Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau perempuan, tua atau muda.
Berdasarkan data dilapangan, angka kejadian stroke meningkat secara dramatis seiring usia. Setiap penambahan usia 10
tahun sejak usia 35 tahun, risiko stroke meningkat dua kali lipat. Angka kejadian stroke di Indonesia meningkat dengan
tajam. Bahkan saat ini Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita stroke terbesar di Asia, karena berbagai
sebab selain penyakit degeneratif, dan terbanyak karena stress (Yastroki,2009).

Setiap tahun, kurang lebih 15 juta orang di seluruh dunia terserang stroke. Di Amerika Serikat sekitar 5 juta
orang pernah mengalami stroke. Sedangkan di Inggris sekitar 250.000 orang. Di Indonesia, stroke menyerang 35,8 %
pasien usia lanjut dan 12,9 % pada usia yang lebih muda. Jumlah total penderita stroke di Indonesia diperkirakan 500.000
setiap tahun. Dari jumlah itu, sekitar 2,5% atau 250.000 orang meninggal dunia, dan sisanya cacat ringan maupun berat
(Public Health Corner Stroke, 2009). Menkes mengutip hasil Riset Kesehatan Dasar 2007 yang dipublikasikan pada
Desember 2008. Prevalensi stroke di Indonesia 8,3 per 1.000 penduduk. Pada kelompok umur 45-54 tahun, stroke
menjadi penyebab kematian tertinggi di wilayah perkotaan (Kompas, 2009).
Insiden stroke di IRD Medik Instalasi Rawat Darurat RSUP Sanglah menempati peringkat kedua setelah insiden
penyakit Interna yang lainnya. Jumlah penderita stroke bulan Maret 2013 sebanyak 121 orang meningkat menjadi 129
orang pada bulan April 2013.
Penyakit stroke merupakan kelainan otak akibat proses patologi pada sistem pembuluh darah otak. Proses ini
dapat berupa penyumbatan lumen pembuluh darah oleh trombosis atau emboli, pecahnya dinding pembuluh darah otak,
perubahan permeabilitas dinding pembuluh darah dan perubahan viskositas maupun kualitas darah sendiri (Rhezvolution
Corner, 2009). Stroke juga menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana
yang tersumbat), ukuran area perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau sensori). Stroke
biasanya diakibatkan dari salah satu dari tempat kejadian yaitu trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak
atau leher), embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh yang lain),
iskemia (penurunan aliran darah ke area otak) dan hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan
peredaran ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak) (Brunner dan Suddarth, 2002). Aliran darah berhubungan erat
dengan tekanan darah, karena aliran darah juga disebut curah jantung yang merupakan jumlah darah yang dipompa oleh
jantung dalam satuan waktu tertentu (Guyton dan Hall, 1997). Tekanan darah menggambarkan interaksi dari curah
jantung, tekanan vaskular perifer, volume darah, viskositas darah dan elastisitas arteri. Tekanan darah adalah kekuatan
yang dihasilkan aliran darah terhadap setiap satuan luas dari dinding pembuluh darah. Aliran darah mengalir pada sistem
sirkulasi karena perubahan tekanan.
Stroke mungkin menampakkan gejala, mungkin juga tidak (stroke tanpa gejala disebut silent stroke), tergantung
pada tempat dan ukuran kerusakan. Gejala stroke dapat bersifat fisik, psikologis, dan/atau perilaku. Gejala paling khas
adalah paralisis, kelemahan, hilangnya sensasi di wajah, lengan, atau tungkai di salah satu sisi tubuh, kesulitan berbicara
atau memahami(tanpa gangguan pendengaran), kesulitan menelan, dan hilangnya sebagian di satu sisi. Hampir 80%
pasien mengalami penurunan parsial dan kekuatan lengan atau tungkai di salah satu sisi tubuh (kelumpuhan parsial dan
paralisis). Kemudian disusul 30% mengalami cacat sendi dan kontraktur dalam tahun pertama setelah stroke (Valery
Feigin, 2004).
Seorang pasien stroke mungkin mengalami kelumpuhan tangan, kaki, dan muka, semuanya pada salah satu sisi.
Kelumpuhan tangan maupun kaki pada pasien stroke akan mempengaruhi kontraksi otot. Berkurangnya kontraksi otot
disebabkan berkurangnya suplai darah ke otak belakang dan otak tengah, sehingga dapat menghambat hantaran jaras-
jaras utama antara otak dan medula spinalis, dan secara total menyebabkan ketidakmampuan sensorik motorik yang
abnormal (Guyton & Hall, 1997). Berkurangnya suplai darah pada pasien stroke salah satunya diakibatkan oleh
arteriosklerosis. Dinding pembuluh akan kehilangan elastisitas dan sulit berdistensi sehingga digantikan oleh jaringan
fibrosa yang tidak dapat meregang dengan baik. Dengan menurunnya elastisitas terdapat tahanan yang lebih besar pada
aliran darah (Potrer & Perry, 2005).

Dari hasil penelitian yang dilakukan Sunarno (2007), menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
antara hasil pengukuran pengukuran tekanan darah antara lengan kanan dengan lengan kiri pada penderita hipertensi
RSUD DR. H. Abdul Moeloek Lampung. Dari hasil survey awal yang dilakukan selama praktek di ruang instalasi gawat
darurat bagian triase medik didapatkan sebanyak 5 orang pasien dengan stroke. Pelaksanaan pengukuran tekanan darah
selama pengamatan hanya dilakukan disalah satu ekstremitas atas yang tidak mengalami gangguan gerak. Oleh karena itu
kami tertarik untuk melakukan mini riset tentang perbedaan tekanan darah antara ekstremitas yang sehat dengan
eksremitas yang mengalami gangguan di instalasi rawat darurat RSUP Sanglah Denpasar.

B. Pertanyaan Penelitian
Apakah ada perbedaan tekanan darah sisi tangan yang lumpuh dengan sisi tangan yang normal pada pasien stroke?

C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui perbedaan tekanan darah pada sisi tangan yang lumpuh dengan sisi tangan yang normal pada pasien
stroke.
1
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Praktek Keperawatan
Hasil penelitian dapat memberikan informasi kepada perawat sebagai data dasar yang mendukung tindakan
perawatan mobilitas fisik dengan melakukan intervensi ROM (Range of Motion) pasif dan aktif pada pasien stroke.
2. Bagi Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang perbedaan tekanan darah sisi tangan yang lumpuh
dengan sisi tangan yang normal pada pasien stroke, serta menjadi acuan pelaksanaan asuhan keperawatan dalam
memantau stabilitasi tekanan darah pada pasien stroke yang hipertensi dan melakukan intervensi untuk mengatasi
mobilitas pada pasien stroke. Hasil penelitian juga dapat di integrasikan dalam pembelajaran Keperawatan Medikal
Bedah, dan Keperawatan Gawat Darurat serta memberikan informasi bagi mahasiswa perawat dalam praktek belajar
di lapangan.

3. Bagi Pasien Stroke


Hasil penelitan dapat memberikan pengetahuan tentang perbedaan tekanan darah pada sisi tangan yang lumpuh
dengan sisi tangan yang normal pada pasien stroke maupun keluarganya, serta memberikan informasi tentang manfaat
perlunya melakukan ROM aktif atau ROM pasif untuk mengatasi masalah mobilitas dan posisi yang baik pada fase
rehabilitasi.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Stroke
1. Defenisi Stroke

Stroke (berasal dari kata strike) berarti pukulan pada sel otak. Biasanya karena adanya gangguan distribusi
oksigen ke sel otak. Stroke atau cedera serebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
berhentinya suplai darah bagian otak (Brunner dan Suddarth, 2002). Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya
mendadak, progresi cepat, berupa defisit neurologis fokal, atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung
menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. Bila gangguan
peredaran otak ini berlangsung sementara, beberapa detik hingga beberapa jam (kebanyakan 10-20 menit), tapi kurang
dari 24 jam, disebut sebagai serangan iskemia otak sepintas (TIA= transient ischaemia attack) (Kapita Selekta
Kedokteran, 2000).
Menurut WHO stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh yang
berlangsung dengan cepat.

2. Penyebab Stroke
Stroke diakibatkan dari salah satu dari empat penyebab :
a. Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh dari otak atau leher)
Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulsi serebral adalah penyebab utama trombosis serebral, adalah
penyebab paling umum dari stroke.
b. Hemoragi serebral
Hemoragi dapat terjadi di luar durameter (hemoragi ektradural atau epidural), di bawah durameter
(hemoragi subdural), di ruang subarakhonoid (hemoragi subarakhonoid) atau di dalam substansi otak (hemoragi
intraserebral).
Hemoragi serebral adalah kedaruratan bedah neuro yang memerlukan perawatan segera. Ini biasanya mengikuti
fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah atau arteri meninges lainnya. Pasien harus diatasi dalam beberapa
jam cedera untuk mempertahankan hidup.
Hemoragi subdural (termasuk hemoragi subdural akut) pada dasarnya sama dengan hemoragi epidural, kecuali
bahwa hematoma subdural biasanya jembatan vena robek. Karenanya, periode pembentukan hematoma lebih lama (interval
jelas lebih lama) dan menyebabkan tekanan pada otak.
Hemoragi subarakhonid (hemoragi yang terjadi di ruang subarakhonoid) dapat terjadi sebagai akibat trauma atau hipertensi,
tetapi penyebab paling sering adalah kebocorana aneurisme pada area siklus Willisi dan malformasi arteri-vena kongenital
pada otak. Arteri di dalam otak dapat terjadi tempat aneurisme.
c. Pembagian Stroke
1) Stroke Iskemik
Stroke yang terjadi sebagai akibat dari adanya sumbatan pada arteri sehingga menyebabkan penurunan
suplai oksigen pada jaringan otak (iskhemik) hingga menimbulkan nekrosis, 87% kasus stroke disebabkan
karena adanya sumbatan yang berupa thrombus atau embolus. Trombus adalah gumpalan/sumbatan yang berasal
dari pembuluh darah otak. Embolus adalah gumpalan/sumbatan yang berasal dari tempat lain, misalnya jantung
atau arteri besar lainnya. Faktor lain yang berpengaruh adalah denyut jantung yang irreguler (atrial fibrillation)

2
yang merupakan tanda adanya sumbatan dijantung yang dapat keluar menuju otak. Adanya penimbunan lemak
pada pembuluh darah otak (aterosklerosis) akan meningkatkan resiko terjadinya stroke iskemik.

