Anda di halaman 1dari 18

BAB I

ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN

1. Sejarah Ilmu Kedokteran Kehkiman

Perkembangan timbulnya peradaban dan kebudayaan manusia pada zaman purba,

maka ilmu kedokteran kehakiman timbul kira-kira 2000 tahun SM di Mesir yakni di Babylon

sudah ada UU dari Raja Hamurabi yang merupakan suatu konstitusi tentang dasar dari IKK.

Dalam UU perkawinan di Indonesia yaitu Undang-undang NO.1/tahun 1974 pasal 7

berbunyi :

1. Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak

wanita mencapai umur 16 tahun.

Dalam Hukum Islam sekarang di Indonesai dikenal suatu masa iddah yaitu bila

terjadi perceraian antara suami-istri maka si istri sebelum lampau masa iddah ialah 100 hari

lamanya dihitung sejak perceraiannya tidak boleh menikah dengan laki-laki lain. Sedangkan

menurut kitab UU Hukum Perdata pasal 34 berbunyi: seorang perempuan tidak

diperbolehkan kawin lagi, melainkan setelah lewat waktu 300 hari semenjak perkawinan

terakhir dibubarkan. Pada zaman romawi sewaktu pemerintahan Julius Caesar dibunuh oleh

Brotus cs maka dapat diketahui bahwa dari ilmu kedokteran 23 tusukan yang didapat dalam

tubuh Julius Caesar yang menyebabkan kematiannya hanya 1 tusukan saja yaitu di dadanya.

Kini timbul pertanyaan apa tugas dari IKK dan apa hubungannya dengan

pengusutan/penuntutan suatu perkara pidana atau perkara lain (perdata) ?

Jawabannya adalah bahwa tugas IKK membantu para petugas kepolisian dan kejaksaan

khususnya serta kehakiman terutama dalam hal menghadapi suatu kasus perkara yang
menyangkut pengerusakan tubuh dan kesehatan serta nyawa manusia sehingga kasus perkara

tersebut menjadi jelas dan terang dalam menjatuhkan keputusannya .

Jadi kesimpulan IKK adalah ilmu yang menggunakan pengetahuan ilmu kedokteran untuk

membantu peradilan baik dalam perkara pidana maupun perkara lain (perdata) dan tujuan

IKK adalah membantu kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman dalam mengahadapi kasus-

kasus perkara yang dipecahkan dengan ilmu pengatahuan kedokteran.

Di samping itu yang memegang peranan semakin lama semakin besar dalam

pengusutan tindak pidana terhadap kesehatan dan nyawa manusia ialah ilmu kimia

kehakiman(forensic chemistry) termasuk ilmu racun kehakiman (forensic toxicology )

Ada perbedaan antara tujuan dan kewajiban utama dari ilmu kedokteran kehakiman,

yaitu tugas seorang dokter adalah untuk menyembuhkan pasien atau minimal mengurangi

rasa sakit si penderita, di sini dasarnya intuitif jadi subyektif. Misalnya walaupun seorang

dokter tahu bahwa si pasien itu tidak ada harapan untuk sembuh namun diberi pertolongan

atau bila ada seseorang yang menyatakan bahwa ia sakit padahal setelah diperiksa ternyata

tidak apa-apa maka diberi obat penenang.

Dalam bidang Ikk ini pernah diusulkan nama-nama seperti:


1. Thanalogia forensis (ilmu kematian kehakiman), yang berarti pemeriksaan

untuk kehakiaman yang bersangkutan dengan orang yang telah mati


2. Biologia forensis (ilmu hayat kehakiman atau biologi kehakiman) yang berarti

pemeriksaan untuk kehakiman yang bersangkutan dengan orang yang masih

hidup.
2. Ketentuan hukum yang ada hubungannya dengan IKK

Dengan diundangkannya hukum acara pidana 31 desember 1981, LN 1982 nomor 74;

maka dalam perundang-undangan di Indonesia sekarang memuat ketentuan-ketentuan yang


berhubungan dengan IKK ialah ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam UU RI No 8

tahun 1981, LN. 1981 No 76 tentang hukum acara pidana.

