Anda di halaman 1dari 51

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Inkontinensia Urine


2.1.1 Definisi
Definisi paling sederhana inkontinensia urine, yaitu berkemih nonvolunter,
ketika tekanan di dalam kandung kemih lebih besar dari resistansi uretra. Definisi
inkontinensia urine yang diterima oleh International Continence Society Committee
on Standardization of Terminology (1990) adalah kebocoran urine yang sangat nyata
dan menimbulkan masalah sosial atau higienis. Agency for Health Care Policy and
Research (AHCPR) Guideline mendefinisikan inkontinensia urine sebagai
pengeluaran urine involunter yang cukup menimbulkan masalah.
Definisi ini dianggap menyepelekan proses kompleks yang dapat terjadi pada
inkontinensia, tetapi mendeskripsikan sifat dasar masalah tersebut bagi individu yang
mengalaminya. Pada eliminasi urine normal, kandung kemih menyimpan urine yang
mengalir dari ginjal melalui ureter ke dalam kandung kemih. Saat terisi, kandung
kemih distensi dan mengirim pesan di sepanjang jalur otonom ke saraf di medula
spinalis dan serebrum. Pengosongan kandung kemih terjadi ketika otot destrusor,
yang dipersarafi oleh saraf simpatik dan somatik. Otot detrusor yang distensi mula-
mula memberi sinyal bahwa kandung kemih penuh, yang dapat dikesampingkan oleh
kendali volunter oleh korteks. Inkontinensia dapat disebabkan gangguan mekanisme
kendali volunter, akibat defisit fungsi neuromuskular dan patologi saluran kemih,
seperti infeksi dan obstruksi, atau akibat faktor lingkungan dan karena terapi (Palmer,
1993).
Inkontinensia memunculkan banyak komplikasi sekunder bagi individu
lansia, termasuk dampak fisiologis, sosial, psikologis dan ekonomi.

2.1.2 Etiologi
Mengetahui penyebab inkontinensia sangat penting untuk pengelolaan yang
tepat. Pertama-tama harus diusahakan membedakan apakah penyebab inkontinensia
berasal dari:
a. Kelainan urologik; misalnya radang, batu, tumor, divertikel.
b. Kelainan neurologik; misalnya stroke, trauma pada medula spinalis, demensia dan
lain-lain.
c. Lain-lain; misalnya hambatan mobilitas, situasi tempat berkemih yang tidak
memadai/jauh dan sebagainya.

Kemudian harus diteliti lagi, apakah :


1) Inkontinensia akut
Untuk memudahkan mengingat macam inkontinensia yang akut dan
biasanya reversibel, antara lain dapat memanfaatkan akronim DRIP, yang
merupakan kependekan dari :
D : Delirium
R : Retriksi mobilitas, retensi
I : Infeksi, inflamasi, impaksi fests
P : Pharmasi (obat-obatan), poliuri
Penggunaan kata DIAPPERS juga dapat membantu mengingat sebagian
besar dari penyebab inkontinensia ini.
Delirium : kesadaran yang menurun berpengaruh pada tanggapan rangsang
berkemih, serta mengetahui tempat berkemih. Delirium merupakan penyebab
utama dari inkontinensia bagi mereka yang dirawat di Rumah sakit, bila delirium
membaik, inkontinensia pulih juga.
Infection : infeksi saluran kemih sering berakibat inkontinensia, tidak demikian
dengan bakteriuri yang asimtomatik.
Atrophic vaginitis dan atrophic urethritis : pada umumnya atropic vaginitis akan
disertai atrophic urethritis dan keadaan ini menyebabkan inkontinensia pada
wanita. Biasanya ada respons yang baik dengan sediaan estrogen oral setelah
beberapa bulan pemakaian. Penggunaan topikal kurang nyaman dan lebih mahal.
Pharmaceuticals : obat-obatan merupakan salah satu penyebab utama dari
inkontinensia yang sementara, misalnya diuretika, antikolinergik, psikotropik,
analgesik opioid, alfa bloker pada wanita, alfa agonia pada pria, dan penghambat
kalsium.
Psychologic factors : depresi berat dengan retardasi psikomotor dapat menurunkan
kemampuan atau motivasi untuk mencapai tempat berkemih.
Excess urine output : pengeluaran urine berlebihan dapat melampaui kemampuan
orang lanjut mencapai kamar kecil. Selain obat-obat diuretika, penyebab lain yang
sering misalnya pengobatan gagal jantung, gangguan metabolik seperti
hiperglikemia ataupun terlalu banyak minum.
Restricted mobility : hambatan mobilitas untuk mencapai tempat berkemih. Bila
mobilitas belum dapat ditingkatkan, penyediaan urinal atau komodo, dapat
memperbaiki inkontinensia.
Stool impaction : impaksi feses juga merupakan penyebab yang sering dari
inkontinensia pada mereka yang dirawat atau immobil. Bila obstipasi diatasi, akan
memulihkan kontinens lagi.
Untuk berkemih dengan baik dibutuhkan tingkat kesadaran yang baik,
motivasi, mobilitas dan keterampilan sehingga masalah-masalah diluar kandung
kemih sering berakibat inkontinensia geriatrik. Penyebab-penyebab ini sering
menyebabkan inkontinensia sementara (akut, transient), biarpun biala tidak
dikenali dan diobati dapat menjadi inkontinensia berkelanjutan (persistent).
2) Inkontinensia yang menetap (kronis)
Penyebab dari inkontinensia yang menetap (persisten) harus dicari, setelah
penyebab dari inkontinensia yang sementara sudah diobati dan disingkirkan.
Secara umum penyebab inkontinensia yang mentap adalah akibat :
a) Aktivitas destrusor berlebihan (Over Active Bladder, inkontinensia tipe
urgensi) :
Keluarnya urin tanpa disadari/dikehendaki dikaitkan dengan sensasi keinginan
untuk berkemih. Inkontinensia tipe ini biasanya (tetapi tidak selalu) dikaitkan
dengan aktivitas detrusor kandung kemih hiperaktif (over active bladder).
Masalah-masalah neurologik sering berhubungan dengan tipe ini seperti pada
stroke, demensia, Penyakit Parkinson, dll. Pasien biasanya mengeluh bahwa
mereka tidak punya cukup waktu untuk menahan keluarnya urin di kloset atau
di tempat yang layak untuk berkemih sesaat setelah mereka merasakan
keinginan untuk berkemih. Tipe ini adalah tipe inkontinensia urin yang paling
sering dijumpai pada pasien usia lanjut.
b) Aktifitas detrusor yang menurun (inkontinensia tipe overflow/luapan) :
Tipe ini dikaitkan dengan overdistension (menggelembungnya) kandung
kemih. Keadaan ini lebih sering terjadi pada pria dibandingkan pada wanita.
Biasanya disebabkan oleh sumbatan anatomis, seperti pada hipertrofi prostat,
akibat faktor saraf (pada diabetes) atau obat-obatan. Pada wanita biasanya
akibat melemahnya otot detrusor akibat neuropati diabetik, trauma medula
spinalis, atau efek obat-obatan. Pasien biasanya mengeluh adanya sedikit urin
keluar tanpa adanya sensasi kandung kemih sudah penuh. Inkontinensia tipe ini
terjadi bila pengisian kandung kemih melebihi kapasitas kandung kemih itu
sendiri.
c) Inkontinensia stress
Pada kondisi ini urin keluar ketika tekanan intraabdomen meningkat seperti
pada saat batuk, bersin, tertawa, atau latihan. Hal ini disebabkan oleh
melemahnya otot dasar panggul. Keadaan ini lebih sering terjadi pada wanita
usia lanjut walaupun pada pria juga dapat terjadi. Gejala inkontinensia tipe ini
mirip dengan inkontinensia akibat kandung kemih yang overaktif. Jumlah urin
yang keluar tanpa dikehendaki tersebut bervariasi dari sedikit sampai dengan
banyak.
d) Inkontinensia fungsional
Keluarnya urin tanpa dikehendaki (mengompol) ini merupakan akibat diluar
faktor saluran kemih sendiri. Penyebab yang sering dijumpai adalah demensia
berat, gangguan muskuloskeletal, imobilisasi, lingkungan tidak mendukung
sehingga sulit untuk mencapai kamar mandi, dan adanya faktor psikologis
seperti depresi. Sering pula terjadi inkontinensia yang muncul pada pasien
geriatri tidak satu tipe melainkan merupakan tipe campuran atau kombinasi dari
2 tipe atau lebih.

