dan Hadisukanto, Gitayanti. 2010. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta:Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Kaplan, Sadock, Grebb. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Prilaku Psikiatri Klinis Jilid
Dua. Jakarta: Binarupa Aksara, 2010
Maramis, Willy dan Maramis, Albert A. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2.
Jakarta: Airlangga University.
Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa: Ringkasan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: PT.
Nuh Jaya, 2003
28