bahasan tersendiri khususnya dalam proses mempelajari bahasa indonesia atau lebih tepat pelajaran
bahasa indonesia, karena membedah dari aspek-aspek bahasa tersebut mengenai kosa kata atau tata
bahasa.
Membicarakan kata baku dan tidak baku pasti karena adanya penyerapan bahasa asing yang
menjadikan kata baku menjadi kata tidak baku.ini disebabkan dalam sisi pengucapannya disamakan
dengan tulisan bahasa asli.
Kata baku dan tidak baku merupakan persoalan ragam bahasa, yakni terdiri dari dua ragam yaitu
ragam resmi dan tidak resmi. ragam resmi ini digunakan dalam keadaan formal dan dalam ragam
menulis, khusnya dalam menulis karya ilmiah.sedangkan ragam tidak resmi condong digunakan dalam
situasi atau keadaan tidak formal atau bisa dibilang nyantai.
Kata Baku
Kata yang menjadi standar dalam penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional, sudah
pasti terdapat dalam kamus yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang setiap 5 tahun
mengalami perubahan.
Kata dapat dan kata bisa, yang baku adalah kata dapat dan kata tidak bakunya adalah bisa. dalam
penulisan ragam resmi, kata dapat lebih tepat digunakan karena sesuai dengan kondisi penggunaan
dalam ragam tulis. pengucapan kata ini cukup bebeda. kata dapat digunakan lebih santun sedangkan
kata bisa memiliki ragam bahasa yang lebih santai.
1. Bersifat kecendekiaan.
2. Penyeragaman kaidah.
3. Kemantapan dinamis, berupa kaidah dan aturan yang tetap.
Penyebab kebakuan dan ketidakbakuan dari segi fonologi adalah sebagai berikut.
1. Penggantian konsonan
9. Penggantian vokal
Kata Baku Kata Tidak Baku
Senin Senen
Kata-kata tidak baku seringkali digunakan pada percakapan bahasa Indonesia. Misalnya saja kata
mengapa diganti dengan kata ngapain.
Berikut pasangak kata tidak baku dan kata baku dalam bahasa Indonesia.
Kata baku adalah kata yang cara pengucapannya atau penulisannya sesuai dengan kaidah-kaidah
standar atau kaidah yang telah dibakukan. Ragam kata baku memiliki sifat kemantapan dinamis,
artinya mempunyai aturan dan kaidah dalam standar bahasa. Kata baku biasanya digunakan dalam
situasi resmi, seperti acara seminar, pidato, temu karya ilmiah, dll. Kaidah-kaidah standar yang
dimaksud dapat berupa Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (EYD), kamus umum, dan tata
bahasa baku. Dalam hal ini kamus bahasa Indonesia dapat dijadikan rujukan untuk mengetahui
bahasa baku.
Kemunculan istilah kata baku atau kata standar dapat ditelusuri dari sejarah perkembangan bahasa
yang menunjukkan bahwa ragam orang yang berpendidikan memperoleh gengsi dan wibawa yang
tinggi. Ragam itulah kemudian dijadikan tolak ukur bagi pemakaian bahasa yang benar. Adapun ciri-
ciri kata baku adalah sebagai berikut:
Secara umum, fungsi kata baku dalam bahasa adalah sebagai berikut:
Pemersatu, pemakaian kata baku dalam bahasa dapat mempersatukan sekelompok orang
menjadi satu kesatuan masyarakat bahasa.
Pemberi kekhasan, pembakuan kata dalam bahasa dapat menjadi pembeda dengan
masyarakat pemakai bahasa lainnya.
Pembawa kewibawaan, kata baku yang diterapkan dalam bahasa dapat memperlihatkan
kewibawaan pemakainya.
Kerangka acuan, kata-kata baku menjadi patokan bagi benar tidaknya pemakaian bahasa
seseorang atau sekelompok orang.
Kesalahan yang sering terjadi adalah pembakuan kata belum tersosialisasi pada masyarakat. Dengan
demikian, masyarakat tidak mengetahui mana ejaan, kata, ataupun struktur kalimat baku dan mana
yang tidak baku. Masyarakat seringkali tidak berkesempatan melihat kaidah standar itu. Mereka lebih
sering mendengar orang bicara, atau membaca tulisan-tulisan di majalah atau media cetak lain.
Sementara itu, yang berbicara ataupun yang menulis juga tentu menggunakan hal-hal yang baku.