Anda di halaman 1dari 21

BAB V

METODE-METODE UNTUK PENILAIAN KINERJA

Kinerja dapat diniliai dengan menggunakan beberapa metode. Dalam gambar 2.1,

beragam metode dikategorikan dalam empat kelompok. Dalam seksi ini, setelah

mendeskripsikan masing-masing metode, akan ada diskusi yang mempertimbangkan

suatu kombinasi dari metode-metode yang ada. Kombinasi kadang muncul diantara

pekerjaan-pekerjaan berbeda dalam organisasi yang sama dan bahkan dalam pekerjaan

yang sama jika memang tepat.

Gambar 5.1. Contoh Skala Rating Grafik untuk kuantitas Kerja

A. Kuantitas Tinggi !_______!_________!_______!_______! Rendah


B. Kuantitas Tinggi !_______!___ ____!________!_______! Rendah
5 4 3 2 1
C. Kuantitas Tinggi !_______!________!_________!____ _! Rendah

Jauh di atas Rata- Di bawah Jauh


Di atas rata- rata rata-rata di bawah
Rata-rata rata rata-rata

Dimensi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Jabatan
Kuantitas Selalu Dapat Rata - rata Kadang-kadg Selalu hebat
rendah diterima Sangt bagus

D. Kuantitas kerja adalah jumlah pekerjaan yang dilakukan individu selama


satu hari
Kerja..
X
Tidak Cukup Malaksanakan Rajin & tekun Mempunyai
Memenuhi Memenuhi Pekerjaan dengan Mengerjakan Rekor
Persyaratan Persyarata Jumlah yang Lebih dariYang produk-
minimum n memuaskan disyaratkan si kerja yang
minimum sangat bagus

E. Kuantitas Dalam menetapkan rating kuantitas kerja, berikan


pertimbangan seksama kepada hal-hal seperti jumlah kerja yang dihasilkan dalam
bentuk jabatan tertentu, lamaran karyawan terhadap jabatan itu, pengaruhn

1
karyawan pada alur kerja umum, dan kemampuan mengangani tugas-tugas
tertentu. Bagi penyelia, kuantitas kerja juga meliputi kemampuan menyelesaikan
pekerjaan. Nilainya sebagai berikut: buruk, 1 sampai 6 poin; rata-rata 7 sampai
18 poin; bagus ,19 sampai 25 poin.

2
Metode Penilaian Kategori

Metode yang paling sederhana dalam penilaina kinerja adalah metode penilaian

kategori, yang meminta para manajer memberi nilai untuk tingkat-tingkat kinerja

karyawan dalam formulir khusus yang dibagi dalam ketegori kinerja. Skala penilaian

grafik dan daftar periksa (checklist) merupakan cara umum dalam metode penilaian

kategori.

Skala Penilaian Grafik. Skala penilaian grafik memungkinkan penilai untuk

memberikan nilai terhadap kinerja karyawan secara kontinyu. Gambar 12-8 menunjukkan

suatu formulir skala penilaian grafik yang digunakan oleh para manajer untuk menilai

karyawannya. Penilai memeriksa penilaian yang pantas dalam skala itu untuk setiap

pekerjaan yang didata. Detail yang lebih banyak ditambahkan di dalam kolom komentar

yang mengikuti setiap faktor yang dinilai.

Sebenarnya ada dua tipe skala penilaian grafik yang digunakan saat ini. Kadang-kadang

keduanya digunakan untuk menilai orang yang sama. Jenis pertama dan yang paling

umum digunakan adalah mendata seluruh kriteria pekerjaan (kuantitas pekerjaan, kualitas

pekerjaan). Jenis kedua lebih bersifat perilaku, dengan perilkau spesifik didata dan

efektivitasnya dari masing-masing perilaku yang dinilai.

Jelas ada beberapa kelemahan dalam skala penilaian grafik. Kadangkala, ciri dan

faktor yang terpisah dijadikan dalam satu kelompok, dan penilai diberikan hanya satu

kotak untuk diperiksa. Kelemahan yang lainnya adalah kata-kata deskriptif yang

digunakan dalam skala ini bisa memiliki arti yang berbeda-beda untuk masing-masing

penilai. Istilah inisiatif dan kerja sama merupakan sumber dari banyak interpretasi,

3
khususnya jika ditambahkan dengan kata keterangan seperti istimewa, rata-rata, dan

buruk.