Pasal 1

Yang dimaksud dalam UU ini dengan:

1. penyidik adalah pejabat polisi negara RI atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu

diberi wewenang khusus oleh UU untuk melakukan pendidikan


2. penyidikan adalah serangakain tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara

yang diatur dalam UU untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan

bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan

tersangkanya.

6.(a) Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh UU ini untuk bertindak

(b) penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh UU ini untuk melakuakn

penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.

7. penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke

pengadilan negeri yang berwenangan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam UU ini

dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang di pengadilan.

8. hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh UU untuk mengadili

9. mengadili adalah serangkain tindakan hakim untuk menerima, memeriksa dan memutus

perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam

hal ini dan menurut cara yang diatur dalam UU ini.

11. putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan

terbuka, yang dapat berupa pemidanaan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam

hal serta menurut cara yang diatur dalam UU ini


14. tersangka adalah seorang yang karna perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti

permulaan, patut diduga sebagai pelaku tindak pidana

15. terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili disidang

pengadilan.

28. keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian

khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna

kepentingan pemeriksaan.

Pasal 120

(1) Dalam hal ; penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau

orang yang memiliki keahlian khusus.


(2) Ahli tersebut mengangkat sumpah atau mengucapakn janji di muka penyidik bahwa

ia akan memberi keterangan menurut pengetahuannya yang sebaik-baiknya kecuali

bila disebabkan karna harkat serta martabat, pekerjaan atau jabatannya yang

mewajibkan ia meminta rahasia dapat menolak untuk memberikan keterangan yang

diminta.

Pasal 133

(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik

luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan

tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan ahli kepada ahli kedokteran

kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya


(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan

secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan

luka atau mayat dan bedah mayat.


(3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah

sakit diperlukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut

dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilakukan dengan diberi cap

jabatan yang diletakan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.
Kemudian diterangkan selanjutnya dalam penjelasan pasal 113 ayat 2:
keteranagn yang diberikan oleh keahlian kedokteran kehakiman disebut

keterangan ahli,sedangkan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan ahli

kedokteran kehakiman disebut keterangan

Pasal 134

(1) Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat

tidak mungkin lagi dihindari penyidik wajib memberitahukan terlebihdahulu

kepada keluarga korban.


(2) Dalam hal keluarga keberatan, penyidik mwajib menerangkan dengan sejelas-

jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut


(3) Apabila dalam waktu 2 hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak

yang perlu diberi tahu tidak ketemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan

mana dimaksud dalam 133 ayat (3) UU ini.


Pasal 135

Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan perlu dilakukan penggalian mayat,

dilaksanakan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam 133 ayat (2) dan pasal 134

ayat (1) UU ini. Selanjutnya diterangkan penjelasan pasal 135 yang dimaksud dengan

penggalian mayat termasuk pengambilan mayat dari semua tempat dan cara penguburan.

Pasal 136

Semua biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pemeriksaan sebagaimana

dimaksud dalam bagian kedua bab X1V ditanggung oleh negara.


BAB II

TENTANG VISUM ET REPERTUM

1. Pengertian dan bentuk visum et repertum


Tugas pokok seorang dokter dalam membantu pengusutan tindak pidana

kesehatan dan nyawa manusia adalah pembuatan visum et repertum


Pengertian yang terkandung dalam .visum et repertum ialah: YANG DILIHAT DAN

DIKETEMUKAN jadi visum et repertum adalah suatu keterangan dokter dengan apa

yang dilihat dan diketemukan di dalam melakukan pemeriksaan terhadap orang yang
luka atau terhadap mayat. Menurut pendapat Dr. Tjan Han Tjong visum et repertum

merupakan suatu hal yang penting dalam pembuktian karna menggantikan sepenuhnya

CORPUS DELICTI (tanda bukti)


2. Tujuan visum et repertum
Seperti yang telah diutarakan di atas bab 1 paragraf 1 bahwa tugas seorang dokter

dalam ilmu kedoteran kehakiman adalah membantu para petugas kepolisian, kejaksaan

dan kehakiman dalam mengungkapkan suatu perkara pidana yang berhubungan dengan

kerusakan tubuh, kesehatan nyawa manusia, sehingga bekerjanya harus obyektif dengan

mengumpulkan kenyataan-kenyataan dan menghubungkannya satu sama lain secara logis

untuk kemudian mengambil kesimpulan maka oleh karnanya pada waktu memberi

laporan dalam pemberitahuan dari visum et repertum harus yang sesunggunya dan

seobyektif-obyektifnya tentang apa yang dilihat dan diketemukan pada waktu

pemeriksaan dan dengan demikian visum et repertum merupakan kesaksian tertulis.


