Anda di halaman 1dari 12

PBL 1 BAGAS PUNYA ^_^

Metabolisme Hemoglobin

Hemoglobin merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam sel
darah merah (eritrosit). Ia adalah molekul kompleks yang tersusun atas empat rantai
globin dimana setiap globin mengikat satu molekul haem. Fungsi utama dari
hemoglobin adalah mendistribusikan oksigen dari paru-paru ke jaringan dalam tubuh
(Bain, 2003). Berikut ini merupakan proses pembentukan haemoglobin disertai lokasi
reaksi, enzim yang terlibat, dan zat-zat intermediet yang diambil dari buku A-Z of
Haematology (2003).
Setelah eritrosit menghabiskan usianya (sekitar 120 hari), maka eritrosit akan
difagositosis. Bagian dari hemoglobin mulai terpecah, dimana globin akan dikirim
menuju pool asam amino, sedangkan ferro (Fe2+) dari haem akan dilepas untuk
kemudian mengalami reaksi perubahan dari haem menjadi biliverdin. Fe 2+ akan diikat
oleh transferrin untuk dibawa menjadi sum-sum tulang. Biliverdin akan diubah
menjadi bilirubin dan terikat pada albumin untuk ditranspor menuju hepar untuk
dieksresikan dalam bentuk garam empedu (Martini, 2012).

Bakteri flora normal dalam colon akan mengubah bilirubin menjadi


sterkobilinogen dan urobilinogen. Sejumlah urobilinogen akan diserap kembali
menuju sirkulasi darah dan dibuang melalui urine. Saat terjadi paparan terhadap
oksigen, mereka akan berubah menjadi sterkobilin dan urobilin (Martini, 2012).
Hematopoiesis

Setiap hari tubuh manusia memproduksi jutaan sel darah (eritrosit, leukosit,
dan platelet). Hematopoiesis terjadi di tempat-tempat yang berbeda, sesuai
pertumbuhan dan perkembangan manusia (Kitchen, 2011), yaitu:

1. selama konsepsi hingga minggu ke-enam terletak di fetal yolk sac

2. minggu ke-enam hingga bulan ke-enam kehamilan terletak di hepar foetus dan lien

3. bulan ke-enam dan seterusnya terletak di sum-sum tulang (bone marrow)

Mekanisme homeostasis membolehkan produksi sel darah terjadi sebagai


respon akan stress, infeksi, dan perdarahan. Beberapa faktor pertumbuhan (growth
factor) yang terlibat antara lain G-CSF dan GMCSF (Smith, 2003). Sebuah
hematopoietic stem cell (HSC) akan mengalami proliferasi untuk selanjutnya
berekspansi dan berdiferensiasi menjadi progenitor yang multipotent. Terdapat dua
golongan besar stem cell, yaitu myeloid stem cell dan lymphoid stem cell (Martini,
2012). Melalui serangkaian perkembangan, akhirnya didapatkan sel-sel darah yang
dewasa yaitu eritrosit, megakariosit (selanjutnya pecah menjadi platelet), granulosit
(selanjutnya berkembang menjadi eosinofil, basofil, neutrofil), monosit, sel dendritik,
limfosit (sel T, sel B, sel NK) (Kondo, 2009). Berikut merupakan ilustrasi proses
hematopoiesis yang diambil dari Fundamentals of Anatomy and Physiology 9th
Edition.
Gambar 2. Hematopoiesis.

Beberapa growth factors yang penting dalam hematopoiesis (Kitchen, 2011)


adalah:

1. stem cell factor untuk sel pluripotent

2. G-CSF untuk sel progenitor granulosit

3. M-CSF untuk sel progenitor monosit

4. IL-5 untuk sel progenitor eosinofil

5. EPO untuk sel progenitor eritrosit


6. Thrombopoietin untuk sel progenitor megakariosit

7. IL-6 untuk prekursor sel B

8. IL-2 untuk prekursor sel T

Regulasi Eryhtropoietin (EPO)

EPO adalah suatu hormon yang akan memicu terjadinya eritropoiesis. EPO
akan diproduksi di ginjal setelah sensor oksigen di ginjal mendapatkan stimulus
berupa sinyal hipoksia. Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan hipoksia menurut
Kitchen (2011) antara lain :

1. Fungsi cardiopulmoner yang berkurang

2. Oksigen atmosfer yang menurun, misalnya di dataran tinggi

3. Anemia

4. Defek hemoglobin

5. Penurunan aliran darah menuju ginjal

Setelah terjadi produksi EPO, ia akan menstimulasi proses eritropoiesis di


sumsum tulang dengan meningkatkan proliferasi stem cell dan progenitor eritrosit
dengan waktu produksi yang dipersingkat. Setelah produksi eritrosit terjadi dan
pasokan oksigen menuju ginjal pulih, maka akan terjadi mekanisme umpan balik
negatif sehingga produksi EPO dihentikan (Kitchen, 2011).
Distribusi Besi dalam Tubuh

Menurut Kitchen (2011), distribusi besi dalam tubuh dapat dikategorikan


dalam empat kelompok besar, yaitu:

1. 70% dalam bentuk hemoglobin

2. 25% tersimpan dalam sistem retikuloendotelial sebagai kompleks protein, ferrtin,


dan hemosiderin

3. 4,9% tersimpan dalam bentuk myoglobin dan sitokrom (yang turut terlibat dalam
rantai transpor elektron)

4. 0,1% terikat dalam transferrin plasma

Bagaimana jika besi berlebihan?