Skala penilaian grafik dalam beberapa bentuk secara meluas karena mudah

dikembangkan, tetapi mereka mendorong banyak timbulnya kesalahan dari pihak penilai,

yang mungkin saja menjadi tergantung secara berlebihan pada bentuk formulirnya itu

sendiri dan bukannya untuk mendefinisikan kinerja. Baik skal penilaian grafik maupun

daftar periksa cenderung terlalu menekankan pada instrumen penilaian itu sendiri dan

keterbatasan-keterbatasannya. Sejauh ini, jika penilaian tersebut untuk mencocokkan

orang dengan pekerjaan yang sedang dinilai, maka hal ini bisa berjalan dengan baik.

Namun demikian, jika instrumen itu tidak cocok, para manajer yang menggunakannya

sering mengeluhkan tentang formulir penilaian.

Daftar periksa. Daftar periksa (checklist) terdiri dari daftar kalimat atau kata-kata.

Penilai memeriksa kalimat-kalimat yang paling mewakili karakter dan kinerja karyawan.

Barikut adalah kalimat daftar periksa yang umum digunakan:

________dapat diharapkan untuk menyelesaikan pekerjaan tepat waktu

________jarang bersedia untuk kerja lembur

________kerja sama dan penolong

________menerima kritikan

________mempunyai dorongan untuk peningkatan diri.

Daftar periksa dapat dimodifikasi sehingga bobot yang berbeda-beda dapat

diterapkan pada kalimat-kalimat atau kata-kata yang ada. Hasilnya dapat dikuantitaskan.

4
Biasanya, bobot tidak diketahui oleh atasan penilai karena biasanya ditabulasikan oleh

orang lain, seperti anggota unit Sumber Daya Manusia.

Ada beberapa kesulitan dengan daftar periksa ini: (1) seperti skala penilaian

grafik, kata-kata atau kalimat bisa memiliki arti yang berbeda pada masing-masing

penilai, (2) penilai tidak bisa membedakan hasil penilaian jika daftar periksa yang diberi

bobot ini digunakan, dan (3) penilai tidak menerapkan bobot ini kepada faktor-faktor

yang dinilai. Kesulitan-kesulitan ini membatasi penggunaan informasi ketika penilai

mendiskusikan daftar periksan ini dengan karyawannya, menciptakan batasan/hambatan

untuk terciptanya konseling pengembangan yang efektif.

Metode Perbandingan

Metode perbandingan menuntut para manajer untuk secara langsung membandingkan

kinerja karyawan mereka satu sama lain. Sebagai contoh, seorang operator pemasukan

data akan dibandingkan dengan para operator lainnya oleh atasannya. Teknik

perbandingan ini mencakup antara lain pemberian peringkat, perbandingan berpasangan,

atau distribusi yang normal.

Pemberian peringkat. Metode pemberian peringkat terdiri dari daftar seluruh karyawan

dari yang tertinggi sampai yang terendah dalam kinerjanya. Kelemahan utama metode

pemberian peringkat ini adalah ukuran perbedaan antara individu-individu tidak

didefinisikan secara jelas. Sebagai contoh, mungkin saja ada perbedaan kecil dalam

kinerja antara orang yang mendapat peringkat kedua dan ketiga, tetap ada perbedaan

yang besar antara individu yang berperingkat ketiga dan keempat. Kelemahan ini dapat

5
diatasi dengan memberikan poin untuk menandakan besarnya perbedaan (gap).

Pemberian peringkat juga berarti bahwa seseorang harus ada yang posisinya paling

bawah. Mungkin saja individu dengan peringkat terakhir dari satu kelompok akan

menjadi karyawan terbaik di kelompok yang berbeda. Lebih jauh lagi, pemberian

peringkat akan manjadi suliat jika kelompok yang dinilai sangat besar.

Distribusi normal. Distribusi normal adalah teknik mendistribusikan penilaian yang

dapat digeneralisasi dengan metode-metode yang lainnya. Akan tetapi, hal ini juga

menuntut perbandingan antara orang-orang dalam suatu kelompok kerja dengan

pertimbangan-pertimbangan tertentu.

Dengan metode distribusi normal, nilai kinerja karyawan didistribusikan dalam

suatu kurva berbentuk bel. Dengan menggunakan metode ini, seorang kepala perawat

akan memberi peringkat terhadap seluruh anggota perawat dalam sebuah skala,

menempatkan persentase karyawan tertentu untuk masing-masing tingkatan kinerja.