3. Cara mengajukan permintaan pemeriksaan kepada dokter ahli
Berdasarkan ketentuan dalam pasal 134 ayat (2) KUHP, penyidiklah yang akan

menghadapinya dan wajib menerangkan dengan sejelas-jelasnya tentang maksud dan

tujuan perlu dilakukan pembedahan tersebut


Pasal 222
Barangsiapa dengan sengaja menghalang-halangi, merintangi, atau menggalkan

pemeriksaan mayat untuk pengandilan , dihukum penjara selama-lamanya 9 bulan atau

denda setingi- tingginya Rp 4.500


Pasal 6
(1). Penyidik adalah
a) Pejabat polisi negara republik indonesia.
b) Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh UU.

(2). Syarat kepangkatan pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 akan diatur lebih

lanjut dalam peraturan pemerintah

4. Nilai, ketentuan dan kedudukan hukum visum et repertum


Sebagaimana telah diterangkan diatas visum et repertum adalah suatu relasi, suatu

rencana, dan suatu verslag atas pemeriksaan barang bukti, oleh karna itulah visum et

repertum merupakan pengganti sepenuhnya daripada barang bukti yang diperiksa, maka oleh

karnanya visum et repertum pada hakekatnya adalah menjadi alat bukti sah.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut diatas, pada waktu itu dianalisa beberapa pasal

dari peraturan per-UU-an dengan ilmu kedokteran kehakiman, yaitu antara lain:

a. Pasal 295 HIR.


Yang diakui sebagai alat bukti yang sah hanya:
1. Keterangan saksi (penyaksian)
2. Surat-surat
3. Pengakuan
4. Tanda (penunjukan)
b. Pasal 305 HIR
Supaya dapat laku sebagai surat keterangan maka keterangan, proses perbal dan laporan

daripada orang, yang memegang jabatan, pangkat atau pekerjaan umum, harus

mengatakan bahwa surat itu diperbuat dengan mengingat sumpah ketika menerima

jabatan, atau harus kemudian dikuatkan dengan sumpah.


c. Pasal 306 HIR.
1. Berita orang ahli yang diangkat karna jabatan untuk menyatakan pertimbangan untuk

menyatakan tentang hal ikhwal atau keadaan suatu perkara, hanya dipakai untuk

memberi keterangan kepada hakim


2. Hakim sekali-kali tidak diwajibkan akan menurut pendapat orang ahli itu, jika

pendapat itu tidak setuju dengan keyakinannya


d. Staatsblad 1937 No. 350.
Visum et repertum mempunyai daya bukti sebab, yang dimuat dalam pemberitaannya

merupakan kesaksian, karena ia memuat segala hal yang dilihat dan diketemukan pada

waktu dilakukan pemeriksaan, jadi sama halnya dengan seseorang yang melihat dan

menyaksikan sendiri misalnya suatu kecelakaan di tempat peristiwa terjadi


e. Undang-undang mahkama agung Indonesia (UU tgl 6 mey 1950 No 1, LN. 1950 No. 30)
Pasal 78.
1. Alat bukti yang sah ialah:
Pengetahuan hakim
Keterangan terdakwa
Keterangan saksi
Keterangan orang ahli
Surat-surat
2. Keadaan yang telah diketahui oleh umum tidak perlu dibuktikan.
f. Menurut pendapat Dr.Tjan yang benar ialah bahwa visum et repertum merupakan alat

bukti yang sah, tidak hanya pemberitaanya saja melainkan termasuk kesimpulannya.
Ada 2 macam alat bukti yang sah yaitu
Keterangan saksi
Keterangana hli
Surat
Petunjuk
Keterangan terdakwa
3. Hal umum yang sudah diketahui tidak perlu dibuktikan lagi
4. Macam-macam visum et repertum atau visum et repertum tentang luka ada 3 yaitu:
1. Visum et repertum(yang diberikan sekaligus)
2. Visum et repertum (sementara)
3. Visum et repertum lanjutan
5. kasus-kasus perkara pidana yang memerlukan adanya visum et repertum

