Anda di halaman 1dari 33

Case Report

G1P0A0 23 Tahun Gravida 39 Minggu Janin


Tunggal Hidup Intrauteri Presentasi Kepala
Inpartu Kala I Fase Laten dengan Gawat
Janin Intrapartum dan Ibu KEK

Disusun oleh :

Sayyidatun Nisa, S.Ked


1616012046

Pembimbing:

Dr. dr. Anto Sawarno, Sp.OG. (K) FER.

SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSUD JENDRAL AHMAD YANI
KOTA METRO
2017
KATA PENGANTAR

Assalammualaikum wr.wb.

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat-Nya
kami dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul G1P0A0 23 Tahun
Gravida 39 Minggu Janin Tunggal Hidup Intrauteri Presentasi Kepala Inpartu
Kala I Fase Laten dengan Gawat Janin Intrapartum dan Ibu KEK tepat pada
waktunya. Adapun tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah sebagai salah satu

syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Obstetri


dan Ginekologi di Rumah Sakit Umum Daerah Jendral Ahmad Yani Kota Metro.

Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Dr. dr. Anto
Sawarno, Sp.OG (K) FER. yang telah meluangkan waktunya untuk peulis dalam
menyelesaikan laporan kasus ini. Kami menyadari banyak sekali kekurangan
dalam laporan ini, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat
penulis harapkan demi kesempurnaan laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini
dapat bermanfaat bukan hanya untuk penulis, tetapi juga bagi siapa pun yang
membacanya.

Bandar Lampung, Juni 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................................... i

Kata Pengantar .................................................................................................... ii

Daftar Isi.............................................................................................................. iii

BAB I Pendahuluan ............................................................................................ 1

BAB II Laporan Kasus ........................................................................................ 2

BAB III Analisis Kasus ....................................................................................... 15

BAB IV Tinjauan Pustaka ................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 33

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Dalam persalinan, baik keselamatan ibu maupun janin sangat penting


untuk diperhatikan. Maka, sejak awal terdapat tanda-tanda akan terjadinya
persalinan, perlu dilakukan pengawasan terhadap kondisi ibu dan janinnya dengan
berbagai pemeriksaan fisik secara berkala.
Gawat janin adalah kondisi yang mengancam kondisi dan keselamatan
hidup janin dalam kandungan selama persalinan dan menjelang kelahiran. Gawat
janin terjadi bila janin tidak menerima oksigen cukup, sehingga mengalami
hipoksia. Hipoksia akan berdampak buruk pada kehidupan janin selanjutnya.
Diperlukan monitoring dan deteksi secara dini tanda-tanda terjadinya
gawat janin sehingga dapat dilakukan tindakan pertolongan untuk mencegah
memburuknya kondisi janin baik pada saat proses persalinan maupun setelah
persalinan.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

Tanggal masuk RS : 29 Mei 2017 Pukul 03.25 WIB


Tanggal pemeriksaan : 29 Mei 2017 Pukul 07.15 WIB
No MR : 316888

I. ANAMNESIS

Diambil dari : Autoanamnesa


Tanggal/Pukul : 29 Mei 2017 Pukul 07.15 WIB

A. Identitas Pasien
Nama : Ny.YS
Umur : 23 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Kota Metro

B. Keluhan
Utama : Pasien mengeluh perut terasa mulas sejak selesai shalat
tarawih

Tambahan : nyeri di bagian pinggang menjalar hingga ke paha.

2
C. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien sedang mengandung anak pertama dengan usia kehamilan 39 minggu.
Setelah shalat tarawih, pasien merasa perut terasa mulas, namun pasien
merasa hal tersebut normal sehingga dibiarkan saja sampai pukul 03.00
tanggal 29 Mei 2017, perut makin terasa mulas, frekuensinya semakin
bertambah dan semakin sering, sehingga pasien dibawa ke RS oleh
keluarganya. Tidak ada cairan atau pun darah keluar dari jalan lahir pasien.
Pasien mengaku pernah mengalami keluarnya flek-flek kecoklatan pada masa
awal kehamilan.

D. Riwayat menstruasi
Menarche : 15 tahun
Siklus haid : Teratur
Lamanya : 6-7 hari
Banyaknya : 2-3x ganti pembalut
Warnanya : Merah
Baunya : Normal
Dismenore : Tidak ada

E. Riwayat pernikahan
1 kali selama 23 tahun

F. Riwayat obstetri
Tidak ada.

G. Riwayat penyakit terdahulu


Tidak ada

H. Riwayat penyakit dalam keluarga


Tidak ada

I. Riwayat operasi
Tidak ada

3
J. Riwayat kontrasepsi
Tidak ada

II. Pemeriksaan Fisik


Status Present
KU : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis (E4V5M6)
TD : 120/70 mmHg
N : 93x/menit
RR : 19x/menit
Suhu : 35,7 C
TB : 149cm
BB : 59Kg
LiLA : 22cm
Status general
Kelainan Mukosa Kulit/ Subkutan Yang Menyeluruh
Pucat :-
Kulit : dbn
Sianosis :-
Ikterus :-
Oedem :-
Turgor : dbn
Pembesaran KGB :-
Kesan : tidak terdapat kelainan pada mukosa kulit pasien