2.1.3 Manifestasi Klinik


a. Inkontinensia urgensi
- Pasien biasanya mengeluh bahwa mereka tidak punya cukup waktu untuk
menahan keluarnya urin di kloset atau di tempat yang layak untuk berkemih
sesaat setelah mereka merasakan keinginan untuk berkemih.
- Pengeluaran urine akibat inkontinensia urgensi cenderung lebih banyak dan
lebih lama dibanding inkontinensia stres.
- Pengeluaran urine cenderung lebih banyak pada pagi hari daripada malam
hari.
- Jika hiperaktivitas detrusor disertai gangguan kontraktilitas kandung kemih,
pasien harus mengejan untuk mengosongkan kandung kemih walaupun
terdapat kontraksi involunter. Dengan demikian, individu yang mengalami
inkontinensia urgensi memiliki urine residu setelah berkemih.
b. Inkontinensia overflow
- Volume urine residu yang banyak.
- Kesulitan memulai berkemih.
- Pasien biasanya mengeluh adanya sedikit urin keluar tanpa adanya sensasi
kandung kemih sudah penuh.
- Volume urine yang sedikit-sedikit (dribbling).
- Perasaan pengosongan kandung kemih inkomplet.
- Kebocoran urine yang tiba-tiba saat membungkuk atau membalikkan badan.
- Disuria
- Kandung kemih yang penuh serta dapat dipalpasi lebih dari dua jari di atas
simfisis pubis.
c. Inkontinensia stres
- Urin keluar ketika tekanan intraabdomen meningkat seperti pada saat batuk,
bersin, tertawa, atau mengangkat barang.
- Kebocoran sedikit urine ketika beraktivitas tersebut tidak didahului oleh
urgensi.
- Urine residu sedikit (kurang dari 100 ml).
- Kebocoran ketika kandung kemih penuh, yang memburuk ketika berdiri.
- Mengompol lebih sedikit pada malam hari daripada siang hari.
d. Inkontinensia fungsional
- Keluarnya urine secara dini, akibat ketidakmampuan mencapai tempat
berkemih karena gangguan fisik atau kognitif maupun macam-macam
hambatan situasi / lingkungan yang lain, sebelum siap untuk berkemih.

2.1.4 Patofisiologi
a. Pengaturan diuresis normal
Inkontinensia urine bukan merupakan konsekuensi normal dari
bertambahnya usia. Usia yang lanjut tidak menyebabkan inkontinensia.
Walaupun begitu, beberapa perubahan-perubahan berkaitan dengan
bertambahnya usia, dan faktor-faktor yang sekarang timbul akibat seseorang
menjadi lanjut usia dapat mendukung terjadinya inkontinensia. Faktor-faktor
yang berkaitan dengan bertambahnya usia saat ini antara lain :
Mobilitas yang lebih terbatas karena menurunnya panca indera, kemunduran
sistem lokomosi.
Kondisi-kondisi medik yang patologik dan berhubungan dengan pengaturan
urine misalnya diabetes melitus, gagal jantung kongestif.
Proses berkemih yang normal adalah suatu proses dinamik yang secara
fisiologik berlangsung di bawah kontrol dan koordinasi sistem saraf pusat dan
sistem saraf tepi didaerah sakrum. Saat periode pengisian kandung kemih,
tekanan didalamnya tetap rendah (di bawah 15 mmH2O).
Sensasi pertama ingin berkemih biasanya timbul pada saat volume
kandung kemih mencapai antara 150-350 ml. Kapasitas kandung kemih
normal bervariasi sekitar 300-600 ml. Umumnya kandung kemih dapat
menampung urine sampai lebih kurang 500 ml tanpa terjadi kebocoran.
Bila proses berkemih, otot-otot detrusor dari kandung kemih
berkontraksi, diikuti relaksasi dari sfingter dan uretra. Secara sederhana dapat
digambarkan, saat proses berkemih dimulai, tekanan dari otot-otot detrusor
kandung kemih meningkat melebihi tahanan dari muara uretra dan urine akan
memancar keluar.
Secara garis besar, proses berkemih diatur oleh pusat refleks kemih di
daerah sakrum. Jaras aferen lewat persarafan somatik dan otonom, membawa
informasi tentang isi kandung kemih ke medula spinalis sesuai pengisian
kandung kemih.
Tonis simpatik akan menyebabkan penutupan kandung kemih dan
menghambat tonus parasimpatik. Pada saat proses berkemih berlangsung,
tonus simpatik menurun dan peningkatan rangsang parasimpatik
mengakibatkan kontraksi kandung kemih. Semua proses ini berlangsung di
bawah koordinasi dari pusat yang lebih tinggi pada batang otak, otak kecil dan
korteks serebri. Sehingga proses patologik yang mengenai pusat-pusat ini
misalnya stroke, sindroma parkinson, demensia dapat menyebabkan
inkontinensia. Semua ini adalah deskripsi yang disederhanakan dari proses
berkemih yang sebenarnya sangat rumit, sedangkan keadaan neurofisiologik
yang sesungguhnya belum sepenuhnya diketahui.
Proses berkemih adalah suatu mekanisme yang sangat kompleks. Untuk
dapat mengelola penderita inkontinensia urine dengan lebih baik, dibutuhkan
pemahaman dai mekanisme detrusor dan mekanisme sfingter.
b. Mekanisme Detrusor
Otot detrusor kandung kemih merupakan otot-otot yang beranyaman
dan bersifat kontraktil. Mekanisme detrusor melibatkan otot detrusor,
persyarafan pelvis, medula spinalis dan pusat-pusat di otak yang mengatur
proses berkemih. Bila kandung kemih makin terisi dengan urin, sensasi syaraf
diteruskan lewat persyarafan pelvis dan medula spinalis ke pusat-pusat sub-
kortikal dan korteks. Pusat sub-kortikal di ganglia basalis pada serebellum
memerintahkan kandung kemih untuk relaksasi, dengan demikian proses
pengisian berlanjut tanpa orang mengalami sensasi untuk berkemih. Bila
proses pengisian berlanjut, perasaan regangan kandung kemih mencapai pusat
kesadaran.
Selanjutnya pusat di korteks dilobus frontalis akan mengatur untuk
menunda berkemih. Gangguan pada pusat-pusat di korteks atau sub-kortikal
ini akibat penyakit atau obat-obatan dapat menurunkan kemampuan untuk
menunda berkemih.
Bila dikehendaki untuk berkemih, rangsang dari korteks diteruskan
lewat medulla spinalis dan persyarafan pelvis ke otot-otot detrusor. Kerja
kolinergik dari persyaratan pelvis mengakibatkan kontraksi dari otot-otot
detrusor. Gangguan pada aktifitas kolinergik dari persyarafan pelvis ini
berakibat penurunan kontraktilitas otot-otot detrusor. Otot-otot ini juga
mempunyai reseptor untuk prostaglandin, sehingga obat-obat yang
menghambat prostaglandin dapat mengganggu kerja detrusor. Kontraksi
kandung kemih juga tergantung pada kerja ion kalsium, sehingga penghambat
kalsium juga dapat mengganggu kontraksi kandung kemih.
c. Mekanisme sfingter
Inervasi dari sfingter interna dan eksterna juga kompleks. Walaupun
demikian, untuk memberikan obat yang tepat dibutuhkan pemahaman dari
persyarafan adrenergik dari sfingter-sfingter ini serta hubungan anatomik dari
urethra dan kandung kemih.
Aktifitas alfa adrenergik menyebabkan sfingter urethra berkontraksi.
Karenanya obat-obat yang bersifat alfa adrenergik agonis, misalnya
pseudoefedrin, dapat memperkuat kontraksi sfingter. Sedangkan obat-obat
penghambat alfa misalnya terazozin dapat mempengaruhi penutupan sfingter.
Inervasi beta adrenergik menyebabkan relaksasi dari sfingter urethra dan
mengakibatkan aktifitas kontraksi dari obat-obat alfa adrenergik tidak ada
yang menghambat.
Komponen lain dari mekanisme sfingter adalah hubungan anatomik
antara urethra dengan kandung kemih dan rongga perut. Mekanisme sfingter
yang terkendali membutuhkan sudut yang tepat antara urethra dan kandung
kemih. Fungsi sfingter yang normal juga tergantung dari posisi yang tepat dari
urethra, sehingga peningkatan tekanan intra-abdominal dapat secara efektif
diteruskan ke urethra. Bila urethra dalam posisi yang tepat, urin tidak akan
keluar dengan mengejan, batuk, dan lain-lain gerakan yang meningkatkan
tekanan dalam perut.
Secara umum, dengan bertambahnya usia, kapasitas kandung kemih
menurun. Sisa urin dalam kandung kemih, setiap selesai berkemih, cenderung
meningkat dan kontraksi otot-otot kandung kemih yang tidak teratur makin
sering terjadi. Kontraksi-kontraksi involunter ini ditemukan pada 40-75%
orang lanjut usia yang mengalami inkontinensia.
Pada wanita, menjadi lanjut usia juga berakibat menurunnya tahanan
pada uretra dan muara kandung kemih. Ini berkenaan dengan berkurangnya
kadar estrogen dan melemahnya jaringan/otot-plot panggul karena proses
melahirkan, apalagi bila disertai tindakan-tindakan berkenaan dengan
persalinan tersebut.
Menurunnya pengaruh dari estrogen pada lanjut usia, juga dapat
menyebabkan vaginitis atropi dan urethritis sehingga terjadi keluhan-keluhan
disuri misalnya polakisuri dan dapat mencetuskan inkontinensia.
Pada pria, pembesaran kelenjar prostat pada saat lanut usia, mempunyai
potensi untuk menyebabkan inkontinensia.