Apabila diteliti pasal-pasal KUHP pidana maka kasus-kasus perkara pidana

yang memerlukan adanya et repertum ialah meliputi peristiwa pidana sebagai berikut

a) Pembunuhan dengan segaja


b) Pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu
c) Penganiaayaan
d) Percobaan
e) Makarmati
f) Kematian karna culpa
g) Luka karna culpa
h) Pemerkosaan
i) Persinahan
BAB III

TENTANG ORANG YANG MENINGGAL DUNIA

1. Tanda-tanda orang yang meninggal dunia


Yang dapat dilihat sebagai tanda bahwa orang itu sudah meninggal dunia antara lain

ialah:
Pernafasannya berhenti
Jantungnya berhenti bergerak atau memompa oleh karenaa itu berhenti pula

jalannya darah hal mana dapat diraba pada pergelangan (pols) di mana

denyutannya telah tidak ada.


Otot-ototnya menjadi lembek
Roman muka jadi lain(mayat pucat)
Cahaya matanya hilang
Selenjutnya: mayat mengeluarkan uap.
temperaturnya rendah, sama dengan temperatur hawa

disekitarnya.

Mayat menjadi ringan.

Walaupun sudah mati tetapi masih ada bagian-bagian lain masih hidup dan

bergerak .untuk beberapa saat.

a) Unsur-unsur masih bergerak tetapi tidak lama


b) Mani (sperma) dan kelenjar kelamin (pelir) masih hidup sampai beberapa lama
c) Otot-otot masih dapat digerakan dengan mempergunakan aliran listrik.

Perubahan yang dapat dilihat pada mayat (identifikasi mayat) ada 2 macam yaitu

Bintik-bintik mayat yang timbul warna merah sampai merah tua pada tubuh mayat

sebelah bawah karena pengendapan dan perubahan darah.


Kaku mayat, mayat menjadi kaku sesudah kira-kira 3 jam, pertama-tama yang kaku

ialah rahang, lekuk tengkuk, berturut-turut diikuti oleh badan, lengan dan kedua kaki,

dan sesudah 6 jam mayat kaku seluruhnya.


2. Sebab-sebab kematian.
1. Mati lemas karna tidak dapat bernafas (stikking) sebab-sebabnya:
Karna kekurangan oksigen (O2)
Karna kekurangan darah pada otak misalnya pada kematian karena gantung

diri
Karena kekurangan hawa masuk
BAB IV

BERBAGAI MASALAH DALAM DUNIA KEDOKTERAN

1. Kecelakaan yang terjadi dalam dunia kedokteran


Dalam suatu kasus peristiwa di mana seorang pasien setelah disuntik oleh seorang

dokter kemudia si pasien meninggal dunia.


2. Kesalahan dokter yaitu:
a) Salah pada waktu memberikan obat (salah obat)
b) Salah dosis misalnya, dosisnya terlalu banyak sehingga pasien tidak tahan
c) Salah teknik dalam menyuntikan obat
3. Kesalahan apotik yaitu:
a) Kesalahan dosis
b) Salah mengambil obat
c) Salah memasukan ke dalam pembungkus sehingga tertukar dengan pasien lain
d) Salah resep atau dokter salah menulis resep

Penjelasan:

resep adalah permintaan dengan hormat dari seorang dokter kepada apotek untuk

menyediakan obat yang tercantum dalam resep tersebut.


\ BAB V

TOXICOLOGY FORENSIC

1. Pengertian dan macam-macam toxicologi

Toxicology berasal dari kata toxicon (bahasa Yunani) poison yang berarti racun, arti yang

sesungguhnya ialah panah yang mengandung racun.

Forensic berasal dari kata forensis (bahasa Latin) perkataan dalam forum (a public

place) yang berarti sidang pengadilan.

