(KDRT)
H. Soeroto Hadisoemarto,SpF(K),SH.
BAB I
A. PELAKU KDRT
Secara hukum, KDRT, adalah setiap perbuatan yang berakibat terhadap
seseorang terutama perempuan yang berakibat trimbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah
tangga termasuk ancaman untuk melaksanakan perbuatan, pemaksaan, atau
perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Sehingga dapat diambil kesimpulan, bahwa KDRT ini akibat tidak adanya
kesetaraan dalam rumah tangga.
Pada intinya, perbuatan KDRT adalah sebuah usaha yang dilakukan oleh
pasangan, baik laki-laki maupun perempuan untuk mengambil alih posisi
dominan dalam sebuah keluarga.
Pelaku berupaya untuk mengambil kontrol dalam rumah tangga baik itu
hanya dalam berbentuk hak, kebebasan, atau lain-lainnya. Ini tidak hanya
dalam bentuk fisik saja melainkan bisa juga dengan cara yang lain
- Ketika suami melarang istri dalam bekerja atau sebaliknya. Hal ini
menyebabkan istri memiliki ketergantungan secara ekonomi pada
pasangannya. Itu sudah termasuk KDRT atau
- Seorang istri dipaksa bekerja untuk memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa
diberi nafkah oleh suami
- Dalam masalah keuangan, uang sebenarnya hasil kerja sendiri dan atau
uang tabungan dirampas oleh pasangannya, mengambil hak yang tidak
semestinya
- Secara mental apabila pasangan bicara dengan gaya yang terlalu
berlebihan sehingga menyakitkan hati pasangannya.
- Apabila kalau sampai dalam berbagai aktivitas, pasangan selalu berada
dalam posisi yang disalahkan.
- Kekerasan lain apabila seseorang merasa dipaksa untuk berhubungan
intim. Meskipun yg dipaksa seorang wanita, yg dalam budaya Indonesia
seorang istri yang harus menurut suami padahal keadaanya sedang sakit,
tetapi tetap dipaksa untuk berhubungan intim
Ada beberapa hal lain yg membuat korban tetap memilih untuk tinggal bersama
pasangannya yang suka melakukan KDRT, diantaranya adalah:
1. Korban memang mencintai sehingga apapun yg terjadi tetap menerima
perilaku dengan ikhlas dan lapang dada.
2. Ketergantungan secara finansial karena dilarang bekerja
3. Tidak punya tempat yg dituju, korban dilarang memiliki hubungan dekat
dengan orang lain
4. Khawatir akan keselamatan dirinya dan anak-anaknya
5. Kepercayaan/ agamanya melarang perceraian
6. Tinggal di lingkungan yang bisa disebut permisif terhadap KDRT.
D. PENDEKATAN HUKUM
Sanksi pidana tambahan pada pelaku untuk melindungi korban, sesuai yang
diatur pada pasal 50 UU Nomor 23 tahun 2004, yaitu:
- Pembatasan gerak pelaku atau hak hak tertentu dari pelaku dengan
tujuan untuk menjauhkan pelaku dari korban
- Penetapan pelaku untu ikut program konseling di bawah lembaga tertentu.
BAB III
RUANG LINGKUP KDRT
A. RUMAH TANGGA
Menurut UU, lingkup rumah tangga meliputi:
a. Suami,istri, dan anak. Termasuk anak angkat dan anak tiri.
b. Orang2 yg mempunyai hubungan keluarga dengan orang karena
hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian
yang menetap dalam rumah tangga. Hubungan perkawinan misalnya
mertua, menantu, ipar dan atau
c. Orang yg bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah
tangga tersebut. Orang yg bekerja dipandang sebagai anggota keluarga
dalam jangka waktu selama berada dalam rumah tangga yg
bersangkutan.
Sehingga apabila melihat aturan tersebut di atas, maka KDRT bukan hanya
dilakukan terhadap pasangan suami atau istri saja. Tetapi KDRT dapat terjadi
antara majikan dengan assinstant rumah tangga (ART), orang tua terhadap
anak,dll.
C. LARANGAN KDRT
a. Kekerasan fisik
Adalah kegiatan yg mengakibatkan rasa sakit, jatuh Skit, atau luka
berat
b. Kekerasan psikis
Adalah perbuatan yg mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa
percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak
berdaya, dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
c. Kekerasan seksual
Adalah setiap kegiatan yg berupa pemaksaan hubungan seksual,
pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan atau tidak
disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan
komersial dan atau tujuan tertentu.
D. HAK-HAK KORBAN
Korban berhak mendapatkan:
a. Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan,
pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik
sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan
dan pengadilan.