Kepala
Muka : Simetris, normochepal, facies cooley (-)
Rambut : Warna hitam, pertumbuhan merata, allopecia (-)
Mata : Mata kiri tampak lebih kecil, isokor, tidak anemis
Telinga : Simetris, sekret (-)
Hidung : Nafas cuping hidung (+), sekret (+), darah (+)
ketika bersin pada hari ketiga dirawat

4
Mulut : Sianosis (-), bibir kering (-), lidah bersih.
Kesan : pasien tampak sesak

Leher
Trakea : Deviasi trachea (-), faring hiperemis (-)
KGB : Tidak pembesaran pada KGB mandibula
Kesan : dalam batas normal

Thorak
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Thrill tidak teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : SI/SII reguler, murmur (-), gallop (-)
Kesan : Pemeriksaan jantung dalam batas normal

Paru
Inspeksi : Gerak napas simetris, retraksi (+)
Palpasi : Ekspansi dinding dada simetris
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Ronki basah halus nyaring (+)
Kesan : Pasien tampak sesak, sumbatan jalan napas (+)

Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Kesan : Pemeriksaan abdomen dalam batas normal
Ekstremitas
Superior : Lengkap, tanpa cacat, tidak sianosis, tidak oedem
Infrerior : Lengkap, tanpa cacat, tidak sianosis, tidak oedem
Kesan : Dalam batas normal

5
Status Obstetri dan Ginekologi
PL : TFU 32cm, DJJ: 162x/menit
VT pukul 03.30
Vulva : bloody show
Portio : tebne
Pembukaan : 1 cm
Pendataran : <9%
Penurunan : 4/5
Konsistensi : kaku
Posisi : retro
Ketuban :+
Insp : Tidak dilakukan
RT : Tidak dilakukan

III. Pemeriksaan Penunjang


- Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi
Leukosit = 12.700/uL
Eritrosit = 3.800.000/uL
Trombosit = 236.000/uL
Hemoglobin = 11,8 g/dL
Hematokrit = 34,6%

- Pemeriksaan USG

HR : 162x/menit
BPD : 9,59 cm
Berat Janin : 3.244 gram

6
Gambar 1. Hasil Pemeriksaan USG Ny.YS

IV. Resume
Pasien perempuan umur 23 tahun dengan usia kehamilan 39 minggu datang
dengan keluhan perut terasa mulas sejak selesai shalat tarawih. Pukul 03.00
pasien dibawa ke RSAY dengan rasa mulas yang semakin bertambah dan
nyeri yang menjalar dari pinggang ke paha. Pasien mempunyai riwayat flek
coklat pada masa awal kehamilan. Dari pemeriksaan didapatkan tekanan
darah 120/70 mmHg, nadi 93x/menit, pernafasan 19xmenit, suhu: 35,7C,
konjungtiva tidak anemis dan hasil laboratorium menunjukkan Leukosit
12.700uL, Trombosit 236 x 103, Hemoglobin 11,8 g/dL.

V. Diagnosis kerja
G1P0A0 gravida 39 minggu janin tunggal hidup intrauteri presentasi kepala
inpartu kala I fase laten dengan gawat janin intrapartum dan ibu KEK..

7
VI. Prognosis

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

VII. Follow up

29 Mei 2017 pukul 05.00 di VK

S: Keluhan : perut terasa mulas, nyeri menjalar dari pinggang ke paha

O: Status Present :

KU : Sakit sedang

Kesadaran : compos mentis (E4V5M6)

TD : 110/80 mmHg

N : 80x/menit

RR : 22x/menit

Suhu : 35,7 C

Status general :

Mata : konjungtiva tidak anemis

Mulut dan gigi : perdarahan gusi (-)

Extremitas : dingin (-), edema(-)

8
Status Obstetri dan Ginekologi :

TFU: 32cm

DJJ: 162x/menit

His : + jarang

VT: Pembukaan 1 cm

A: G1P0A0 23 tahun gravida 39 minggu JTH intra uteri presentasi kepala inpartu
kala I fase laten

P:

Observasi Pengawasan 10

IVFD RL 20tpm makro

O2 nassal kanul 5-6Lmenit

Dexamethasone 2x2 ampul

9
Observasi pengisian lembar Pengawasan 10

10
Karena DJJ cenderung meningkat, dicurigai terdapat fetal distress syndrome,
sehingga diputuskan untuk dilakukan Sectio Caesarea atas indikasi gawat janin.
Dengan laporan operasi sebagai berikut:

Hari/Tanggal : Senin, 29 Mei 2017 Operator : dr.Surya Andri Antara, Sp.OG


Nama Pasien : Ny. Yuni Setiawati Anestesi : dr. Hartawan, Sp.An
Alamat : Kota Metro
Med.Rec/ Reg : 316888
Jenis Anastesi : Spinal Anastesi

Pukul 09.45 Operasi Dimulai

Pasien dalam posisi terlentang dan dalam keadaan spinal anastesi. Dilakukan
tindakan aseptik antiseptik. Lapangan operasi di persempit dengan doek steril.
Dilakukan insisi mediana pada 2 jari atas simpisis sampai 2 jari atas umbilikus.
Insisi diperdalam dengan tajam dan tumpul sampai menembus peritoneum.