Sedangkan toxicologyst ialah toxicologye yaitu seorang yang mempelajari mengenai

racun termasuk efek racun terhadap tubuh manusia dan cara menanggulanginya bila terjadi

keracunan atau peracunan serta cara menemukan atau menganalisa racun-racun

Ilmu pengetahuan membagi toxicologie dalam beberapa macam ,yaitu:

a) Toxcology clinis (clinical toxicology)


obyeknya ialah berupa orang hidup yang keracunan dan diusahakan ditolong

atau dipunahkan racunnya.


b) Toxcilogy industry (industrial toxicology) berusaha mencegah terjadinya

keracunan-keracunan sebagai akibat dari baik bagi buruhnya maupun bagi

orang-orang yang tinggal di daerah industri itu.


c) Toxcilogy forensic (forensic chemistry)
Obnyeknya kebanyakan berupa mayat yang akan ditentukan sebab

kematiannya, apakah akibat racun atau akibat lain yang ada hubungannya

dengan perkara pidana.

2. Pengertian mengenai racun


Baik dalam KUHP pidana maupun UU no 8 tahun 1998 tentang hukum acara pidana

(LN. 1981 No 76,) tidak dicantumkan atau tidak ada suatu uraian mengenai apa yang

dimaksud dengan racun, tetapi yang biasa dianut ialah sesuai dengan definisi taylor
Ada beberapa dosis yang digunakan untuk mencapai tujuannya masing-masing ialah:
a) Dosis pemakain (usual dosage) biasanya digunakan oleh seseorang yang

normal atau sehat makan obat untuk menjaga kondisi tubuhnya.


b) Dosis terapi atau penyembuhan (therapeutic dosage) dosis ini digunakan untuk

pengobatan atau dengan kata lain untuk menyembuhkan orang sakit


c) Dosis maximal (maximal dosage) ialah takaran yang lebih banyak diberikan

kepada si penderita.
d) Dosis toxis (toxis dosage) ialah takaran yang bila diberikan kepada seseorang

akan menyebabkan orang tersebut keracunan.


e) Dosis lethalis (lethal dosage) ialah takaran yang bila diberikan kepada

seseorang akan menyebabkan kematian orang tersebut.

Ada beberapa macam peracunan atau keracunan yaitu:

a) Zat-zat kimia
Jenis peracunan atau keracunan ini yang paling banyak terjadi di sini termasuk obat-

obatan.
b) Bakteria
Misalnya botulism poesoning-penyebab toxin clostridium botulinum
c) Tumbuh-tumbuhan atau jamur
Misalnya tempe bongkrek-penyebab jamur bongkrek (fungi)
d) Makanan
Misalnya: tape (singkong), biji pohon karet penyebabnya cyanophorin glicosida
e) Mekanis
Misalnya: kemasukan zat yang tajam (debu ampelas atau baja) sehingga

mengakibatkan kerusakan bagi paru-paru dan sebagainya.


3. motif peracunan atau keracunan dan tanda-tandaperacunan atau keracunan
motif peracunan atau keracunan antara lain:
a. pembunuhan (homicide) dengan sengaja misalnya dengan memberikan racun

dalam makanan atau minuman sehingga menyebabkan kematian.


b. Bunuh diri (suicide) dengan sengaja dan sadar meminum racun dalam jumlah

banyak sehingga menyebabkan kematian.


c. Kelalain sendiri atau orang lain (accidental) misalnya salah mengambil obat atau

menaruh obat atau menaruh racun sembarangan sehingga tertukar atau mudah

dicapai anak-anak.

BAB VI

DALAM HAHL ADA KASUS PERACUNAN/KERACUNAN

Tugas penyidik bila disangka apabila ada kasus peracunan atau keracunan

Soal-soal peracunan atau keracunan kadang-kadang mudah ditemukan racunnya

asalkan bukti-bukti petunjuk lainnya dapat ditemukan

Caranya adalah sebagai berikut

a. Penyidik dapat meminta bantuan satu atau dua orang dokter kemudian bersama-

sama pergi ke tempat kejadian: mana sesuai dengan wewenangnya yang

ditentukan dalam KUHP pasal 133


1. Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban

baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga kena peristiwa tindak pidana

yang berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli

kedokteran kehakiman atau dokter ahli lainnya


2. Permintaan keterangan ahli sebagaiman dimaksud dalam ayat 1 dilakukan

secara tertulis yang dalam surat itu disebutkan dengan tugas untuk

pemeriksaan luka atau pemriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat
3. Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada

rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghorrmatan

pada mayat tersebut.

