Revisi Inkontinensia
Revisi Inkontinensia
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Etiologi
Mengetahui penyebab inkontinensia sangat penting untuk pengelolaan yang
tepat. Pertama-tama harus diusahakan membedakan apakah penyebab inkontinensia
berasal dari:
a. Kelainan urologik; misalnya radang, batu, tumor, divertikel.
b. Kelainan neurologik; misalnya stroke, trauma pada medula spinalis, demensia dan
lain-lain.
c. Lain-lain; misalnya hambatan mobilitas, situasi tempat berkemih yang tidak
memadai/jauh dan sebagainya.
2.1.4 Patofisiologi
a. Pengaturan diuresis normal
Inkontinensia urine bukan merupakan konsekuensi normal dari
bertambahnya usia. Usia yang lanjut tidak menyebabkan inkontinensia.
Walaupun begitu, beberapa perubahan-perubahan berkaitan dengan
bertambahnya usia, dan faktor-faktor yang sekarang timbul akibat seseorang
menjadi lanjut usia dapat mendukung terjadinya inkontinensia. Faktor-faktor
yang berkaitan dengan bertambahnya usia saat ini antara lain :
Mobilitas yang lebih terbatas karena menurunnya panca indera, kemunduran
sistem lokomosi.
Kondisi-kondisi medik yang patologik dan berhubungan dengan pengaturan
urine misalnya diabetes melitus, gagal jantung kongestif.
Proses berkemih yang normal adalah suatu proses dinamik yang secara
fisiologik berlangsung di bawah kontrol dan koordinasi sistem saraf pusat dan
sistem saraf tepi didaerah sakrum. Saat periode pengisian kandung kemih,
tekanan didalamnya tetap rendah (di bawah 15 mmH2O).
Sensasi pertama ingin berkemih biasanya timbul pada saat volume
kandung kemih mencapai antara 150-350 ml. Kapasitas kandung kemih
normal bervariasi sekitar 300-600 ml. Umumnya kandung kemih dapat
menampung urine sampai lebih kurang 500 ml tanpa terjadi kebocoran.
Bila proses berkemih, otot-otot detrusor dari kandung kemih
berkontraksi, diikuti relaksasi dari sfingter dan uretra. Secara sederhana dapat
digambarkan, saat proses berkemih dimulai, tekanan dari otot-otot detrusor
kandung kemih meningkat melebihi tahanan dari muara uretra dan urine akan
memancar keluar.
Secara garis besar, proses berkemih diatur oleh pusat refleks kemih di
daerah sakrum. Jaras aferen lewat persarafan somatik dan otonom, membawa
informasi tentang isi kandung kemih ke medula spinalis sesuai pengisian
kandung kemih.
Tonis simpatik akan menyebabkan penutupan kandung kemih dan
menghambat tonus parasimpatik. Pada saat proses berkemih berlangsung,
tonus simpatik menurun dan peningkatan rangsang parasimpatik
mengakibatkan kontraksi kandung kemih. Semua proses ini berlangsung di
bawah koordinasi dari pusat yang lebih tinggi pada batang otak, otak kecil dan
korteks serebri. Sehingga proses patologik yang mengenai pusat-pusat ini
misalnya stroke, sindroma parkinson, demensia dapat menyebabkan
inkontinensia. Semua ini adalah deskripsi yang disederhanakan dari proses
berkemih yang sebenarnya sangat rumit, sedangkan keadaan neurofisiologik
yang sesungguhnya belum sepenuhnya diketahui.
Proses berkemih adalah suatu mekanisme yang sangat kompleks. Untuk
dapat mengelola penderita inkontinensia urine dengan lebih baik, dibutuhkan
pemahaman dai mekanisme detrusor dan mekanisme sfingter.
b. Mekanisme Detrusor
Otot detrusor kandung kemih merupakan otot-otot yang beranyaman
dan bersifat kontraktil. Mekanisme detrusor melibatkan otot detrusor,
persyarafan pelvis, medula spinalis dan pusat-pusat di otak yang mengatur
proses berkemih. Bila kandung kemih makin terisi dengan urin, sensasi syaraf
diteruskan lewat persyarafan pelvis dan medula spinalis ke pusat-pusat sub-
kortikal dan korteks. Pusat sub-kortikal di ganglia basalis pada serebellum
memerintahkan kandung kemih untuk relaksasi, dengan demikian proses
pengisian berlanjut tanpa orang mengalami sensasi untuk berkemih. Bila
proses pengisian berlanjut, perasaan regangan kandung kemih mencapai pusat
kesadaran.
Selanjutnya pusat di korteks dilobus frontalis akan mengatur untuk
menunda berkemih. Gangguan pada pusat-pusat di korteks atau sub-kortikal
ini akibat penyakit atau obat-obatan dapat menurunkan kemampuan untuk
menunda berkemih.