Pukul 10.00 WIB.

Lahir neonatus

o laki-laki dengan BB 3.000 kg, PB 47cm, A/S 7/8

Pukul 10.05 WIB. Plasenta Lahir

o Plasenta lahir lengkap, BP 500gr, PTP 45 cm, ukuran 19 x 20


cm.
Perdarahan dirawat sebagaimana mestinya.
Setelah diyakini tidak ada perdarahan dipasang drain intraabdomen dan
luka operasi ditutup lapis demi lapis dengan cara sebagai berikut:
o Peritoneum dijahit jelujur dengan plain catgut no 2.0
o Lapisan otot dijahit jelujur dengan plain catgut no.2
o Fascia dijahit jelujur feston dengan chromic catgut no.1

11
o Subkutis dijahit secara terputus dengan plain catgut no 2.0
o Kutis dijahit jelujur dengan prolene no 3.0

Pukul 10.45 WIB Operasi Selesai.

Diagnosis Prabedah
G1P0A0 umur 32 tahun gravida 39 minggu janin tunggal hidup
intrauterine presentasi kepala punggung kiri inpartu kala I fase laten
dengan gawat janin dan ibu KEK
Diagnosis Pascabedah
P1A0, Post Sectio Caesaria Transperitoneal Profunda a.i gawat janin

Jenis Operasi : Sectio Caesaria Transperitoneal Profunda

Setelah Operasi Sectio Caesarea, dilakukan observasi kontrol istimewa


pengawasan 8 terhadap ibu, dengan hasil sebagai berikut:

12
13
Follow Up 30 Mei 2017
S: Keluhan : nyeri pada luka bekas operasi, perut terkadang terasa mulas

O: Status Present :
KU : Sakit sedang
Kesadaran : compos mentis (E4V5M6)
TD : 110/80 mmHg
N : 80x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,0C
Status general :
Mata : konjungtiva tidak anemis
Mulut dan gigi : perdarahan gusi (-)
Extremitas : dingin (-), edema(-)
Status Ginekologi :
TFU : 2 jari di bawah umbilikus

A: P1A0 23 tahun post sectio caesarea atas indikasi gawat janin

P:
IVFD RL 20tpm makro
Cefotaxime injeksi 2 x 1 gram
Ketorolac drip 3 x 1 ampul
Vitamin C 1 x 1 ampul
Vitamin B kompleks 2 x 1 ampul
Rencana Cek DL Ulang

14
BAB III
ANALISIS KASUS

I. Permasalahan
1. Apakah anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang sudah sesuai?
2. Apakah diagnosis untuk kasus ini sudah tepat?
3. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat?
4. Apa faktor penyebab atau predisposisi?

II. Analisa Kasus


1. Apakah anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang sudah sesuai?
Anamnesis telah mencakup keluhan utama dan keluhan tambahan,
dilengkapi dengan identitas pasien, riwayat haid, riwayat perkawinan,
riwayat kehamilan, riwayat persalinan, riwayat penyakit pasien terdahulu,
riwayat penyakit keluarga, riwayat operasi dan riwayat kontrasepsi.

Anamnesis

Pasien mengeluhkan perut terasa mulas sejak setelah shalat tarawih,


namun karena pasien pernah merasakan hal yang sama, hal tersebut
dibiarkan hingga pukul 03.00, pasien menyadari rasa mulas terus
bertambah dan frekuensinya semakin meningkat sehingga langsung
dibawa ke RSAY Kota Metro. Pasien tengah mengandung anak pertama
dengan usia kehamilan 39 minggu, tidak tampak pengeluaran cairan
pervaginam maupun darah dari jalan lahir pasien. Pasien mengaku
memiliki riwayat flek-flek merah pada awal masa kehamilan.

15
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan sudah tepat, yaitu dilakukan
pemeriksaan fisik head-to-toe, kemudian di titik beratkan pada
pemeriksaan ginekologi yang dilakukan untuk penegakkan diagnosis.
Pemeriksaan ginekologi yang dilakukan mencakup pemeriksaan luar. Dari
hasil pemeriksaan fisik didapatkan:
Status Present
Keadaan umum : sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan darah :120/70 mmHg

Nadi : 80x/menit

Respiratory Rate : 20 x/menit

Suhu : 36,0oC

Status Obstetri dan Ginekologi


TFU 32cm, DJJ 162x/menit, bloody show (-)

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan lab darah


rutin, dan USG abdomen. Pemeriksaan darah rutin pada pasien ini
ditujukan untuk melihat kadar sel darah. Selain itu pada pemeriksaan darah
rutin ini juga dapat menentukan apakah pasien ini termasuk dalam anemia
yang membutuhkan tranfusi atau tidak. Didapatkan:

Leukosit = 12.700/uL
Eritrosit = 3.800.000/uL
Trombosit = 236.000/uL
Hemoglobin = 11,8 g/dL
Hematokrit = 34,6%

16
2. Apakah diagnosa untuk kasus ini sudah tepat?
Diagnosis gawat janin sudah benar karena dapat dilihat dari hasil
pemeriksaan fisik dan status obstetri serta ginekologi, yaitu denyut jantung
janin selalu diatas 160x/menit, didapatkan pula kondisi ibu risiko tinggi,
yaitu kekurangan energi kronis, serta diketahui setelah pelaksanaan
terminasi kehamilan dengan operasi sectio caesarea, dimana terdapat
prolapsus tali pusat (tali pusat melilit leher bayi sebanyak 2 kali). Hal
tersebut turut memengaruhi kondisi bayi didalam kandungan yang secara
terus-menerus terdorong keluar rahim karena kontraksi uterus. Selain itu,
ibu mengaku mengalami keluarnya flek pada masa awal kehamilan, hal
tersebut patut dicurigai sebagai dampak dari tidak adekuatnya implantasi
plasenta pada dinding rahim yang memengaruhi asupan oksigen ke janin.

3. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat?


Penatalaksanakan awal yang dilakukan pada kasus ini sudah tepat yaitu
dengan memperbaiki keadaan umum pasien, karena pasien datang dalam
kondisi hamil dengan DJJ tinggi, perlu diberikan bantuan berupa oksigen,
serta pemasangan infus berupa larutan RL agar mempermudah jika
sewaktu-waktu dibutuhkan terapi parenteral secara cepat. Kondisi pasien
juga terus dipantau dengan pengawasan 10 karena saat tiba di ruang
bersalin dalam kondisi pembukaan 1 (Kala I fase laten).
Untuk memastikan penemuan pemeriksaan fisik secara manual,
pemeriksaan USG dilakukan dan didapatkan DJJ tetap tinggi sehingga
diputuskan untuk segera dilakukan terminasi kehamilan dengan sectio
caesarea.

4. Apa faktor penyebab atau predisposisi terjadinya kasus ini?


Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,
faktor penyebab dari terjadinya kasus ini dapat terjadi karena kondisi ibu
yang KEK, atau tertekannya tali pusat (prolaps) atau dapat juga dicurigai
karena inadekuatnya implantasi plasenta.

17
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

GAWAT JANIN
A. Definisi dan Terminologi
Fetal Distress (Gawat janin) adalah gangguan pada janin dapat terjadi
pada masa antepartum atau intrapartum. Kegawatan janin antepartum menjadi
nyata dalam bentuk retardasi pertumbuhan intrauterin. Hipoksia janin
peningkatan tahanan vaskular pada pembuluh darah janin (Dastur et. al.,
2005).
Gawat janin terjadi bila janin tidak menerima oksigen cukup, sehingga
mengalami hipoksia. Secara luas istilah gawat janin telah banyak
dipergunakan, tapi didefinisi istilah ini sangat miskin. Istilah ini biasanya
menandakan kekhawatiran obstetric tentang obstetric tentang keadaan janin,
yang kemudian berakhir dengan seksio secarea atau persalinan buatan lainnya
(De Leeuw et. al., 2007).
Keadaan janin biasanya dinilai dengan menghitung denyut jantung
janin (DJJ) dan memeriksa kemungkinan adanya mekonium didalam cairan
amniom. Sering dianggap DJJ yang abnormal, terutama bila ditemukan
mekonium, menandakan hipoksia dan asidosis. Akan tetapi, hal tersebut
sering kali tidak benarkan . Misalnya, takikardi janin dapat disebabkan bukan
hanya oleh hipoksia dan asidosis, tapi juga oleh hipotemia, sekunder dari
infeksi intra uterin (Huang et. al., 2012).
Keadaan tersebut biasanya tidak berhubungan dengan hipoksia janin
atau asidosis.sebaliknya, bila DJJ normal, adanya mekonium dalam cairan
amnion tidak berkaitan dengan meningkatnya insidensi asidosis janin. Untuk
kepentingan klinik perlu ditetapkan criteria apa yang dimaksud dengan gawat
janin. Disebut gawat janin bila ditemukan bila denyut jantung janin diatas

18
160x/menit atau dibawah 100x/menit, denyut jantung tidak teratur, atau
keluarnya mekonium yang kental pada awal persalinan (Huang et. al., 2012).

B. Etiologi
Penyebab dari gawat janin yaitu (Rey et. al., 2015):
1. Insufisiensi uteroplasenter akut (kurangnya aliran darah uterus-plasenta
dalam waktu singkat) :
a. Aktivitas uterus yang berlebihan, hipertonik uterus, dapat
dihubungkan dengan pemberian oksitosin.
b. Hipotensi ibu, anestesi epidural,kompresi vena kava, posisi terlentang.
c. Solusio plasenta.
d. Plasenta previa dengan pendarahan.
2. Insufisiensi uteroplasenter kronik (kurangnya aliran darah uterus-plasenta
dalam waktu lama) :
a. Penyakit hipertensi
b. Diabetes mellitus
c. Postmaturitas atau imaturitas
3. Kompresi (penekanan) tali pusat
a. Oligihidramnion
b. Prolaps tali pusat
c. Puntiran tali pusat
4. Penurunan kemampuan janin membawa oksigen
a. Anemia berat misalnya isomunisasi , perdarahan fetomaternal
b. Kesejahteraan janin dalm persalinan asfiksia intrapartum dan
komplikasi
c. Skor APGAR 0-3 selam > 5 menit
d. Sekuele neorologis neonatal
e. Disfungsi multi organ neonatal
f. PH arteri tali pusat 7,0