2.1.5 Pemeriksaan Diagnostik


Oleh karena penyebab inkontinensia urin yang diderita lanjut usia terdiri dari
beberapa faktor maka perlu dilakukan pemeriksaan yang cermat. Diagnosis
inkontinensia urin dapat dibuat berdasarkan :
1) Anamnesis
Anamnesis tentang :
a. Simptom urologi
b. Riwayat penyakit-penyakit terdahulu dan sekarang termasuk operasi atau
masalah ginekologi yang mungkin menjadi dasar timbulnya inkontinensia.
c. Kapan mulai inkontinensia, sudah berapa lama timbulnya inkontinensia
tersebut.
d. Kebiasaan buaing air besar mungkin ada konstipasi.
e. Status psikologi penderita, mungkin dalam keadaan depresi, memori hilang,
atau perubahan perilaku.
f. Status fungsional pasien, umpamanya kesanggupan berjalan, pergi ke toilet,
kesanggupan berpakaian sendiri atau membutuhkan bantuan untuk melakukan
sesuatu yang ruitn dikerjaannya sehari-hari.
g. Penggunaan obat-obatan saat ini termasuk jumlahnya.
Kalau inkontinensia akut atau baru, selalu dipikirkan penyakit akut atau trauma,
seperti DIAPPERS.
2) Pemeriksaan fisik
Termasuk kelainan kulit di daerah genitalia eksterna.
3) Pemeriksaan ginekologi
Untuk mengetahui adanya atropi uretritis, prolaps, kontraksi pelvic floor.
4) Pemeriksaan rektal
Unuk mengetahui konstipasi.
5) Pemeriksaan neurologi
Khusus untuk keadaan tungkai bawah.
6) Pemeriksaan penunjang
7) Daftar harian berkemih untuk 3-5 hari
8) Pemeriksaan laboratorium
a. Urinalisis, untuk melihat adanya infeksi saluran kemih, hematuria dan lain-lain.
b. Darah, mengetahui gula darah dan lain-lain.
c. Pengukuran urin sisa pasca berkemih, ini dapat digunakan alat USG atau
kateter.
d. Pada tes, untuk menilai adanya inkontinensia serta derajat beratnya
inkontinensia.
e. Cystouretroscopy, untuk menilai kasus-kasus sangkaan batu buil-buil atau
tumor.
f. Pemeriksaan urodinamik, kalau diperlukan terutama pada kasus yang
diagnosisnya tidak jelas atau bila ada rencana terapi operasi atau terapi
konservatif yang tidak berhasil.