Bila dikehendaki untuk berkemih, rangsang dari korteks diteruskan
lewat medulla spinalis dan persyarafan pelvis ke otot-otot detrusor. Kerja
kolinergik dari persyaratan pelvis mengakibatkan kontraksi dari otot-otot
detrusor. Gangguan pada aktifitas kolinergik dari persyarafan pelvis ini
berakibat penurunan kontraktilitas otot-otot detrusor. Otot-otot ini juga
mempunyai reseptor untuk prostaglandin, sehingga obat-obat yang
menghambat prostaglandin dapat mengganggu kerja detrusor. Kontraksi
kandung kemih juga tergantung pada kerja ion kalsium, sehingga penghambat
kalsium juga dapat mengganggu kontraksi kandung kemih.
c. Mekanisme sfingter
Inervasi dari sfingter interna dan eksterna juga kompleks. Walaupun
demikian, untuk memberikan obat yang tepat dibutuhkan pemahaman dari
persyarafan adrenergik dari sfingter-sfingter ini serta hubungan anatomik dari
urethra dan kandung kemih.
Aktifitas alfa adrenergik menyebabkan sfingter urethra berkontraksi.
Karenanya obat-obat yang bersifat alfa adrenergik agonis, misalnya
pseudoefedrin, dapat memperkuat kontraksi sfingter. Sedangkan obat-obat
penghambat alfa misalnya terazozin dapat mempengaruhi penutupan sfingter.
Inervasi beta adrenergik menyebabkan relaksasi dari sfingter urethra dan
mengakibatkan aktifitas kontraksi dari obat-obat alfa adrenergik tidak ada
yang menghambat.
Komponen lain dari mekanisme sfingter adalah hubungan anatomik
antara urethra dengan kandung kemih dan rongga perut. Mekanisme sfingter
yang terkendali membutuhkan sudut yang tepat antara urethra dan kandung
kemih. Fungsi sfingter yang normal juga tergantung dari posisi yang tepat dari
urethra, sehingga peningkatan tekanan intra-abdominal dapat secara efektif
diteruskan ke urethra. Bila urethra dalam posisi yang tepat, urin tidak akan
keluar dengan mengejan, batuk, dan lain-lain gerakan yang meningkatkan
tekanan dalam perut.
Secara umum, dengan bertambahnya usia, kapasitas kandung kemih
menurun. Sisa urin dalam kandung kemih, setiap selesai berkemih, cenderung
meningkat dan kontraksi otot-otot kandung kemih yang tidak teratur makin
sering terjadi. Kontraksi-kontraksi involunter ini ditemukan pada 40-75%
orang lanjut usia yang mengalami inkontinensia.
Pada wanita, menjadi lanjut usia juga berakibat menurunnya tahanan
pada uretra dan muara kandung kemih. Ini berkenaan dengan berkurangnya
kadar estrogen dan melemahnya jaringan/otot-plot panggul karena proses
melahirkan, apalagi bila disertai tindakan-tindakan berkenaan dengan
persalinan tersebut.
Menurunnya pengaruh dari estrogen pada lanjut usia, juga dapat
menyebabkan vaginitis atropi dan urethritis sehingga terjadi keluhan-keluhan
disuri misalnya polakisuri dan dapat mencetuskan inkontinensia.
Pada pria, pembesaran kelenjar prostat pada saat lanut usia, mempunyai
potensi untuk menyebabkan inkontinensia.
2.1.6 Penatalaksanaan
Metode pengobatan inkontinensia urine ada tiga :
1) Teknik latihan perilaku (behavioral treatments)
Teknik latihan ini membutuhkan instruksi yang cermat pada penderita. Edukasi
pada penderita meliputi latihan kandung kemih, latihan menahan dorongan untuk
berkemih dan latihan otot dasar panggul.
a. Latihan kandung kemih (bladder training)
Latihan kandung kemih mengikuti suatu jadwal yang ketat untuk ke kamar
kecil/berkemih. Jadwal dimulai dengan ke kamar kecil tiap dua jam, dan
waktunya makin ditingkatkan. Makin lama waktu yang dicapai untuk berkemih,
makin memberikan peningkatan kontrol terhadap kandung kemih. Latihan
kandung kemih terbukti efektif baik untuk inkotinensia tipe stress maupun
urgensi.
Latihan kandung kemih ini mempunyai beberapa sasaran:
Memperpanjang waktu untuk ke kamar kecil.
Meningkatkan jumlah urine yang ditahan oleh kandung kemih.
Meningkatkan kontrol pada dorongan/rangsangan berkemih menurut
jadwal, dan tidak begitu saja saat dorongan berkemih datang.
Mengurangi atau menghilangkan inkontinensia.
Cara melakukan latihan kandung kemih
Dimulai dengan membuat catatan harian untuk berkemih. Catat kunjungan
ke kamar kecil dan kebocoran urine selama satu minggu. Sedapatnya ukur
urine yang keluar, ini dapat menggambarkan jumlah urine yang dapat
ditahan.
Pada minggu 1 gunakan kamar kecil ketat menurut jadwal. Bila datang
dorongan untuk berkemih, pakai cara teknik menahan rangsangan tersebut,
dan tunggu sampai jadwal berikutnya untuk berkemih. Bila dorongan
terlalu kuat dan tidak dapat ditahan, silahkan berkemih tetapi peristiwa ini
dicatat pada jadwal berkemih.
Tiap minggu, tingkatkan jadwal berkemih 15 sampai 30 menit sesuai yang
dapat di-toleransi. Seiring dengan perbaikan inkotinensia, jadwal terus
ditingkatkan. Untuk kebanyakan orang, kunjungan ke kamar kecil tiap 3-6
jam sangat diharapkan, biarpun sekitar 3 jam sudah cukup baik.
Catat jumlah urine yang bocor, berapa jumlahnya, banyak atau beberapa
tetes. Saat datang dorongan untuk berkemih, dapat menggoda seseorang
untuk tergesa-gesa ke kamar kecil guna mencegah inkontinensia. Respon
ini dapat lebih merugikan, karena kandung kemih dapat lebih terangsang
dengan gerakan tergesa-gesa ke kamar kecil tadi.
b. Latihan menahan dorongan untuk berkemih.
Untuk mendapatkan kontrol atas kandung kemih, cara berikut dapat dipakai saat
dorongan berkemih.
Berdiri tenang atau duduk diam, lebih baik jika kaki disilangkan. Tindakan
ini mencegah rangsang berlebihan dari kandung kemih.
Tarik napas teratur dan relaks.
Kontraksikan otot-otot dasar panggul beberapa kali. Ini akan membantu
menutup urethra dan menenangkan kandung kemih.
Alihkan pikiran ke hal lain, untuk menjauhkan perhatian dari dorongan
berkemih.
Bila rangsang berkemih sudah menurun, jangan ke toilet sebelum jadwal
berkemih.
c. Latihan otot dasar panggul / pelvis
Tahun 1948, Arnold Kegel melaporkan perbaikan/kesembuhan sampai 84%
dengan latihan otot dasar panggul untuk wanita dengan macam-macam ipe
inkontinensia. Otot pelvis, seperti otot-otot yang lain, dapat menjadi lemah.
Latihan otot-otot pelvis memperkuat otot-otot yang lemah sekitar kandung
kemih. Untuk identifikasi otot yang tepat, bayangkan kita sedang menahan
untuk tidak flatus. Otot yang dipakai untuk menahan flatus adalah otot yang
ingin kita latih.
Lakukan latihan otot dasar panggul beberapa kali sehari sekitar sepuluh
menit.
Praktekkan setiap waktu dan tempat. Paling baik saat berbaring ditempat
tidur. Setelah menguasai metodenya, lakukan juga saat duduk dan berdiri.
Jangan memakai otot-otot perut, paha dan betis saat latihan dan
bernapaslah biasa saja.
Setelah 4-6 minggu melakukan latihan ini dengan teratur, akan terasa
berkurangnya kebocoran urine.
Semua latihan diatas akan memberikan kontrol yang baik terhadap kandung
kemih. Biarpun memakan waktu dan kesabaran, hasilnya cukup memuaskan.
2) Obat
Terapi dengan menggunakan obat-obatan diberikan apabila masalah akut sebagai
pemicu timbulnya inkontinensia urine telah diatasi dan berbagai upaya bersifat
nonfarmakalogis telah dilakukan tetapi tetap tidak berhasil mengatasi masalah
inkontinensia tersebut. Pemberian obat pada inkontinensia urine disesuaikan
dengan tipe inkontinensia urinnya.
Obat obat untuk Mengobati ikontinensia urin, yakni sebagai berikut :
Jenis Obat Mekanisme Tipe Efek Samping Nama Obat dan
Inkontinens Dosis
ia
Antikolirge Meningkatk Urgensi Mulut kering, Oksibutinin : 2,5-5
nik dan an kapasitas atau stress penglihatan mg tid
antispasmod vesika dengan kabur, Tolterodine : 2 mg
ic. urinaria. instabilitas peningkatan bid
Mengurangi detrusor TIO, Propanthelin : 15-
involunter atau konstipasi 30 mg tid
vesika hiperrefleks dan delirium. Dicylomine : 10-
urinaria. ia. 20 mg
Imipramine : 10-
50 mg tid
a- Meningkatk Tipe stress Sakit kepala, Pseudofedrin : 15-
Adrenergik an kontraksi dengan takikardi, 30 mg tid
agonis. otot polos kelemahan peningkatan Phenylpropanola
urethra sphineter tekanan mine : 75 mg bid
darah. Imipramine : 10-
50 mg tid
Estrogen Meningkatk Tipe stress, Kanker Oral : 0,625 mg/hr
agonis. an aliran tipe urgensi endometria, Topical : 0,5-1,0
darah yang peningkatan gr per aplikasi
periurethra. berhubunga tekanan
n dengan darah, batu
vaginitis saluran
atropi. kemih.