2) Stroke Hemoragik
Stroke yang terjadi sebagai akibat pecahnya pembuluh darah yang rapuh di otak. Dua tipe pembuluh
darah otak yang dapat menyebabkan stroke hemoragi, yaitu; aneurysms dan arteriovenous malformations
(AVMs). Aneurysms adalah pengembangan pembuluh darah otak yang semakin rapuh sehingga pecah.
Arteriovenous malformations adalah pembuluh darah yang mempunyai bentuk abnormal, sehingga mudah pecah
dan menimbulkan perdarahan otak (Perawat Psikiatri, 2009).

d. Faktor Resiko
Yang tidak dapat diubah antara lain usia, jenis kelamin pria, ras, riwayat keluarga, riwayat TIA atau strok,
penyakit jantung koroner, fibrilasi atrium, dan heterozigot atau homozigot untuk homosistinuria. Sementara faktor
resiko dapat diubah adalah hipertensi, diabetes melitus, merokok, penyalahgunaan alkohol dan obat, kontrasepsi oral,
hematokrit meningkat, bruit karotis asimtomatis, hiperurisemia, dan dislipidemia.

e. Manifestasi klinis
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat),
ukuran area perfusi yang tidak adekuat dan jumlah aliran darah koleteral (sekunder atau aksesori).
Kehilangan motorik. Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter
terhadap gerakan motorik.
Kehilangan komunikasi. Fungsi otak yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi. Stroke adalah
penyebab afasia yang paling umum. Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut :
Disartia (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabakan oleh paralisis
otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.
Difasia atau afasia (bicara detektif atau kehilangan bicara), yang terutama ekspresif atau reseptif. Apraksia
(ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika pasien mengambil dan
berusaha untuk menyisir rambutnya.
Gangguan persepsi. Persepsi adalah ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Stroke dapat
mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan dalam hubungan visual-spasial dan kehilangan sensori.
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik. Bila kerusakan telah terjadi pada lobus frontal, mempelajari
kapasitas setelah terjadi pada lobus frontal, mempelajari kapasitas, memori atau fungsi intelektual kortikal yang lebih
tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapangan perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman,
lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan pasien ini menghadapi frustasi dalam program rehabilitasi mereka.
Disfungsi kandung kemih. Setelah sroke pasien mungkin inkontinensia urinarius sementara karena konfusi,
ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal/bedpan karena
kerusakan kontrol motorik dan postural.
B. Tekanan darah
Tekanan darah adalah kekuatan yang dihasilkan aliran darah terhadap setiap satuan luas dari dinding pembuluh
darah (Guyton, 1996). Tekanan darah merupakan kekuatan lateral pada dinding arteri oleh darah yang didorong dengan
tekanan dari jantung. Tekanan sistemik (arteri darah), merupakan tekanan darah dalam sistem arteri tubuh, adalah indikator
yang baik tentang kesehatan kardiovaskuler. Aliran darah mengalir pada sistem sirkulasi karena perubahan tekanan. Darah
mengalir dari daerah yang tekanannya tinggi ke daerah yang tekanannya rendah. Kontraksi jantung mendorong darah dengan
tekanan tinggi aorta. Puncak dari tekanan maksimum saat ejeksi terjadi adalah tekanan sistolik. Pada saat ventrikel relaks,
darah yang tetap dalam arteri menimbulkan tekanan diastolik atau minimum. Tekanan diastolik adalah tekanan minimal yang
mendesak dinding arteri setiap waktu (Poter & Perry, 2005).
Tekanan darah hampir selalu dinyatakan dalam millimeter air raksa (mm Hg) karena manometer air raksa telah
dipakai sebagai rujukan baku untuk pengukuran tekanan darah dalam sejarah Fisiologi. Kadang-kadang tekanan juga
dinyatakan dalam sentimeter air (Guyton, 1997). Tetapi, unit standar untuk pengukuran tekanan darah adalah millimeter air
raksa (mm Hg). Pengukuran menandakan sampai setinggi mana tekanan darah dapat mencapai kolom air raksa. Tekanan
darah dicatat dengan pembacaan sistolik sebelum diastolik (mis. 120/80 mmHg). Bila seseorang mengatakan bahwa tekanan
dalam suatu pembuluh darah adalah 50 mm Hg, maka berarti bahwa kekuatan yang dikerahkan adalah cukup untuk
mendorong suatu kolom air raksa ke atas sampai setinggi 50 mm. Bila tekanan adalah 100 mm Hg, maka kolom air raksa
akan didorong setinggi 100 mm. (Guyton, 1997).
Perbedaan antara sistolik dengan diastolik adalah tekanan nadi. Untuk tekanan darah 120/80 mmHg, tekanan nadi
adalah 40 (Poter & Perry, 2005)
1. Fisiologi Tekanan Darah
Tekanan darah menggambarkan interaksi dari curah jantung, tekanan vaskular perifer, volume darah, viskositas
darah dan elastisitas arteri. Pengetahuan perawat tentang variabel hemodinamik membantu dalam pengkajian perubahan
tekanan darah.
1) Curah Jantung
Curah jantung seseorang adalah volume darah yang dipompa jantung (volume sekuncup) selama 1 menit (frekuensi
jantung) :
Curah jantung = frekuensi jantung x volume sekuncup
Tekanan darah (TD) bergantung pada curah jantung dan tahanan vaskular perifer:
3
Tekanan darah = curah jantung x tahanan vaskular perifer.
2) Tahanan Perifer
Sirkulasi darah melalui jalur arteri, arteriol, kapiler, venula dan vena. Arteri dan arteriol dikelilingi
oleh otot polos yang berkontraksi atau relaks untuk mengubah ukuran lumen. Ukuran arteri dan arteriol berubah
untuk mengatur aliran darah bagi kebutuhan jaringan lokal. Misalnya, apabila lebih banyak darah yang dibutuhkan
oleh organ utama, arteri perifer berkontriksi, menurunkan suplai darah. Darah menjadi lebih banyak tersedia bagi
organ utama karena perubahan tekanan di perifer. Normalnya, arteri dan arteriol tetap berkontriksi sebagian untuk
mempertahankan aliran darah yang konstan. Tahanan pembuluh darah perifer adalah tahanan terhadap aliran darah
yang ditentukan oleh tonus otot vaskular dan diameter pembuluh darah. Semakin kecil lumen pembuluh, semakin
besar tahanan vaskular terhadap aliran darah. Dengan naiknya tahanan, tekanan arteri juga naik. Pada dilatasi
pembuluh darah dan tahanan turun, tekanan darah juga turun.
3) Volume Darah
Volume sirkulasi darah dalam sistem vaskular mempengaruhi tekanan darah. Pada kebanyakan
orang dewasa volume sirkulasi darahnya adalah 5000 ml. Normalnya darah tetap konstan. Bagaimana pun juga, jika
volume darah meningkat, tekanan terhadap dinding arteri menjadi lebih besar. Misalnya, penginfusan yang cepat
dan tidak terkontrol dari cairan intravena meningkatkan tekanan darah. Bila darah sirkulasi menurun, seperti pada
kasus hemoragi atau dehidrasi, tekanan darah turun.
4) Viskositas
Kekentalan atau viskositas darah mempengaruhi kemudahan aliran darah melewati pembuluh darah
melewati pembuluh yang kecil. Hematokrit atau persentase sel darah merah dalam darah, menentukan viskositas
darah. Apabila hemaktorit meningkat, dan aliran darah lambat, tekanan darah arteri naik. Jantung harus berkontraksi
lebih kuat lagi untuk mengalirkan darah yang kental melewati sistem sirkulasi.
5) Elatisitas
Normalnya dinding darah arteri elastis dan mudah berdistensi. Jika tekanan dalam arteri meningkat,
diameter dinding pembuluh meningkat untuk mengakomodasi perubahan tekanan. Kemampuan distensi arteri
mencegah pelebaran fluktasi tekanan darah. Bagaimana pun juga, pada penyakit tertentu, seperti arteriosklerosis,
dinding pembuluh kehilangan elastisitas dan digantikan oleh jaringan fibrosa yang tidak dapat meregang dengan
baik. Dengan menurunnya elastisitas terdapat tahanan yang lebih besar pada aliran darah. Akibatnya, bila ventrikel
kiri mengejeksi volume sekuncupnya, pembuluh tidak lagi memberi tekanan. Sedangkan, volume darah yang
diberikan didorong melewati dinding arteri yang kaku dan tekanan sistemik yang meningkat. Kenaikan tekanan
sitolik lebih signifikan daripada tekanan diastolik sebagai akibat dari penurunan elastisitas arteri.
Setiap faktor hemodinamik secara signifikan mempengaruhi yang lainnya. Misalnya, jika elastisitas arteri
turun tahanan vaskular perifer meningkat. Pengontrolan yang kompleks dari sistem kardiovaskular secara normal
mencegah salah satu faktor secara permanen mengubah tekanan darah (Potrer & Perry, 2005).
2. Tekanan darah arteri
Tekanan darah arteri adalah tekanan yang terjadi pada dinding arteri. Tekanan darah arteri memfasilitasi aliran
darah seluruh tubuh untuk memastikan oksigenisasi yang adekuat pada jaringan dan organ vital. Tekanan ini tidak tetap,
meningkat selama kontraksi ventrikel (sistole) dan menurunkan pada saat ventrikel rileks (diastole). Pada saat mengukur
tekanan darah, mengkaji tingkat tekanan darah tertinggi maupun terendah penting untuk dilakukan, karena hal ini
mencerminkan perbedaan respons fisiologi dari siklus jantung.
3. Tekanan arteri rata-rata
Tekanan arteri rata-rata merupakan tekanan yang mendorong darah yang melewati sistem sirkulasi. Antara
tekanan sistolik dan diastolik ada yang dinamakan tekanan darah rata-rata, yang angkanya lebih mendekati tekanan
diastolik daripada tekanan sistolik. Karena sistolik lebih pendek daripada diastolik (Guyton & Hall, 1997).Tekanan darah
arteri rata-rata ini dapat dihitung secara matematis atau elektronis dengan menggunakan rumus : Tekanan arteri rata-rata
= 1/3 tekanan sistolik + 2/3 tekanan diastolik
4. Tekanan sistolik
Tekanan sistolik merupakan tekanan pada dinding pembuluh darah setelah sistolik ventrikuler, ketika arteri
mengandung banyak darah, maka sesaat itu terjadi tekanan yang maksimal. Tekanan sistolik ditentukan oleh; jumlah
darah yang diejeksikan ke dalam arteri (isi sekuncup), kekuatan kontraksi, dan distensibilitas dinding arteri. Peningkatan
dua faktor pertama atau penurunan faktor ketiga akan meningkatkan tekanan sistolik dan begitu pula sebaliknya.
5. Tekanan diastolik
Tekanan diastolik merupakan tekanan pada dinding pembuluh darah selama diastole ventrikuler, ketika arteri
hanya berisi sedikit darah, tekanan pada dinding pembuluh darah juga berkurang. Tekanan diastolik dipengaruhi oleh
tingkat tahanan perifer, tekanan sistolik, dan curah jantung. Tekanan diastolik menurun bila ketiga faktor tersebut
menurun, terutama bila frekuensi jantung lebih lambat sehingga sisa darah arteri lebih sedikit.
6. Tekanan nadi
Tekanan nadi merupakan perbedaan antara tekanan sistolik dan tekanan diastolik. Untuk tekanan darah 120/80
mmHg, tekanan nadi adalah 40.
7. Tekanan darah vena
Tekanan ini merupakan tekanan pada dinding pembuluh darah vena, yang menggambarkan aliran darah vena ke
jantung (terutama volume darah yang bersirkulasi) dan fungsi jantung. Tekanan vena sentral mengukur tekanan di dalam
atrium dan ditentukan oleh volume darah yang termasuk ke atrium kanan (aliran balik vena), tonus, fungsi ventrikel
kanan, dan tekanan intratoraks.