2.1.6 Penatalaksanaan
Metode pengobatan inkontinensia urine ada tiga :
1) Teknik latihan perilaku (behavioral treatments)
Teknik latihan ini membutuhkan instruksi yang cermat pada penderita. Edukasi
pada penderita meliputi latihan kandung kemih, latihan menahan dorongan untuk
berkemih dan latihan otot dasar panggul.
a. Latihan kandung kemih (bladder training)
Latihan kandung kemih mengikuti suatu jadwal yang ketat untuk ke kamar
kecil/berkemih. Jadwal dimulai dengan ke kamar kecil tiap dua jam, dan
waktunya makin ditingkatkan. Makin lama waktu yang dicapai untuk berkemih,
makin memberikan peningkatan kontrol terhadap kandung kemih. Latihan
kandung kemih terbukti efektif baik untuk inkotinensia tipe stress maupun
urgensi.
Latihan kandung kemih ini mempunyai beberapa sasaran:
Memperpanjang waktu untuk ke kamar kecil.
Meningkatkan jumlah urine yang ditahan oleh kandung kemih.
Meningkatkan kontrol pada dorongan/rangsangan berkemih menurut
jadwal, dan tidak begitu saja saat dorongan berkemih datang.
Mengurangi atau menghilangkan inkontinensia.
Cara melakukan latihan kandung kemih
Dimulai dengan membuat catatan harian untuk berkemih. Catat kunjungan
ke kamar kecil dan kebocoran urine selama satu minggu. Sedapatnya ukur
urine yang keluar, ini dapat menggambarkan jumlah urine yang dapat
ditahan.
Pada minggu 1 gunakan kamar kecil ketat menurut jadwal. Bila datang
dorongan untuk berkemih, pakai cara teknik menahan rangsangan tersebut,
dan tunggu sampai jadwal berikutnya untuk berkemih. Bila dorongan
terlalu kuat dan tidak dapat ditahan, silahkan berkemih tetapi peristiwa ini
dicatat pada jadwal berkemih.
Tiap minggu, tingkatkan jadwal berkemih 15 sampai 30 menit sesuai yang
dapat di-toleransi. Seiring dengan perbaikan inkotinensia, jadwal terus
ditingkatkan. Untuk kebanyakan orang, kunjungan ke kamar kecil tiap 3-6
jam sangat diharapkan, biarpun sekitar 3 jam sudah cukup baik.
Catat jumlah urine yang bocor, berapa jumlahnya, banyak atau beberapa
tetes. Saat datang dorongan untuk berkemih, dapat menggoda seseorang
untuk tergesa-gesa ke kamar kecil guna mencegah inkontinensia. Respon
ini dapat lebih merugikan, karena kandung kemih dapat lebih terangsang
dengan gerakan tergesa-gesa ke kamar kecil tadi.
b. Latihan menahan dorongan untuk berkemih.
Untuk mendapatkan kontrol atas kandung kemih, cara berikut dapat dipakai saat
dorongan berkemih.
Berdiri tenang atau duduk diam, lebih baik jika kaki disilangkan. Tindakan
ini mencegah rangsang berlebihan dari kandung kemih.
Tarik napas teratur dan relaks.
Kontraksikan otot-otot dasar panggul beberapa kali. Ini akan membantu
menutup urethra dan menenangkan kandung kemih.
Alihkan pikiran ke hal lain, untuk menjauhkan perhatian dari dorongan
berkemih.
Bila rangsang berkemih sudah menurun, jangan ke toilet sebelum jadwal
berkemih.
c. Latihan otot dasar panggul / pelvis
Tahun 1948, Arnold Kegel melaporkan perbaikan/kesembuhan sampai 84%
dengan latihan otot dasar panggul untuk wanita dengan macam-macam ipe
inkontinensia. Otot pelvis, seperti otot-otot yang lain, dapat menjadi lemah.
Latihan otot-otot pelvis memperkuat otot-otot yang lemah sekitar kandung
kemih. Untuk identifikasi otot yang tepat, bayangkan kita sedang menahan
untuk tidak flatus. Otot yang dipakai untuk menahan flatus adalah otot yang
ingin kita latih.
Lakukan latihan otot dasar panggul beberapa kali sehari sekitar sepuluh
menit.
Praktekkan setiap waktu dan tempat. Paling baik saat berbaring ditempat
tidur. Setelah menguasai metodenya, lakukan juga saat duduk dan berdiri.
Jangan memakai otot-otot perut, paha dan betis saat latihan dan
bernapaslah biasa saja.
Setelah 4-6 minggu melakukan latihan ini dengan teratur, akan terasa
berkurangnya kebocoran urine.
Semua latihan diatas akan memberikan kontrol yang baik terhadap kandung
kemih. Biarpun memakan waktu dan kesabaran, hasilnya cukup memuaskan.
2) Obat
Terapi dengan menggunakan obat-obatan diberikan apabila masalah akut sebagai
pemicu timbulnya inkontinensia urine telah diatasi dan berbagai upaya bersifat
nonfarmakalogis telah dilakukan tetapi tetap tidak berhasil mengatasi masalah
inkontinensia tersebut. Pemberian obat pada inkontinensia urine disesuaikan
dengan tipe inkontinensia urinnya.
Obat obat untuk Mengobati ikontinensia urin, yakni sebagai berikut :
Jenis Obat Mekanisme Tipe Efek Samping Nama Obat dan
Inkontinens Dosis
ia
Antikolirge Meningkatk Urgensi Mulut kering, Oksibutinin : 2,5-5
nik dan an kapasitas atau stress penglihatan mg tid
antispasmod vesika dengan kabur, Tolterodine : 2 mg
ic. urinaria. instabilitas peningkatan bid
Mengurangi detrusor TIO, Propanthelin : 15-
involunter atau konstipasi 30 mg tid
vesika hiperrefleks dan delirium. Dicylomine : 10-
urinaria. ia. 20 mg
Imipramine : 10-
50 mg tid
a- Meningkatk Tipe stress Sakit kepala, Pseudofedrin : 15-
Adrenergik an kontraksi dengan takikardi, 30 mg tid
agonis. otot polos kelemahan peningkatan Phenylpropanola
urethra sphineter tekanan mine : 75 mg bid
darah. Imipramine : 10-
50 mg tid
Estrogen Meningkatk Tipe stress, Kanker Oral : 0,625 mg/hr
agonis. an aliran tipe urgensi endometria, Topical : 0,5-1,0
darah yang peningkatan gr per aplikasi
periurethra. berhubunga tekanan
n dengan darah, batu
vaginitis saluran
atropi. kemih.
Kolinergik Menstimula Tipe luapan Bradikardi, Bethanecol : 10-30
agonis si kontraksi atau hipotensi, mg tid
vesica overflow bronkokontri
urinaria. dengan ksi, sekresi
vesika asam
urinaria lambung.
atonik.
a- Merelaksasi Tipe luapan Hipotensi Terasozine : 1-10
Adrenergik otot polos dan urgensi postural mg/hari
antagonis urethra dan yang
kapsul berhubunga
prostat n dengan
pembesaran
prostat.
3) Pembedahan
Pembedahan merupakan pilihan terakhir untuk masalah inkontinensia yang
tidak berhasil diatasi dengan teknik latihan perilaku, obat-obatan ataupun dengan
memanfaatkan alat-alat bantu untuk meminimalkan problem inkontinensia. Dapat
juga merupakan pilihan penderita sendiri, walaupun hampir semua penderita tidak
menyukai tindakan pembedahan. Beberapa tindakan pembedahan a.l.
spincterectomi, operasi prostat atau operasi pada prolaps rahim.
Yang sering dikerjakan pada penderita lanjut usia dengan inkontinensia
adalah memasang kateter secara menetap. Untuk beberapa pertimbangan,
misalnya memantau produksi urine dan keperluan mengukur balance cairan, hal
ini masih dapat diterima. Tetapi sering alasan untuk pemasangan kateter ini tidak
jelas, dan mengundang resiko untuk terjadinya komplikasi, umumnya adalah
infeksi.
Ada tiga macam cara kateterisasi pada inkontinensia urin :
a) Kateterisasi luar :
Terutama pada pria dengan memakai sistim kateter-kondom. Efek samping
yang terutama adalah iritasi pada kulit, dan sering lepas. Tetapi ada juga laporan
yang menunjukkan insidens infeksi saluran kemih meningkat dengan
kateterisasi macam ini. Metode ini hanya dianjurkan pada pria yang tidak
menderita retensio urin dan mobilitasnya masih cukup baik. Kateter eksternal
semacam ini untuk wanita mulai diperkenalkan, tetapi manfaatnya masih belum
memuaskan.
b) Kateterisasi intermiten :
Kateterisasi secara intermiten dapat dicoba, terutama pada wanita lanjut usia
yang menderita inkontinensia. Frekuensi pemasangannya 2 hingga 4 x sehari,
dengan sangat memperhatikan strerilitas dan teknik prosedurnya.
c) Kateterisasi secara menetap (chronic indwelling catheter)
Pemasangan kateter secara menetap harus benar-benar dibatasi pada indikasi
yang tepat. Misalnya untuk ulkus dekubitus yang terganggu penyembuhannya
karena adanya inkontinensia utin ini. Komplikasi dari kateterisasi secara terus
menerus ini disamping infeksi, juga mungkin menyebabkan batu kandung
kemih, abses ginjal dan bahkan proses dari keganasan dari saluran kemih.
Memang akan lebih rumit dan membutuhkan biaya serta tenaga memakai
pembalut-pembalut khusus serta alas tempat tidur dengan bahan yang baik daya
serapnya, dan secara teratur memprogram penderita untuk berkemih. Tetapi untuk
jangka panjang, dapat diharapkan resiko morbiditas yang menurun, dan dengan
begitu juga berpengaruh pada penurunan biaya perawatan.
Produk-produk untuk inkontinensia ini dapat diberikan sebagai pelengkap
terapi untuk meningkatkan kenyamanan dan percaya diri. Memilih produk yang
paling sesuai adalah hal yang tidak mudah. Tersedianya aneka produk sesuai
perkembangan teknologi. Kadang-kadang tidak disertai petunjuk yang memadai
untuk pemakaiannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan produk antara
lain adalah tingkat keparahan inkontinensia, efektivitas, pola hidup, penampilan,
harga, kemudahan cara pakai dan penyediaannya. Produk untuk inkontinensia
dapat dibagi menjadi beberapa kategori :
- Penyerap
- Drainase/penyalur urine.
- Penyekat urine.
- Alat-alat bantu berkemih di kamar kecil.
- Alat-alat pelengkap untuk terapi perilaku.
- Alat-alat perawatan kulit.
Dibawah ini contoh produk-produk yang tersedia untuk membantu penderita
dengan inkontinensia urine :
Produk penyerap gunanya untuk menyerap dan menampung kebocoran urine.
Produk ini dapat membantu untuk kontinens sosial ; ada dua macam :
- Penyerap di tempat tidur.
- Dipakai sebagai pakaian dalam.
Biasanya terdiri dari tiga lapisan untuk mendapat hasil yang memuaskan. Urin
dijauhkan dari kulit dan diserap lapisan penyerap sehingga kulit diupayakan
tetap kering. Jenis penyerap ada yang sekali pakai atau dapat digunakan lagi,
juga ada yang penggunaannya siang atau malam, atau sama saja. Aspek yang
penting adalah menjaga kesehatan kulit, jangan sampai terjadi dermatitis atau
kerusakan kulit yang lain. Faktor-faktor yang sering mengganggu sistem
pertahanan dari kulit adalah over hidrasi dan peningkatan temperatur kulit. Ini
bisa disebabkan penyerap yang dipakai. Untuk menghindarkan ini alangkah
baiknya jangan terlalu erat/rapat pemakaiannya. Untuk mereka yang kena
stroke dengan kelemahan badan sesisi, lebih sesuai memakai penyerap yang
dapat dibuka dengan satu tangan.
Stimulasi elektrik
Dipakai suatu probe lewat anal atau rektal untuk merangsang syaraf pudendus,
mengakibatkan kontraksi maksimal otot dasar panggul dan relaksasi otot
detrusor. Ini dapat menolong penderita dengan kelemahan otot dasar panggul
yang berat atau aktifitas berlebihan dari otot kandung kemih yang tidak
respons terhadap terapi perilaku atau obat-obatan.
Pessarium
Pessarium ada beberapa ukuran dan bentuk , ditempatkan di vagina untuk
mengurangi /mencegah prolaps rahim.
Klam penis
Untuk misalnya sehabis operasi prostat dan masih ada kebocoran urine saat
aktifitas. Klem dibuka saat mau berkemih dan waktu tidur.
Kateter
Penggunaan kateter menyebabkan morbiditas yang meningkat. Dapat terjadi
bakteriuri, polimikrobial, panas, nefrolitiasis, batu kandung kemih dan
pielonefritis. Kondom kateter juga dapat menyebabkan bakteriuri, infeksi,
selulitis, retensi urin dengan hidronefrosis. Mengganti kateter tiap 7-10 hari
mengurangi resiko. Bila semuanya baik mungkin kateter dapat dipertahankan
sampai 30 hari. Kateterisasi intermittent membutuhkan keterampilan dan
kemauan penderita, serta keberhasilan dan dekontaminasi / antiseptik reguler
kateter yang dipakai. Kateterisasi seharusnya dicadangkan untuk jangka
pendek bila retensi urine tidak dapat diatasi dengan obat-obatan, bila
dibutuhkan agar luka yang ada kering, atau penderita dengan sakit terminal
yang tidak dapat terlalu sering diganti pakaiannya.
WOC Inkontinensia Urine

Inkontinensia akut : Inkontinensia kronis :


Delirium, infection, atropic vaginitis dan atropic - Aktivitas detrusor berlebihan
urethritis, pharmaceuticals, psychologic factors, - Aktivitas detrusor menurun
excess urine output, restricted mobility, stool - Inkontinensia stress
impaction. - Inkontinensia fungsional

Diabetes,
cedera sum-
sum tl.
Belakang, Inkontinensia Perubahan otot urinari
saluran overflow
kencing
tersumbat
Gangguan kontrol berkemih
Inkontinensia stres

Gangguan saraf
Tekanan kandung kemih >
Defisiensi tekanan uretra Tekanan dalam kandung tekanan uretra
kemih meningkat
Otot detrusor lemah

Tekanan pada rongga


MK : Gangguan eliminasi urine perut meningkat
Kapasitas urine di
kandung kemih berlebih Saat batuk, bersin
tertawa, mengedan
Inkontinensia urine Kandung kemih bocor
terjadi rembesan
urin
Pemasangan kateter lama
Status kesehatan berubah
Inkontinensia urgensi
MK : Isolasi Sosial
Mengenai area genetalia
MK : Resiko
infeksi MK : Ansietas
Otot detrusor tidak stabil Reaksi otot berlebihan
MK : Resiko
Kerusakam
Kencing Kencing di Kencing Integritas Kulit
MK : Gangguan
mendadak malam hari berulang kali
Pola Tidur
2.2 Inkontinensia Alvi
2.2.1 Definisi
Perubahan kebiasaan buang air besar yang normal ditandai dengan pengeluaran tinja
secara involunter (Nanda, 2015).