Pihak lain contohnya lembaga sosial adalah yg peduli terhadap
masalah KDRT, misalnya lembaga-lembaga bantuan hukum.
b. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis
c. Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban
d. Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada
setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pekerja sosial adalah seseorang yg mempunyai kompetensi
profesional dalam pekrjaan sosial yg diperoleh melalui pendidikan
formal atau pengalaman praktik dibidang pekerjaan sosial/
kesejahteraan sosial yang diakui secara resmi oleh pemerintah dan
melaksanakan tugas profesional pekerjaan sosial. dan
e. Pelayanan bimbingan rohani
BAB IV
UPAYA PERLINDUNGAN
Korban dapat memberikan kuasa kepada keluarga atau orang lain untuk
melaporkan KDRT kepada pihak kepolisian baik di tempat korban berada maupun di
tempat kejadian perkara.
Dalam hal korban adalah seorang anak, laporan dapat dilakukan oleh
orang tua, wali, pengasuh, atau anak yg bersangkutan yg dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang undangan yg berlaku.
PEMBUKTIAN KDRT
Mengenai pembuktian kasuk KDRT dalam UU No. 23 tahun 2004 tentang
Penghapusan KDRT dikatakan bahwa sebagai salah satu alat bukti yg sah,
keterangan seorang saksi korban saja sudah cukup untuk membuktikan bahwa
terdakwa bersalah, apabila disertai dengan suatu alat bukti yg sah lainnya (pasal
55). Alat bukti yang sah lainnya itu menurut pasal 184 KUHAP adalah:
a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Petunjuk
e. Keterangan terdakwa.
Sebelum memeriksa korban, dokter atau perawat, bidan atau tenaga medis
lain yg telah berpengalaman dengan banyak mengenal kasus kekerasan terhadap
perempuan dan anak harus menjelaskan kepada korban tentang prinsip dan tujuan
pemeriksaan, tata laksana pemeriksaan dan interpretasi hasil pemeriksaan, serta
kemudian meminta persetujuan dari korban atau keluarganya dengan
menandatangani lembar persetujuan dari korban atau keluarganya dengan
menandatangani lembar persetujuam dalam berkas rekam medis.
Korban yg telah berusia 21 thn atau telah pernah menikah (KUHP pasal 72),
sadar dan tidak mempunyai gangguan jiwa (psikosis atau retardasi mental) harus
menandatangani sendsiri lembar persetujuan. Korban yg tidak memenuhi kriteria di
atas harus didampingi oleh orang tua/wali/keluarga dekatnya(ditandatangani
bersama).
Pemeriksaan medis dilakukan oleh dokter dengan ditemani oleh perawat dan
atau pekerja sosial. Pemeriksaan medis tidak dihadiri oleh ahli lain. Dokter
melakukan pemeriksaan dengan cermat dan menyeluruh, termasuk penyiapan
bahan untuk pemeriksaan laboratorium dan mengisi rekam medis secara lengkap.
Apabila diperlukan, dokter mengonsultasikan kepada dokter spesialis atau ahli yg
diperlukan stelah sebelumnya meminta persetujuan kepada korban atau pasien.
1. Visum et repertum
Dibuat bila korban diperiksa diperbolehkan pulang dan dapat bekerja seperti
biasa serta tidak ada halangan untuk melakukan pekerjaan.
RUMAH SAKIT
Dokter, psikolog,
perawat, pekerja
sosial, konselor
Tabel kekuatan dan tantangan dalam satu atap
Kekuatan Tantangan
Layanan 1. Korban memperoleh layanan 1. Tidak selalu
terpadu dalam waktu relatif mudah terjangkau
singkat oleh korban dari
2. Penanganan korban gawat tempat layanan yg
darurat lebih cepat terpadu
2. In efisiensi layanan
karena terbentur
birokrasi dalam
penanganan
korban
Korban 1. Potensi kuat untuk 1. Hubungan
mempererat jaringan kerja kemitraan antar
dengan beragam institusi profesi dapat
multi disiplin timpang karena
2. Langsung pada pemrosesan dominasi salah
lesson learned untuk satu pihak
koordinasi dan kerjasama 2. Harus ada SOP
antar disiplin. dan mekanisme
kerja yang
kuat/jelas dan
terbuka
3. Membutuhkan
dana yg cukup
besar.
Meminta
Perlindungan
surat
sementara
Skema pelaporan KDRT secara tidak langsung
Tindakan : Konselor/
- Hukum - Shelter divisi terkait
- Psikologis - Rujukan sesuai
- Medis kebutuhan
-
DAFTAR PUSTAKA
Elmina, Aroma Martha. 2013. Hukum Kekerasan Terhadap
Perempuan.Yogyakarta; Aswaja Pressindo
Khaleed, Badriyah. 2015. Penyelesaian Hukum KDRT.
Yogyakarta; Pustaka Yustisia
Buku Kekerasan Dalam Rumah Tangga untuk dokter dan
mahasiswa kedokteran, pengarang: H. Agus Moch Al
Gozi,dr,SpF(K).,SH,DFM