Metode ini mengasumsikan bahwa kurva yang dikenal luas sebagai kurva bentuk

bel ini betul-betul ada dalam suatu kelompok. Pada kenyataannya, secara umum,

distribusi dari nilai kinerja karyawan ini tidak secara persis terdistribusi secara normal

dalam kurva berbentuk bel ini. Adalah umum bahwa sekitar 60% hingga 70% dari tenaga

kerja dalam suatu organisasi mendapatkan penilaian dalam dua tingkatan yang terbaik.

Pola ini dapat merefleksikan kinerja yang luar biasa dari para karyawan, atau ini dapat

merefleksikan adanya bias kemurahan hati, yang telah didiskusikan dalam bab ini.

Ada beberapa kelemahan untuk metode distribusi normal ini. Satu permasalahan

adalah bahwa seorang atasan mungkin saja menentang penempatan seorang individu

6
dalam peringkat yang terendah (atau yang tertinggi) dalam kelompoknya. Kesulitan bisa

muncul ketika penilai harus menjelaskan kepada karyawannya mengapa dia ditempatkan

dalam satu kelompok dan yang lebih kecil, mungkin tidak ada alasan untuk berasumsi

bahwa kurva berbentuk normal dari kinerja karyawan ini benar-benar ada. Pada akhirnya,

dalam beberapa kasus para manajer mungkin merasa dipaksa untuk membuat batasan

diantara para karyawannya; padahal mungkin saja batasan atau perbedaan itu sebenarnya

tidak ada.

Metode Naratif

Para manajer dan spesialis Sumber Daya Manusia kadang-kadang diminta untuk

memberikan informasi penilaian tertulis. Dokumentasi merupakan inti dari metode

kejadian kritis, esai, dan metode tinjauan lapangan. Catatan-catatan ini lebih

mendeskripsikan tindakan karyawan daripada mengindikasikan suatu penilaian yang

sebenarnya.

Kejadian yang kritis. Dalam metode kejadian kritis, manajer membuat catatan tertulis

baik untuk tindakan karyawan yang baik maupun tindakan yang diharapkan dalam

kinerja karyawan. Ketika kejadian kritis yang melibatkan karyawan muncul, maka si

manajer segera mencatatnya. Suatu daftar dari kejadian kritis ini akan disimpan selama

periode waktu penilaian untuk masing-masing karyawan. Metode kejadian kritis ini

daripada digunakan bersama dengan metode lainnya untuk mendokumenkan alasan

mengapa seorang karyawan dinilai dengan cara tertentu.

Metode kejadian kritis ini memiliki beberapa aspek yang tidak menyenangkan.

Pertama, apa yang termasuk dalam kejadian kritis ini tidak terdefinisikan secara sama

7
oleh setiap manajer. Berikutnya, membuat catatan mingguan atau harian untuk setiap

kinerja karyawan dapat cukup menyita waktu. Lebih auh lagi, para karyawan dapat

menjadi terlalu meng khawatirkan tentang apa yang dituliskan atasan dan mulai takut

terhadp buku hitam manajer ini.

Esai. Metode penilaian esai, atau bentuk berkas menurut seorang manajer untuk

menuliskan suatu esai pendek yang mendeskripsikan kinerja kerja setiap karyawannya

selama periode waktu penilaian. Penilai biasanya diberikan beberapa judul untuk

mengkategorikan komentar-komentar yang diberikan. Tujuannya adalah untuk

memungkinkan penilai lebih fleksibel daripada dengan metode yang lainnya. Sebagai

hasilnya, esai terkadang dikombinasikan dengan metode yang lainnya.

Tinjauan Lapangan. Tujuan lapangan lebih banyak terkait dengan siapa yang

melaksanakan evaluasinya ketika metode inimdigunakan. Pendekatan ini dapat

melibatkan departemen Sumber Daya Manusia sebagai peninjau, atau peninjau dari lar

organisasi. Dalam tinjauan lapangan, peninjau dari luar ini menjadi partner yang aktif

dalam proses penilaian. Pihak luar ini mewancarai si manajer tentang kinerja setiap

karyawannya, dan mengumpulkan catatan-catatan dari setiap wawancara kedalam suatu

penilaian bagi si karyawan. Kemudian penilaian ini akan ditinjau oleh atasan untuk

perubahan yang mungkin diperlukan. Metode ini mengasumsikan bahwa pihak luar

cukup tahu tentang kondisi pekerjaan untuk memberitahu atasan dalam memberikan

penilaian yang lebih akurat dan lenih menyeluruh.