2.2.2 Etiologi dan faktor resiko


a. Etiologi
1). Penyakit yang menyebabkan gangguan kolon, rektum, atau anus.
Misal : divertikulum, proktitis kanker kolon atau rectum, hemoroid, prolaps
atau colitis.
2). Konstipasi kronis dengan impaksi fekal.
3). Perubahan neurogenik pada rektum.
(Brocklehurst, 1969, 1985 dalam Meridean & Janet, 2011).
4). Disfungsi usus :
a). Disfungsi usus taktertahan, yang terjadi ketika terdapat lesi neuron
motorik atas di tingkat vertebrae servikal 1
b). Disfungsi usus refleks, yang disebabkan kerusakan neuron motorik atas
antara C1 dan L1
c). Disfungsi usus otonom, yang diakibatkan kerusakan neuron motorik
bawah pada tingkat di bawah L1
d). Disfungsi usus neurogenik sensorik, yaitu terdapat kerusakan komponen
sensoris lengkung reflex ( pesan dari usus ke medula spinalis dan kembali
ke usus)
e). Disfungsi usus neurogenik motorik, yaitu terjadi kerusakan komponen
motorik system saraf pusat atau lengkung refleks.
(Davis, Nagelhout, Hoban, dan Barnard, 1986 dalam Maridean & Janet,
2011)
b. Faktor Resiko
1). Penyakit
2). Perubahan diet
3). Lingkungan
4). Asupan cairan yang tidak adekuat
5). Serat dalam makanan yang dikonsumsi tidak adekuat
6). Pengaturan posisi yang tidak adekuat
7). Obat-obatan
(Matteson, McConnel dan Linton, 1997; Wald, 1993) dalam Meridean &
Janet, 2011).
2.2.3. Patofisiologi
a. Anatomi saluran kolorektal
Gambar 2. Anatomi saluran dan persarafan saluran kolorektal

b. Proses defekasi
Pengendalian saraf usus terjadi melalui persarafan parasimpatik dan simpatik.
Serabut simpatik pada tingkat Vertebrae Torakal 11 dan 12 dan Lumbal 1 dan 2
membentuk saraf hipogastrik (adrenergik) menyebabkan konstriksi sfingter dan
menghambat peristaltik. Serabut parasimpatik yang mengendalikan usus
ditemukan pada saraf vagus dan pada serabut yang berasal dari Vertebrae Sakral
2,3 dan 4, yang berjalan melewati pleksus hipogastrik untuk membentuk pleksus
yang disebut saraf pelvik (kolinergik).
Distensi rektum menstimulasi refleks defekasi melalui pleksus mienterik untuk
memulai gelombang peristaltik lanjutan dari kolon desenden menuju anus.
Sfingter anus interna relaksasi relaksasi ketika gelombang tersebut mencapainya,
dan jika sfingter anus eksterna juga rileks, terjadi defekasi. Kendali defekasi
volunter dimulai dengan mengontraksi sfingter eksterna, yang mengurangi
peristaltis dan dorongan untuk defekasi. Sfingter anus eksterna dipersarafi oleh
saraf pudendal, saraf motorik volunteer yang berasal dari S2, S3 dan S4. (King &
Harke, 1994 dalam Meridean & Janet, 2011).
Faktor yang mempengaruhi fungsi dan kontinensia usus normal :
1). Harus terjadi pengiriman feses yang normal ke rektum
2). Sensasi rektum dan anus harus utuh
3). Kemampuan untuk mengontraksi sfingter anus eksterna dan otot
puborektalis harus ada, system saraf secara umum harus utuh
4). Adanya motivasi dan kemampuan kognitif untuk mengenali stimulus
rectal dan membuat keputusan yang tepat apakah harus melakukan
defekasi atau menunda defekasi, sampai pada waktu dan tempat yang
lebih tepat.
5). Kemampuan rektum untuk mengakomodasi penyimpanan feses.
(King & Harke, 1994; Wald, 1986)

2.2.4. Manifestasi Klinis


Keluarnya feses secara involunter, karena refleks volunter tidak ada; individu tidak
menyadari feses di dalam rektum; individu merasakan feses di dalam rektum, tetapi
tidak mampu mengeluarkannya ataupun menahannya dalam rectum (Meridean &
Janet, 2011).
2.2.5. Penatalaksanaan
a. Pelatihan Defekasi.
Pelatihan defekasi didefinisikan sebagai membantu pasien melatih pengeluaran
feses pada interval tertentu (Iowa Interventions Project, 2000). Tujuan pelatihan
defekasi adalah melatih defekasi dengan interval teratur dan pada waktu tertentu
yang telah direncanakan bersama lansia atau keluarga, sehingga meminimalkan
insiden defekasi tanpa disengaja. Pelatihan Defekasi harus disesuaikan untuk
mengakomodasi setiap masalah fisiologis dan psikososial lansia. Pelatihan
kebiasaan, pengendalian diare, stimulasi manual dan manual refleks gastrokolik,
reduksi volume feses serta biofeedback adalah bentuk khusus pelatihan defekasi
yang digunakan untuk menangani inkontinensia alvi, bergantung pada etiologi
masalah.
Sekurang-kurangnya ada empat komponen Pelatihan defekasi :
1). Diet dan cairan yang seimbang
a). Asupan 1500-2000 ml cairan setiap 24 jam, minum segelas air hangat
sebelum makan untuk memfasilitasi refleks gastrokolik, hindari kopi, teh
dan jus jeruk yang memiliki efek diuretik.
b). Konsumsi makanan tinggi serat untuk stimulasi refleks gastrokolik dan
pelatihan kebiasaan karena dapat mencegah pembentukan feses yang
keras serta meningkatkan peristaltis (McLane & McShane, 1986).
c). Konsumsi makanan rendah lemak, karena lemak memperlambat
pencernaan dan menunda refleks gastrokolik (Davis et al, 1986)
d). Pada diare tanpa konstipasi, konsumsi makanan rendah serat.
e). Singkirkan makanan yang mengandung efek laksatif, menimbulkan gas
dan menimbulkan reaksi alergi.
f). Jika inkontinensia alvi disebabkan oleh kerusakan kapasitas reservoir,
reduksi volume feses melalui pembatasan serat dan penggunaan obat
untuk meningkatkan waktu transit ddan absorpsi (Wald, 1986)
2). Meningkatkan aktifitas dan latihan fisik
Aktifitas fisik meningkatkan sirkulasi tubuh, termasuk sirkulasi ke usus,
dan meningkatkan pencernaan serta peristaltis. Bentuk latihan fisik yang
paling efektif pada lansia adalah mengupayakan lansia melakukan apapun
yang mungkin, sesuai kemampuan fisik dan kognitif individu lansia.
Program latihan fisik dapat meliputi :
a). Latihan abdomen untuk meningkatkan kekuatan otot untuk
mendorong feses.
b). Latihan dasar panggul, yang melibatkan kontraksi dan relaksasi
berulang sfingter anus dan otot puborektalis. Dilakukan 3 kali per
hari dengan 25-30 kontraksi dan relaksasi yang masing-masing
ditahan selama 3 detik (McCormick & Burgio, 1984)
3). Waktu
Metode ini mencakup menetapkan waktu yang teratur untuk duduk di atas
toilet, biasanya 5-15 menit, diatur sedemikian rupa sehingga mendapat
manfaat dari refleks gastrokolik. Refleks ini terjadi sebagai respon terhadap
asupan makanan dan muncul paling kuat pada pagi hari (Davis et al., 1986;
Lewis, 1988)
4). Pemberian laksatif, suposutoria, masase sfingter anus, enema dan antidiare
untuk meningkatkan defekasi yang teratur dan terencana.
(Meridean & Janet, 2011)
b. Manajemen Lingkungan
1). Sediakan Privasi pasien saat melakukan BAB
2). Pastikan kemudahan individu lansia melakukan ambulasi ke kamar mandi.
Kaji kemampuan lansia untuk ke kamar mandi tepat waktu untuk menghindari
defekasi sebelum sampai di tempat tersebut. Modifikasi peletakan perabotan.
3). Pastikan kenyamanan, posisi fungsional dan keamanan di kamar mandi.
(Meridean & Janet, 2011).
2.2.6. WOC

Penyakit kolon, rektum& anus Konstipasi kronis dengan Perubahan neurogenik pada Disfungsi Usus
Faktor Resiko
impaksi fekal rektal 1). Penyakit
2). Perubahan diet
3). Lingkungan
4). Asupan cairan yang tidak adekuat
5). Serat dalam makanan yang dikonsumsi tidak adekuat
INKONTINENSIA ALVI 6). Pengaturan posisi yang tidak adekuat
Keluarnya tinja secara involunter 7). Obat-obatan

Anus terpapar cairan dari MK : Harga Diri Rendah


saluran pencernaan yng asam

iritasi

MK : Resiko kerusakan
integritas jaringan
kulit
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Contoh Kasus

Ny.M (60 thn) datang ke RS. B diantar keluarga. Keluarga mengatakan Ny.M sering kencing
tanpa disadari (ngompol). Klien sendiri mengatakan tidak bisa menahan jika sudah terasa
ingin BAK. Frekuensi berkemih tiap hari 15-18x/hari. Klien juga mengatakan saat dia bersin,
membungkuk, batuk tiba-tiba keluar sedikit air kencing. Klien memakai popok dan
menggantinya 2x sehari sehingga terasa lembab. Kira-kira Ny.M minumnya tiap hari sekitar
200 ml. Sebelumnya Ny.M ada riwayat hipertensi 2 tahun lalu dan mengonsumsi obat
diuretik. Klien mengatakan disekitar area genitalia/perineal terasa nyeri, panas dan gatal.
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan data TB & BB Ny.M adalah 150 cm, 45 kg, TD 180/140
mmHg. Nadi 80 x/menit, respirasi 18x/menit dan suhu 36,50C, output 2100 cc. Terdapat ruam
kemerahan pada sekitar area genitalia, kelembaban bibir kering. Terdapat distensi kandung
kemih. Kegiatan sehari-hari Ny.M adalah guru mengaji, akan tetapi semenjak ia sering
mengompol kegiatan menjadi terganggu.