4
Nilai tekanan darah arteri maternal normal adalah rentang normal untuk orang dewasa sehat 100/60-140/90
mmHg tetapi bervariasi tergantung usia dan variabel lainnya. WHO menetapkan hipertensi sebagai tekanan sistolik 160
mmHg atau lebih dan tekanan diastolik 95 mmHg atau lebih (Johnson & Wendy Taylor, 2005).
8. Faktor yang mempengaruhi tekanan darah
1) Volume darah. Berkurangnya volume darah yang bersirkularisasi, misalnya akibat perdarahan atau syok, dapat
menyebabkan penurunan tekanan sistolik maupun diastolik.
2) Frekuensi jantung. Tekanan darah meningkat sejalan dengan meningkatnya frekuensi jantung agar volume darah
yang bersirkulasi tidak berubah.
3) Usia. Tekanan darah menigkat sejalan dengan peningkatan usia akibat penurunan elastisitas dinding arteri (Johnson
& Wendy Taylor, 2005). Pada tingkat tekanan darah anak-anak atau remaja dikaji dengan memperhitungkan ukuran
tubuh dan usia. Selama remaja tekanan darah tetap bervariasi sesuai dengan ukuran tubuh. Namun, kisaran normal
pada anak yang berusai 19 tahun, 90 persen adalah 124-136/77-84 mmHg untuk anak laki-laki dan 124-127/63-74
mmHg untuk anak perempuan. Tekanan orang dewasa cenderung meningkat seiring pertambahan usia. Pada lansia
cenderung meningkat. Tekanan darah lansia normalnya adalah 140/90 mmHg (Potrer dan Perry, 2005).
4) Variasi diurnal. Tingkat tekanan darah berubah-ubah sepanjang hari. Tekanan darah biasanya rendah pada pagi-pagi
sekali, secara berangsur-angsur naik pagi menjelang siang dan sore, dan puncaknya pada senja hari atau malam hari.
Tidak ada orang yang pola dan derajat variasinya sama.
5) Berat badan. Orang dengan berat badan berlebihan cenderung memiliki tekanan lebih yang tinggi.
6) Jenis kelamin. Secara klinis tidak ada perbedaan yang signifikan dari tekanan darah pada anak laki-laki atau
perempuan. Setelah puberitas, pria cenderung memiliki bacaan tekanan darah yang lebih tinggi. Setelah menopause,
wanita cenderung memiliki tekanan darah yang lebih tinggi daripada pria pada usia tersebut.
7) Alkohol. Asupan alkohol yang tinggi dan harus terus menerus berkaitan dengan tekanan darah yang tinggi,
meskipun alkohol juga dapat menurunkan tekanan darah juga dapat menurunkan tekanan darah dengan menghambat
efek hormone antidiuretik, yang menimbulkan vasodilatasi
8) Merokok. Merokok dapat meningkatkan tekanan darah, yang berlangsung selama 30-60 menit.
9) Makan. Tekanan darah meningkat selama 30-60 menit setelah ingesti makanan.
10) Stress, takut, nyeri, dan ansietas dapat mengakibatkan stimulasi sistem saraf simpatis, yang meningkatkan frekuensi
darah, curah jantung dan tahanan vaskular perifer. Efek simpatik meningkatkan tekanan darah (Potrer & Perry,
2005).
11) Latihan fisik. Latihan fisik meningkat tekanan, dengan pengaruh selama 30-60 menit.
12) Kandung kemih yang distensi, dapat meningkatkan tekanan darah yang berlangsung selama 30-60 menit.
13) Keturunan. Banyak orang yang mempunyai predisposisi keturunan untuk tekanan darah tinggi. Stillwell (1992)
mengemukakan bahwa hal ini terdapat pada 50% orang yang bertekanan darah tinggi.
14) Penyakit. Proses penyakit apapun yang mempengaruhi isi sekuncup, diameter pembuluh darah, tahanan perifer atau
pernapasan akan mempengaruhi tekanan darah.
15) Renin. Tingginya kadar renin menyebabkan vasokontriksi dan peningkatan volume darah (akibat meningkatnya
retensi garam dan cairan pada ginjal), mengakibatkan tingginya kadar tekanan darah.
C. Pengaruh Posisi terhadap Tekanan Darah
Fungsi jantung dan pembuluh darah dipengaruhi oleh saraf otonom, yaitu saraf simpatis dan saraf parasimpatis.
Saraf simpatis mempengaruhi fungsi jantung serta pembuluh darah dan pemacunya menyebabkan naiknya frekuensi jantung,
bertambah kuatnya konstriksi otot jantung, dan vasokonstriksi pembuluh darah resisten. Saraf parasimpatis mempengaruhi
fungsi jantung saja dan pemacuannya mengakibatkan menurunnya frekuensi jantung. Jadi, naik turunnya tekanan darah
dipengaruhi oleh saraf otonom, pemacuan saraf simpatis menaikkan tekanan darah arteri dan penghambatan saraf simpatis
ditambah dengan pemacu saraf parasimpatis yang mengakibatkan menurunnya tekanan darah. Naik turunnya tekanan darah
arteri terjadi secara reflektoris (Guyton dan Hall, 1997).
Tekanan darah dalam arteri pada orang dewasa dalam keadaan duduk atau posisi berbaring pada saat istirahat kira-
kira 120/70 mmHg.
1. Posisi Berdiri
Pada posisi berdiri, maka sebanyak 300-500 ml volume darah pada pembuluh capacitance vena anggota
tubuh bagian bawah dan isi sekuncup mengalami penurunan sampai 40%. Berdiri dalam jangka waktu yang lama dengan
tidak banyak bergerak atau hanya diam akan menyebabkan kenaikan volume cairan antar jaringan pada tungkai bawah.
Selama individu tersebut bisa bergerak maka kerja pompa otot menjaga tekanan vena pada kaki di bawah 30 mmHg dan
alir balik vena cukup. Pada posisi berdiri, pengumpulan darah di vena lebih banyak. Dengan demikian selisih volume
total dan volume darah yang ditampung dalam vena kecil, berarti volume darah yang kembali ke jantung sedikit, isi
sekuncup berkurang, curah jantung berkurang, dan kemungkinan tekanan darah akan turun. Jantung memompa darah ke
seluruh bagian tubuh. Darah beredar ke seluruh bagian tubuh dan kembali ke jantung begitu seterusnya. Darah sampai ke
kaki, dan untuk kembali ke jantung harus ada tekanan yang mengalirkannya. Untuk itu perlu adanya kontraksi otot guna
mengalirkan darah ke atas. Pada vena ke bawah dari kepala ke jantung tidak ada katup, pada vena ke atas dari kaki ke
jantung ada katup. Dengan adanya katup, maka darah dapat mengalir kembali ke jantung. Jika pompa vena tidak bekerja
atau bekerja kurang kuat, maka darah yang kembali ke jantung berkurang, memompanya berkurang, sehingga pembagian
darah ke sel tubuhpun ikut berkurang. Banyaknya darah yang di keluarkan jantung itu menimbulkan tekanan, bila
berkurang maka tekanannya menurun. Tekanan darah berkurang akan menentukan kecepatan darah sampai ke bagian
tubuh yang dituju. Ketika berdiri darah yang kembali ke jantung sedikit. Volume jantung berkurang maka darah yang ke
luar dan tekanan menjadi berkurang (Guyton dan Hall, 1997).
2. Pengaruh Gerak Tubuh
5
Selama gerak tubuh terjadi peningkatan tekanan arteri. Peningkatan ini terjadi karena adanya pencetusan
simpatis dan vasokonstriksi sebagian besar pembuluh darah. Peningkatan ini berkisar 20 mmHg atau sampai sebesar 80
mmHg tergantung pada keadaan-keadaan saat gerak badan tersebut dilakukan. Sebaliknya bila orang melakukan gerak
badan seluruh tubuh seperti berlari atau berenang kenaikan arteri biasanya hanya 20 mmHg- 40 mmHg. Kurang
besarnya kenaikan dalam tekanan arteri disebabkan adanya vasodilatasi yang terjadi di dalam massa otot yang besar
(Guyton dan Hall, 1997). Selama bergerak, otot-otot memerlukan peningkatan aliran darah yang banyak. Sebagian dari
peningkatan ini adalah akibat dari vasodilatasi lokal pada vaskularisasi otot yang disebabkan oleh peningkatan
metabolisme sel otot. Peningkatan tekanan arteri selama bergerak terutama akibat area motorik sistem saraf menjadi
teraktivasi untuk bergerak, sistem pengaktivasi retikuler di batang otak juga ikut teraktivasi, yang melibatkan
peningkatan perangsangan yang sangat besar pada area vasokonstriktor dan kardioakselerator pada pusat vasomotor.
Keadaan ini akan meningkatkan tekanan arteri dengan segera untuk menyetarakan besarnya peningkatan aktivitas otot
(Guyton & Hall, 1997).
3. Posisi Duduk
Sikap atau posisi duduk membuat tekanan darah cenderung stabil. Hal ini dikarenakan pada saat duduk sistem
vasokonstraktor simpatis terangsang dan sinyal-sinyal saraf pun dijalarkan secara serentak melalui saraf rangka menuju
ke otot-otot rangka tubuh, terutama otot-otot abdomen. Keadaan ini akan meningkatkan tonus dasar otot-otot tersebut
yang menekan seluruh vena cadangan abdomen, membantu mengeluarkan darah dari cadangan vaskuler abdomen ke
jantung. Hal ini membuat jumlah darah yang tersedia bagi jantung untuk dipompa menjadi meningkat. Keseluruhan
respon ini disebut refleks kompresi abdomen (Guyton & Hall, 1997).