Besi di tubuh juga dapat mengalami kelebihan (overload) sedemikian rupa


sehingga dapat mengganggu homeostasis. Tubuh kita sendiri tidak memiliki
mekanisme khusus untuk membuang kelebihan besi (Kitchen, 2011). Kelebihan besi
dapat disebabkan oleh absorpsi yang meningkat serta administrasi parenteral yang
meningkat. Absorpsi besi yang meningkat dapat disebabkan oleh hemokromatosis
(kelainan genetik yang menyebabkan absorpsi besi di usus menjadi berlebihan),
sindrom thalassemia, diet, dan terapi oral yang tidak sesuai prosedur (Kitchen, 2011).
Sedangkan melalui administrasi parenteral dapat disebabkan oleh transfusi darah dan
terapi besi parenteral yang berlebihan. Hal ini dapat diatasi dengan menyusun diet,
veneseksi, dan terapi kelasi (Kitchen, 2011).
Etiologi Anemia Defisiensi Besi

1. Kekurangan asupan zat besi (Kitchen, 2011)

2. Meningkatnya kebutuhan zat besi misalnya dalam masa kehamilan,


pertumbuhan, dan laktasi (Kitchen, 2011)

3. Hemoragi kronis misalnya ulkus peptik (Kitchen, 2011)

4. Absorpsi besi yang menurun misalnya setelah gastrectomy (Kitchen, 2011)

5. Hemosiderinuria yaitu kehilangan hemosiderin dalam urine (Harper, 2012)

6. Hemoglobinuria yaitu adanya hemoglobin dalam urine (Harper, 2012)

7. Hemosiderosis pulmoner yaitu kehilangan hemosiderin dari rute pernafasan


(Harper, 2012)

Gejala dan Tanda Anemia Defisiensi Besi (Non Lab)

1. Gejala dan tanda umum (Kitchen, 2011) :

a. Lelah

b. Pusing dan sakit kepala

c. Nafas memendek

d. Angina

e. Takikardi

f. Pallor

g. Gagal jantung kongestif


2. Gejala dan tanda khusus (Kitchen, 2011) :

a. Glossitis

b. Koilonychia

c. Stomatitis angular

d. Alopecia

e. Pica

Komplikasi Anemia Defisiensi Besi

Anemia ini dapat menyebabkan otot bekerja lebih keras dalam naungan
metabolisme anaerobik sehingga dapat menimbulkan tumpukan asam laktat. Anemia
defisiensi berat dapat menyebabkan hypoxemia hingga infark miokard karena
kekurangan asupan oksigen melalui arteri koroner. Adanya hipoksia jaringan akan
memacu jantung untuk memompa lebih cepat sehingga terjadi takikardi pada anemia
fase akut (Harper, 2012).

Kekurangan oksigen pada jaringan epitel dapat menyebabkan alur-alur


longitudinal pada jari tangan disertai adanya koilonychia (kuku berbentuk sendok).
Papila lingua pada lidah mengalami hipoksia hingga sel-selnya mengalami atrofi dan
mengakibatkan lidah lebih halus dan berkilau akibat degradasi papila lingua.
Stomatitis angular dapat muncul dengan fisura di sudut mulut (Harper, 2012).

Disfagia dapat terjadi pada makanan berbentuk solid oleh karena terbentuknya
pharyngeal and esophageal webs (bagian dari sindrom Plummer-Vinson) akibat
carcinoma sel squamous di area cricoid. Gastritis atrofi juga dapat terjadi dengan
penurunan sekresi asam lambung, pepsin, dan faktor-faktor intrinsik secara drastis.
Beberapa penelitian bahkan menyatakan adanya penurunan fungsi imun akibat
kekurangan besi sehingga mereka lebih labil terhadap infeksi. Kekurangan besi juga
dapat mengganggu pertumbuhan saraf hingga menyebabkan cedera neurologis
permanen yang ireversibel jika tidak ditangani secara lanjut (Harper, 2012).