A. Pengkajian
1. IDENTITAS KLIEN :
Nama : Ny. M
Umur : 60 tahun
Agama : Islam
Alamat asal : Jl. Tanah Merdeka 7
Tanggal datang : 16 November 2016
2. DATA KELUARGA :
Nama : Tn. O
Hubungan : Suami
Pekerjaan : Pengusaha
Alamat : Jl. Tanah Merdeka 7, Telp : (021) 8678869
3. STATUS KESEHATAN SEKARANG :
Keluhan utama :
Keluarga mengatakan Ny.M sering kencing tanpa disadari (ngompol). Klien sendiri
mengatakan tidak bisa menahan jika sudah terasa ingin BAK. Frekuensi berkemih tiap
hari 15-18x/hari. Klien juga mengatakan saat dia bersin, membungkuk, batuk tiba-tiba
keluar sedikit air kencing.
Pengetahuan, usaha yang dilakukan untuk mengatasi keluhan:
Klien mengatakan ia mengatasi keluhan kebocoran urinenya dengan cara membatasi intake
cairannya. Ia hanya minum air + 200 ml per hari. Dan juga ia memakai popok agar tidak sering
bolak balik kamar mandi. Ia mengganti popoknya 2 kali sehari.
Obat-obatan:
Sebelumnya Ny.M ada riwayat hipertensi 2 tahun lalu dan mengonsumsi obat diuretik.

4. AGE RELATED CHANGES (PERUBAHAN TERKAIT PROSES MENUA) :

FUNGSI FISIOLOGIS

1. Kondisi Umum
Ya Tidak
Kelelahan :
Perubahan BB :
Perubahan nafsu makan :
Masalah tidur :
Kemampuan ADL :
KETERANGAN : ......................................................................................................
......................................................................................................

2. Integumen
Ya Tidak
Lesi / luka :
Pruritus :
Perubahan pigmen :
Memar :
Pola penyembuhan lesi :
KETERANGAN : ..........................................................................................................
..........................................................................................................

3. Hematopoetic
Ya Tidak
Perdarahan abnormal :
Pembengkakan kel limfe :
Anemia :
KETERANGAN : .....................................................................................................

4. Kepala
Ya Tidak
Sakit kepala :
Pusing :
Gatal pada kulit kepala :
KETERANGAN : ...............................................................................................................................
...............................................................................................................................

5. Mata
Ya Tidak
Perubahan :
penglihatan
Pakai kacamata :
Kekeringan mata :
Nyeri :
Gatal :
Photobobia :
Diplopia :
Riwayat infeksi :
KETERANGAN : .........................................................................................................................
.........................................................................................................................

6. Telinga
Ya Tidak
Penurunan pendengaran :
Discharge :
Tinitus :
Vertigo :
Alat bantu dengar :
Riwayat infeksi :
Kebiasaan membersihkan telinga :
Dampak pada ADL : ..........................................................................................
KETERANGAN : ..........................................................................................
..........................................................................................

7. Hidung sinus
Ya Tidak
Rhinorrhea :
Discharge :
Epistaksis :
Obstruksi :
Snoring :
Alergi :
Riwayat infeksi :
KETERANGAN : ...................................................................................................................
...................................................................................................................

8. Mulut, tenggorokan
Ya Tidak
Nyeri telan :
Kesulitan menelan :
Lesi :
Perdarahan gusi :
Caries :
Perubahan rasa :
Gigi palsu :
Riwayat Infeksi :
Pola sikat gigi : ........................................................................................................
KETERANGAN : ........................................................................................................
........................................................................................................

9. Leher
Ya Tidak
Kekakuan :
Nyeri tekan :
Massa :
KETERANGAN : .........................................................................................................................
.........................................................................................................................

10. Pernafasan
Ya Tidak
Batuk :
Nafas pendek :
Hemoptisis :
Wheezing :
Asma :
KETERANGAN : ...................................................................................................................
...................................................................................................................

11. Kardiovaskuler
Ya Tidak
Chest pain :
Palpitasi :
Dipsnoe :
Paroximal nocturnal :
Orthopnea :
Murmur :
Edema :
KETERANGAN : ...............................................................................................................
...............................................................................................................

12. Gastrointestinal
Ya Tidak
Disphagia :
Nausea / vomiting :
Hemateemesis :
Perubahan nafsu makan :
Massa :
Jaundice :
Perubahan pola BAB :
Melena :
Hemorrhoid :
Pola BAB : ...........................................................................................................
KETERANGAN : ...........................................................................................................
...........................................................................................................

13. Perkemihan
Ya Tidak
Dysuria :
Frekuensi : .......................................................................................................
Hesitancy :
Urgency :
Hematuria :
Poliuria :
Oliguria :
Nocturia :
Inkontinensia :
Nyeri berkemih :
Pola BAK : ...........................................................................................................
KETERANGAN : ...........................................................................................................
...........................................................................................................

14. Reproduksi (laki-laki)


Ya Tidak
Lesi :
Disharge :
Testiculer pain :
Testiculer massa :
Perubahan gairah sex :
Impotensi :

Reproduksi (perempuan)
Lesi :
Discharge :
Postcoital bleeding :
Nyeri pelvis :
Prolap :
Riwayat menstruasi : ..............................................................................................
Aktifitas seksual :
Pap smear :
KETERANGAN : ...........................................................................................................
...........................................................................................................

15. Muskuloskeletal
Ya Tidak
Nyeri Sendi :
Bengkak :
Kaku sendi :
Deformitas :
Spasme :
Kram :
Kelemahan otot :
Masalah gaya berjalan :
Nyeri punggung :
Pola latihan : ............................................................................................
Dampak ADL : ..................................................................................................
KETERANGAN : ...........................................................................................................
...........................................................................................................
16. Persyarafan
Ya Tidak
Headache :
Seizures :
Syncope :
Tic/tremor :
Paralysis :
Paresis :
Masalah memori :
KETERANGAN : ...........................................................................................................
...........................................................................................................

5 POTENSI PERTUMBUHAN PSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL :


.
Psikososial YA Tidak
Cemas :
Depresi :
Ketakutan :
Insomnia :
Kesulitan dalam mengambil :
keputusan
Kesulitan konsentrasi :
Mekanisme koping : ..............................................................................
..
..............................................................................
..
Persepsi tentang kematian
:...............................................................................................................

................................................................................................................
Dampak pada ADL
:.........................................................................................................................
.........................................................................................................................
Spiritual
Aktivitas ibadah
:................................................................................................................

................................................................................................................
Hambatan
:................................................................................................................

..................................................................................................................
KETERANGAN
:............................................................................................................................
.....................................................................................................................................................
......

6 LINGKUNGAN :
.
Kamar
:.......................................................................................................................................
...

Kamar mandi
:...............................................................................................................................

Dalam rumah.wisma
:...................................................................................................................

Luar rumah
:.................................................................................................................................

7. ADDITIONAL RISK FACTOR


Riwayat perilaku (kebiasaan, pekerjaan, aktivitas) yang mempengaruhi kondisi saat ini :

..