D. Kontraksi Otot
Kira-kira 40 persen dari seluruh tubuh terdiri dari otot rangka,dan 10 persen lainnya adalah otot polos dan otot
jantung. Banyak prinsip yang sama mengenai kontraksi dapat diterapkan pada semua jenis otot yang berbeda ini. Kekuatan
2
dari sebuah otot ditentukan terutama oleh ukurannya, dengan suatu daya kontraktilitas maksimum antara 3 dan 4 kg/cm dari
satu daerah potongan melintang otot. Kekuatan yang mempertahankan otot kira-kira 40 persen lebih besar dari kekuatan
kontaktilitas. Yaitu, bila satu otot sudah berkontraksi dan kemudian dikeluarkan gaya untuk mencoba meregangkan otot
tersebut, seperti yang terjadi saat mendarat sesudah melakukan loncatan, keadaan ini akan membutuhkan gaya kira-kira 40
persen lagi daripada yang dapat dicapai oleh satu kontraksi pemendekan. Keadaan tersebut dapat mengarah pada robekan
bagian dalam dari otot itu sendiri. Peregangan dari satu otot yang sudah berkontraksi maksimal derajat kesakitan otot yang
paling tinggi. Daya kontraksi otot berbeda dengan kekuatan otot karena daya merupakan suatu pengukuran dari jumlah total
kerja yang dilakukan oleh otot dalam satuan waktu.
1. Fisiologi Otot Lumpuh
Rangkaian sel saraf berjalan dari otak melalui batang otak keluar menuju otot yang disebut motor pathway.
Fungsi otot yang normal membutuhkan hubungan yang lengkap disepanjang semua motor pathway. Adanya kerusakan
pada ujungnya menurunkan kemampuan otak untuk mengontrol pergerakan-pergerakan otot. Hal ini menurunkan
efisiensi disebabkan kelemahan, juga disebut paresis. Kehilangan hubungan yang komplit menghalangi adanya keinginan
untuk bergerak lebih banyak. Ketiadaan kontrol ini disebut paralisis. Batas antara kelemahan dan paralisis tidak absolut.
Keadaan yang menyebabkan kelemahan mungkin berkembang menjadi kelumpuhan. Pada tangan yang lain, kekuatan
mungkin memperbaiki lumpuhnya anggota badan.
Regenerasi saraf untuk tumbuh kembali melalui satu jalan yang mana kekuatan dapat kembali untuk otot yang
lumpuh. Paralisis lebih banyak disebabkan perubahan sifat otot. Lumpuh otot mungkin mebuat otot lemah, lembek dan
tanpa kesehatan yang cukup, atau mungkin kejang, mengetat, dan tanpa sifat yang normal ketika otot digerakkan.
Tipe paralisis antara lain :
1. Monoplegia yaitu hanya mengenai satu anggota badan.
2. Diplegia yaitu mengenai bagian badan yang sama pada kedua sisi badan. Contohnya kedua lengan atau kedua sisi
wajah.
3. Hemiplegia yaitu mengenai satu sisi badan atau separuh badan.
4. Quadriplegia yaitu mengenai semua keempat anggota badan dan batang tubuh.
5. Hemiparesis adalah paralisis salah satu sisi tubuh.

2. Penyebab kelumpuhan
Kerusakan saraf yang dapat menyebabkan paralisis mungkin di dalam otak atau batang otak (pusat sistem
saraf) atau mungkin di luar batang otak (sistem saraf perifer). Lebih sering penyebab kerusakan pada otak adalah ;
stroke, tumor, truma (disebabkan jatuh atau pukulan), multiple sklerosis (penyakit yang merusak bungkus pelindung
yang menutupi sel saraf), serebral palsy (keadaan yang disebabkan injuri pada otak yang terjadi sesaat setelah lahir),
gangguan metabolik (gangguan dalam penghambatan kemampuan tubuh untuk mempertahankannya). Kerusakan pada
batang otak lebih sering disebabkan trauma, seperti jatuh atau kecelakaan mobil.

3. Aliran Darah Melaui Otot Sewaktu Kerja Fisik


Kerja fisik yang sangat berat merupakan kondisi yang sangat menegangkan yang harus dihadapi oleh sistem
sirkulasi normal. Hal ini memang benar karena pada beberapa kondisi, aliran darah yang melalui otot dapat meningkat
lebih dari 20 kali lipat (kenaikan yang lebih besar daripada kenaikan yang ada di setiap jaringan lain dalam tubuh) dan
karena terdapat banyak sekali massa otot lurik di dalam tubuh. Hasil dari kedua faktor ini begitu besarnya sehingga
jumlah seluruh aliran darah yang melalui otot pada seorang dewasa muda sehat dapat meningkatkan selama melakukan

6
kerja fisik yang berat yakni dari nilai normal kurang dari 1 liter/menit sampai sebesar 20 liter/menit, jumlah ini sudah
cukup tinggi untuk meningkatkan curah jantung sampai lima kali normal pada seseorang yang bukan atlit, dan pada
seorang atlit yang terlatih baik naik sampai enam hingga tujuh kali normal.