Terapi Anemia Defisiensi Besi

Terapi yang dapat dilakukan antara lain sebagai berikut:

1. Medikomentosa

a. Ferrous sulfate (Feratab, Fer-Ion, Slow-FE)

Ferrous sulfate digunakan sebagai terapi utama pasien dengan anemia


defisiensi besi dan digunakan secara kontinu selama dua bulan. Satu tablet
mengandung 50-60 mg garam besi. Larutan oral dapat digunakan bagi anak-
anak, dengan dosis untuk anak adalah 3-6 mg Fe/kg BB/hari. Sedangkan
dosis dewasa adalah 300 mg tiap 12 jam (Harper, 2012).

b. Carbonyl Iron (Feosol)

Feosol digunakan untuk menggantikan ferrous sulfate. Pelepasan molekul


besi akan berlangsung lebih lambat dengan harga yang lebih mahal, namun
pelepasan yang lambat tersebut lebih aman jika dikonsumsi oleh anak-anak.
Satu tablet mengandung 45-60 mg besi, dengan dosis untuk anak 8 mg per
hari (untuk suplementasi besi), 4-6 mg Fe/kg BB/hari untuk terapi anemia
defisiensi besi berat dan 3 mg/kg BB/hari untuk anemia defisiensi besi ringan
(Harper, 2012).

c. Iron sucrose (Venofer)

Venofer digunakan untuk terapi defisiensi besi yang memiliki hubungan


dengan eritropoietin pada pasien dewasa. Dosis yang dapat digunakan adalah
10 mg elemental Fe per hari untuk anak usia 4-8 tahun (Harper, 2012).

2. Nonmedikomentosa

a. Manajemen hemoragi jika terjadi perdarahan

b. Melakukan transfusi sel darah merah jika pasien mengalami perdarahan akut
atau terjadi ancaman hipoksia

c. Peresepan diet dan gizi

d. Pengurangan aktivitas berat bagi penderita anemia defisiensi besi berat


(jarang diperlukan)

Iron sucrose (Venofer)


Iron sucrose is used to treat iron deficiency (in conjunction with erythropoietin) in adults with
chronic kidney disease (either with or without hemodialysis or peritoneal dialysis). Iron
deficiency in these patients is caused by blood loss during the dialysis procedure, increased
erythropoiesis, and insufficient absorption of iron from the GI tract. There is a lower incidence
of anaphylaxis with iron sucrose than with other parenteral iron products.

Hubungan dengan BBLR

Bayi yang dilahirkan dengan berat badan lahir rendah (dibawah 2500 gram)
memiliki nutrisi in vivo yang lebih sedikit dibandingkan bayi yang lahir normal. Pada
saat lahir ia telah mengalami defisiensi nutrisi yang disebabkan juga oleh asupan gizi
ibu hamil yang tidak terpenuhi, sehingga hal ini dapat berdampak pada pertumbuhan
dan perkembangannya. Sementara proses pertumbuhan berlanjut, ia membutuhkan
asupan nutrisi lebih namun tidak diiringi dengan peningkatan asupan nutrisi (dalam
konteks ini adalah Fe) sehingga ia akhirnya mengalami defisiensi Fe.
Hubungan dengan ASI dan kandungan susu formula

Air susu ibu (ASI) merupakan asupan nutrisi terbaik bagi bayi hingga umur
dua tahun dan harus diberikan secara eksklusif selama 6 bulan pertama. Namun
setelah 6 bulan ia harus didampingi dengan asupan makanan selain ASI agar bayi
dapat mulai belajar mengunyah dan mendapatkan asupan nutrisi yang belum cukup
jika hanya dari ASI (yang kemudian diketahui hanya memenuhi 60-70% kebutuhan
nutrisi bayi). Susu formula bersama makanan non asi lainnya memiliki kandungan
nutrisi lain yang diperlukan bayi, sehingga apabila bayi meminum ASI eksklusif
hingga dua tahun ia dapat mengalami defisiensi nutrisi (misalnya Fe yang didapatkan
dari makanan hewani seperti daging-dagingan).
Daftar Pustaka

Bain, BJ dan Rajeev Gupta. 2003. A-Z of Haematology. Australia: Blackwell


Publishing.

Harper, JL. 2012. Scientific Article : Iron Deficiency Anemia. Dapat diakses di:
http://emedicine.medscape.com/article/202333-overview#aw2aab6b2b3.
Diakses tanggal 11 September 2012.

Kitchen, Gareth. 2011. Immunology and Haematology Third Edition. Philadelphia:


Mosby Elsevier.

Kondo, M. 2009. Hematopoietic Stem Cell Biology. New York: Humana Press.

Martini, FH dkk. 2012. Fundamentals of Anatomy and Physiology 9th Edition. San
Fransisco: Pearson Education.

Smith, C. 2003. Hematopoietic Stem Cells and Hematopoiesis. Journal of the Moffit
Cancer Center 10(1). Florida: Lee Moffitt Cancer Center and Research
Institute, Inc.

Anda mungkin juga menyukai