19
C. Patofisiologi
Ada beberapa proses atau tahapan terjadinya peristiwa Fetal Distress,
antara lain (Ayres et. al., 2015):
1. Perubahan pada kehamilan Postterm
Terjadi beberapa perubahan cairan amnion, plasenta dan janin
pada kehamilan postterm. Dengan mengetahui perubahan tersebut
sebagai dasar untuk mengelola persalinan postterm.
2. Perubahan cairan amnion
Terjadi perubahan kualitas dan kuantitas cairan amnion. Jumlah
cairan amnion mencapai puncak pada usia kehamilan 38 minggu sekitar
1000 ml dan menurun sekitar 800 ml pada 40 minggu. Penurunan jumlah
cairan amnion berlangsung terus menjadi sekitar 480 ml , 250 ml, 160 ml
pada usia kehamilan 42 dan 43 minggu.
Penurunan tersebut berhubungan dengan produksi urin janin yang
berkurang. Dilaporkan bahwa aliran darah janin menurun pada kehamilan
postterm dan menyebabkan oligohidramnion.
Selain perubahan volume terjadi pula perubahan komposisi cairan
amnion menjadi kental dan keruh. Hal ini terjadi karena lepasnya vernik
kaseosa dan komposisi phosphilipid. Dengan lepasnya sejumlah lamellar
bodies dari paru-paru janin dan perbandingan Lechitin terhadap
Spingomielin menjadi 4 : 1 atau lebih besar. Dengan adanya pengeluaran
mekonium maka cairan amnion menjadi hijau atau kuning.
Evaluasi volume cairan amnion sangat penting. Dilaporkan
kematian perinatal meningkat dengan adanya oligohidramnion yang
menyebabkan kompresi tali pusat. Keadaan ini menyebabkan fetal
distress intra partum pada persalinan postterm.
Untuk memperkirakan jumlah cairan amnion dapat di ukur
dengan pemeriksaan ultrasonografi. Metode empat kuadran sangat
popular. Dengan mengukur diameter vertikal dari kantung paling besar
pada setiap kuadran. Hasil penjumlahan 4 kuadran disebut Amniotic
Fluid Index (AFI). Bila AFI kurang dari 5 cm indikasi oligrohidramnion.
AFI 5 10 cm indikasi penurunan volume cairan amnion. AFI 10 15

20
cm adalah normal. AFI 15 20 cm terjadi peningkatan volume cairan
amnion. AFI lebih dari 25 cm indikasi polihidramnion.
3. Perubahan pada plasenta
Plasenta sebagai perantara untuk suplai makanan dan tempat
pertukaran gas antara maternal dan fetal. Dengan bertambahnya umur
kehamilan, maka terjadi pula perubahan struktur plasenta.
Plasenta pada kehamilan postterm memperlihatkan pengurangan
diameter dan panjang villi chorialis. Perubahan ini secara bersamaan atau
di dahului dengan titik-titik penumpukan kalsium dan membentuk infark
putih. Pada kehamilan atterm terjadi infark 10 % - 25 % sedangkan pada
postterm terjadi 60% - 80 %. Timbunan kalsium pada kehamilan
postterm meningkat sampai 10 g / 100 g jaringan plasenta kering,
sedangkan kehamilan atterm hanya 2 3 g / 100 g jaringan plasenta
kering.
Secara histology plasenta pada kehamilan postterm meningkatkan
infark plasenta, kalsifikasi, thrombosis intervilosus, deposit fibrin
perivillosus, thrombosis arterial dan endarteritis arterial. Keadaan ini
menurunkan fungsi plasenta sebagai suplai makanan dan pertukaran gas.
Hal ini menyebabkan malnutrisi dan asfiksia.
Dengan pemeriksaan ultrasonografi dapat diketahui tingkat
kematangan plasenta. Pada kehamilan postterm terjadi perubahan sebagai
berikut :
a. Piring korion
Lekukan garis batas piring korion mencapai daerah basal.
b. Jaringan plasenta
Berrbentuk sirkuler, bebas gema di tengah, berasal dari satu
kotiledon ( ada darah dengan densitas gema tinggi dari proses
kalsifikasi, mungkin memberikan bayangan akustik ).
c. Lapisan basal
Daerah basal dengan gema kuat dan memberikan gambaran
bayangan akustik. Keadaan plasenta ini di kategorikan tingkat 3.
d. Perubahan pada janin

21
Sekitar 45 % janin yang tidak di lahirkan setelah hari perkiraan
lahir, terus berlanjut tumbuh dalam uterus. Ini terjadi bila plasenta
belum mengalami insufisiensi. Dengan penambahan berat badan
setiap minggu dapat terjadi berat lebih dari 4000 g. keadaan ini sering
disebut janin besar. Pada umur kehamilan 38 40 minggu insiden
janin besar sekitar 10 % dan 43 minggu sekitar 43 %.
Dengan keadaan janin tersebut meningkatkan resiko persalinan
traumatik. Janin postmatur mengalami penurunan jumlah lemak
subkutaneus, kulit menjadi keriput dan vernik kaseosa hilang. Hal ini
menyebabkan kulit janin berhubungan langsung dengan cairan
amnion. Perubahan lain yaitu : rambut panjang, kuku panjang, warna
kulit kehijauan atau kekuningan karena terpapar mekonium.