4. Kecepatan Aliran Darah yang Melalui Otot


Selama istirahat, rata-rata aliran darah yang melalui otot lurik besarnya antara 3 sampai 4 ml/menit/100 gram
otot. Selama kerja fisik yang hebat, kecepatan ini dapat meningkat 15 sampai 25 kali lipat, mencapai 50 sampai 80
ml/100 gram otot. Penyebab berkurangnya aliran darah selama fase kontraksi otot pada waktu kerja fisik adalah akibat
tertekannya pembuluh darah ke otot yang berkontraksi. Selama kontraksi tetanik yang kuat, yang menyebabkan
penekanan yang menetap pada pembuluh darah, aliran darah dapat hampir berhenti. Selama istirahat, beberapa kapiler
otot mengandung sedikit atau tidak sama sekali aliran darah. Namun selama kerja fisik yang berat, semua kapiler
terbuka. Terbukanya kapiler yang dormant ini juga mengurangi waktu yang dibutuhkan oleh oksigen dan zat makanan
lainnya untuk berdifusi dari kapiler ke serat-serat otot dan menyebabkan perluasan daerah permukaan yang harus dilalui
oleh zat makanan dari darah sebesar dua sampai tiga kali lipat.
Kenaikan yang hebat pada aliran darah otot yang terjadi selama aktivitas otot lurik terutama disebabkan oleh
pengaruh lokal yang bekerja secara langsung pada arteriol otot untuk menyebabkan vasodilatasi. Kenaikan otot pada
aliran darah ini selama kontraksi otot mungkin disebabkan oleh bemacam-macam faktor yang semua bekerja pada saat
bersamaan. Salah satu faktor yang paling penting adalah berkurangnya oksigen dalam jaringan otot. Jadi selama
akitivitas otot, otot tersebut menggunakan oksigen dengan cepat, sehingga menurunkan konsentrasi oksigen di cairan
jaringan. Hal ini selanjutnya menyebabkan vasodilatasi baik karena dinding pembuluh darah tidak dapat
mempertahankan pada keadaan tidak adanya oksigen maupun karena kurangnya oksigen yang menyebabkan
terlepasnya bahan vasodilator (Guyton & Hall, 1997).

E. Hubungan Stroke terhadap Tekanan Darah


Aliran darah normal yang melalui jaringan otak pada orang dewasa rata-rata sekitar 50 sampai 65 milimeter per 100
gram otak per menit. Untuk seluruh otak, terdapat 750 sampai 900 ml/ menit, atau 15 persen dari curah jantung total.
Aliran darah serebral sangat berkaitan dengan metabolisme jaringan serebral. Sedikitnya terdapat tiga faktor
metabolik yang memberi pengaruh kuat terhadap pengaturan aliran darah serebral. Ketiga faktor tersebut adalah konsentrasi
karbon dioksida, konsentrasi ion hidrogen, dan konsentrasi oksigen.
Kebanyakan kasus stroke disebabkan oleh plak arteriosklerotis yang terjadi pada suatu atau lebih arteri yang
memberi makanan ke otak. Plak biasanya mengaktifkan mekanisme pembekuan darah, dan menghasilkan bekuan untuk
membentuk dan menghambat arteri, dengan demikian menyebabkan hilangnya fungsi otak secara akut pada area yang
terlokalisasi. Atau pada sekitar seperempat penderita mengalami stroke, penyebabnya adalah tekanan darah tinggi yang
membuat salah satu pembuluh darah pecah, sehingga terjadi perdarahan, yang mengkompersi jaringan otak setempat.
Efek neurologis dari otak stroke ditentukan area otak yang terpengaruh. Salah satu tipe stroke yang paling umum adalah
terjadinya penghambatan pada salah satu arteri serebralis medialis yang menyuplai bagian tengah salah satu hemisfer otak.
Selain itu, hilangnya fungsi area pengatur saraf motorik lainnya pada hemisfer kiri dapat menimbulkan paralisis spastik pada
semua atau sebagian besar otot-otot dari sisi tubuh yang berlawanan. Dengan cara yang hampir sama, penghambatan arteri
serebralis posterior akan menyebabkan infark pada sudut oksipital hemisfer pada sisi yang sama dan hilangnya penglihatan di
kedua mata dan separuh retina dari sisi yang sama dengan lesi stroke. Yang bersifat merusak, khususnya stroke yang
melibatkan suplai darah ke otak belakang dan otak tengah, karena mereka dapat menghambat hantaran jaras-jaras utama
antara otak dan medula spinalis, dan secara total menyebabkan ketidakmampuan sensorik motorik yang abnormal. Penyakit
stroke merupakan kelainan otak akibat proses patologi pada sistem pembuluh darah otak. Proses ini dapat berupa
penyumbatan lumen pembuluh darah oleh trombosis atau emboli, pecahnya dinding pembuluh darah otak, perubahan
permeabilitas dinding pembuluh darah dan perubahan viskositas maupun kualitas darah sendiri (Rhezvolution Corner, 2009).
Stroke juga menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumabat),
ukuran area perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau sensori). Stroke biasanya diakibatkan
dari salah satu dari tempat kejadian yaitu trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher), embolisme
serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh yang lain), iskemia (penurunan aliran darah
ke area otak) dan hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan peredaran ke dalam jaringan otak atau ruang
sekitar otak) (Brunner dan Suddarth, 2002). Aliran darah berhubungan erat dengan tekanan darah, karena aliran darah juga
disebut curah jantung yang merupakan jumlah darah yang dipompa oleh jantung dalam satuan waktu tertentu (Guyton dan
Hall, 1997). Tekanan darah menggambarkan interaksi dari curah jantung, tekanan vaskular perifer, volume darah, viskositas
darah dan elastisitas arteri. Tekanan darah adalah kekuatan yang dihasilkan aliran darah terhadap setiap satuan luas dari
dinding pembuluh darah. Aliran darah mengalir pada sistem sirkulasi karena perubahan tekanan.
Stroke mungkin menampakkan gejala, mungkin juga tidak (stroke tanpa gejala disebut silent stroke), tergantung
pada tempat dan ukuran kerusakan. Gejala stroke dapat bersifat fisik, psikologis, dan/atau perilaku. Gejala paling khas adalah
paralisis, kelemahan, hilangnya sensasi di wajah, lengan, atau tungkai di salah satu sisi tubuh, kesulitan berbicara atau
memahami(tanpa gangguan pendengaran), kesulitan menelan, dan hilangnya sebagian di satu sisi. Hampir 80 % pasien
mengalami penurunan parsial dan kekuatan lengan atau tungkai di salah satu sisi tubuh (kelumpuhan parsial dan paralisis).
Kemudian disusul 30 % mengalami cacat sendi dan kontraktur dalam tahun pertama setelah stroke (Valery Feigin, 2004).
Seorang pasien stroke mungkin mengalami kelumpuhan tangan, kaki, dan muka, semuanya pada salah satu sisi.
Kelumpuhan tangan maupun kaki pada pasien stroke akan mempengaruhi kontraksi otot. Berkurangnya kontraksi otot
disebabkan berkurangnya suplai darah ke otak belakang dan otak tengah, sehingga dapat menghambat hantaran jaras-jaras
7
utama antara otak dan medula spinalis, dan secara total menyebabkan ketidakmampuan sensorik motorik yang abnormal
(Guyton & Hall, 1997). Berkurangnya suplai darah pada pasien stroke salah satunya diakibatkan oleh arteriosklerosis.
Dinding pembuluh akan kehilangan elastisitas dan sulit berdistensi sehingga digantikan oleh jaringan fibrosa yang tidak
dapat meregang dengan baik. Dengan menurunnya elastisitas terdapat tahanan yang lebih besar pada aliran darah (Potrer &
Perry, 2005).

F. Pengukuran tekanan darah


Tekanan darah arteri dapat diukur secara baik secara langsung (secara invasive) maupun tidak langsung. Sebelum
mengkaji tekanan darah, perawat harus nyaman dalam menggunakan sfigmomanometer dan stetoskop. Sfigmomanometer
terdiri dari manometer tekanan, manset oklusif yang menutupi kantung karet yang dapat menggembung dan balon tekanan
yang memiliki katup pelepas untuk menggembungkan manset. Dua jenis sfigmomanometer adalah aneroid dan air raksa.
Manometer aneroid memiliki kaca yang dibungkus meteran sirkular yang berisi jarum yang menunjukkan kalibrasi militer.
Baja menunjukkan dalam lingkup meteran dan kolaps dalam repons terhadap variasi tekanan pada manset yang
menggembung.
Manometer aneroid memiliki keuntungan ringan, portable dan rapi. Karena bagian baja dalam model aneroid adalah
subjek terhadap perluasan suhu atau kontraksi, instrument aneroid kurang dapat diandalkan daripada jenis air raksa. Sebelum
menggunakan jenis aneroid, perawat harus memastikan bahwa jarum penunjuk ada pada angka nol dan manometer
dikalibrasi dengan benar. Sfigmomanometer aneroid memerlukan kalibrasi biomedikal dalam interval rutin untuk
memverifikasi keakuratannya.
Manometer air raksa lebih akurat daripada manometer aneroid. Pengulangan kalibrasi tidak diperlukan. Manometer
air raksa pada tabung tegak lurus mengandung air raksa. Tekanan yang dihasilkan oleh penggembungan dengan
mengompersi manset menggerakkan kolom air raksa ke atas melawan gaya gravitasi. Untuk memastikan bacaan yang akurat,
kolom air raksa harus jatuh dengan bebas saat tekanan dilepaskan dan harus selalu pada angka nol bila manset dikempiskan.
Manometer air raksa wall mounted atau mudah dibawa. Keakuratan pembacaan didapat dengan melihat pada meniskus air
raksa sejajar mata. Hal ini merupakan titik di mana lengkungan atas kolom air raksa lurus dengan skala manometer. Melihat
di atas di bawah air raksa menghasilkan bacaan yang terdistorsi. Kerugian manometer air raksa merupakan potensial terhadap
pecahnya dan keluarnya air raksa. Air raksa merupakan ancaman kesehatan jika tidak berada dalam wadah yang sesuai.
Manset kompersi yang terbuat dari vinil sekali pakai atau kain yang digunakan pada sfigmomanometer dalam berbagai
ukuran. Ukuran yang dipilih sesuai dengan lingkar tangan yang diperiksa. Idealnya , lebar manset harus lebih besar 40 % dari
lingkar tangan (atau 20 % lebih lebar daripada diameter) yang digunakan. Pada anak-anak, tepi manset yang paling bawah
harus diatas fosa antekubial, memungkinkan ruangan untuk meletakkan bel atau diafragma stetoskop. Meletakkan manset
secara tidak tepat mengakibatkan pengukuran tekanan darah tidak tepat.