Keterbatasan utama dari tinjauan lapangan ini adalah bahwa pihak luar

mempunyai kontrol yang cukup besar terhadap proses penilaian. Walaupun kontrol ini

8
mungkin lebih disukai dari satu sudut panjang, para manajer bisa saja melihatnya sebagai

tantangan terhadap otoritas mereka. Sebagai tambahan, tinjauan lapangan dapat menyita

waktu, khususnya jika jumlah besar karyawan harus dinilai.

Metode Tujuan/Perilaku

Dalam usaha untuk mengatasi beberapa kesulitan dari metode-metode yang baru

saja dijelaskan, beberapa perilaku yang berbeda juga sudah digunakan. Pendekatan

perilaku ini cukup menjanjikan untuk beberapa situasi dalam usaha mengatasi beberapa

persoalan dalam metode lainnya.

Pendekatan Penilaian Perilaku. Pendekatan penilaian perilaku berusaha untuk

mengukur perilaku karyawan dan bukannya karakteristik lainnya. Beberapa dari

pendekatan perilaku yang berbeda-beda adalah skala penilaianyg berdasarkan perilaku

(BARS- behavioral anchored rating scales), skala observasi perilaku (BOS- behavioral

observation scales), dan skala harapan terhadap perilaku (BES- behavioral espectation

scales). BARS mencocokkan deskripsi dari perilaku yang munkin dengan apa yang biasa

ditampilkan karyawan. BOS digunakan untuk menghitung berapa kali suatu perilaku

ditampilkan. BES mengurutkan perilaku dalam suati garis kontinu untuk menggambarkan

istimewa, rata-rata dan kinerja yang tidak dapat diterima. BARS dikembangkan pertama

kali dan digunakan disinisbg contoh pendekatan perilaku.

Pendekatan penilaian perilaku menggambarkan contoh-contoh perilaku pekerjaan

karyawan. Contohj-contoh ini kemudian dijangkarkan atau diukur, dibandingkan

dengan suatu skala tingkatan perilaku. Gambar dibawah menunjukkan suatu skala

observasi perilaku yang menilai keterampilan pelayanan konsumen. Apa yang

9
menjadikan suatu tingkatan kinerja yang berbeda-beda didefinisikan secara jelas dalam

gambar ini. Menyebutkan perilaku-perilaku yang berhubungan dengan setiap tingkatan

tingkah laku menolong untuk meminimalkan beberapa persoalan yang disebutkan

sebelum ini untuk pendekatan-pendekatan yang lain.

Gambar 5-2. Ketrampilan Pelayanan Konsumen

Contoh-contoh perilaku dari seorang perwakilan pelayanan konsumen yang sedang

menerima pesanan untuk katalog nasional pedagang retail.

Istimewa 5 Menggunakan kalimat positif untuk menjelaskan produk

Menawarkan
4 informasi tambahan ketika mendapatkan pertanyaan dari konsumen

Memuaskan
Merujuk kepada
3 produk lainnya kepada konsumen ketika produk yang diminta tidak tersedia

2 Mencegah konsumen sampai menunggu barang yang sudah habis

Tidak memuaskan Berargumen


1 dengan konsumen tentang kelayakan produk yang diminta

Menyusun Skala Perilaku. Menyusun skala perilaku dimulai dengan

mengidentifikasikan dimensi-dimensi pekerjaan yang penting. Dimensi-dimensi ini

merupakan faktor kinerja yang paling penting dalam deskripsi pekerjaan di karyawan.

Sebagai contoh, untuk seorang dosen di akademi, dimensi pekerjaan yang utama yang

berhubungan dengan kegiatan mengajar adalah (a) organisasi kursus, (b) sikap terhadap

siswa, (c) perlakuan yang adil, dan (d) kompetensi dalam subjek yang menjadi

bidangnya.

10
Kalimat pendek, sama dengan kejadian yang kritis diatas, dikembangkan untuk

mendeskripsikan baik perilaku yang diinginkan maupun yang tidak diinginkan.

Kemudian aspek-aspek tersebut diartikan kembali, atau ditetapkan kedalam salah satu

dari dimensi-dimensi pekerjaan. Tugas ini biasanya merupakan proyek kelompok, dan

penetapan kedalam dimensi biasanya menuntut kesepakatan antara 60% sampai 70% dari

kelompok. Kelompok ini, terdiri dari orang-orang yang sangat kenal dengan pekerjaan,

kemudian menetapkan masing-masing jangkar sebuah angka, untuk menggambarkan

seberapa baik atau buruk suatu perilaku. Ketika diberi angka tadi, jangkar-jangkar ini

kemudian dimasukkan dalam sebuah skala. Gambar 12-11 menunjukkan alur diagram

untuk membentuk jangkar perilaku.