D. Komplikasi

Pada Kehamilan

Gawat janin dapat menyebabkan berakhirnya kehamilan karena pada gawat


janin, maka harus segera dikeluarkan. Gawat janin pada persalinan dapat
menyebabkan (Prawirohardjo, 2011):

1. Persalinan menjadi cepat karena pada gawat janin harus segera


dikeluarkan.
2. Persalinan dengan tindakan, seperti ekstraksi cunam, ekstraksi forseps,
vakum ekstraksi, ataupun bahkan dapat diakhiri dengan tindakan sectio
saesarea (SC)

E. Gambaran Klinik
Gawat Janin dapat diketahui dari tanda-tanda sebagai berikut (Huang et. al.,
2012):
1. Frekwensi bunyi jantung janin kurang dari 100 x / menit atau lebih dari
160 x / menit.
2. Berkurangnya gerakan janin ( janin normal bergerak lebih dari 10 kali
per hari ).

22
3. Adanya air ketuban bercampur mekonium, warna kehijauan

Indikasi-indikasi dari kemungkinan gawat janin (Rey et. al., 2015):


1. Bradikardi, denyut jantung janin (+) yang kurang dari 120 x/menit.
2. Takikardi, akselerasi denyut jantung janin yang memanjang lebih dari
160x/menit. Dapat dihubungkan dengan demam ibu sekunder terhadap
infeksi intrauteri. Prematuritas dan atropin juga di hubungkan dengan
denyut jantung dasar yang meningkat.
3. Variabililtas denyut jantung dasar yang menurun, yang berarti depresi
sistem syaraf anatomi janin untuk medikasi ibu (atropin, skopopamin,
diazepam, fenolbarbitas, magnesium dan analgesic naikotik)
4. Pola deselerasi, deselerasi lanjut menunjukkan hipoksia janin yang
disebabkan oleh isufisiensi uteroplasma. Deselerasi yang bervariasi tidak
berhubungan dengan uterus adalah lebih sering dan muncul untuk
menjalankan kompresi sementara waktu saja dari pembuluh darah
umbillikus. Peningkatan hipoksia janin adalah deselerasi lanjut,
penurunan variabilitas, bradikaria yang menetap dan pola gelombang
sinus.

F. Klasifikasi
Jenis gawat janin yaitu (Dastur et. al., 2005):

1. Gawat janin yang terjadi secara ilmiah


a. Gawat janin iatrogenic: Gawat janin iatrogenik adalah gawat janin
yang timbul akibat tindakan medik atau kelalaian penolong. Resiko
dari praktek yang dilakukan telah mengungkapkan patofisiologi gawat
janin iatrogenik akibat dari pengalaman pemantauan jantung janin.
b. Posisi tidur ibu: Posisi terlentang dapat menimbulkan tekanan pada
Aorta dan Vena Kava sehingga timbul Hipotensi. Oksigenisasi dapat
diperbaiki dengan perubahan posisi tidur menjadi miring ke kiri atau
semilateral.

23
c. Infus oksitosin: Bila kontraksi uterus menjadi hipertonik atau sangat
kerap, maka relaksasi uterus terganggu, yang berarti penyaluran arus
darah uterus mengalami kelainan. Hal ini disebut sebagai
Hiperstimulasi. Pengawasan kontraksi harus ditujukan agar kontraksi
dapat timbul seperti kontrkasi fisiologik.
d. Anestesi Epidural: Blokade sistem simpatik dapat mengakibatkan
penurunan arus darah vena, curah jantung dan penyuluhan darah
uterus. Obat anastesia epidural dapat menimbulkan kelainan pada
denyut jantung janin yaitu berupa penurunan variabilitas, bahkan
dapat terjadi deselerasi lambat. Diperkirakan ibat-obat tersebut
mempunyai pengaruh terhadap otot jantung janin dan vasokontriksi
arteri uterina.

2. Gawat janin sebelum persalinan


a. Gawat janin kronik: Dapat timbul setelah periode yang panjang
selama periode antenatal bila status fisiologi dari ibu-janin-plasenta
yang ideal dan normal terganggu.
b. Gawat janin akut: Suatu kejadian bencana yang tiba tiba
mempengaruhi oksigenasijanin.
c. Gawat janin selama persalinan: Menunjukkan hipoksia janin tanpa
oksigenasi yang adekuat, denyut jantung janin kehilangan varibilitas
dasarnya dan menunjukkan deselerasi lanjut pada kontraksi uterus.
Bila hipoksia menetap, glikolisis anaerob menghasilkan asam laktat
dengan pH janin yang menurun.