BAB 3

KERANGKA KONSEP

1. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari
masalah yang ingin diteliti (Setiadi, 2007). Kerangka konsep penelitian ini berfokus untuk melihat perbedaan tekanan darah
sisi tangan yang lumpuh dengan sisi tangan yang normal pada pasien stroke, yang digambarkan sebagai berikut:

Hilangnya
Pasien Stroke Tekanan darah
kontraksi otot

Faktor-faktor :
- Usia
- Jenis kelamin
- Penyakit
- stres

8
2. Defenisi Operasional

2.1 Stroke
Stroke adalah suatu penyakit serebravaskular yang dialami oleh pasien secara tiba-tiba dan cepat, berupa defisit
neurologis fokal, yang disebabkan berhentinya suplai darah ke otak. Salah satu gejala dan komplikasi stroke adalah
kehilangan motorik. Kehilangan motorik dapat berupa penurunan parsial atau total gerakan dan kekuatan lengan dan tungkai
di salah satu satu sisi tubuh atau kelumpuhan parsial.

2.2 Tekanan Darah


Tekanan darah dalam penelitian ini didefenisikan sebagai tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri brachialis yang
terdiri dari tekanan sistolik dan tekanan diastolik dalam satuan mmHg. Tekanan darah diukur dengan spygmomanometer dan
stetoskop pada sisi tangan yang normal dengan sisi tangan yang lumpuh. Skala pengukuran adalah sekala interval.

3. Hipotesis

Hipotesis merupakan suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui
data yang terkumpul (Arikunto, 2002). Adapun hipotesis penelitian ini adalah ada perbedaan tekanan darah antara sisi tangan
yang lumpuh dengan sisi tangan normal.

BAB 4

METODE PENELITIAN

1. Desain penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Deskriptif, yang bertujuan untuk mengetahui tekanan darah pada sisi
tangan yang lumpuh dengan sisi tangan normal .

2. Populasi dan Sampel

2.1 Populasi penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien stroke yang telah mengalami paralisis, hemiparesis, hemiplegia
otot di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar dari tanggal 6 sampai 16 Mei 2013.

2.2 Sampel Penelitian

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik incidental Sampling, yaitu suatu teknik
penetapan sampel dengan mengambil sampel pada saat peneliti melakukan pengambilan sampel (Setiadi, 2007).

2.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik sampel yang dimasukkan atau layak untuk diteliti. Kriteria inklusi dalam
penelitian ini adalah semua jenis stroke dengan hemiplegia, pasien yang dirawat di Ruang IGD Triase Medik, bersedia
menjadi sampel. Sedangkan, kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah pasien tidak paralisis, pasien yang dalam kondisi
terminasi.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei tanggal 6-16 2013 di ruangan IGD Triase Medik Rumah Sakit Sanglah
Denpasar. Lokasi penelitian tersebut dipilih karena di rumah sakit ini terdapat angka insidensi tinggi penderita stroke. Rumah
sakit ini juga merupakan rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa keperawatan Universitas Udayana dan menjadi rumah sakit
rujukan tertinggi diantara rumah sakit umum yang ada di Bali.

4. Pertimbangan Etik

Riset ini dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari kepala ruangan IRD dan dosen pembimbing institusi. Dalam
pengumpulan data terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan permasalahan etik yaitu meberikan penjelasan kepada calon
responden penelitian tentang tujuan prosedur pelaksanaan penelitian. Apabila calon responden bersedia, maka responden
menandatangani Informed Consent (surat perjanjian). Tetapi, apabila calon responden tidak bersedia, maka calon berhak

9
mengundurkan diri selama proses pengumpulan data berlangsung. Penelitian ini tidak menimbulkan resiko bagi responden
baik itu resiko fisik maupun psikis. Kerahasiaan catatan mengenai data responden dijaga baik dengan tidak menuliskan nama
responden pada instrumen. Data-data yang diperoleh juga hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Penelitian ini, juga
memperhatikan etik yaitu sebagai berikut:
a. Informed Concent
Lembar persetujuan diberikan kepada responden yang akan diteliti yang memenuhi kriteria inklusi dan disertai
judul penelitian dan manfaat penelitian, bila subjek menolak maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati
hak-hak subjek.
b. Tanpa Nama (Anonimity)
Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak akan mencantumkan nama responden, pada
lembar pengumpulan data (kuesioner) tetapi lembar tersebut diberikan kode tertentu.
c. Kerahasiaan (Confidentiality)
Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti. Hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai
hasil peneliti.

5. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi (pengamatan), dengan jenis pengamatan sitematis.
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuesioner yang terdiri dari data demografi, lembar
observasi dan pengukuran pasien secara langsung.

5.1 Data demografi

Mencakup nomor responden, jenis kelamin, usia. Data demografi ini bertujuan untuk membantu peneliti mengetahui latar
belakang dari responden yang bisa berpengaruh terhadap penelitian ini.

5.2 Lembar observasi Tekanan Darah

Hasil pengukuran tekanan darah pada kedua sisi tangan disajikan pada lembar observasi yang dilakukan peneliti dengam
menggunakan skala mmHg dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan tekanan darah kedua sisi antara tangan yang lumpuh
dan tangan yang tidak lumpuh.

6. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat pengukur tekanan darah (sphygmomanometer),
stetoskop, dan lembar observasi pengukuran tekanan darah.

7. Pengumpulan Data

Peneliti terlebih dahulu mengajukan permohonan persetujuan mini riset kepada kepala ruangan IRD dan pembimbing
Institusi. Setelah mendapatkan izin maka dilakukan pengumpulan data. Kemudian, peneliti menetukan responden sesuai
dengan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya dan menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian dan meminta kesediaan
responden. Responden yang bersedia diminta untuk menandatangani Informed Consent (surat perjanjian).

8. Analisa Data

Setelah dilakukan pengumpulan data maka dilakukan analisa data. Data yang diperoleh dari setiap responden berupa data
demografi yang merupakan hasil wawancara peneliti pada saat pengisian kuoesioner data demografi dan hasil pengukuran
tekanan darah antara sisi tangan yang lumpuh dengan sisi tangan yang normal. Selanjutnya dilakukan pengolahan data.

a. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif digunakan untuk menyajikan data-data demografi penderita stroke, tekanan darah sisi tangan yang
lumpuh dengan sisi tangan yang normal dalam bentuk tabel.

b. Statistik Inferensial

Statistik Inferensial digunakan untuk mengetahui perbedaan tekanan darah sisi tangan yang lumpuh dengan tangan yang
normal. Uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji statistik T test berpasangan. Pengolahan data ini dilakukan dengan
sistem komputerisasi.

10
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian dari pembahasan mengenai perbedaan tekanan darah sisi tangan yang
lumpuh dengan sisi tangan yang normal pada pasien stroke di Instalasi Rawat Darurat RSUP Sanglah Denpasar.
1. Hasil Penelitian
Penelitian yang telah dilaksanakan mulai dari tanggal 6 sampai 16 Mei 2013. Penelitian ini melibatkan 8 orang
responden yang mengalami stroke dengan lumpuh salah satu sisi tangan. Dari hasil penelitian diperoleh ini memaparkan
karakteristik demografi responden dan perbedaan tekanan darah antara sisi tangan yang lumpuh dengan sisi tangan yang
normal.

a. Karakteristik Demografi Responden


Data deskriptif karakteristik responden mencakup, jenis kelamin, usia.

Pie 1. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan Jenis Kelamin

37,5
%
laki-laki
perempuan

62,5%

Berdasarkan jenis kelamin responden didapatkan bahwa sebanyak 3 (37,5%) responden berjenis kelamin laki-laki dan 5
(62,5%) responden berjenis kelamin perempuan.

Pie 2. Distribusi Frekuensi Dan Persentase Berdasarkan Umur Responden

37,5%

umur <20 tahun


62,5%
umur20-60 tahun
umur >60 tahun

Berdasarkan pie 2 diatas didapatkan bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 5 orang (62,5%) berusia lebih dari
60 tahun dan sebanyak 3 orang (37,5%) berusia 20-60 tahun.

b. Hasil pengukuran tekanan darah sisi tangan lumpuh dengan sisi tangan normal
Responden diukur tekanan darahnya pada sisi tangan yang lumpuh dengan sisi tangan yang normal pada arteri
brachialis dengan menggunakan alat sphygmomanometer dan stetoskop. Pengukuran tekanan darah sisi tangan normal
11
dengan sisi tangan lumpuh ada yang meningkat, dan ada yang cenderung turun, bahkan ada pula yang stabil. Hasil
pengukuran tekanan darah dicatat dalam lembar observasi.
Dari hasil pengukuran diatas maka dapat diketahui gambaran nilai rata-rata tekanan darah pada responden sisi
tangan normal dengan sisi tangan lumpuh.