Gambar 5.3. Contoh skala rating yang diberi bobot menurut perilaku untuk satu dimensi
kinerja seorang Asisten Pinjaman Korporat

Transakasi Pinjaman

____________10 Selalu melengkapi lapo-


Ran kredit tanpa kesa-
Lahan.
Menyiapkan dokumen ____________9
Lanjutan tepat
Pada waktunya ____________8 Memberi layanan yang
Diinginkan tetapi tidak
Diminta nasabah
Menolong nasabah dengan ____________7
Baik sehingga mendatangkan
Pujian dari mereka ____________6 Membantu nasabah da-
Lam teknis permohon-
Menyusun dokumen ____________5 An pinjaman
Pinjaman secara akurat
____________4 Menyiapkan laporan
Kredit tanpa diberi tahu
Memberikan informasi ____________3
Kepada nasabah, sekalipun
Tidak diminta _____________2
Tidak bisa membantu
Bank-bank lain untuk
_____________1 Ikut serta dalam pem-

11
Melakukan wawancara dengan Berian pinjaman
Sikap buruk sehingga
Mendatangkan keluhan
Pemohon pinjaman

12
Gambar 5.4. Proses Pengembangan untuk Jangkar Perilaku

Mengidentifikasikan Dimensi Pekerjaan (deskripsi pekerjaan) Mengembangkan Kejadian Kritis

Menunjuk jangkar untuk dimensi penilaian

Memberikan skala numerik ke jangkar

Mencocokkan ke dalam skala bagi masing-masing dimensi pekerjaan

Ada beberapa masalah yang berhubungan dengan pendekatan perilaku yang harus

dipertimbangkan. Pertama, membangun dan mempertahankan skala penilaian dengan

jangkar perilaku menuntut usaha dan waktu yang sangat besar. Sebagai tambahan,

beberapa bentuk penilaian dibutuhkan untuk mengakomodasi beberapa jenis pekerjaan

didalam organisasi. Dalam rumah sakit, perawat, ahli gizi, dan karyawan admisi memiliki

pekerjaan yang berbeda; bentuk BARS yang terpisah perlu dikembangkan untuk masing-

masing pekerjaan yang berbeda.

13
Gambar 5.5. Contoh butir-butir Skala Pengamatan Perilaku bagi Seorang Mekanis
Pemeliharaan
Dalam mengerjakan formulir ini lingkarilah :
0 jika anda tidak tahu mengenai perilaku karyawan
1 jika karyawan menampilkan perilaku pada 0 sampai 64 % dari waktu tersedia
2 ---------------sama dengan atas (sda)---------65 sampai 74 % ------sda------------
3 --------------------------sda----------------------75 sampai 84 %-------sda------------
4---------------------------sda----------------------85 sampai 94 %-------sda------------
5---------------------------sda----------------------95 sampai 1005-------sda------------
Hubungan Pelanggan Frekuensi Tingkah Laku
1. Bersumpah di depan pelanggan (misalnya, operator dan 0 1 2 3
4 5
penjual) (B)
2. Menyalahkan pelanggan karena malfungsi (B) 0 1 2 3 4 5
3. Menyapa pelanggan dengan namanya atau menanyakan
Namanya ketika pertama kali berkenalan 0 1 2 3 4 5
4. Meminta operator memperlihatkan apa yang akan ia lakukan
pada waktu malfungsi. 0 1 2 3 4 5
Kerja sama tim
1. Menunjukkan perilaku kasar yang dikeluhkan teman kerja (B) 0 1 2 3
4 5
2. Secara verbal berbagi pengetahuan tknis dengan teknisi lain 0 1 2 3
4 5
3. Bila perlu, berkonsultasi dengan rekan sekerja untuk menda-
patkan ide tentang cara-cara memecahkan masalah tertentu 0 1 2 3 4 5
4. Bila diberi penugasan yang tidak lengkap, meninggalkan
pesan tertulis dan jelas untuk dipakai aplusan keesokan harinya. 0 1 2 3 4 5
5. Mengerjakan tugas lemburnya. 0 1 2 3 4 5
Perencanaan

1. Memperkirakan waktu perbaikan yang akurat 0 1 2


3 4 5
2. Menyelesaikan pekerjaan yang ditugaskan dengan tepat waktu 0 1 2
3 4 5
3. Mampu menetapkan prioritas pekerjaan harian atau mingguan 0 1 2
3 4 5
4. Sekalipun pekerjaan belum selesai, membersihkan tempat pada
akhir aplusan 0 1 2 3 4 5
5. Mengidentifikasi masalah atau masalh-masalah potensial yang
mungkin mempengaruhi keberhasilan perbaikan atau waktu
penyelesaian. 0 1 2 3 4 5
Reparasi pemeliharaan terencana
1. Melaksanakan reparasi pemeliharaan terencana, dan tidak membu-
tuhkan tindak lanjut 0 1 2 3 4 5

14
2. Menyesuaikan peralatan menurut tingkat toleransi yang tyelah diten-
tukan, berkomitmen untuk tidak membuat kesalahan 0 1 2 3 4 5
3.Mengganti komponen pada saat diperlukan dan bukan ketika me-
mungkinkan atau mudah 0 1 2 3 4 5
3.Memebutuhkan waktu lebih banyak daripada yang disediakan untuk
menyelesaikan reparasi pemeliharaan terencana (R) 0 1 2 3 4 5
________________________________________________________________________
Catatan : B item yang mempunyai nilai kebalikannya
Manajemen dengan Tujuan

Manajemen dengan tujuan (management by objectives-MBO) mengkhususkan

pada tujuan kinerja yang diharapkan dapat dicapai oleh individu dalam jangka waktu

tertentu. Tujuan yang ditetapkan oleh masing-masing manajer dikumpulkan untuk

menjadi sasaran dan tujuan menyeluruh dari organisasi, meskipun MBO tidak boleh

menjadi tujuan tersamar dari para atasan yang ingin mendiktekan tujuan dari si manajer

atau karyawan itu sendiri. Meskipun tidak dibatasi pada penilaian untuk manajer saja,

MBO lebih sering digiunakan untuk tujuan ini. Nama lainnya untuk MBO antara lain

penilaian hasil, target-pembinaan, perencanaan dan tinjauan kerja, tujuan kinerja, dan

penetapan tujuan bersama.

Pemikiran Kunci MBO. Ada tiga asumsi kunci yang menggarisbawahi sistem

penilaian MBO ini. Pertama, jika seorang karyawan dilibatkan dalam perencanaan dan

penetapan tujuan dan menetapkan suatu ukuran, hasilnya mungkin adalah tingkat

komitmen dan kinerja yang lebih tinggi.

Kedua, jika tujuan diidentifikasikan secara jelas dan tepat, seorang karyawan akan

melaksanakan pekerjaannya secara lebih baik dalam mencapai hasil-hasil yang

diharapkan. Ambiguitas dan kebingungan sehingga menjadi suatu kinerja yang kurang

efektif dapat terjadi jika pihak atasan menentukan tujuan-tujuan untuk si individu.

15
Dengan menetapkan tujuannya sendiri, si karyawan mendapatkan pemahaman yang

akurat tentang apa-apa yang diharapkan.

Ketiga, tujuan kinerja harus dapat diukur dan menggambarkan hasil. Istilah umum

yang kabur seperti inisiatif dan kerja sama, yang umum digunakan dalam penilaian

dari atasan, haruslah dihindari. Tujuan-tujuan terdiri dari spesifik yang diambil atau

pekerjaan yang harus diselesaikan. Contoh dari tujuan-tujuan ini antara lain :

Memberikan laporan per wilayah dari penjualan pada setiap bulan yang

kelima.

Mendapatkan order dari sedikitnya lima konsumen setiap bulannya.

Mendapatkan biaya gaji sebesar 10% dari total volume penjualan.

Mendapatkan biaya kerugian kurang dari 5%.

Mengisi seluruh lowongan di organisasi dalam waktu 30 hari setelah

pembukaan.

Proses MBO. Mengimplementasikan sistem penilaian diri sendiri yang terarah,

dengan menggunakan sistem MBO merupakan proses dengan empat tahapan. Tahap-

tahap ini akan didiskusikan berikut ini :

1. Tinjauan pekerjaan dan kesepakatan. Si karyawan dan atasannya

meninjau deskripsi pekerjaan dan kegiatan kunci dari pekerjaan si karyawan.

Dasar pemikirannya adalah untuk sepakat dalam bentuk pekerjaan yang pasti.

2. Pengembangan standar kinerja. Standar kinerja yang spesifik harus

dibangun secara bersama-sama. Dalam tahapan ini, tingkat kinerja yang

memuaskan yang spesifik dan terukur haruslah ditetapkan. Sebagai contoh,

16
jumlah penjualan lima mobil dalam sebulan mungkin bisa menjadi standar kinerja

yang layak untuk seorang tenaga penjual.

3. Penetapan tujuan yang terarah. Tujuan-tujuan ditetapkan oleh karyawan

harus sejalan dengan dan diarahkan oleh, pihak atasa. Bagi seorang tenaga

penjualan mobil, tujuannya mungkin adalah untuk meningkatkan kinerja, seorang

karyawan mungkin akan menetapkan suatu tujuan baru yaitu menjual enam mobil

sebulannya. Catat bahwa penetapan tujuan itu mungkin berbeda dengan standar

kinerja. Tujuan-tujuan ini harus dapat dicapai secara realistis.

4. Diskusi kinerja yang berkelanjutan. Karyawan dan atasannya

menggunakan tujuan-tujuan sebagai dasar dari suatu diskusi yang berkelanjutan

mengenai kinerja si karyawan. Meskipun tinjauan formal mungkin dijadwalkan,

karyawan dan manajernya tidaklah harus menunggu hingga waktu yang telah

dijadwalkan tadi untuk mendiskusikan kinerja karyawan. Tujuan-tujuan

dimodifikasi secara bersama-sama dan perkembangannya didiskusikan dalam

periode tadi.

Kritik terhadap MBO. Tidak ada suatu alat manajemen yang sempurna, dan tentunya

MBO juga tidak selalu tepat untuk keseluruhan karyawan didalam organisasi. Pekerjaan

dengan fleksibilitas yang sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali, tidak cocok dengan

MBO ini. Sebagai contoh, pekerja dalam lini perakitan (seperti dalam pabrik) biasanya

memiliki fleksibilitas pekerjaan yang sedikit sehingga standar kinerja dan tujuan-

tujuannya telah ditetapkan sebelumnya. Proses MBO tampaknya paling bermanfaat untuk

personel manajerial dan karyawan yang memiliki ruang fleksibilitas dan wewenang yang

17
cukup luas terhadap pekerjaannya. Ketika dihadapkan dengan suatu sistem manajemen

yang kaku dan otoriter, MBO mungkin bisa gagal. Penekanan yang ekstrem pada

hukuman untuk tidak tercapainya tujuan-tujuan yang telah ditetapkan akan mengalahkan

perkembangan dan sifat partisipatif dari MBO.

Kombinasi dari Metode-Metode

Tidak ada satu metode penilaian yang terbaik. Sebenarnya, penelitian

menunjukkan bahwa metode yang digunakan tidak mengubah akurasi atau mengatasi

kesalahan dari penilaian. Sistem pengukuran kinerja yang menggunakan kombinasi dari

metode-metode yang sedang berjalan adalah dimungkinkan, dan bisa cukup beralasan

untuk kondisi-kondisi tertentu. Pertimbangkan sautu kombinasi untuk mengimbangi

keuntungan dan kerugian berikut ini. Metode penilaian kategori mudah untuk

dikembangkan, tetapi biasanya tidak berperan banyak dalam mengukur antar penilai

menjadi lebih baik lagi. Pendekatan perbandingan membantu mengurangi tingkat

toleransi, kecenderungan yang terpusat, dan kesalahan dari kekakuan, yang membuat

metode ini bermanfaat untuk keputusan administratif seperti kenaikan gaji. Akan tetapi,

pendekatan perbandingan ini tidak baik dalam menghubungkan kinerja karyawan dengan

tujuan organisasi, dan tidak memberikan umpan balik bagi peningkatan karyawan seperti

pada metode yang lainnya.

Metode naratif adalah paling baik bagi peningkatan karyawan, karena secara

potensial menggeneralisasi lebih banyak informasi umpan balik. Namun demikian, tanpa

adanya definisi yang baik dari kriteria dan standar yang digunakan, metode ini dapat

18
menjadi tidak terstruktur, sehingga menjadi tidak bernilai. Juga, metode ini lemah jika

digunakan untuk tujuan administratif. Pendekatan tujuan/perilaku adalah baik untuk

menghubungkan antara kinerja karyawan dengan tujuan organisasi, tetapi keduanya

memakan waktu dengan tenaga yang lebih untuk mendefinisikan harapan dan

menjelaskan prosesnya kepada karyawan. Pendekatan ini mungkin tidak tepat untuk

karyawan pada tingkat yang lebih rendah.