24
G. Diagnosis
Diagnosis gawat janin saat persalinan didasarkan pada denyut jantung
janin yang abnormal. Diagnosis lebih pasti jika disertai air ketuban hijau dan
kental/sedikit. Perlu diperhatikan bahwa (Prawirohardjo, 2013):
1. DJJ normal dapat melambat sewaktu His dan segera kembali normal
setelah relaksasi
2. DJJ lambat (kurang dari 100 per menit) saat tidak ada his, menunjukan
adanya gawat janin
3. DJJ cepat (lebih dari 160 permenit) yang disertai takhikardi ibu bisa
karena ibu demam, efek obat, hipertensi, atau amnionitis. Jika denyut
jantung ibu normal denyut jantung janin yang cepat sebaiknya dianggap
sebagai tanda gawat janin
4. Adanya mekonium pada cairan amnion lebih sering terlihat saat janin
mencapai maturitas dan dengan sendirinya bukan merupakan tanda gawat
janin. Sedikit mekonium tanpa dibarengi dengan kelainan DJJ merupakan
suatu peringatan untuk pengawasan lebih lanjut.
5. Mekonim kental merupakan tanda pengeluaran mekonium pada cairan
amnion yang berkurang dan merupakan indikasi perlunya persalinan
yang lebih cepat dan penanganan mekonium pada saluran nafas atas
neonatus untuk mencegah aspirasi mekonium.
6. Pada presentasi sungsang, mekonium dikeluarkan pada saat persalinan
sebagai akibat kompresi abdomen janin pada saat persalinan. Hal ini
bukan merupakan tanda kegawatan kecuali jika hal ini terjadi pada awal
persalinan.
Asfiksia intrapartum dan komplikasi:
1. Skor Apgar 0-3 selama >/= 5 menit
2. Sekuele neurologis neonatal
3. Disfungsi multiorgan neonatal
4. pH arteri tali pusat 7,0
5. Defisit basa arteri tali pusat >/= 16 mmol/L

25
H. Penatalaksanaan

1. Penanganan umum (Dunn et. al., 2016):


a. Pasien dibaringkan miring ke kiri, agar sirkulasi janin dan pembawaan
oksigen dari obu ke janin lebih lancer.
b. Berikan oksigen sebagai antisipa si terjadinya hipoksia janin.
c. Hentikan infuse oksitosin jika sedang diberikan infuse oksitosin,
karena dapat mengakibatkan peningkatan kontraksi uterus yang
berlanjut dan meningkat dengan resiko hipoksis janin.
d. Jika sebab dari ibu diketahui (seperti demam, obat-obatan) mulailah
penanganan yang sesuai.
e. Jika sebab dari ibu tidak diketahui dan denyut jantung janin tetap
abnormal sepanjang paling sedikit 3 kontraksi, lakukan pemeriksaan
dalam untuk mencari penyebab gawat janin:
1) Bebaskan setiap kompresi tali pusat
2) Perbaiki aliran darah uteroplasenter
3) Menilai apakah persalinan dapat berlangsung normal atau kelahiran
segera merupakan indikasi.

Rencana kelahiran (pervaginam atau perabdominam) didasarkan


pada fakjtor-faktor etiologi, kondisi janin, riwayat obstetrik pasien dan
jalannya persalinan (Kohli et. al., 2017).

2. Penatalaksanaan Khusus
a. Posisikan ibu dalam keadaan miring sebagai usaha untuk
membebaskan kompresi aortokaval dan memperbaiki aliran darah
balik, curah jantung dan aliran darah uteroplasenter. Perubahan dalam
posisi juga dapat membebaskan kompresi tali pusat.
b. Oksigen diberikan melalui masker muka 6 liter permenit sebagai
usaha untuk meningkatkan pergantian oksigen fetomaternal.

26
c. Oksigen dihentikan, karena kontraksi uterus akan mengganggu
curahan darah ke ruang intervilli.
d. Hipotensi dikoreksi dengan infus intravena dekstrose 5 % berbanding
larutan laktat. Transfusi darah dapat di indikasikan pada syok
hemoragik.
e. Pemeriksaan pervaginam menyingkirkan prolaps tali pusat dan
menentukan perjalanan persalinan.
f. Pengisapan mekonium dari jalan napas bayi baru lahir mengurangi
risiko aspirasi mekoneum. Segera setelah kepala bayi lahir, hidung
dan mulut dibersihkan dari mekoneum dengan kateter pengisap.
Segera setelah kelahiran, pita suara harus dilihat dengan laringoskopi
langsung sebagai usaha untuk menyingkirkan mekoneum dengan pipa
endotrakeal. Abdul Bari Saifuddin dkk.2002

3. Prinsip Umum :
a. Bebaskan setiap kompresi tali pusat
b. Perbaiki aliran darah uteroplasenter
c. Menilai apakah persalinan dapat berlangsung normal atau kelahiran
segera merupakan indikasi. Rencana kelahiran (pervaginam atau
perabdominam) didasarkan pada faktor-faktor etiologi, kondisi janin,
riwayat obstetric pasien dan jalannya persalinan.