Diagram 1. Hasil pengukuran tekanan sistolik pada sisi tangan yang normal dengan sisi tangan yang lumpuh

Diagram 1 memperlihatkan bahwa tekanan sistolik tertinggi pada sisi tangan normal adalah 180 mmHg dan yang
terendah adalah 140 mmHg, sehingga didapatkan rata-rata sistolik kanan sebesar 159,38 mmHg dengan standar deviasi
sebesar 14,745. Untuk tekanan sistolik sisi tangan lumpuh, nilai tertingginya adalah 180 mmHg dan nilai terendahnya adalah
140 mmHg, sehingga didapatkan rata-rata tekanan sebesar 157.5 mmHg dengan standar deviasi sebesar 13.887.

Diagram 2. Hasil Pengukuran Tekanan Diastolik Pada Sisi Tangan Normal Dengan Sisi Tangan Yang
Lumpuh

12
Diagram 2 menunjukkan bahwa tekanan diastolik tertinggi pada sisi tangan normal adalah 110 mmHg dan yang
terendah adalah 80 mmHg, sehingga didapatkan rata-rata tekanan diastolik sebesar 95 mmHg dengan standar deviasi 8.864.
Untuk tekanan diastolik pada sisi tangan lumpuh, nilai tertingginya adalah 110 mmHg dan nilai terendahnya adalah 80
mmHg, sehingga didapatkan rata-rata tekanan diastolik sebesar 90,62 mmHg dengan standar deviasi sebesar 10.155.

c. Perbedaan Tekanan darah sisi tangan lumpuh dengan sisi tangan normal
Sebelum dilakukan uji parametrik dengan T-test berpasangan, maka persyaratan yang harus dipenuhi pada uji
parametrik yaitu sebaran data harus berdistribusi normal. Uji kenormalan distribusi yang dipakai adalah Uji Sapiro-Wilk.
Sebaran data berdistribusi normal dalam penelitian ini dapat dilihat pada kurva yang terdapat di dalam lampiran. Uji statistik
T-test berpasangan digunakan untuk mengetahui perbedaan tekanan darah sisi tangan yang normal dengan sisi tangan yang
lumpuh. Penelitian ini mengungkapkan bahwa tekanan darah berbeda antara sisi tangan yang lumpuh dengan sisi tangan
yang normal (Sistolik : t= 11.444, p = 0.000 mean difference = 64.375). Sedangkan Diastolik pada kedua sisi tangan
(Diastolik : t = 9.916, p= 0.000 mean difference = 66.875). Data ini menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara
tekanan darah pada sisi yang lumpuh dan sisi yang normal dimana didapatkan pula tekanan darah pada sisi yang sehat lebih
tinggi dibandingkan dengan sisi tangan yang lumpuh.

Tabel 3. Perbedaan tekanan darah

No No Responden Jenis Umur Tangan yang sehat Tangan yang lumpuh


Kelamin
Sistole Diastole Sistole Diastole
1 1 Laki-laki 54 170 90 170 85

13
2 2 Perempuan 52 180 100 180 90
3 3 Laki-laki 64 140 95 150 90
4 4 perempuan 71 160 100 160 100
5 5 Perempuan 63 165 95 160 80
6 6 Perempuan 68 150 110 140 110
7 7 Laki-laki 64 170 90 160 90
8 8 Perempuan 58 140 80 140 80

2. Pembahasan
Dari hasil penelitian, peneliti membahas masalah penelitian mengenai bagaimana perbedaan tekanan darah sisi
tangan yang lumpuh dengan sisi tangan yang normal pada pasien stroke.
a. Karakteristik Demografi Responden
Berdasarkan hasil penelitian, responden yang banyak mengalami stroke adalah sebanyak 3 (37,5%) responden
berjenis kelamin laki-laki dan 5 (62,5%) responden berjenis kelamin perempuan. Hal ini sesuai dengan tekanan darah
pada perempuan sebelum menopause adalah 5-10 mmHg lebih rendah dari pria seumurnya, Tetapi setelah menopause
tekanan darahnya lebih meningkat.
Berdasarkan referensi di atas dapat diketahui bahwa berdasarkan jenis kelamin subjek penelitian, subjek dengan
jenis kelamin perempuan mempunyai tekanan darah yang sedikit lebih tinggi dibanding laki-laki, dan hal tersebut
dijumpai dan terbukti pada penelitian yang telah dilakukan dimana rata-rata terdapat perbedaan tekanan darah antara
perempuan dan laki-laki dimana tekanan darah perempuan cenderung sedikit lebih tinggi dibanding tekanan darah
laki-laki. Risiko tekanan darah tinggi akan meningkat seiring bertambahnya usia, tetapi penelitian menunjukkan
bahwa wanita lebih susah mengontrol tekanan darah tingginya, meskipun telah mengambil obat-obatan dengan jumlah
2 kali lipat dari pria.
"Hal ini cukup mengejutkan mengingat bahwa pria lebih dapat mengontrol tekanan darahnya dibanding wanita,
sehingga risiko hipertensi pada wanita yang lebih tua lebih besar dari pria" kata Dr. Norm Campbell, seorang spesialis
penyakit dalam dan profesor kedokteran di University of Calgary, seperti dikutip dari canada, Jumat (26/10/2012).

b. Tekanan Darah
Tekanan darah adalah kekuatan yang dihasilkan aliran darah terhadap setiap satuan luas dari dinding pembuluh
darah. Tekanan darah hampir selalu dinyatakan dalam millimeter air raksa (mmHg) karena manometer air raksa telah
dipakai sebagai rujukan baku untuk pengukuran tekanan darah. Banyak hal yang mempengaruhi tekanan darah. Salah
satu yang mempengaruhi tekanan darah adalah jenis kelamin. Risiko tekanan darah tinggi akan meningkat seiring
bertambahnya usia, tetapi penelitian menunjukkan bahwa wanita lebih susah mengontrol tekanan darah tingginya,
meskipun telah mengambil obat-obatan dengan jumlah 2 kali lipat dari pria.
"Hal ini cukup mengejutkan mengingat bahwa pria lebih dapat mengontrol tekanan darahnya dibanding
wanita, sehingga risiko hipertensi pada wanita yang lebih tua lebih besar dari pria" kata Dr. Norm Campbell, seorang
spesialis penyakit dalam dan profesor kedokteran di University of Calgary, seperti dikutip dari canada, Jumat
(26/10/2012).
Tekanan darah dipengaruhi oleh faktor usia. Tekanan darah meningkat sejalan dengan peningkatan usia akibat
penurunan elastisitas dinding arteri (Johnson & Wendy Taylor, 2005). Dari hasil penelitian, faktor usia tidak selalu dapat
mempengaruhi tekanan darah, karena diakibatkan oleh faktor penyakit. Proses penyakit apapun akan mempengaruhi isi
sekuncup, diameter pembuluh darah, tahanan perifer atau pernapasan akan mempengaruhi tekanan darah. Seperti
pendapat Ganong, hal ini dikarenakan bahwa semakin bertambahnya usia maka tekanan sistole semakin tinggi, sebagai
akibat dari timbulnya arterosklerosi.