Ketika manajer mengartikulasikan apa yang mereka inginkan untuk dicapai oleh

sebuah sistem penilaian kinerja karyawan, mereka dapat memilih dan/atau menyatukan

beberapa metode untuk mendapatkan sebuah kombinasi dari keuntungan-keuntungan

yang diinginkan. Sebagai contoh, salah satu kombinasi mungkin antara lain

menggunakan skala grafik untuk kriteria pekerjaan yang utama, metode naratif untuk

tujuan pengembangan karyawan, dan keseluruhan peringkat karyawan didalam satu

departemen. Kategori yang berbeda-beda dari karyawan (antara lain, gaji yang mendapat

pengecualian, gaji yang tidak mendapat pengecualian, dan pemeliharaan) mungkin

membutuhkan kombinasi yang berbeda.

Gambar 5.6. Contoh butir-butir Skala Standar Campuran untuk Pemeriksa Toko Grosir

Nama :__________________________ Penilai :_____________________________


Toko ___________________________Tanggal :_____________________________

Berilah tanda untuk masing-masing pernyataan yang dinomori ini dengan salah satu dari
tanda berikut:
+ menunjukkan pemeriksa berkinerja lebih baik dibandingkan pernyataan ini
0 menunjukkan pemeriksa berkinerja sama persis dengan pernyataan ini.

___1. Datang kerja terlambat satu shift dalam seminggu (L)


___2. Rata-rata menyelesaikan 23 jenis barang dalam satu menit saat memeriksa barang
(P)
___3. Ketika bisnis seret, bergerombol di tempat pemeriksaan dan bercakap-cakap de-

19
ngan pemeriksa lain (M)
___4. Datang kerja terlambat sekali dalam sebulan (L)
___5. Ketika bisnis seret, membersihkan tempat pemeriksaan , membantu mengisi per-
sediaan yang telah menipis, atau mengerjakan tugas-tugas lain (M)
___6. Rata-rata menyelesaikan 18 jenis barang dalam satu menit saat memeriksa barang
(P)
___7. Datang kerja terlambat 2 shift dalam seminggu.
___8. Rata-rata menyelesaikan 36 jenis barang dalam Satu menit bila memeriksa barang
(P)
___9. Ketika bisnis seret , membersihkan tempat pemeriksaan.

Catatan : (L) = keterlambatan; (P) = pemeriksaan; (M=pemeliharaan)

Menurut Michel Kelly dalam Geoge T ilkovich dan John W. Boudreau


(1988) tidak ada teknik penilaian tunggal yang benar-beenar tepat dalam
pelaksanaan penilaian kinerja. Pada dasarnya penilaian kinerja tergantung pada
sifat dari pekerjaannya itu sendiri dari suatu pekerjaan yang biasa-biasa saja
sampai pada pekerjaan yang memiliki keistimewaan tersendiri yang tidak dapat
dinilai secara biasa antara lain yang berkaitan dengan perilaku pekerjaan yang
sangat tidak spesifik.Gambar 5-7 menunjukkan suatu ringkasan beberapa
penilaian kinerja yang dapat dilaksanakan pada berbagai sifat pekerjaan.Prosedur
evaluasi berbasis perilaku yang ditentukan dengan kriteria kinerja spesifik hanya
tepat untuk pekerjaan-pekerjaan yang sangat rutin. Skala rating jangkar perilaku
menentukan harapan kinerja spesifik dan bersifat spesifik tingkat yang berbeda
dari kinerja karyawan.
Lebih lanjut apabila pekerjaan menjadi satu hal yang kurang rutin, ini menjadi
lebih sukar dalam menentukan perilaku spesifik yang harus terjadi untuk men-
capai sasaran, dari pada berbagai perilaku yang mungkin dan terpilih untuk
mencapai sasaran.

Gambar 5-7. Interaksi antara Sifat Pekerjaan dan Tehnik Penilaian Kinerja
Tertentu,rutin, Pekerjaan tidak tertentu, tidak ru-
dapat diprediksi karakteristik tin, tidak dapat dipre-
si

Keinginan tinggi I II
Otonomi
Rendah efekti tepatpada
diagonal: kinerja
tinggi dan kepuasan
tinggi

20
Karakteristik Peringkat struktur organisasi
Pekerja IV III

Keinginan
otonomi
tinggi rendah
prosedur
evaluasi
pilihan dasar perilaku dasar sasaran dasar kebijakan
(skala perilaku) MBO Multi pemeringkatan

21

Anda mungkin juga menyukai