4. Pengelolaan Antepartum
Dalam pengelolan antepartum diperhatikan tentang umur
kehamilan. Menentukan umur kehamilan dapat dengan menghitung dari
tanggal menstruasi terakhir, atau dari hasil pemeriksaan ultrasonografi
pada kehamilan 12-20 minggu. Pemeriksaan ultrasonografi pada
kehamilan postterm tidak akurat untuk menentukan umur kehamilan.
Tetapi untuk menentukan volume cairan amnion (AFI), ukuran janin,
malformasi janin dan tingkat kematangan plasenta.
Untuk menilai kesejahteraan janin dimulai dari umur kehamilan 40
minggu dengan pemeriksaan Non Stess Test (NST). Pemeriksaan ini

27
untuk menditeksi terjadinya insufisiensi plasenta tetapi tidak adekuat
untuk mendiagnosis oligohidramnion, atau memprediksi trauma janin.
Secara teori pemeriksaan profil biofisik janin lebih baik. Selain
NST juga menilai volume cairan amnion, gerakan nafas janin, tonus janin
dan gerakan janin. Pemeriksaan lain yaituOxytocin Challenge Test
(OCT) menilai kesejahteraan janin dengan serangkaian kejadian asidosis,
hipoksia janin dan deselerasi lambat.
Penilaian ini dikerjakan pada umur kehamilan 40 dan 41 minggu.
Setelah umur kehamilan 41 minggu pemeriksaan dikerjakan 2 kali
seminggu. Pemeriksaan tersebut juga untuk menentukan.
Penulis lain melaporkan bahwa kematian janin secara bermakna
meningkat mulai umur kehamilan 41 minggu. Oleh karena itu
pemeriksaan kesejahteraan janin dimulai dari umur kehamilan 41
minggu.
Pemeriksaan amniosintesis dapat dikerjakan untuk menentukan
adanya mekonium di dalam cairan amnion. Bila kental maka indikasi
janin segera dilahirkan dan memerlukan amnioinfusion untuk
mengencerkan mekonium.
Dilaporkan 92% wanita hamil 42 minggu mempunyai serviks tidak
matang dengan Bishop score kurang dari 7. Ditemukan 40% dari 3047
wanita dengan kehamilan 41 minggu mempunyai serviks tidak dilatasi.
Sebanyak 800 wanita hamil postterm diinduksi dan dievaluasi di Rumah
Sakit Parkland. Pada wanita dengan serviks tidak dilatasi, dua kali
meningkatkan seksio cesarea karena distosia.

5. Pengelolaan Intrapartum
Persalinan pada kehamilan postterm mempunyai risiko terjadi
bahaya pada janin. Sebelum menentukan jenis pengelolaan harus
dipastikan adakah disporposi kepala panggul, profil biofisik janin baik.
Induksi kehamilan 42 minggu menjadi satu putusan bila serviks belum
matang denganmonitoring janin secara serial. Pilihan persalinan
tergantung dari tanda adanya fetal compromise. Bila tidak ada kelainan

28
kehamilan 41 minggu atau lebih dilakukan dua pengelolaan. Pengelolaan
tersebut adalah induksi persalinan dan monitoring janin. Dilakukan
pemeriksaan pola denyut jantung janin.
Selama persalinan dapat terjadi fetal distress yang disebabkan
kompresi tali pusat oleh karena oligohidramnion. Fetal distress dimonitor
dengan memeriksa pola denyut jantung janin. Bila ditemukan variabel
deselerasi, satu atau lebih deselerasi yang panjang maka seksio cesarea
segera dilakukan karena janin dalam bahaya.

Bila cairan amnion kental dan terdapat mekonium maka kemungkinan


terjadi aspirasi sangat besar. Aspirasi mekonium dapat menyebabkan
disfungsi paru berat dan kematian janin. Keadaan ini dapat dikurangi tetapi
tidak dapat menghilangkan dengan penghisapan yang efektif pada faring
setelah kepala lahir dan sebelum dada lahir. Jika didapatkan mekonium,
trakea harus diaspirasi segera mungkin setelah lahir. Selanjutnya janin
memerlukan ventilasi (Huang et. al., 2012).

29
DAFTAR PUSTAKA

Ayres-de-Campos D, Spong CY, Chandraharan E, FIGO consensus guidelines on


intrapartum fetal monitoring. Cardiotocography. Int J Gynecol Obstet.
2015;131:13-24.

Dastur AE. Intrapartum Fetal Distress. The Journal of Obstetry and Gynecology
of India. 2005; 55 (2): 115-117.

De Leeuw JP, Verhoeven ATM, Schutte JM, Zwart J, van Roosmalen J. The end
of vaginal breech delivery (letter). BJOG. 2007;114:373.

Dunn L, Flenady V, Kumar S. Reducing the risk of fetal distress with Sildenafil
study: a double blind randomised control trial. Trans Med. 2016; 14:15.

Huang ML, Hsu YY. Fetal distress prediction using discriminant analysis,
decision tree, and artificial neural network. Journal of Biomedical and
Engineering. 2012; 5: 526-533.

Kohli UA, Singh S, Dey M, Bal HK, Seth A. Antenatal risk factor in emergency
caesarean sections done for fetal distress. International Journal of
Reproduction, Contraception, Obstetric, and Gynecology. 2017; 6
(6):2421-2426.

Prawirohardjo S. 2013. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.

Prawirohardjo S. 2011. Ilmu Kandungan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.

Roy KK, Baruah J, Kumar S, Deorari AK, Sharma JB, Karmakar D. Cesarean
section for suspected fetal distress, continuous fetal heart monitoring
and decision to delivery time. Ind J of Pediatrics. 2015;75(12):1249-52.

Saifudin AB. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Bina Pustaka.

30

Anda mungkin juga menyukai