c. Perbedaan Tekanan Darah

Dari data pengukuran observasi tekanan darah pada penelitian ini mengungkapkan bahwa tekanan darah berbeda
antara sisi tangan yang lumpuh dengan sisi tangan yang normal (Sistolik : t= 11.444, p = 0.000 mean difference = 64.375).
Sedangkan Diastolik pada kedua sisi tangan (Diastolik : t = 9.916, p= 0.000 mean difference = 66.875). Hasil uji statistik
menunjukkan tekanan sistolik dengan nilai p = 0,000 (< 0,05), dan tekanan diastolik p = 0.000 (< 0,05) maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil pengukuran pada tekanan darah sisi tangan yang lumpuh
dengan sisi tangan yang normal.
Pada penelitian ini, selain uji T-test berpasangan juga digunakan uji beda rata-rata. Akan tetapi hasil uji ini tidak
dijadikan landasan untuk mengetahui adanya perbedaan tekanan darah pada masing-masing individu. Hal ini dikarenakan
boleh jadi terdapat perbedaan atau selisih yang besar/signifikan antara tekanan darah pada tangan normal dengan tangan
lmpuh pada masing-masing responden akan tetapi setelah diuji hasilnya dinyatakan tidak ada perbedaan apabila rata-rata
tekanan darah pada sisi tangan normal dari seluruh responden dan rata-rata tekanan darah pada sisi tangan lumpuh dari
seluruh responden menunjukkan hasil yang hampir sama.
Hasil penelitian ini pernah diungkapkan oleh Constan (1991) dalam Nursalam dan Siti Pariani (2001), bahwa
perbedaan tekanan sistolik antara kedua tangan kanan dan kiri sebesar 10 mmHg atau lebih terjadi pada 25% penderita,
sedangkan pada tekanan diastolik terjadi pada 15% penderita. Hasil serupa didapatkan pada penelitian lain yang dilakukan
pada penderita Stroke dengan Hemiparese, bahwa dari 33 responden yang diteliti, ada 10 orang (30,3%) memiliki perbedaan
tekanan sistolik sebesar 10 mmHg atau lebih, sedangkan yang memiliki perbedaan tekanan diastolik sebesar 10 mmHg atau
14
lebih sebanyak 7 orang (21,2%) (Nursalam & Siti Pariani, 2001). Ini berkaitan dengan pengaruh variasi tekanan darah.
Variasi tekanan darah dapat ditemukan pada arteri yang berbeda. Variasi normal sering ditemukan pada kedua lengan, tetapi
tidak boleh lebih dari 5-10 mmHg. Perbedaan yang lebih dari 10 mmHg merupakan indikasi terjadinya gangguan vaskuler,
dan bila perbedaan lebih besar dari 20 30 mmHg pada kedua belah lengan menunjukkan suatu kecurigaan terhadap adanya
gangguan organis aliran darah pada daerah yang tekanan darahnya rendah (Potter & Perry, 2001). Tetapi, tingkat tekanan
darah berubah-ubah sepanjang hari. Tekanan darah biasanya rendah pada pagi-pagi sekali, secara berangsur-angsur naik pagi
menjelang siang dan sore, dan puncaknya pada senja hari atau malam hari. Tidak ada orang yang pola dan derajat variasinya
sama. Adapun mengenai otot lumpuh yang terjadi pada pasien stroke, terjadi akibat kerusakan saraf yang dapat menyebabkan
paralisis mungkin di dalam otak atau batang otak (pusat sistem saraf) atau mungkin di luar batang otak (sistem saraf perifer).
Kebanyakan kasus stroke disebabkan oleh plak arteriosklerotik yang terjadi pada suatu atau lebih arteri ke otak. Plak biasnya
mengaktifkan mekanisme pembekuan darah, dan menghambat bekuan untuk membentuk dan menghambat arteri, dengan
demikian menyebabkan hilangnya fungsi otak secara akut pada area yang terlokalisasi (Guyton & Hall, 1997).
Sedangkan adanya perbedaan tekanan darah yang sering terjadi disebabkan akibat pengaruh elastisitas pada
pembuluh darah. Menurut Potter dan Perry (2001) normalnya dinding darah arteri elastis dan mudah berdistensi. Jika tekanan
dalam arteri meningkat, diameter dinding pembuluh meningkat untuk mengakomodasi perubahan tekanan. Kemampuan
distensi arteri mencegah pelebaran fluktasi tekanan darah. Bagaimana pun juga, pada penyakit tertentu, seperti
arteriosklerosis, dinding pembuluh kehilangan elastisitas dan digantikan oleh jaringan fibrosa yang tidak dapat meregang
dengan baik. Dengan menurunnya elastisitas terdapat tahanan yang lebih besar pada aliran darah. Sedangkan tahanan pada
stroke dapat disebabkan oleh sumbatan setempat pada suatu pembuluh darah tertentu di otak, yang sebelumnya sudah
mengalami proses aterosklerosis yang dipercepat oleh berbagai faktor risiko, sehingga terjadi penebalan kedalam lumen
pembuluh tersebut yang akhirnya dapat menyumbat sebagian atau seluruh lumen (trombosis) (Yastroki, 2009). Peneliti
berasumsi bahwa pada stroke, perubahan elastisitas pembuluh darah hanya terjadi di otak saja, bukan terjadi di seluruh tubuh
ataupun pada otot. Menurut Potter dan Perry (2001) tekanan darah dapat berubah karena kekuatan lateral pada dinding arteri
oleh darah yang didorong dengan tekanan dari jantung. Tekanan sistemik (arteri darah), merupakan tekanan darah dalam
sistem arteri tubuh, adalah indikator yang baik tentang kesehatan kardiovaskuler. Tekanan darah juga dapat berubah
disebabkan interaksi dari curah jantung, tekanan vaskular perifer, volume darah, viskositas darah dan elastisitas arteri.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa baik tangan normal maupun tangan lumpuh mempunyai peluang atau
kemungkinan yang sama untuk memberikan hasil yang lebih tinggi atau lebih rendah. Hasil ini juga digunakan untuk
membuktikan bahwa pengukuran tekanan darah pada salah satu tangan tidak bisa mewakili pengukuran pada kedua tangan
karena kelainan pembuluh darah dapat terjadi dimana saja baik normal maupun lumpuh, sehingga pemeriksaan pada salah
satu tangan saja bisa menyebabkan interpretasi hasil yang kurang tepat. Oleh karena itu, sangatlah beralasan untuk dilakukan
pengukuran tekanan darah pada kedua tangan (sisi tangan normal dengan sisi tangan lumpuh) khususnya untuk kasus-kasus
baru yang menderita stroke.

3. Keterbatasan Penelitian

Adapun keterbatasan penelitian dari mini riset ini yaitu :


1. Sampel yang dikumpulkan sedikit sehingga mungkin saja dapat mempengaruhi hasil statistik.
2. Waktu saat meneliti terbatas.

BAB 6
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dari 8 responden, didapatkan data demografi bahwa responden sebanyak 3 (37,5%)
responden berjenis kelamin laki-laki dan 5 (62,5%) responden berjenis kelamin perempuan. Karakteristik responden
berdasarkan usia adalah 5 orang (62,5%) berusia lebih dari 60 tahun dan sebanyak 3 orang (37,5%) berusia 20-60 tahun.
Dari data pengukuran observasi tekanan darah pada penelitian ini mengungkapkan bahwa tekanan darah berbeda
antara sisi tangan yang lumpuh dengan sisi tangan yang normal (Sistolik : t= 11.444, p = 0.000 mean difference =
64.375). Sedangkan Diastolik pada kedua sisi tangan (Diastolik : t = 9.916, p= 0.000 mean difference = 66.875). Hasil
uji statistik menunjukkan tekanan sistolik dengan nilai p = 0,000 (< 0,05), dan tekanan diastolik p = 0.000 (< 0,05) maka
dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil pengukuran pada tekanan darah sisi tangan
yang lumpuh dengan sisi tangan yang normal.

2. Rekomendasi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pendidikan, praktek, area penelitian dan penelitian
keperawatan. Adapun rekomendasi yang peneliti buat adalah sebagai berikut :

a. Bagi Praktek Keperawatan


Dari hasil penelitian memperoleh bukti bahwa terdapat perbedaan tekanan darah sisi tangan yang lumpuh
dengan sisi tangan yang normal pada pasien stroke, sehingga hasil dapat memberikan informasi kepada perawat sebagai

15
data dasar yang mendukung tindakan perawatan mobilitas fisik dan untuk mengukur tekanan darah pada pasien stroke
lebih baik mengukurnya pada sisi yang sehat/normal.

b. Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian diketahui adanya perbedaan tekanan darah sisi tangan yang lumpuh dengan sisi tangan yang
normal pada pasien stroke, yang hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu intervensi dalam pemberian
Asuhan Keperawatan serta menjadi acuan memantau stabilitasi tekanan darah pada pasien stroke yang hipertensi dan
melakukan intervensi untuk mengatasi mobilitas pada pasien stroke.

c. Bagi pasien Stroke


Dapat memberikan gambaran atau informasi tentang pengaruh perubahan tekanan darah pada pasien stroke dan
memberikan informasi tentang perlunya melakukan mobilitas fisik dan memberikan posisi yang baik bagi pasien stroke.

d. Bagi Peneiliti selanjutnya


Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan menggunakan sampel yang lebih besar dan menggunakan instrument yang
lebih akurat agar lebih representatif. Peneliti juga merekomendasikan pada peneliti selanjutnya menggunakan metode
penelitian yang berbeda yaitu Quasy-Experimen dengan memberikan ROM aktif pada pasien stroke.

16
DAFTAR PUSTAKA

Arwani & Sunarno.(2007). Analisis Perbedaan Hasil Pengukuran Tekanan Darah antara Lengan Kanan dengan Lengan Kiri
pada Penderita Hipertensi di RSUD DR. H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung. Volume 1, Nomor 2. Lampung :
Media Ners

Brunner dan Suddarth.(2002).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Ed 8.Vol 3.


Jakarta : EGC

Eureka.(2008). Stroke Pembunuh No.3 di Indonesia. Diambil dari website : http://eurekaindonesia.org/Feigin, Valery.(2004).
Stroke. Jakarta : Bhuana Ilmu Populer

Guyton dan Hall. (1997). Fisiologi Kedokteran. Penerjemah Irawati Setiawan, dkk. Jakarta: EGC

G.Sheps, Sheldon, M.D.(2007). Mayo Clinic Hipertensi Mengatasi Tekanan Darah Tinggi.
Jakarta : PT Duta Prima

Johnson, Ruth dan Wendy Taylor.(2005). Buku Ajar Praktik Kebidanan. Cetakan I.Jakarta : EGC

Kompas. (2009). Stroke Penyebab Kematian Tertinggi. Diambil dari website :


http://www.kompas.com/stroke.penyebab.kematian.tertinggi.htm

Mansjoer,Arif,dkk.(2003). Kapita Selekta Kedokteran. Ed 3.Jilid 2.Cetakan IV.


Jakarta: Media Aesculapius

Notoatmodjo, Soekidjo .(2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Ed Revisi. Cetakan II. Jakarta : Rineka Cipta

Nursalam & Siti Pariani. (2001). Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta: Sagung Seto

Potrer, Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Ed.4.Vol 1. Cetakan I. Jakarta :
EGC

Rhezvolution Corner. (2009). Stroke Iskemik. Diambil dari website :


http://rhezvolution.wordpress.com/2009/03/19/stroke-iskemik/

Setiadi.(2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Ed 1. Yogyakarta : Graha Ilmu

Syaifuddin.(1997). Anatomi Fisiologi untuk Siswa dan Perawat. Ed 2. Jakarta Penerbit Buku kedokteran : EGC

Yatim, Faisal. (2000). Jantung Koroner Stroke Meninggal Mendadak Atasi Dengan Pola Hidup Sehat. Jakarta : Pustaka
Populer Obor

Yayasan Stroke Indonesia.(2009). Pengetahuan Sekilas Tentang Stroke. Diambil dari website:
http://www.yastroki.or.id/read.php?id=340

17

Anda mungkin juga menyukai