.
8. NEGATIVE FUNCTIONAL CONSEQUENCES

1. Kemampuan ADL
Tingkat kemandirian dalam kehidupan sehari-hari (Indeks Barthel)

No Kriteria Skor Skor


yang
didapat
1 Makan 0 = tidak mampu 10
5 = dengan bantuan (memotong
makanan, mengoleskan selai , dll
atau membutuhkan menu makanan
tertentu, misal makanan cair,
bubur)
10 = mandiri
2 Mandi 0 = dependen 5
5 = mandiri
3 Berpakaian 0 = dependen 10
5 = butuh bantuan
10 = mandiri (mengancingkan,
memakai resleting, menalikan
renda/tali)
4 Berhias 0 = butuh bantuan dalam perawatan 5
pribadi
5 = mandiri (mencuci wajah. Keramas,
gosok gigi, bercukur)
5 Kontrol Bowel 0 = inkontiensia/ membutuhkan 10
(BAB) bantuan enema untuk BAB
5 = sesekali BAB tidak sadar
(occasional accident)
10 = Kontrol BAB baik
6 Kontrol Bladder 10 = inkontiensia atau memakia kateter 0
(BAK) dan tidak mampu merawat kateter
dan baik
5 = sesekali BAK tidak sadar
(occasional accident)
10 = Kontrol BAK baik
7 Penggunaan toilet 0 = Tidak mampu 10
(mencuci, menyeka, 5 = butuh bantuan, tetapi bisa
menyiram) melakukan sesuatu dengan mandiri
10 = mandiri
8 Naik turun tangga 0 = Tidak mampu 5
5 = dengan bantuan
10 = mandiri
9 Mobilisasi di 0 = tidak mampu mobilisasi atau 15
permukaan datar berjalan/kursi roda < 45,72 m (50
yard)
5 = mandiri dengan kursi roda > 45,72
m (50 yard), mampu memosisikan
kursi roda di pojok ruangan
10 = berjalan dengan bantuan 1 orang >
45,72 m (50 yard)
15 = berjalan mandiri (mungkin dengan
bantuan alat, pegangan) sejauh >
45,72 m (50 yard)
10 Berpindah ( dari kursi 0 = tidak mampu berpindah, tidak 15
ke tempat tidur dan dapat duduk dengan seimbang
sebaliknya 5 = dengan bantuan lebih banyak (1 aau
2 orang yang membantu)
10 = dengan bantuan lebih sedikit
15 = mandiri
TOTAL SKOR 85

Interpretasi:
0-20 = ketergantungan total
21-60 = Ketergantungan berat
61-90 = ketergantungan sedang
91-99 = ketergantungan ringan
100 = mandiri

Dari hasil pengukuran dengan indeks barthel klien mengalami ketergantungan


sedang.

2. Aspek Kognitif
MMSE (Mini Mental Status Exam)
Nama : Ny. M
Tgl/Jam : 16 November 2016 / 10.00

No Aspek Nilai Nilai Kriteria


Kognitif maksimal Klien
1 Orientasi 5 5 Menyebutkan dengan benar :
Tahun : 2016 Hari : Rabu
Musim : Hujan Bulan :
November
Tanggal : 16
2 Orientasi 5 5 Dimana sekarang kita berada ?
Negara: Indonesia RS : RS. B
Propinsi : Jawa Timur Kamar :
Ruang M
Kabupaten/kota : Malang
Registrasi 3 3 Sebutkan 3 nama obyek (misal : kursi,
piring, kertas), kemudian ditanyakan
kepada klien, menjawab :
1) Kursi 2). piring 3).
Kertas
4 Perhatian 5 3 Meminta klien berhitung mulai dari 100
dan kemudian kurangi 7 sampai 5 tingkat.
kalkulasi Jawaban :
1). 93 2). 86 3). 79 4). 72
5). 65
5 Mengingat 3 3 Minta klien untuk mengulangi ketiga
obyek pada poin ke- 3 (tiap poin nilai 1)
1) Kursi 2) Kertas 3) Piring
6 Bahasa 9 8 Menanyakan pada klien tentang benda
(sambil menunjukan benda tersebut).
1). Gelas
2). Sendok
3). Minta klien untuk mengulangi kata
berikut :
tidak ada, dan, jika, atau tetapi )
Klien menjawab :
Tidak ada, dan, jika, atau tetapi.
Minta klien untuk mengikuti perintah
berikut yang terdiri 3 langkah.
4). Ambil kertas ditangan anda
5). Lipat dua
6). Taruh dilantai.
Perintahkan pada klien untuk hal berikut
(bila aktifitas sesuai perintah yang
dituliskan di kertas nilai satu poin.
7). Tutup mata anda
8). Perintahkan kepada klien untuk
menulis kalimat dan
9). Menyalin gambar 2 segi lima yang
saling bertumpuk

Total nilai 30 27
Interpretasi hasil :
24 30 : tidak ada gangguan kognitif
18 23 : gangguan kognitif sedang
0 - 17 : gangguan kognitif berat

Dari hasil pengukuran dengan MMSE (Mini Mental Status Exam) klien mengalami
gangguan kognitif.

3. Tes Keseimbangan
Time Up Go Test
No Tanggal Pemeriksaan Hasil TUG (detik)
1 16 November 2016 50 detik
2 17 November 2016 60 detik
3 18 November 2016 90 detik
Rata-rata Waktu TUG 66,67 detik

Interpretasi hasil Diperkirakan membutuhkan bantuan


dalam mobilisasi dan melakukan
ADL.

Interpretasi hasil:
Apabila hasil pemeriksaan TUG menunjukan hasil berikut:
>13,5 detik Resiko tinggi jatuh
>24 detik Diperkirakan jatuh dalam kurun waktu 6
bulan
>30 detik Diperkirakan membutuhkan bantuan dalam
mobilisasi dan melakukan ADL
4. GDS
Pengkajian Depresi
Jawaban
No Pertanyaan
Ya Tdk Hasil
1. Anda puas dengan kehidupan anda saat ini 0 1 0
2. Anda merasa bosan dengan berbagai aktifitas dan kesenangan 1 0 0
3. Anda merasa bahwa hidup anda hampa / kosong 1 0 0
4. Anda sering merasa bosan 1 0 0
5. Anda memiliki motivasi yang baik sepanjang waktu 0 1 0
8. Anda takut ada sesuatu yang buruk terjadi pada anda 1 0 1
7. Anda lebih merasa bahagia di sepanjang waktu 0 1 0
8. Anda sering merasakan butuh bantuan 1 0 1
9. Anda lebih senang tinggal dirumah daripada keluar 1 0 0
melakukan sesuatu hal
10. Anda merasa memiliki banyak masalah dengan ingatan anda 1 0 0
11. Anda menemukan bahwa hidup ini sangat luar biasa 0 1 0
12. Anda tidak tertarik dengan jalan hidup anda 1 0 0
13. Anda merasa diri anda sangat energik / bersemangat 0 1 1
14. Anda merasa tidak punya harapan 1 0 0
15. Anda berfikir bahwa orang lain lebih baik dari diri anda 1 0 0
Jumlah 3
Interpretasi :Jika Diperoleh skore 5 atau lebih, maka diindikasikan depresi
Dari hasil pengukuran diatas, dapat diindikasikan klien tidak mengalami depresi.
5. Status Nutrisi
Pengkajian determinan nutrisi pada lansia:

No Indikators Score Pemeriksaan


1. Menderita sakit atau kondisi yang mengakibatkan 2 0
perubahan jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi
2. Makan kurang dari 2 kali dalam sehari 3 0
3. Makan sedikit buah, sayur atau olahan susu 2 1
4. Mempunyai tiga atau lebih kebiasaan minum minuman 2 0
beralkohol setiap harinya
5. Mempunyai masalah dengan mulut atau giginya sehingga 2 0
tidak dapat makan makanan yang keras
6. Tidak selalu mempunyai cukup uang untuk membeli 4 0
makanan
7. Lebih sering makan sendirian 1 0
8. Mempunyai keharusan menjalankan terapi minum obat 3 1 1
kali atau lebih setiap harinya
9. Mengalami penurunan berat badan 5 Kg dalam enam 2 0
bulan terakhir
10. Tidak selalu mempunyai kemampuan fisik yang cukup 2 0
untuk belanja, memasak atau makan sendiri
Total score 2
Interpretasi:
0 2 : Good
3 5 : Moderate nutritional risk
6 : High nutritional risk
Dari hasil pengkajian determinan nutrisi diatas, klien tidak mengalami gangguan
pemenuhan nutrisi.

6. Fungsi social lansia


APGAR keluarga dengan lansia
Alat Skrining yang dapat digunakan untuk mengkaji fungsi sosial lansia

NO URAIAN FUNGSI SKORE


1. Saya puas bahwa saya dapat kembali pada keluarga ADAPTATION 2
(teman-teman) saya untuk membantu pada waktu
sesuatu menyusahkan saya
2. Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman)saya PARTNERSHI 2
membicarakan sesuatu dengan saya dan P
mengungkapkan masalah dengan saya
3. Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) saya GROWTH 2
menerima dan mendukung keinginan saya untuk
melakukan aktivitas / arah baru
4. Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) saya AFFECTION 2
mengekspresikan afek dan berespon terhadap emosi-
emosi saya seperti marah, sedih/mencintai
5. Saya puas dengan cara teman-teman saya dan saya RESOLVE 2
menyediakan waktu bersama-sama
Kategori Skor: TOTAL 10
Pertanyaan-pertanyaan yang dijawab:
1). Selalu : skore 2 2). Kadang-kadang :
1
3). Hampir tidak pernah : skore 0
Intepretasi:
< 3 = Disfungsi berat
4 - 6 = Disfungsi sedang
> 6 = Fungsi baik
Dari hasil pengukuran APGAR diatas, dapat diinterpretasikan fungsi sosial klien baik.
Tidak mengalami disfungsi.