Kolinergik Menstimula Tipe luapan Bradikardi, Bethanecol : 10-30
agonis si kontraksi atau hipotensi, mg tid
vesica overflow bronkokontri
urinaria. dengan ksi, sekresi
vesika asam
urinaria lambung.
atonik.
a- Merelaksasi Tipe luapan Hipotensi Terasozine : 1-10
Adrenergik otot polos dan urgensi postural mg/hari
antagonis urethra dan yang
kapsul berhubunga
prostat n dengan
pembesaran
prostat.
3) Pembedahan
Pembedahan merupakan pilihan terakhir untuk masalah inkontinensia yang
tidak berhasil diatasi dengan teknik latihan perilaku, obat-obatan ataupun dengan
memanfaatkan alat-alat bantu untuk meminimalkan problem inkontinensia. Dapat
juga merupakan pilihan penderita sendiri, walaupun hampir semua penderita tidak
menyukai tindakan pembedahan. Beberapa tindakan pembedahan a.l.
spincterectomi, operasi prostat atau operasi pada prolaps rahim.
Yang sering dikerjakan pada penderita lanjut usia dengan inkontinensia
adalah memasang kateter secara menetap. Untuk beberapa pertimbangan,
misalnya memantau produksi urine dan keperluan mengukur balance cairan, hal
ini masih dapat diterima. Tetapi sering alasan untuk pemasangan kateter ini tidak
jelas, dan mengundang resiko untuk terjadinya komplikasi, umumnya adalah
infeksi.
Ada tiga macam cara kateterisasi pada inkontinensia urin :
a) Kateterisasi luar :
Terutama pada pria dengan memakai sistim kateter-kondom. Efek samping
yang terutama adalah iritasi pada kulit, dan sering lepas. Tetapi ada juga laporan
yang menunjukkan insidens infeksi saluran kemih meningkat dengan
kateterisasi macam ini. Metode ini hanya dianjurkan pada pria yang tidak
menderita retensio urin dan mobilitasnya masih cukup baik. Kateter eksternal
semacam ini untuk wanita mulai diperkenalkan, tetapi manfaatnya masih belum
memuaskan.
b) Kateterisasi intermiten :
Kateterisasi secara intermiten dapat dicoba, terutama pada wanita lanjut usia
yang menderita inkontinensia. Frekuensi pemasangannya 2 hingga 4 x sehari,
dengan sangat memperhatikan strerilitas dan teknik prosedurnya.
c) Kateterisasi secara menetap (chronic indwelling catheter)
Pemasangan kateter secara menetap harus benar-benar dibatasi pada indikasi
yang tepat. Misalnya untuk ulkus dekubitus yang terganggu penyembuhannya
karena adanya inkontinensia utin ini. Komplikasi dari kateterisasi secara terus
menerus ini disamping infeksi, juga mungkin menyebabkan batu kandung
kemih, abses ginjal dan bahkan proses dari keganasan dari saluran kemih.
Memang akan lebih rumit dan membutuhkan biaya serta tenaga memakai
pembalut-pembalut khusus serta alas tempat tidur dengan bahan yang baik daya
serapnya, dan secara teratur memprogram penderita untuk berkemih. Tetapi untuk
jangka panjang, dapat diharapkan resiko morbiditas yang menurun, dan dengan
begitu juga berpengaruh pada penurunan biaya perawatan.
Produk-produk untuk inkontinensia ini dapat diberikan sebagai pelengkap
terapi untuk meningkatkan kenyamanan dan percaya diri. Memilih produk yang
paling sesuai adalah hal yang tidak mudah. Tersedianya aneka produk sesuai
perkembangan teknologi. Kadang-kadang tidak disertai petunjuk yang memadai
untuk pemakaiannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan produk antara
lain adalah tingkat keparahan inkontinensia, efektivitas, pola hidup, penampilan,
harga, kemudahan cara pakai dan penyediaannya. Produk untuk inkontinensia
dapat dibagi menjadi beberapa kategori :
- Penyerap
- Drainase/penyalur urine.
- Penyekat urine.
- Alat-alat bantu berkemih di kamar kecil.
- Alat-alat pelengkap untuk terapi perilaku.
- Alat-alat perawatan kulit.
Dibawah ini contoh produk-produk yang tersedia untuk membantu penderita
dengan inkontinensia urine :
Produk penyerap gunanya untuk menyerap dan menampung kebocoran urine.
Produk ini dapat membantu untuk kontinens sosial ; ada dua macam :
- Penyerap di tempat tidur.
- Dipakai sebagai pakaian dalam.
Biasanya terdiri dari tiga lapisan untuk mendapat hasil yang memuaskan. Urin
dijauhkan dari kulit dan diserap lapisan penyerap sehingga kulit diupayakan
tetap kering. Jenis penyerap ada yang sekali pakai atau dapat digunakan lagi,
juga ada yang penggunaannya siang atau malam, atau sama saja. Aspek yang
penting adalah menjaga kesehatan kulit, jangan sampai terjadi dermatitis atau
kerusakan kulit yang lain. Faktor-faktor yang sering mengganggu sistem
pertahanan dari kulit adalah over hidrasi dan peningkatan temperatur kulit. Ini
bisa disebabkan penyerap yang dipakai. Untuk menghindarkan ini alangkah
baiknya jangan terlalu erat/rapat pemakaiannya. Untuk mereka yang kena
stroke dengan kelemahan badan sesisi, lebih sesuai memakai penyerap yang
dapat dibuka dengan satu tangan.
Stimulasi elektrik
Dipakai suatu probe lewat anal atau rektal untuk merangsang syaraf pudendus,
mengakibatkan kontraksi maksimal otot dasar panggul dan relaksasi otot
detrusor. Ini dapat menolong penderita dengan kelemahan otot dasar panggul
yang berat atau aktifitas berlebihan dari otot kandung kemih yang tidak
respons terhadap terapi perilaku atau obat-obatan.
Pessarium
Pessarium ada beberapa ukuran dan bentuk , ditempatkan di vagina untuk
mengurangi /mencegah prolaps rahim.
Klam penis
Untuk misalnya sehabis operasi prostat dan masih ada kebocoran urine saat
aktifitas. Klem dibuka saat mau berkemih dan waktu tidur.
Kateter
Penggunaan kateter menyebabkan morbiditas yang meningkat. Dapat terjadi
bakteriuri, polimikrobial, panas, nefrolitiasis, batu kandung kemih dan
pielonefritis. Kondom kateter juga dapat menyebabkan bakteriuri, infeksi,
selulitis, retensi urin dengan hidronefrosis. Mengganti kateter tiap 7-10 hari
mengurangi resiko. Bila semuanya baik mungkin kateter dapat dipertahankan
sampai 30 hari. Kateterisasi intermittent membutuhkan keterampilan dan
kemauan penderita, serta keberhasilan dan dekontaminasi / antiseptik reguler
kateter yang dipakai. Kateterisasi seharusnya dicadangkan untuk jangka
pendek bila retensi urine tidak dapat diatasi dengan obat-obatan, bila
dibutuhkan agar luka yang ada kering, atau penderita dengan sakit terminal
yang tidak dapat terlalu sering diganti pakaiannya.
WOC Inkontinensia Urine
Diabetes,
cedera sum-
sum tl.
Belakang, Inkontinensia Perubahan otot urinari
saluran overflow
kencing
tersumbat
Gangguan kontrol berkemih
Inkontinensia stres
Gangguan saraf
Tekanan kandung kemih >
Defisiensi tekanan uretra Tekanan dalam kandung tekanan uretra
kemih meningkat
Otot detrusor lemah
b. Proses defekasi
Pengendalian saraf usus terjadi melalui persarafan parasimpatik dan simpatik.
Serabut simpatik pada tingkat Vertebrae Torakal 11 dan 12 dan Lumbal 1 dan 2
membentuk saraf hipogastrik (adrenergik) menyebabkan konstriksi sfingter dan
menghambat peristaltik. Serabut parasimpatik yang mengendalikan usus
ditemukan pada saraf vagus dan pada serabut yang berasal dari Vertebrae Sakral
2,3 dan 4, yang berjalan melewati pleksus hipogastrik untuk membentuk pleksus
yang disebut saraf pelvik (kolinergik).
Distensi rektum menstimulasi refleks defekasi melalui pleksus mienterik untuk
memulai gelombang peristaltik lanjutan dari kolon desenden menuju anus.
Sfingter anus interna relaksasi relaksasi ketika gelombang tersebut mencapainya,
dan jika sfingter anus eksterna juga rileks, terjadi defekasi. Kendali defekasi
volunter dimulai dengan mengontraksi sfingter eksterna, yang mengurangi
peristaltis dan dorongan untuk defekasi. Sfingter anus eksterna dipersarafi oleh
saraf pudendal, saraf motorik volunteer yang berasal dari S2, S3 dan S4. (King &
Harke, 1994 dalam Meridean & Janet, 2011).
Faktor yang mempengaruhi fungsi dan kontinensia usus normal :
1). Harus terjadi pengiriman feses yang normal ke rektum
2). Sensasi rektum dan anus harus utuh
3). Kemampuan untuk mengontraksi sfingter anus eksterna dan otot
puborektalis harus ada, system saraf secara umum harus utuh
4). Adanya motivasi dan kemampuan kognitif untuk mengenali stimulus
rectal dan membuat keputusan yang tepat apakah harus melakukan
defekasi atau menunda defekasi, sampai pada waktu dan tempat yang
lebih tepat.
5). Kemampuan rektum untuk mengakomodasi penyimpanan feses.
(King & Harke, 1994; Wald, 1986)
Penyakit kolon, rektum& anus Konstipasi kronis dengan Perubahan neurogenik pada Disfungsi Usus
Faktor Resiko
impaksi fekal rektal 1). Penyakit
2). Perubahan diet
3). Lingkungan
4). Asupan cairan yang tidak adekuat
5). Serat dalam makanan yang dikonsumsi tidak adekuat
INKONTINENSIA ALVI 6). Pengaturan posisi yang tidak adekuat
Keluarnya tinja secara involunter 7). Obat-obatan
iritasi
MK : Resiko kerusakan
integritas jaringan
kulit
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Contoh Kasus
Ny.M (60 thn) datang ke RS. B diantar keluarga. Keluarga mengatakan Ny.M sering kencing
tanpa disadari (ngompol). Klien sendiri mengatakan tidak bisa menahan jika sudah terasa
ingin BAK. Frekuensi berkemih tiap hari 15-18x/hari. Klien juga mengatakan saat dia bersin,
membungkuk, batuk tiba-tiba keluar sedikit air kencing. Klien memakai popok dan
menggantinya 2x sehari sehingga terasa lembab. Kira-kira Ny.M minumnya tiap hari sekitar
200 ml. Sebelumnya Ny.M ada riwayat hipertensi 2 tahun lalu dan mengonsumsi obat
diuretik. Klien mengatakan disekitar area genitalia/perineal terasa nyeri, panas dan gatal.
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan data TB & BB Ny.M adalah 150 cm, 45 kg, TD 180/140
mmHg. Nadi 80 x/menit, respirasi 18x/menit dan suhu 36,50C, output 2100 cc. Terdapat ruam
kemerahan pada sekitar area genitalia, kelembaban bibir kering. Terdapat distensi kandung
kemih. Kegiatan sehari-hari Ny.M adalah guru mengaji, akan tetapi semenjak ia sering
mengompol kegiatan menjadi terganggu.
A. Pengkajian
1. IDENTITAS KLIEN :
Nama : Ny. M
Umur : 60 tahun
Agama : Islam
Alamat asal : Jl. Tanah Merdeka 7
Tanggal datang : 16 November 2016
2. DATA KELUARGA :
Nama : Tn. O
Hubungan : Suami
Pekerjaan : Pengusaha
Alamat : Jl. Tanah Merdeka 7, Telp : (021) 8678869
3. STATUS KESEHATAN SEKARANG :
Keluhan utama :
Keluarga mengatakan Ny.M sering kencing tanpa disadari (ngompol). Klien sendiri
mengatakan tidak bisa menahan jika sudah terasa ingin BAK. Frekuensi berkemih tiap
hari 15-18x/hari. Klien juga mengatakan saat dia bersin, membungkuk, batuk tiba-tiba
keluar sedikit air kencing.
Pengetahuan, usaha yang dilakukan untuk mengatasi keluhan:
Klien mengatakan ia mengatasi keluhan kebocoran urinenya dengan cara membatasi intake
cairannya. Ia hanya minum air + 200 ml per hari. Dan juga ia memakai popok agar tidak sering
bolak balik kamar mandi. Ia mengganti popoknya 2 kali sehari.
Obat-obatan:
Sebelumnya Ny.M ada riwayat hipertensi 2 tahun lalu dan mengonsumsi obat diuretik.
FUNGSI FISIOLOGIS
1. Kondisi Umum
Ya Tidak
Kelelahan :
Perubahan BB :
Perubahan nafsu makan :
Masalah tidur :
Kemampuan ADL :
KETERANGAN : ......................................................................................................
......................................................................................................
2. Integumen
Ya Tidak
Lesi / luka :
Pruritus :
Perubahan pigmen :
Memar :
Pola penyembuhan lesi :
KETERANGAN : ..........................................................................................................
..........................................................................................................
3. Hematopoetic
Ya Tidak
Perdarahan abnormal :
Pembengkakan kel limfe :
Anemia :
KETERANGAN : .....................................................................................................
4. Kepala
Ya Tidak
Sakit kepala :
Pusing :
Gatal pada kulit kepala :
KETERANGAN : ...............................................................................................................................
...............................................................................................................................
5. Mata
Ya Tidak
Perubahan :
penglihatan
Pakai kacamata :
Kekeringan mata :
Nyeri :
Gatal :
Photobobia :
Diplopia :
Riwayat infeksi :
KETERANGAN : .........................................................................................................................
.........................................................................................................................
6. Telinga
Ya Tidak
Penurunan pendengaran :
Discharge :
Tinitus :
Vertigo :
Alat bantu dengar :
Riwayat infeksi :
Kebiasaan membersihkan telinga :
Dampak pada ADL : ..........................................................................................
KETERANGAN : ..........................................................................................
..........................................................................................
7. Hidung sinus
Ya Tidak
Rhinorrhea :
Discharge :
Epistaksis :
Obstruksi :
Snoring :
Alergi :
Riwayat infeksi :
KETERANGAN : ...................................................................................................................
...................................................................................................................
8. Mulut, tenggorokan
Ya Tidak
Nyeri telan :
Kesulitan menelan :
Lesi :
Perdarahan gusi :
Caries :
Perubahan rasa :
Gigi palsu :
Riwayat Infeksi :
Pola sikat gigi : ........................................................................................................
KETERANGAN : ........................................................................................................
........................................................................................................
9. Leher
Ya Tidak
Kekakuan :
Nyeri tekan :
Massa :
KETERANGAN : .........................................................................................................................
.........................................................................................................................
10. Pernafasan
Ya Tidak
Batuk :
Nafas pendek :
Hemoptisis :
Wheezing :
Asma :
KETERANGAN : ...................................................................................................................
...................................................................................................................
11. Kardiovaskuler
Ya Tidak
Chest pain :
Palpitasi :
Dipsnoe :
Paroximal nocturnal :
Orthopnea :
Murmur :
Edema :
KETERANGAN : ...............................................................................................................
...............................................................................................................
12. Gastrointestinal
Ya Tidak
Disphagia :
Nausea / vomiting :
Hemateemesis :
Perubahan nafsu makan :
Massa :
Jaundice :
Perubahan pola BAB :
Melena :
Hemorrhoid :
Pola BAB : ...........................................................................................................
KETERANGAN : ...........................................................................................................
...........................................................................................................
13. Perkemihan
Ya Tidak
Dysuria :
Frekuensi : .......................................................................................................
Hesitancy :
Urgency :
Hematuria :
Poliuria :
Oliguria :
Nocturia :
Inkontinensia :
Nyeri berkemih :
Pola BAK : ...........................................................................................................
KETERANGAN : ...........................................................................................................
...........................................................................................................
Reproduksi (perempuan)
Lesi :
Discharge :
Postcoital bleeding :
Nyeri pelvis :
Prolap :
Riwayat menstruasi : ..............................................................................................
Aktifitas seksual :
Pap smear :
KETERANGAN : ...........................................................................................................
...........................................................................................................
15. Muskuloskeletal
Ya Tidak
Nyeri Sendi :
Bengkak :
Kaku sendi :
Deformitas :
Spasme :
Kram :
Kelemahan otot :
Masalah gaya berjalan :
Nyeri punggung :
Pola latihan : ............................................................................................
Dampak ADL : ..................................................................................................
KETERANGAN : ...........................................................................................................
...........................................................................................................
16. Persyarafan
Ya Tidak
Headache :
Seizures :
Syncope :
Tic/tremor :
Paralysis :
Paresis :
Masalah memori :
KETERANGAN : ...........................................................................................................
...........................................................................................................
................................................................................................................
Dampak pada ADL
:.........................................................................................................................
.........................................................................................................................
Spiritual
Aktivitas ibadah
:................................................................................................................
................................................................................................................
Hambatan
:................................................................................................................
..................................................................................................................
KETERANGAN
:............................................................................................................................
.....................................................................................................................................................
......
6 LINGKUNGAN :
.
Kamar
:.......................................................................................................................................
...
Kamar mandi
:...............................................................................................................................
Dalam rumah.wisma
:...................................................................................................................
Luar rumah
:.................................................................................................................................
1. Kemampuan ADL
Tingkat kemandirian dalam kehidupan sehari-hari (Indeks Barthel)
Interpretasi:
0-20 = ketergantungan total
21-60 = Ketergantungan berat
61-90 = ketergantungan sedang
91-99 = ketergantungan ringan
100 = mandiri
2. Aspek Kognitif
MMSE (Mini Mental Status Exam)
Nama : Ny. M
Tgl/Jam : 16 November 2016 / 10.00
Total nilai 30 27
Interpretasi hasil :
24 30 : tidak ada gangguan kognitif
18 23 : gangguan kognitif sedang
0 - 17 : gangguan kognitif berat
Dari hasil pengukuran dengan MMSE (Mini Mental Status Exam) klien mengalami
gangguan kognitif.
3. Tes Keseimbangan
Time Up Go Test
No Tanggal Pemeriksaan Hasil TUG (detik)
1 16 November 2016 50 detik
2 17 November 2016 60 detik
3 18 November 2016 90 detik
Rata-rata Waktu TUG 66,67 detik
Interpretasi hasil:
Apabila hasil pemeriksaan TUG menunjukan hasil berikut:
>13,5 detik Resiko tinggi jatuh
>24 detik Diperkirakan jatuh dalam kurun waktu 6
bulan
>30 detik Diperkirakan membutuhkan bantuan dalam
mobilisasi dan melakukan ADL
4. GDS
Pengkajian Depresi
Jawaban
No Pertanyaan
Ya Tdk Hasil
1. Anda puas dengan kehidupan anda saat ini 0 1 0
2. Anda merasa bosan dengan berbagai aktifitas dan kesenangan 1 0 0
3. Anda merasa bahwa hidup anda hampa / kosong 1 0 0
4. Anda sering merasa bosan 1 0 0
5. Anda memiliki motivasi yang baik sepanjang waktu 0 1 0
8. Anda takut ada sesuatu yang buruk terjadi pada anda 1 0 1
7. Anda lebih merasa bahagia di sepanjang waktu 0 1 0
8. Anda sering merasakan butuh bantuan 1 0 1
9. Anda lebih senang tinggal dirumah daripada keluar 1 0 0
melakukan sesuatu hal
10. Anda merasa memiliki banyak masalah dengan ingatan anda 1 0 0
11. Anda menemukan bahwa hidup ini sangat luar biasa 0 1 0
12. Anda tidak tertarik dengan jalan hidup anda 1 0 0
13. Anda merasa diri anda sangat energik / bersemangat 0 1 1
14. Anda merasa tidak punya harapan 1 0 0
15. Anda berfikir bahwa orang lain lebih baik dari diri anda 1 0 0
Jumlah 3
Interpretasi :Jika Diperoleh skore 5 atau lebih, maka diindikasikan depresi
Dari hasil pengukuran diatas, dapat diindikasikan klien tidak mengalami depresi.
5. Status Nutrisi
Pengkajian determinan nutrisi pada lansia:
Analisa Data
Data Masalah
DS : Obat diuretik, Melemahnya otot dasar
Klien mengatakan tidak dapat menahan panggul
jika sudah terasa ingin BAK.
Klien juga mengatakan saat dia bersin, Perubahan otot urinari
membungkuk, batuk tiba-tiba keluar
sedikit air kencing. Gangguan kontrol berkemih
Keluarga mengatakan Ny.M sering
kencing tanpa disadari (ngompol). Defisiensi tekanan uretra
Inkontinensia stres
Tekanan kandung kemih > tekanan
uretra
B. Diagnosa Keperawatan
1) Domain 3 : Eliminasi dan pertukaran
Kelas 1 : Fungsi urinarius
Diagnosa : Gangguan eliminasi urine (00016).
2) Domain 11 : Keamanan/perlindungan
Kelas 2 : Cedera fisik
Diagnosa : Resiko kerusakan integritas kulit (00047)
3) Domain 2 : Nutrisi
Kelas 5 : Hidrasi
Diagnosa : Resiko kekurangan volume cairan (00026)
C. Intervensi Keperawatan
1) Gangguan eliminasi urine (00016)
NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, Manajemen eliminasi perkemihan
gangguan eliminasi urine berkurang, (Domain 1, Kelas B, Kode 0590)
dengan kriteria: Kaji pola eliminasi urine dalam
1) Domain IV, Kelas Q meliputi frekuensi, konsistensi, bau,
Kontrol gejala (1608) volume, dan warna.
a. Memantau munculnya gejala, Pantau tanda dan gejala inkontinensia
yakni sering kencing tanpa disadari urine.
(ngompol) Anjurkan keluarga untuk mencatat
b. Memantau lama bertahannya output urine dengan sesuai.
gejala tersebut Ajarkan pasien untuk minum 8 gelas /
c. Memantau keparahan gejala 1500 cc per hari.
tersebut Bantu pasien untuk mengembangkan
d. Memantau frekuensi gejala rutinitas eliminasi dengan tepat.
tersebut Pantau tanda dan gejala adanya infeksi
e. Melakukan tindakan mengurangi saluran kemih.
gejala tersebut
f. Mendapatkan perawatan kesehatan Perawatan inkontinensia urine (Domain 1,
ketika gejala muncul Kelas B, Kode 0610)
g. Melaporkan gejala yang dapat Diskusikan dengan pasien mengenai
dikontrol. prosedur tindakan dan target yang
diharapkan
2) Domain I, kelas B
Batasi intake cairan 2-3 jam sebelum
Penuaan fisik (0113)
tidur
a. Kekuatan otot
b. Tonus otot kandung kemih
Sediakan popok kain yang nyaman dan
sesuai jika nanti sudah tidak terpasang
kateter.
Ajarkan keluarga tentang modifikasi
pakaian dan lingkungan.
Berikan obat diuretik sesuai program
terapi.
Agoes, Azwar H., et all. 2010. Penyakit di Usia Tua. Jakarta : EGC.
Bulechek, G. M., et al. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) edisi 5. Amerika:
Mosby.
Herdman, T. Heather., Shigemi, K. 2015. Nanda International Inc Diagnosis Keperawatan:
Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Jakarta : EGC.
Martono, H. H., Pranaka, Kris. 2015. Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri (Ilmu Kesehatan
Usia Lanjut). Jakarta : Badan Penerbit FKUI.
Moorhead, S., et all. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) edisi 5. St. Louis, MO:
Elsevier.
Mass, et all. 2011. Asuhan Keperawatan Geriatrik: Diagnosis NANDA, Kriteria Hasil NOC,
& Intervensi NIC. Jakarta: EGC.