Pasal 179

1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman

wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.


2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang

memberikan keterangan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan

memberikan keterangan sebaik-baiknya dan yang sebenarnya menurut

pengetahuan dalam bidang keahliannya.

PASAL 224

Barangsiapa yang dipanggil menurut UU akan menjadi saksi, ahli atau juru bahasa, dengan

sengaja tidak memenuhi suatu kewajiban yang sepanjang UU harus dipenuhi dalam jabatan

tersebut dihukum.

4. Pengiriman barang bukti

setelah mayat korban dibedah oleh dokter kemudian diambil dan dikumpulkan

jaringan-jaringan atau organ-organ tubuh korban untuk dijadikan barang bukti dan

bahan pemeriksaan toxicoloog.

Organ-organ atau jaringan-jaringan tubuh si korban yang diambil itu ialah

a. Lambung dengan isi semuanya


b. Usus hakus dengan isi semuanya
c. Usus besar dengan isi semuanya
d. Hati 500grm
e. Ginjal sebuah
f. Otak dan paru-paru masing-masing 500grm
g. Darah kira-kira 100ml
h. Urine semuanya
i. Rambut dan kuku
5. Bentuk dan kedudukan eksperitis dalam pemeriksaan perkara pidana
Lain halnya dengan visum et repertum yang diatur dalam ordonansi 22 mey

1957 S. 1937 sampai 350 maka ekspertis tidak diatur dan dibicarakan dalam

suatu ordonansi, oleh karna itu ekspertis bentuknya tidak seragam.

BAB VII

TERTUDUH DALAM SUATU PERKARA PIDANA YANG DISANGKA

MENDERITA PENYAKIT JIWA ATAU TERGANGGU JIWANYA

1. Umum

Di dalam suatu kasus perkara pidana di mana tertuduhnya disangka menderita

penyakit jiwa atau terganggu jiwanya, misalnya dalam suatu peristiwa pembunuhan,
maka di sini forensic psychiatry (ilmu kedokteran jiwa kehakiman) dengan forensic

medicine (IKK) mempunyai titik pertemuanya yaitu di segi hukum terutama dalam

penyelesain kasus perkara tersebut dalam forum peradilan.

2. Visum psychiatrische dan psychiatrische


Contoh visum psychiatris, untuk tindak pidana ringan seperti dalam kasus-kasus

berikut
a. Seorang penderita jiwa yang menahun mendengar pidato dari presiden yang

mengatakan bahwa presiden mengharapakn rakyat bebas dari kelaparan,

spontan si penderita ini pergi ke rumah makan dan makan atau minum

sekenyang-kenyangnya dengan tidak membayar, kemudian diusir oleh pemilik

rumah makan tetapi orang tersebut mengambil batu dan dilemparkan pada

gambar presiden sehingga berantakan.


b. Seorang gelandangan melempari lampu-lampu neon di jalan kemudian

ditangkap oleh polisi dan dibawa ke fasilitas psychiatris, setelah diperiksa

ternyata dia adalah penderita kronis, yang dalam keadaan kelaparan bisa

menjadi eksitet confusu, agresif.


c. Seorang penderita penyakit jiwa membunuh ketiga orang anaknya dengan

golok, lalu menggorok lehernya sendiri tetapi tidak sampai mati.


d. Seorang penderita penyakit jiwa melarikan diri rumah sakit jiwa bogor terus

keluyuran dan entah dari mana ia mendapatkan sebilah pisau yang dipakai

untuk menikam orang hingga mati

Jadi kesimpulannya ialah perbuatan-perbuatan tindak pidana yang besar atau berat maka

sebelum diberikan psychiatrische attest harus diadakan observasi terlebih dahulu melalui

pengadilan seperti yang diterangkan diatas.

Anda mungkin juga menyukai