7. Hasil pemeriksaan Diagnostik :


No Jenis pemeriksaan Tanggal Hasil
Diagnostik Pemeriksaan

Analisa Data
Data Masalah
DS : Obat diuretik, Melemahnya otot dasar
Klien mengatakan tidak dapat menahan panggul
jika sudah terasa ingin BAK.
Klien juga mengatakan saat dia bersin, Perubahan otot urinari
membungkuk, batuk tiba-tiba keluar
sedikit air kencing. Gangguan kontrol berkemih
Keluarga mengatakan Ny.M sering
kencing tanpa disadari (ngompol). Defisiensi tekanan uretra

Sering ngompol terutama di malam hari.


Gangguan eliminasi urine
DO :
Sebelumnya Ny.M ada riwayat hipertensi
2 tahun lalu dan mengonsumsi obat
diuretik.
Frekuensi berkemih tiap hari sekitar 15-
18x.
Terdapat distensi kandung kemih.

DS : Obat diuretik, Melemahnya otot dasar


Klien mengatakan disekitar area genitalia panggul
terasa nyeri, panas dan gatal.
Perubahan otot urinari
DO :
Terdapat iritasi dan ruam kemerahan pada Gangguan kontrol berkemih
sekitar area genitalia dan pangkal paha.
Tekanan dalam kandung kemih
meningkat
Klien menggunakan popok namun sehari
hanya menggantinya 2x sehingga terasa Inkontinensia stres
lembab.
Tekanan kandung kemih > tekanan
uretra

Tekanan pada rongga perut meningkat

Kandung kemih bocor

Saat batuk, bersin, tertawa, mengedan


terjadi rembesan urine

Mengenai area genetalia

Resiko kerusakan integritas kulit


DS : Obat diuretik, Melemahnya otot dasar
Ny.M mengatakan minumnya tiap hari panggul
sekitar 200 ml.
Perubahan otot urinari
DO :
Saat dilakukan pengkajian Ny.M Gangguan kontrol berkemih
kelembaban bibir kering.
TB & BB 150 cm, 45 kg. Tekanan dalam kandung kemih

Output 2100 cc. meningkat

Inkontinensia stres
Tekanan kandung kemih > tekanan
uretra

Tekanan pada rongga perut meningkat

Kandung kemih bocor

Saat batuk, bersin, tertawa, mengedan


terjadi rembesan urine

Pembatasan intake cairan

Ketidakseimbangan intake output


cairan dan elektrolit

Resiko kekurangan volume cairan

B. Diagnosa Keperawatan
1) Domain 3 : Eliminasi dan pertukaran
Kelas 1 : Fungsi urinarius
Diagnosa : Gangguan eliminasi urine (00016).
2) Domain 11 : Keamanan/perlindungan
Kelas 2 : Cedera fisik
Diagnosa : Resiko kerusakan integritas kulit (00047)
3) Domain 2 : Nutrisi
Kelas 5 : Hidrasi
Diagnosa : Resiko kekurangan volume cairan (00026)
C. Intervensi Keperawatan
1) Gangguan eliminasi urine (00016)
NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, Manajemen eliminasi perkemihan
gangguan eliminasi urine berkurang, (Domain 1, Kelas B, Kode 0590)
dengan kriteria: Kaji pola eliminasi urine dalam
1) Domain IV, Kelas Q meliputi frekuensi, konsistensi, bau,
Kontrol gejala (1608) volume, dan warna.
a. Memantau munculnya gejala, Pantau tanda dan gejala inkontinensia
yakni sering kencing tanpa disadari urine.
(ngompol) Anjurkan keluarga untuk mencatat
b. Memantau lama bertahannya output urine dengan sesuai.
gejala tersebut Ajarkan pasien untuk minum 8 gelas /
c. Memantau keparahan gejala 1500 cc per hari.
tersebut Bantu pasien untuk mengembangkan
d. Memantau frekuensi gejala rutinitas eliminasi dengan tepat.
tersebut Pantau tanda dan gejala adanya infeksi
e. Melakukan tindakan mengurangi saluran kemih.
gejala tersebut
f. Mendapatkan perawatan kesehatan Perawatan inkontinensia urine (Domain 1,
ketika gejala muncul Kelas B, Kode 0610)
g. Melaporkan gejala yang dapat Diskusikan dengan pasien mengenai
dikontrol. prosedur tindakan dan target yang
diharapkan
2) Domain I, kelas B
Batasi intake cairan 2-3 jam sebelum
Penuaan fisik (0113)
tidur
a. Kekuatan otot
b. Tonus otot kandung kemih
Sediakan popok kain yang nyaman dan
sesuai jika nanti sudah tidak terpasang
kateter.
Ajarkan keluarga tentang modifikasi
pakaian dan lingkungan.
Berikan obat diuretik sesuai program
terapi.

Latihan otot pelvis (Domain 1, Kelas B,


Kode 0560)
Kaji kemampuan urgensi berkemih
pasien.
Instruksikan pasien untuk menahan
otot-otot sekitar uretra dan anus,
kemudian relaksasi, seolah-olah ingin
buang air.
Instruksikan pasien untuk tidak
mengkontraksikan perut, pangkal paha
dan pinggul. Menahan nafas atau
mengejan selama latihan.
Instruksikan pasien untuk melakukan
latihan pengencangan otot, dengan
melakukan 300 kontraksi, menahan
kontraksi selama 10 detik, dan
relaksasi selama 10 menit diantara sesi
kontraksi, sesuai dengan protokol.
Informasikan pasien bahwa latihan ini
akan efektif jika dilakukan 6-12
minggu.
Berikan umpan balik positif selama
latihan dilakukan.
Sediakan informasi mengenai latihan
otot pelvis ini dalam bentuk tulisan
mengenai langkah-langkah
pelaksanaannya.

2) Resiko kerusakan integritas kulit (00047)


NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, Perawatan kulit: pengobatan topikal
kerusakan integritas kulit tidak terjadi, (Domain II, Kelas L, Kode 3584)
dengan kriteria: Kaji apakah ada tanda-tanda kerusakan
1) Domain IV, Kelas T integritas kulit.
Kontrol resiko (1902) Beri pasien pakaian yang longgar.
a. Mengidentifikasi faktor resiko. Bersihkan dengan sabun antibakteri
b. Mengembangkan strategi yang dengan tepat.
efektif dalam mengontrol resiko. Lakukan perawatan kulit dengan
c. Menyesuaikan strategi kontrol bubuk obat sesuai resep dokter.
resiko. Berikan popok yang longgar bila
d. Menjalankan strategi kontrol pasien perlu memakainya.
resiko yang sudah ditetapkan. Berikan bedak kering ke dalam lipatan
e. Menggunakan fasilitas kesehatan kulit.
yang sesuai dengan kebutuhan.
f. Mengenali perubahan status Berikan salep antibiotik atau anti
kesehatan, inflamasi atau anti jamur sesuai dengan
resep dokter.
Periksa kulit setiap hari untuk
mengurangi resiko kerusakan
integritas kulit.

3) Resiko kekurangan volume cairan (00026)


NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan Fluid management (4120)
keperawatan, tidak terjadi ganguan 1) Kaji dan dokumentasikan turgor kulit,
kekurangan volume cairan, dengan kondisi membran mukosa, TTV.
kriteria hasil : 2) Catat intake dan output secara
1) Domain II, Kelas K adekuat.
Nutritional Status (1004) 3) Jika klien mampu, anjurkan untuk
a. Intake nutrisi mengkonsumsi cairan per oral dengan
b. Intake makanan perlahan, dan tingkatkan jumlah
c. Intake cairan cairan sesuai order.
d. Hidrasi 4) Tes urine terhadap aseton, albumin
dan glukosa.
5) Monitoring status nutrisi.
6) Kolaborasikan dengan dokter untuk
pemberian cairan intravena sesuai
order yang terdiri dari elektrolit,
glukosa dan vitamin..
DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Azwar H., et all. 2010. Penyakit di Usia Tua. Jakarta : EGC.
Bulechek, G. M., et al. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) edisi 5. Amerika:
Mosby.
Herdman, T. Heather., Shigemi, K. 2015. Nanda International Inc Diagnosis Keperawatan:
Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Jakarta : EGC.
Martono, H. H., Pranaka, Kris. 2015. Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri (Ilmu Kesehatan
Usia Lanjut). Jakarta : Badan Penerbit FKUI.
Moorhead, S., et all. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) edisi 5. St. Louis, MO:
Elsevier.
Mass, et all. 2011. Asuhan Keperawatan Geriatrik: Diagnosis NANDA, Kriteria Hasil NOC,
& Intervensi NIC. Jakarta: EGC.

Sharif, L.O. 2012. Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai