Anda di halaman 1dari 31

Nazza R Ramdhagama

1102014190

Sasbel

1. MM KLB di masyarakat berdasarkan angka morbiditas/mortalitas


2. MM perilaku kesehatan individu di masyarakat
3. MM mengenai cakupan dan mutu pelayanan kesehatan serta imunisasi
4. MM aspek sosial dan budaya masyarakat dalam mengakses pemanfaatan
layanan masyarakat
5. MM sistem rujukan kesehatan masyarakat
6. MM tujuan syariat Islam dlm konsep KLB
7. MM hokum menjaga kesehatan dan berobat dalam islam
1. Memahami dan Menjelaskan Kejadian Luar Biasa Berdasarkan
Morbiditas dan Mortalitas.

Definisi KLB
Kejadian Luar Biasa (adalah ) Timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau
kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu
tertentu. Status Kejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
949/MENKES/SK/VII/2004.

Wabah adalah berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah
penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada
waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. Menteri menetapkan
dan, mencabut daerah tertentu dalam wilayah Indonesia yang terjangkit wabah
sebagai daerah wabah

Perbedaan definisi antara Wabah dan KLB :


Wabah harus mencakup:
Jumlah kasus yang besar.
Daerah yang luas
Waktu yang lebih lama.
Dampak yang timbulkan lebih berat.

Ketentuan KLB untuk DBD :


Jumlah kasus bulan ini >2 X dari kasus bulan yang sama tahun lalu
Jumlah kasus bulan ini > 2X dari rata-rata tahun lalu
Jumlah kasus bulan ini > dari jumlah kasus tertinggi tahun lalu
1 kasus kematian
1 kasus DSS

Tujuan Umum KLB :


Mencegah meluasnya (penanggulangan)
Mencegah terulangnya KLB di masa yang akan datang (pengendalian)

Tujuan khusus :
Diagnosis kasus yang terjadi dan mengidentifikasi penyebab penyakit
Memastikan bahwa keadaan tersebut merupakan KLB
Mengidentifikasikan sumber dan cara penularan
Mengidentifikasi keadaan yang menyebabkan KLB
Mengidentifikasikan populasi yang rentan atau daerah yang beresiko akan terjadi
KLB

Penyebab KLB

1. Herd Immunity yang rendah


Yang mempengaruhi rendahnya faktor itu, sebagian masyarakat sudah tidak kebal
lagi, atau antara yang kebal dan tidak mengelompok tersendiri.
2. Patogenesiti
Kemampuan bibit penyakit untuk menimbulkan reaksi pada pejamu sehingga timbul
sakit.

3. Lingkungan Yang Buruk


Seluruh kondisi yang terdapat di sekitar organisme tetapi mempengaruhi kehidupan
ataupun perkembangan organisme tersebut.
Penyakit yang terindikasi mengalami peningkatan kasus secara cepat.
Merupakan penyakit menular dan termasuk juga kejadian keracunan.
Mempunyai masa inkubasi yang cepat.
Terjadi di daerah dengan padat hunian.

Jenis penyakit yang menimbulkan KLB :


Penyakit menular : Diare, Campak, Malaria, DHF
Penyakit tidak menular : Keracunan, Gizi buruk
Kejadian bencana alam yang disertai dengan wabah penyakit

Klasifikasi KLB

Karakteristik Penyakit yang berpotensi KLB :


Penyakit yang terindikasi mengalami peningkatan kasus secara cepat.
Merupakan penyakit menular dan termasuk juga kejadian keracunan.
Mempunyai masa inkubasi yang cepat.
Terjadi di daerah dengan padat hunian.

Klasifikasi KLB menurut Penyebab:


1. Toksin
a. Entero toxin, misal yang dihasilkan oleh Staphylococus aureus, Vibrio,
Kholera, Eschorichia, Shigella.
b. Exotoxin (bakteri), misal yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum,
Clostridium perfringens.
c. Endotoxin.
2. Infeksi : Virus, Bacteri, Protozoa, Cacing.
3. Toksin Biologis : Racun jamur, Alfatoxin, Plankton, Racun ikan, Racun tumbuh-
tumbuhan
4. Toksin Kimia Zat kimia organik: logam berat (seperti air raksa, timah), logam-
logam lain cyanida. Zat kimia organik: nitrit, pestisida. Gas-gas beracun: CO, CO2,
HCN, dan sebagainya

Klasifikasi menurut Sumber KLB

1. Manusia, ex: jalan napas, tenggorokan, tangan, tinja, air seni, muntahan, seperti
Salmonella, Shigella, Staphylococus, Streptoccocus, Protozoa, Virus Hepatitis.
2. Kegiatan manusia, ex : Toxin biologis dan kimia (pembuangan tempe bongkrek,
penyemprotan, pencemaran lingkungan, penangkapan ikan dengan racun).
3. Binatang, ex : binatang piaraan, ikan, binatang mengerat, contoh : Leptospira,
Salmonella, Vibrio, Cacing dan parasit lainnya, keracunan ikan/plankton
4. Serangga (lalat, kecoa, dan sebagainya), ex : Salmonella, Staphylokok, Streptokok.
5. Udara, ex : Staphyloccoccus, Streptococcus, Virus, pencemaran udara.
6. Permukaan benda-benda/alat-alat, ex : Salmonella.
7. Air, ex : Vibrio Cholerae, Salmonella.
8. Makanan/minuman, misal : keracunan singkong, jamur, makanan dalam kaleng.

Kriteria KLB

Status Kejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
949/MENKES/SK/VII/2004. Kejadian Luar Biasa dijelaskan sebagai timbulnya atau
meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis
pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.

Kriteria tentang Kejadian Luar Biasa mengacu pada Keputusan Dirjen No. 451/91,
tentang Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa. Menurut
aturan itu, suatu kejadian dinyatakan luar biasa jika ada unsur:

1. Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak
dikenal
2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun waktu
berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu)
3. Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali lipat atau lebih dibandingkan
dengan periode sebelumnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun).Jumlah
penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan 2 kali lipat atau lebih
bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.
4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali lipat
atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun
sebelumnya.
5. Angka rata-rata per bulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua kali
lipat atau lebih dibanding dengan angka rata-rata per bulan dari tahun
sebelumnya.
6. Case Fatality Rate dari suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu
menunjukan kenaikan 50% atau lebih, dibanding dengan CFR dari periode
sebelumnya.
7. Propotional Rate (PR) penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibanding periode yang sama dan kurun
waktu/tahun sebelumnya.
8. Beberapa penyakit khusus : Kholera, "DHF/DSS": a). Setiap peningkatan
kasus dari periode sebelumnya (pada daerah endemis). b) Terdapat satu atau
lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggu sebelumnya daerah
tersebut dinyatakan bebas dari penyakit yang bersangkutan.
9. Beberapa penyakit yg dialami 1 atau lebih penderita: Keracunan makanan,
Keracunan pestisida.
Metodologi Penyelidikan KLB
Tingkat atau pola dalam penyelidikan KLB ini sangat sulit ditentukan, sehingga
metoda yang dipakai pada penyelidikan KLB sangat bervariasi. Menurut Kelsey et al.,
1986; Goodman et al., 1990 dan Pranowo, 1991, variasi tersebut meliputi :
1. Rancangan penelitian, dapat merupakan suatu penelitian prospektif atau
retrospektif tergantung dari waktu dilaksanakannya penyelidikan. Dapat
merupakan suatu penelitian deskriptif, analitik atau keduanya.
2. Materi (manusia, mikroorganisme, bahan kimia, masalah administratif),
3. Sasaran pemantauan, berbagai kelompok menurut sifat dan tempatnya (Rumah
sakit, klinik, laboratorium dan lapangan).
4. Setiap penyelidikan KLB selalu mempunyai tujuan utama yang sama yaitu
mencegah meluasnya (penanggulangan) dan terulangnya KLB di masa yang
akan datang (pengendalian), dengan tujuan khusus :
a. Diagnose kasus-kasus yang terjadi dan mengidentifikasi penyebab penyakit
b. Memastikan keadaan tersebut merupakan KLB
c. Mengidentifikasikan sumber dan cara penularan
d. Mengidentifikasi keadaan yang menyebabkan KLB
e. Mengidentifikasikan populasi yang rentan atau daerah yang berisiko akan
terjadi KLB

Langkah-langkah Penyelidikan KLB


1. Persiapan penelitian lapangan
2. Menetapkan apakah kejadian tersebut suatu KLB
3. Memastikan Diagnose Etiologis
4. Mengidentifikasikan dan menghitung kasus atau paparan
5. Mendeskripsikan kasus berdasarkan orang, waktu, dan tempat
6. Membuat cara penanggulangan sementara dengan segera (jika diperlukan)
7. Mengidentifikasi sumber dan cara penyebaran
8. Mengidentikasi keadaan penyebab KLB
9. Merencanakan penelitian lain yang sistematis
10. Menetapkan saran cara pencegahan atau penanggulangan
11. Menetapkan sistim penemuan kasus baru atau kasus dengan komplikasi
12. Melaporkan hasil penyelidikan kepada Instansi kesehatan setempat dan kepada
sistim pelayanan kesehatan yang lebih tinggi
Penanggulangan KLB

Penanggulangan KLB dikenal dengan nama Sistem Kewaspadaan Dini (SKD-KLB),


yang dapat diartikan sebagai suatu upaya pencegahan dan penanggulangan KLB
secara dini dengan melakukan kegiatan untuk mengantisipasi KLB. Kegiatan yang
dilakukan berupa pengamatan yang sistematis dan terus-menerus yang mendukung
sikap tanggap/waspada yang cepat dan tepat terhadap adanya suatu perubahan status
kesehatan masyarakat. Kegiatan yang dilakukan adalah pengumpulan data kasus baru
dari penyakit-penyakit yang berpotensi terjadi KLB secara mingguan sebagai upaya
SKD-KLB. Data-data yang telah terkumpul dilakukan pengolahan dan analisis data
untuk penyusunan rumusan kegiatan perbaikan oleh tim epidemiologi (Dinkes Kota
Surabaya, 2002).

Berdasarkan Undang-undang No. 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular serta
Peraturan Menteri Kesehatan No. 560 tahun 1989, maka penyakit DBD harus
dilaporkan segera dalam waktu kurang dari 24 jam. Undang-undang No. 4 tahun 1984
juga menyebutkan bahwa wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit
menular dalam masyarakat, yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata
melebihi dari keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat
menimbulkan malapetaka. Dalam rangka mengantisipasi wabah secara dini,
dikembangkan istilah kejadian luar biasa (KLB) sebagai pemantauan lebih dini
terhadap kejadian wabah. Tetapi kelemahan dari sistem ini adalah penentuan penyakit
didasarkan atas hasil pemeriksaan klinik laboratorium sehingga seringkali KLB
terlambat diantisipasi (Sidemen A., 2003).

Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem
surveilans dengan menggunakan teknologi informasi (computerize) yang disebut
dengan Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS). EWORS adalah
suatu sistem jaringan informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk
menyampaikan berita adanya kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh
Indonesia ke pusat EWORS secara cepat (Badan Litbangkes, Depkes RI). Melalui
sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat, sehingga
tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin. Dalam masalah
DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD
dari segi jumlah, gejala/karakteristik penyakit, tempat/lokasi, dan waktu kejadian dari
seluruh rumah sakit DATI II di Indonesia (Sidemen A., 2003)

Penaggulangan KLB Adalah kegiatan yg dilaksanakan utk menangani penderita,


mencegah perluasan KLB, mencegah timbulnya penderita atau kematian baru pada
suatu KLB yg sedang terjadi

Tujuan penanggulangan KLB :


Mengenal dan mendeteksi sedini mungkin terjadinya klb
Melalukan penyelidikan klb
Memberikan petunjuk dalam mencari penyebab dan diagnose klb
Memberikan petunjuk pengiriman dan penanggulangan klb
Mengembangkan sistem pengamatan yang baik dan menyeluruh, dan
menyusun perencanaan yang mantap untuk penanggulangan klb

Upaya Penanggulangan KLB :


Penyelidikan epidemiologis
Pemeriksaan, pengobatan, perawatan dan isolasi penderita termasuk tindakan
karantina
Pencegahan dan pengendalian
Pemusnahan penyebab penyakit
Penanganan jenazah akibat wabah
Penyuluhan kepada masyarakat

Indikator Program penanggulangan KLB adalah :


Terselenggaranya system kewaspadaan dini KLB di unit-unit pelayanan
wilayan puskesmas, kabupaten/kota, propinsi dan nasional.
Deteksi dan respon dini KLB
Tidak terjadi KLB besar.

Indikator Keberhasilan Penanggulangan KLB :


Menurunnya frek KLB
Menurunnya jumlah kasus pada setiap KLB
Menurunnya jumlah kematian pada setiap KLB
Memendeknya periode KLB
Menyempitnya penyebarluasan wilayah KLB

Penanggulangan pasien saat KLB :

1. Jangka pendek
Menemukan dan mengobati pasien
Melakukan rujukan dengan cepat
Malakukan kaporasi sumber air dan disinfeksi kotoran yang tercemar
Memberi penyuluhan tentang hygiene dan sanitasi lingkungan
Melakukan koordinasi lintas program dan lintas sektoral
2. Jangka panjang
Memperbaiki faktor lingkungan
Mengubah kebiasaan tidak sehat menjadi sehat
Pelatihan petugas

Upaya penaggulangan KLB DBD :


Pengobatan/ perawatan penderita
Penyelidikan epidemiologi
Pemberantasan vector
Penyuluhan kepada mayarakat
Evaluasi/ penilaian penanggulangan KLB

Indikator keberhasilan penanggulangan KLB


1. Menurunnya frekuensi KLB.
2. Menurunnya jumlah kasus pada setiap KLB.
3. Menurunnya jumlah kematian pada setiap KLB.
4. Memendeknya periode KLB.
5. Menyempitnya penyebarluasan wilayah KLB.
PENGUKURAN ANGKA KESAKITAN/ MORBIDITAS

INCIDENCE RATE
Incidence rate adalah frekuensi penyakit baru yang berjangkit dalam masyarakat di
suatu tempat / wilayah / negara pada waktu tertentu

PREVALENCE RATE
Prevalence rate adalah frekuensi penyakit lama dan baru yang berjangkit dalam
masyarakat di suatu tempat/ wilayah/ negara pada waktu tertentu. PR yang ditentukan
pada waktu tertentu (misal pada Juli 2000) disebut Point Prevalence Rate. PR yang
ditentukan pada periode tertentu (misal 1 Januari 2000 s/d 31 Desember 2000) disebut
Periode Prevalence Rate.

ATTACK RATE
Attack Rate adalah jumlah kasus baru penyakit dalam waktu wabah yang berjangkit
dalam masyarakat di suatu tempat/ wilayah/ negara pada waktu tertentu

PENGUKURAN MORTALITY RATE

CRUDE DEATH RATE


CDR adalah angka kematian kasar atau jumlah seluruh kematian selama satu tahun
dibagi jumlah penduduk pada pertengahan tahun

SPECIFIC DEATH RATE


SDR adalah jumlah seluruh kematian akibat penyakit tertentu selama satu tahun
dibagi jumlah penduduk pada pertengahan tahun
CASE FATALITY RATE
CFR adalah persentase angka kematian oleh sebab penyakit tertentu, untuk
menentukan kegawatan/ keganasan penyakit tersebut

MATERNAL MORTALITY RATE


MMR = AKI = Angka kematian Ibu adalah jumlah kematian ibu oleh sebab
kehamilan/ melahirkan/ nifas (sampai 42 hari post partum) per 100.000 kelahiran
hidup

INFANT MORTALITY RATE


IMR = AKB = angka kematian bayi adalah jumlah kematian bayi (umur <1tahun) per
1000 kelahiran hidup

NEONATAL MORTALITY RATE


NMR = AKN = Angka Kematian Neonatal adalah jumlah kematian bayi sampai umur
< 4 minggu atau 28 hari per 1000 kelahiran hidup

PERINATAL MORTALITY RATE


PMR = AKP = angka Kematian Perinatal adalah jumlah kematian janin umur 28
minggu s/d 7 hari seudah lahir per 1000 kelahiran hidup

LI 2. Memahami dan Menjelaskan Perilaku Kesehatan Individu dan


Kesehatan Masyarakat (Care Seeking Behaviour)

Pengertian Perilaku
Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk
hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua
makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu
berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Dari uraian ini
dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan
atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat
diamati oleh pihak luar. Skiner (1938) seorang ahli psikologis, merumuskan bahwa
perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari
luar).
Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan
menjadi dua:
1. Perilaku tertutup (covert behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup
(covert). Misalnya : seorang ibu hamil tahu pentingnya periksa kehamilan,
seorang pemuda tahu bahwa HIV/AIDS dapat menular melalui hubungan seks,
dan sebagainya.
2. Perilaku terbuka (overt behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau
terbuka. Misalnya : seorang ibu memeriksa kehamilannya atau membawa
anaknya ke puskesmas untuk diimunisasi.
Perilaku Kesehatan Individu
Perilaku kesehatan individu pada dasarnya adalah suatu respons seseorang
(organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem
pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Batasan ini mempunyai 2 unsur
pokok, yakni respons dan stimulus atau perangsangan. Respons atau reaksi manusia,
baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi, dan sikap) maupun bersifat aktif (tindakan
yang nyata atau practice). Sedangkan stimulus atau rangsangan terdiri 4 unsur pokok,
yakni : sakit & penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan lingkungan. Dari
batasan ini perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelompok :

1) Perilaku Pemeliharaan Kesehatan (health maintenance) adalah perilaku atau


usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak
sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebeb itu perilaku
pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek :
a. Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila sakit,
serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.
b. perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan
sakit.
c. perilaku gizi (makanan & minuman).
2) Perilaku Pencarian atau Penggunaan Sistem atau Fasilitas Pelayanan
Kesehatan atau sering disebut Perilaku Pencarian Pengobatan (health seeking
behavior) adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat
menderita dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari
mengobati sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan ke luar negeri.
3) Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior), yakni respons seseorang
terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan, meliputi
pengetahuan, persepsi, sikap dan praktek kita terhadap makanan serta unsur-
unsur yang terkandung di dalamnya/zat gizi, pengelolaan makanan, dll.
4) Perilaku Kesehatan Lingkungan adalah bagaimana seseorang merespon
lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya dan bagaimana
sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Seorang ahli
lain (Becker, 1979) membuat klasifikasi tentang perilaku kesehatan ini.
a. Perilaku hidup sehat adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan
upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan
meningkatkan kesehatannya. Perilaku ini mencakup antara lain :
a) Menu seimbang
b) Olahraga teratur
c) Tidak merokok
d) Tidak minum-minuman keras dan narkoba
e) Istirahat yang cukup
f) Pengendalian stres
g) Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan
b. Perilaku sakit mencakup respon seseorang terhadap sakit dan penyakit.
Persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang penyebab dan gejala
penyakit, pengobatan penyakit dan sebagainya, dsb.
c. Perilaku peran sakit (the sick role behavior) mencakup :
a) Tindakan untuk memperoleh kesembuhan.
b) Mengenal/mengetahu fasilitas atau sasaran pelayanan
penyembuhan penyakit yang layak.
c) Mengetahu hak (misalnya : hak memperoleh perawatan dan
pelayanan kesehatan).
Kosa & Robertson mengatakan bahwa perilaku kesehatan individu cenderung
dipengaruhi oleh kepercayaan orang yang bersangkutan terhadap kondisi kesehatan
yang diinginkan dan kurang berdasarkan pada pengetahuan biologi. Pada umumnya
tindakan yang diambil berdasarkan penilaian individu atau mungkin dibantu oleh
orang lain terhadap gangguan tersebut. Penilaian semacam ini menunjukkan bahwa
gangguan yang dirasakan individu menstimulasi dimulainya suatu proses sosial
psikologis. Proses semacam ini menggambarkan berbagai tindakan yang dilakukan si
penderita mengenai gangguan yang dialami dan merupakan bagian integral interaksi
sosial pada umumnya. Proses ini mengikuti suatu keteraturan tertentu yang dapat
diklasifikasikan dalam 4 bagian, yakni :
1) Adanya suatu penilaian dari orang yang bersangkutan terhadap suatu
gangguan atau ancaman kesehatan. Dalam hal ini persepsi individu yang
bersangkutan atau orang lain (anggota keluarga) terhadap gangguan tersebut
akan berperan.
2) Timbulnya kecemasan karena adanya persepsi terhadap gangguan tersebut.
Disadari bahwa setiap gangguan kesehatan akan menimbulkan kecemasan baik
bagi yang bersangkutan maupun bagi anggota keluarga lainnya.. Dari
ancaman-ancaman ini akan menimbulkan bermacam-macam bentuk perilaku.
3) Penerapan pengetahuan orang yang bersangkutan mengenai hal-hal yang
berhubungan dengan masalah kesehatan, khususnya mengenai gangguan yang
dialaminya..
4) Dilakukannya tindakan manipulatif untuk meniadakan atau menghilangkan
kecemasan atau gangguan tersebut. Di dalam hal ini baik orang awam maupun
tenaga kesehatan melakukan manipulasi tertentu dalam arti melakukan sesuatu
untuk mengatasi gangguan kesehatan. Dari sini lahirlah pranata-pranata
kesehatan baik tradisional maupun modern.

PENDIDIKAN KESEHATAN MASYARAKAT


Prinsip pendidikan kesehatan masyarakat
a. Pendidikan kesehatan bukan hanya pelajaran di kelas tetapi merupakan kumpulan
pengalaman dimana saja dan kapan saja sepanjang dapat mempengaruhi
pengetahuan sikap dan kebiasaan sasaran pendidikan
b. Pendidikan kesehatan tidak dapat secara mudah diberikan oleh seseorang kepada
orang lain karena pada akhirnya sasaran pendidikan itu sendiri yang dapat
mengubah kebiasaan dan tingkah lakunya sendiri.
c. Bahwa yang harus dilakukan oleh pendidik adalah menciptakan sasaran agar
individu keluarga, kelompok dan masyarakat dapat mengubah sikap dan tingkah
lakunya sendiri.
d. Penddikan kesehatan dikatakan berhasil bila sasaran pendidikan
( individu),keluarga, kelompok, dan masyarakat) sudah mengubah sikap dan
tingkah lakunya sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Ruang Lingkup Pendidikan kesehatan masyarakat.


Dimensi sasaran
Pendidikan kesehatan individu dengan sasaran individu
Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok masyarakat tertentu
Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat luas

Dimensi tempat pelaksanaan


Pendidikan kesehatan dirumah sakit dengan sasaran pasien dan keluarga
Pendidikan kesehatan di sekolah dengan sasaran pelajar
Pendidikan kesehatan di masyarakat atau tempat kerja dengan sasaran masyarakat
atau pekerja
Dimensi tingkat pelayanan kesehhatan
Pendidikan kesehatan promosi kesehatan ( health promotion) missal ;
Peningkatan gizi, perbaikan sanitasi lingkungan , gaya hidup dan sebagainya
Pendidikan kesehatan untuk perlindungan khusus ( specific Protection) missal :
imunisasi
Pendidikan kesehatan untuk diagnosis dini dan pengobatan tepat (early diagnostic
and promt treatment ) missal : dengan pengobatan layak dan sempurna dapat
menghindari dari resiko kecacatan
Pendidikan kesehatan untuk rehabilitasi missal : dengan memulihkan kondisi
cacat melalui latihan latihan tertentu

METODE PENDIDIKAN KESEHATAN MASYARAKAT


a. Metode pendidikan individual ( perorangan)
Bimbingan dan penyuluhan ( guidance and counseling) yaitu ; kontak antara
klien dengan petugas lebih intensif, setiap masalah yang dihadapi oleh klien
dapat dikoreksi dan dibantu penyelesaianya, akhirnya klien tersebut akan
dengan sukarela dan bedasarkan kesadaran penuh pengertian akan menerima
perilaku tersebut ( mengubah prilaku)
Interview ( wawancara);Yaitu merupakan bagian dari bimbingan dan
penyuluhan dan menggali informasi mengapa ia tidak atau belum menerima
perubhan untuk mengetahui apakah perilaku yang sudah atau yang akan
diadopsi itu mempunyai dasar pngertian dan kesadara yang kuat apabila belum
maka peru penyuluhan yang lebih mendalam lagi.
b. Metode pendidikan kelompok
Kelompok Besar : Ceramah, seminar
kelompok Kecil : diskusi kelompok , Curah pendapat ( brain storming), Bola
salju ( snow balling), kelompok kecil kecil ( buzz group), Memainkan peranan
( role play), Permainan simulasi ( simulation game ).
c. Metode pendidikan massa
Ceramah umum ( public speaking)
Pidato pidato diskusi tentang kesehatan melalui media elektronik baik TV
maupun radio, pada hakikatnya adalah merupakan bentuk pendidikan kesehatan
massa
Simulasi dialog atar pasien dengan dokter atau petugas kesehatan lainnya
tentang suatu penyakit atau masalah kesehatan melalui tv atau radio
Tulisan tulisan di majalah / Koran baik dalam bentuk artikel maupun Tanya
jawab / konsultasi tentang kesehatan
Bill board yang dipasang dipinggir jalan ,spanduk dan poster
d. Alat bantu dan media pendidikan kesehatan masayarakat
Alat bantu (peraga) Alat alat yang digunakan oleh peserta didik dalam
menyampaikan bahan pendidikan /pengajaran. Macam macam alat bantu
pendidikan : - Alat bantu lihat ( visual body) seperti Slide , film, film strip
Alat bantu dengar ( audio aids) seperti piringan hitam, radio, pita suara
Alat bantu lihat dengar seperti : Televisi
e. Media Pendidikan Kesehatan
Media pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah alat bantu pedidikan ( audio
visual aids) disebut media pendidikan karena alat alat tersebut merupakan alat saluran
( channel) untuk menyampaikan kesehatan karena alat alat tersebut digunakan untuk
mempermudah penerimaan pesan pesan kesehatan bagi masyarakat atau klien .
berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran pesan pesa kesehatan ( media) media ini
dibagi menjadi 3 : Cetak , elektronik. Media papan ( billboard)
PERILAKU KESEHATAN
Yaitu respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit ,
system pelayanan kesehatan makanan serta lingkungan .perilaku kesehatan
mencangkup 4 yaitu :
a. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit yaitu bagaimana manusia
merespon baik pasif maupun aktif perilaku terhadap sakit dan penyakit ini dengan
sendirinya sesuai dengan tingkatan tingkatan pencegahan penyakit misalnya :
Perilaku pencegahan penyakit ( health prevention behavior) respon utuk
melaakukan pencegahan penyakit misalnya tidur dengan kelambu untuk
mencegah gigitan nyamuk malaria .imunisasi
b. Perilaku terhadap pelayanan kesehatan , baik pelayanan kesehatan tradisional
maupun modern. Perilaku ini mencakup respons terhadap fasillitas pelayanan
cara pelayanan, petugas kesehatan, dan obat obatan yang terwjud dalam
pengetahuan , persepsi, sikap dan penggunaan fasilitas ,petugas dan obat obatan
c. Perilaku terhadap makanan ( nutrition behavior) yaitu respons seseorang terhadap
makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan , meliputi pengetahuan
,persepsi, sikap dan praktek kita terhadap makanan serta unsure unsure yang
terkandung didalamnya
d. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan ( environmental health behavior) adalah
respon seseorang terhadap lingkungan sekitarnya sebagai determinan kesehatan
manusia. Lingkup perilaku ini seluas lingkup kesehatan lingkungan itu sendiri
dengan bersih , pembuangan air kotor dengan limbah dengan rumah yang sehat
dengan pembersihan sarang saranng nyamuk ( vector) dll.

KLASIFIKASI PERILAKU
a. Perilaku kesehatan ( health behavior) yaitu hal hal yang berkaitan dengan
memelihara , meningkatkan dan mencegah penyakit dengan tindakan tindakan
perorangan seperti sanitasi, memilih makanan dn kebersihan
b. Perilaku sakit ( illness behavior) yaitu tindakan seseorang dalam menyikapi sakit
dan kemampuan individu untuk mengidentifikasi penyakit ,penyebab penyakit
serta usaha usaha mencegah penyakit tersebut.
c. Perilaku peran sakit (the sick role behavior) yaitu tindakan seseorang yang
sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan .perilaku ini disamping berpengaruh
terhadap kesehatan /kesakitanya sendiri juga berpengaruh terhadap
kesehatan/kesakitanya sendiri juga berpengaruh terhadap orang lain terutama
anak anak yang belm mempunyai kesadaran dan tanggung jawab terhadap
kesehatanya.

RESPON PERILAKU TERHADAP PENYAKIT


a. Bentuk pasif : respon internal yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara
langsung dapat terlihat oleh orang lain missal tanggapan atau sikap batin dan
pengetahuan.
b. Bentuk Aktif : yaitu perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung misalnya
pada kedua contoh diatas si ibu sudah membawa anaknya ke puskesmas untuk
imunisasi

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


a. Faktor predisposing berupa pengetahuan , sikap , kepercayaa, tradisi, nilai dll
b. Faktor enabling /pemungkin berupa ketersediaan sumber sumber / fasilitas
peraturan peraturan
c. Faktor reinforcing/ mendorong/memperkuat berupa tokoh agama , tokoh
masyarakat.

PERUBAHAN PERILAKU
a. Teori Stimulus dan Transformasi
b. Teori teori belajar social ( social searching )
Tingkah laku sama ( same behavior )
Tingkah laku tergantung ( matched dependent behavior)
Tingkah laku salinan ( copying behavior )
c. Teori belajar social dari bandara dan walter
Efek modeling ( modeling effect ) yaitu peniru melakukan tingkah laku baru
melalui asosiasi sehingga sesuai dengan tingkah laku model
Efek menghambat ( inhibition) dan menghapus hambatan ( dishinbition )
dimana tingkah laku yang tidak sesuai dengaan model dihambat timbulnya,
sedangkan tingkah laku yang sesuai dengan tingkah laku model dihapuskan
hambatannya sehingga timbul tingkah laku yang dapat menjadi nyata
Efek kemudahan ( facilitation effect ) yaitu tingkah laku yang sudah pernah
dipelajari oleh peniru lebih mudah muncul kembali dengan mengamati tingkah
laku model.

Pelayanan Kesehatan Modern

1. Polindes.
Polindes adalah salah satu program pembangunan oleh pemerintah RI bidang
kesehatan yang berangkat dari persoalan tingginya angka kesakitan dan kematian ibu
karena hamil dan bersalin. Program ini merupakan program penyediaan fasilitas
layanan kesehatan di desa yang jauh dari fasilitas kesehatan yang memadai. Tiga
tujuan utama program adalah:
sebagai tempat pelayanan kesehatan ibu, anak dan KB.
sebagai tempat pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan.
sebagai tempat konsultasi, penyuluhan dan pendidikan kesehatan bagi
masyarakat, dukun bayi dan kader kesehatan.

Secara institusi dan gagasan, polindes merupakan representasi sistim medis modern
yang dalam proses intervensi di masyarakat sasaran akan bertemu dengan sistim
medis lokal tradisional. Dinamika dan proses komunikasi yang terjadi antara
keduanya menghasilkan adopsi parsial program oleh masyarakat sasaran. Hal yang
menarik dari data temuan lapangan adalah terdapat perbedaan perspektif antara
program dan nilai-nilai lokal dalam menginterpretasi kehamilan dan persalinan dan
etiologi tentang sehat sakit. Program beroperasi atas dasar prinsip-prinsip fisiologis
dan model-model biomedis serta bekerja atas diktum preventif.

Hal ini konsisten dengan cara kerja sistem medis modern (dalam hal ini program KIA
di polindes) yaitu mencegah lebih baik dari pada mengobati. Bagi pengetahuah lokal,
kehamilan dan persalinan lebih dijelaskan dalam kerangka religius dan transendental
sehingga campur tangan manusia dianggap minimal dan pasif. Dalam konteks
pemikiran ini, pemeliharaan dan perawatan dengan makna mencegah resiko sebalum
terjadi tidak dikenal dan dianggap mendahului takdir yang memberi rasionalisasi
rendahnya angka kunjungan konsultasi ibu selama kehamilan hingga paska bersalin.
Pada gilirannya hal ini menghambat deteksi dini resiko pada kehamilan ibu dan
menghalangi upaya-upaya untuk mengatasinya. Pendekatan program yang cendrung
tekhnikal medis membuat program menjadi keras dan impersonal bagi ibu.
Memperhatikan dan mengadopsi sistim kognisi lokal, etiologi setempat dan pola
keterlibatan individu-individu dalam sistim sosial setempat kedalam program dapat
memberi keuntungan pada program dalam jangka panjang hingga program dapat
menyediakan layanan yang lebih sesuai dengan kondisi dan pengetahuan lokal. Upaya
memahami nilai-nilai budaya dan sistim sosial setempat memberi pemahaman tentang
faktor- faktor yang menghambat diadopsinya program dan merancang strategi yang
dapat mendukung program. Kata kunci: Polindes, pelayanan kesehatan ibu hamil
bersalin, faklor sosial budaya.

2. Holistik Modern

DR.ASVIAL RIVAI, M.D (M.A) sang pelopor dan pengembang layanan kesehatan
holistik modern itu di Indonesia sejak tahun 1997, menjelaskan.
holistik modern merupakan sebuah sebutan terhadap satu sistem pelayanan
terpadu dalam memenuhi berbagai kebutuhan untuk pemeliharaan dan
perbaikan tingkat kesehatan yang mungkin sudah rusak yang disebut sakit-
sakitan. Layanan kesehatan holistik modern dalam arti yang sangat dalam,
meliputi berbagai pelayanan termasuk layanan pemeriksaan kesehatan secara
menyeluruh, konsultasi kesehatan secara menyeluruh (baik fisik, emosional dan
juga kejiwaan), perawatan / pengobatan penyakit-penyakit secara menyeluruh
(juga fisik, emosional dan kejiwaan), pemberian nasehat dan anjuran-anjuran
kesehatan secara menyeluruh (berlaku juga untuk kesehatan fisik, emosional
dan kejiwaan), kontrol ulang serta bimbingan / tuntunan selama penyakit-
penyakitnya belum sembuh atau selama masih dibutuhkan oleh sipenderita. Itu
dilakukan secara terpadu oleh satu tenaga praktisi yang sudah dilatih untuk
menekuni profesi itu, tanpa harus rujuk kesana sini, tanpa harus ambil darah,
tanpa suntikan, tanpa melukai dan malah tanpa buka-buka pakaian sangat etis.

3. Pelayanan Kesehatan Tradisional


Sekalipun pelayanan kesehatan moderen telah berkembang di Indonesia, namun
jumlah masyarakat yang memanfaatkan pengobatan tradisional tetap tinggi. Menurut
Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2001 ditemukan sekitar 57,7% penduduk Indonesia
melakukan pengobatan sendiri, sekitar 31,7% menggunakan obat tradisional serta
sekitar 9,8% menggunakan cara pengobatan.

Adapun yang dimaksud dengan pengobatan tradisional disini adalah cara pengobatan
atau perawatan yang diselenggarakan dengan cara lain diluar ilmu kedokteran atau
ilmu keperawatan yang lazim dikenal, mengacu kepada pengetahuan, pengalaman dan
keterampilan yang diperoleh secara turun temurun, atau berguru melalui pendidikan,
baik asli maupun yang berasal dari luar Indonesia, dan diterapkan sesuai norma yang
berlaku dalam masyarakat (UU No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan).

Banyak faktor yang berperan, kenapa pemanfatan pengobatan tradisional masih tinggi
di Indonesia. Beberapa diantaranya yang dipandang penting adalah:
a. Pengobatan tradisional merupakan bagian dari sosial budaya masyarakat.
b. Tingkat pendidikan, keadaan sosial ekonomi dan latar belakang budaya
masyarakat menguntungkan pengobatan tradisional.
c. Terbatasnya akses dan keterjangkauan pelayanan kesehatan moderen.
d. Keterbatasan dan kegagalan pengobatan modern dalam mengatasi beberapa
penyakit tertentu.
e. Meningkatnya minat masyarakat terhadap pemanfaatan bahan-bahan (obat) yang
berasal dari alam (back to nature).
f. Meningkatnya minat profesi kesehatan mempelajari pengobatan tradisional.
g. Meningkatnya modernisasi pengobatan tradisional.
h. Meningkatnya publikasi dan promosi pengobatan tradisional.
i. Meningkatnya globalisasi pelayanan kesehatan tradisional.
j. Meningkatnya minat mendirikan sarana dan menyelenggarakan pelayanan
kesehatan tradisional.

Asumsi Determinan Perilaku


Menurut Spranger membagi kepribadian manusia menjadi 6 macam nilai kebudayaan.
Kepribadian seseorang ditentukan oleh salah satu nilai budaya yang dominan pada
diri orang tersebut. Secara rinci perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari
berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi,
persepsi, sikap dan sebagainya.
Namun demikian realitasnya sulit dibedakan atau dideteksi gejala kejiwaan tersebut
dipengaruhi oleh faktor lain diantaranya adalah pengalaman, keyakinan,
sarana/fasilitas, sosial budaya dan sebagainya. Proses terbentuknya perilaku dapat
diilustrasikan pada gambar berikut :

Determinan perilaku
Beberapa teori lain yang telah dicoba untuk mengungkap faktor penentu yang dapat
mempengaruhi perilaku khususnya perilaku yang berhubungan dengan kesehatan,
antara lain
1. Teori Lawrence Green (1980)
Green mencoba menganalisis perilaku manusia berangkat dari tingkat kesehatan.
Bahwa kesehatan seseorang dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu faktor perilaku
(behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non behavior causes).
Faktor perilaku ditentukan atau dibentuk oleh :
1) Faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap,
kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.

2) Faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik,


tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan,
misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat steril dan sebagainya.
3) Faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan perilaku
petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari
perilaku masyarakat.
2. Teori Snehandu B. Kar (1983)
Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan bertitik tolak bahwa perilaku
merupakan fungsi dari :
1) Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan
kesehatannya (behavior itention).
2) Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social support).
3) Adanya atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan
(accesebility of information).
4) Otonomi pribadi orang yang bersangkutan dalam hal mengambil tindakan atau
keputusan (personal autonomy).
5) Situasi yang memungkinkan untuk bertindak (action situation).
3. Teori WHO (1984)
WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang berperilaku tertentu adalah :
Pemikiran dan perasaan (thougts and feeling), yaitu dalam bentuk
pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan dan penilaian seseorang terhadap
objek (objek kesehatan).
(1) Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman
orang lain.
(2) Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek, atau
nenek. Seseorang menerima kepercayaan berdasarkan keyakinan dan
tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu.
(3) Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap
objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain
yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi
orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap tindakan-tindakan
kesehatan tidak selalu terwujud didalam suatu tindakan tergantung
pada situasi saat itu, sikap akan diikuti oleh tindakan mengacu kepada
pengalaman orang lain, sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu
tindakan berdasar pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang.
Tokoh penting sebagai Panutan. Apabila seseorang itu penting untuknya, maka
apa yang ia katakan atau perbuat cenderung untuk dicontoh.
Sumber-sumber daya (resources), mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga dan
sebagainya.
Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan sumber-sumber
didalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life)
yang pada umumnya disebut kebudayaan. Kebudayaan ini terbentuk dalam
waktu yang lama dan selalu berubah, baik lambat ataupun cepat sesuai dengan
peradapan umat manusia (Notoatmodjo, 2003)

LI 3. Memahami dan Menjelaskan Cakupan Mutu dan Pelayanan Kesehatan


serta Imunisasi

Pelayanan kesehatan
Sistem terdiri dari :

Input
Subsistem yang akan memberikan segala masukan untuk berfungsinya sebuah sistem,
seperti sistem pelayanan kesehatan :
- Potensi masyarakat
- Tenaga kesehatan
- Sarana kesehatan
Proses
Kegiatan yg berfungsi untuk mengubah sebuah masukan menjadi sebuah hasil yg
diharapkan dari sistem tersebut, yaitu berbagai kegiatan dalam pelayanan kesehatan.
Output
Hasil yang diperoleh dari sebuah proses, Output pelayanan kesehatan : pelayanan
yang berkualitas, efektif dan efisien serta terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat
sehingga pasien sembuh & sehat optimal.
Dampak
Akibat yang dihasilkan sebuah hasil dari sistem, relative lama waktunya. Dampak
sistem Pelayanan kesehatan adalah masyarakat sehat, angka kesakitan & kematian
menurun.
Umpan balik (feedback)
Suatu hasil yang sekaligus menjadikan masukan dan ini terjadi dari sebuah sistem
yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi, berupa kualitas tenaga kesehatan
Lingkungan
Semua keadaan di luar sistem tetapi dapat mempengaruhi pelayanan kesehatan.

Tingkat Pelayanan Kesehatan


Menurut Leavel & Clark dalam memberikan pelayanan kesehatan harus memandang
pada tingkat pelayanan kesehatan yg akan diberikan, yaitu :
Health promotion (promosi kesehatan)
Merupakan tingkat pertama dalam memberikan pelayanan melalui peningkatan
kesehatan, Contoh : kebersihan perorangan, perbaikan sanitasi lingkungan.
Specifik protection (perlindungan khusus)
Masyarakat terlindung dari bahaya/ penyakit2 tertentu. Cth : Imunisasi, perlindungan
keselamatan kerja
Early diagnosis and prompt treatment (diagnosis dini & pengobatan segera)
Sudah mulai timbulnya gejala penyakit, Cth : survey penyaringan kasus.
Disability limitation (pembatasan cacat)
Dilakukan untuk mencegah agar pasien atau masyarakat tidak mengalami dampak
kecacatan akibat penyakit yang ditimbulkan.
Rehabilitation (rehabilitasi)
Dilaksanakan setelah pasien didiagnosa sembuh. Sering pada tahap ini dijumpai pada
fase pemulihan terhadap kecacatan seperti latihan- latihan yang diberikan pada pasien

Mutu pelayanan
Sistem mutu adalah program perencanaan, kegiatan, sumberdaya dan kejadian yang
didorong oleh manajemen, berlaku diseluruh organisme dan proses dalam memenuhi
kebutuhan pelanggan. Selain dari dimensi mutu, cakupan dari mutu juga harus
diperhatikan. Yang mana cakupan tersebut sebagai berikut:
1. Mengetahui kebutuhan dan keinginan pelanggan.
2. Menterjemahkan secara cepat dan dicirikan pada produk jasa yang kita berikan.
3. Merancang sistem agar produk jasa disampaikan secara tepat dan cepat.
4. Mempersiapkan personal yang akan memberikan pelayanan.
5. Memepersiapkan material untuk menghasilkan informasi pelayanan tersebut.
6. Mempersiapkan sistem untuk memperoleh informasi baik.

Faktor yang mempengaruhi pelayanan kesehatan


1. Ilmu pengetahuan & teknologi baru
2. Pergeseran nilai masyarakat
3. Aspek legal dan etik
4. Ekonomi
5. Politik
Masalah sistem pelayanan kesehatan
Upaya Kesehatan
Pembiayaan Kesehatan
Sumber Daya Manusia Kesehatan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Makanan
Manajemen dan Informasi Kesehatan
Pemberdayaan Masyarakat

Undang- undang sistem pelayanan kesehatan


Landasan Adil, yaitu Pancasila
Landasan Konstitusional, yaitu UUD 1945, khususnya: Pasal 28 A, setiap
orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya.
Pasal 28 A ayat (1), setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan.

Dimensi Mutu Pelayanan


a. Dimensi Kompetensi Teknis; berhubungan dengan bagaimana pemberi
layanan kesehatan mengikuti standar layanan kesehatan yang telah disepakati,
yang meliputi ketepatan, kepatuhan, kebenaran dan konsistensi.
b. Dimensi Keterjangkauan; artinya layanan kesehataan yang diberikan harus
dapat dicapai oleh masyarakat, baik dari segi geografis, sosial, ekonomi,
organisasi, dan bahasa.
c. Dimensi Efetivitas; layanan kesehatan yang diberikan harus mampu
mengobati atau megurangi keluhan masyarakat/pasien dan mampu mencegah
meluasnya penyakit yang diderita olehnya.
d. Dimensi Efisiensi; dengan adanya layanan kesehatan yang efisiens maka
masyarakat atau pasien tidak perlu menunggu terlalu lama yang dapat
mengakibatkan masyarakat/pasien tersebut membayar terlalu mahal.
e. Dimensi Kesinambungan; masyarakat/pasien dilayanai secara terus menerus
sesuai dengan kebutuhannya, termasuk rujukan yang tidak perlu mengulangi
prosedur.
f. Dimensi Keamanan; layanan kesehatan harus aman dari resiko cidera, infeksi,
efek samping, atau bahaya lainnya, sehingga prosedur yang akan menjamin
pemberi dan penerima pelayan disusun.
g. Dimensi Kenyamanan; layanan kesehatan yang diberikan akan terasa nyaman
bagi masyarakat/pasien jika dapat mempengaruhi kepuasan dan menimbulkan
kepercayaan untuk datang kembali.
h. Dimensi Informasi; layanan kesehatan ini sangat perlu diberikan oleh petugas
puskesmas dan rumah sakit kepada masyarakat, yang mana dapat
mempengaruhi perubahan perilaku.
i. Dimensi Ketepatan Waktu; layanan kesehatan harus dilakukan dalam waktu
dan cara yang tepat, oleh pemberi layanan yang tepat, menggunakan peralatan
dan obat yang tepat, serta biaya yang tepat (efisien).
j. Dimensi Hubungan Antarmanusia; hubungan antarmanusia yang baik akan
menimbulkan kepercayaan dan kredibilitas dengan cara saling menghargai,
menjaga rahasia, saling menghormati, responsif, memberi perhatian, dan lain-
lain.

Syarat pokok pelayanan kesehatan


Suatu pelayanan kesehatan dikatakan baik apabila:
1. Tersedia (available) dan berkesinambungan (continuous)
Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat tidak sulit
ditemukan, serta keberadaannya dalam masyarakat adalah pada setiap saat yang
dibutuhkan.
2. Dapat diterima (acceptable) dan bersifat wajar (appropriate)
Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan
kepercayaan masyarakat. wajar, bukanlah suatu pelayanan kesehatan yang baik.
3. Mudah dicapai (accessible)
Ketercapaian yang dimaksud disini terutama dari sudut lokasi.
4. Mudah dijangkau (affordable)
Keterjangkauan yang dimaksud adalah terutama dari sudut biaya.
5. Bermutu (quality)
Mutu yang dimaksud disini adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan,

Prinsip pelayanan prima di bidang kesehatan


1. Mengutamakan pelanggan
2. System yang efektif
3. Melayani dengan hati nurani (soft system)
4. Perbaikan yang berkelanjutan
5. Memberdayakan pelanggan
Menawarkan jenis-jenis layanan yang dapat digunakan sebagai sumberdaya atau
perangkat tambahan oleh pelanggan untuk menyelesaikan persoalan hidupnya
sehari-hari.

Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan mencakup:


1. Penataan organisasi yang efisien, efektif dengan struktur dan uraian tugas yang
tidak tumpang tindih, dan jalinan hubungan kerja yang jelas dengan berpegang
pada prinsip organization through the function.
2. Regulasi peraturan perundangan
3. Pemantapan jejaring dengan pusat unggulan pelayanan dan sistem rujukannya
akan sangat meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelayanan kesehatan,
sehingga dengan demikian akan meningkatkan mutu pelayanan.
4. Standarisasi merupakan kegiatan penting yang harus dilaksanakan, meliputi
standar tenaga baik kuantitatif maupun kualitatif, sarana dan fasilitas,
kemampuan, metode, pencatatan dan pelaporan dan lain-lain. Luaran yang
diharapkan juga harus distandarisasi.
5. Pengembangan sumber daya manusia
6. Quality Assurance, Data dan informasi yang diperoleh dianalysis dengan
cermat ( root cause analysis ) dan dilanjutkan dengan penyusunan rancangan
tindakan perbaikan yang tepat dengan melibatkan semua pihak yang
berkepentingan.).
7. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
8. Peningkatan peran serta masyarakat dan organisasi profesi
9. Peningkatan kontrol social
Imunisasi
Imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan/meningkatkan, kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan
penyakit tersebut tidak akan sakit atau sakit ringan. (Depkes RI, 2005).

Tujuan imunisasi adalah diharapkan anak menjadi lebih kebal terhadap penyakit
sehingga dapat menurunkan angka mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan.
(A.Aziz, 2008)

Jenis Imunisasi Dasar, dan Pemberian


Di Indonesia terdapat jenis imunisasi yang diwajibkan leh emerintah/
imunisasi dasar dan ada juga yang hanya anjuran. Imunisasi wajib di Indonesia
sebagaimana telah diwajibkan oleh WHO ditambah dengan hepatitis B, sedangkan
imunisasi yang hanya dianjurkan oleh pemerintah dapat digunakan untuk mecegah
suatu kejadian luar biasa atau penyakit endemik atau untuk kepentingan tertentu misal
imunisasi meningitis pada jamaah haji.

Jenis-Jenis Imunisasi :
a. Imunisasi pasif (passive immunization)
Imunisasi pasif ini adalah Immunoglobulin jenis imunisasi ini dapat mencegah
penyakitcampak (measles pada anak-anak).

b. Imunisasi aktif (active immunization)Imunisasi yang diberikan pada anak adalah :


1. BCG, untuk mencegah penyakit TBC
2. DPT, untuk mencegah penyakit-penyakit diptheri, pertusis dan tetanus
3. Polio, untuk mencegah penyakit poliomilitis
4. Campak, untuk mencegah penyakit campak (measles)
5. Hepatitis B, untuk mencegah penyakit hepatitis B (Notoatmodjo. 1997)

Keberhasilan pemberian imunisasi pada anak dipengerhui oleh beberapa faktor,


diantaranya yaitu:
Tingginya kadar antibodi pada saat dilakukan imunisasi
Potensi antigen yang disuntikkan
Waktu pemberian imunisasi
Status nutrisi terutama protein karena protein diperlukan untuk sintesis antibody

Kerusakan Vaksin
Keterpaparan suhu yang tidak tepat pada vaksin TT menyebabkan umur vaksin
menjadi berkurang dan vaksin akan rusak bila terpapar /terkena sinar matahari
langsung. (Depkes RI, 2005).

Perencanaan Program Vaksinansi


Pada program imunisasi menentukan jumlah sasaran merupakan suatu unsur yang
paling penting. Menghitung jumlah sasaran ibu hamil didasarkan 10 % lebih besar
dari jumlah bayi. Perhitungan ini dipakai untuk tingkat pusat, propinsi,
kabupaten/kota, kecamatan dan desa.

Sasaran Imunisasi Ibu Hamil = 1,1 x Jumlah bayi

Menentukan Target Cakupan


Menentukan target cakupan adalah menetapkan berapa besar cakupan imunisasi yang
akan dicapai pada tahun yang direncanakan untuk mengetahui kebutuhan vaksin yang
sebenarnya. Penetapan target cakupan berdasarkan tingkat pencapaian di masing-
masing wilayah kerja maksimal 100 %.
Target Cakupan Imunisasi Ibu Hamil yang akan dicapai :
TT 1 Ibu hamil = 90% TT2 + (Plus TT3+TT4+TT5)=80%
Menghitung Indeks Pemakaian Vaksin (IP)
Menghitung indeks pemakaian vaksin berdasarkan jumlah cakupan imunisasi yang
dicapai secara absolut dan berapa banyak vaksin yang digunakan.Dari pencatatan stok
vaksin setiap bulan diperoleh jumlah ampul/vial vaksin yang digunakan. Untuk
mengetahui berapa rata-rata jumlah dosis diberikan untuk setiap ampul/vial, yang
disebut Indeks Pemakaian Vaksin (IP) dapat dihitung:

Jumlah suntikan (cakupan) yang dicapai tahun lalu


IP Vaksin =
-----------------------------------------------------------------------------
Jumlah vaksin yang terpakai tahun lalu
Menghitung Kebutuhan Vaksin
1. Setelah menghitung jumlah sasaran imunisasi, menentukan target cakupan dan
menghitung besarnya indeks pemakaian vaksin, maka data-data tersebut
digunakan unuk menghitung kebutuhan vaksin.
2. Puskesmas mengirimkan rencana kebutuhan vaksin ke kabupaten/kota.(Depkes
RI, 2005).
Sebelum menghitung jumlah vaksin yang kita perlukan, terlebih dahulu dihitung
jumlah kontak tiap jenis Rumusnya :

Jumlah Kontak = Jumlah sasaran x Target cakupan

Untuk menghindari penumpukan vaksin, jumlah kebutuhan vaksin satu


tahun harus dikurangi sisa vaksin tahun lalu. Rumus Kebutuhan Vaksin ;
Jumlah kontak
Kebutuhan Vaksin =--------------------- =....ampul/vial
IP

LI 4. Memahami dan Menjelaskan Aspek Sosial dan Budaya Masyarakat


dalam Mengakses Pelayanan Kesehatan dan Fasilitas Kesehatan

Perilaku Kesehatan Individu Dalam Masyarakat


Perilaku kesehatan, ada tiga teori yang sering menjadi acuan dalam penelitian-
penelitian kesehatan masyarakat. Menurut Lawrence Green (1980) dalam
Notoatmodjo (2005), perilaku manusia dalam hal kesehatan dipengaruhi oleh dua
faktor pokok yaitu faktor perilaku (behavioral factors) dan faktor non-perilaku (non
behavioral factors).
Lawrence Green menganalisis bahwa faktor perilaku sendiri ditentukan oleh tiga
faktor utama, yaitu:
a. Faktor Predisposisi (predisposing factors), yaitu faktor-faktor yang mempermudah
atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan,
sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi dan sebagainya.
b. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors), yaitu faktor-faktor yang
memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang dimaksud
dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk
terjadinya perilaku kesehatan.
c. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors), adalah faktor-faktor yang mendorong
dan memperkuat terjadinya perilaku.

Pada saat promosi kesehatan digencarkan aksinya melalui pemberdayaan masyarakat


bahwa petugas kesehatan membekali sasaran kesehatan (masyarakat) dengan
pengetahuan/informasi yang bermanfaat bagaimana untuk sehat, dan walau
ketersediaan sarana kesehatan memadai, tetapi tetap diperlukan dukungan dari
masyarakat itu sendiri. Snehandu B. Karr dalam Notoatmojo (2005), mengidentifikasi
adanya lima determinan perilaku, yaitu:
a. Adanya niat, (intention) seseorang untuk bertindak sehubungan objek atau
stimulus diluar dirinya.
b. Adanya dukungan dari masyarakat sekitarnya (social support).
c. Terjangkaunya informasi (accessibility of information), adalah tersedianya
informasi-informasi terkait dengan tindakan yang akan diambil seseorang.
d. Adanya otonomi atau kebebasan pribadi (personal autonomy) untuk mengambil
keputusan.
e. Adanya kondisi dan situasi yang memungkinkan (action situation). tersedia serta
kemampuan yang ada.
Untuk membangun rumah sehat misalnya, jelas sangat tergantung kepada kondisi
ekonomi dari orang yang bersangkutan. Meskipun faktor yang lain tidak ada masalah,
tetapi apabila kondisi dan situasinya tidak mendukung, maka perilaku tersebut tidak
akan terjadi. WHO yang merumuskan determinan perilaku ini sangat sederhana.
Dikatakan mengapa seseorang berperilaku, karena ada empat alasan pokok
(determinan), yaitu:
a. Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling). Hasil pemikiran-pemikiran dan
perasaan-perasaan seseorang atau lebih tepat diartikan pertimbangan-
pertimbangan pribadi terhadap objek atau stimulus, merupakan modal awal untuk
bertindak atau berperilaku. Didasarkan pertimbangan untung ruginya, manfaatnya
dan sumber daya atau uang yang tersedia dan sebagainya.
b. Adanya acuan atau referensi dari seseorang atau pribadi yang dipercayai
(personnal references). Di dalam masyarakat, di mana sikap paternalistic masih
kuat, maka perubahan perilaku masyarakat bergantung acuan kepada tokoh
masyarakat setempat.
c. Sumber daya (resources) yang tersedia merupakan pendukung terjadinya
perubahan perilaku. Dalam teori Green, sumber daya ini adalah sama dengan
faktor enabling (sarana, prasarana, fasilitas).
d. Sosio budaya (culture) setempat biasanya sangat berpengaruh terhadap
terbentuknya perilaku seseorang. Hal ini dapat kita lihat dari perilaku tiap-tiap
etnis berbeda-beda, karena memang masing-masing etnis mempunyai budaya
yang berbeda yang khas.

Model treatment seeking behavior dan factor-faktornya


1. Perilaku pemeliharaan kesehatan ( health maintenance) : Adalah perilaku atau
usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit
dan usaha untuk penyembuhan bila sakit. Oleh karena itu, perilaku pemeliharaan
kesehatan terdiri dari 3 aspek yaitu:
a. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta
pemulihan kesehatan bila telah sembuh dari penyakit.
b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat. Perlu
dijelaskan disini, bahwa kesehatan itu sangat dinamis dan relatif, maka dari itu
orang yang sehat pun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan
yang seoptimal mungkin.
c. Perilaku gizi (makanan) dan minuman. Makanan dan minuman dapat
memelihara serta meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya
makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan
seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat tergantung
pada perilaku orang terhadap makanan dan minuman tersebut.

2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan, atau
sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior). Perilaku
ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita
penyakit atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini di mulai dari mengobati
sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan ke luar negeri.

3. Perilaku kesehatan lingkungan.


Bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial
budaya, dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi
kesehatannya. Dengan perkataan lain, bagaimana seseorang mengelola lingkungannya
sehingga tidak mengganggu kesehatannya sendiri, keluarga, atau masyarakat.
Misalnya bagaimana mengelola pembuangan tinja, air minum, tempat pembuangan
sampah, pembuangan limbah, dan sebagainya.

Aspek Pelayanan Kesehatan Dilihat Dari Aspek Sosbud


Pengaruh sosial budaya terhadap kesehatan masyarakat Tantangan berat yang masih
dirasakan dalam pembangunan kesehatan di Indonesia adalahsebagai berikut.
1. Jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan yang cukup tinggi
serta penyebaran penduduk yang tidak merata di seluruh wilayah.
2. Tingkat pengetahuan masyarakat yang belum memadai terutama pada
golongan wanita.
3. Kebiasaan negatif yang berlaku di masyarakat, adat istiadat, dan
perilaku yang kurang menunjang dalam bidang kesehatan.
4. Kurangnya peran serta masyarakat dalam pembangunan bidang
kesehatan.Aspek sosial budaya yang berhubungan dengan kesehatanAspek soaial
budaya yang berhubungan dengan kesehatan anatara lain adalah
faktorkemiskinan, masalah kependudukan, masalah lingkungan hidup, pelacuran
dan homoseksual.

LI 5. Memahami dan Menjelaskan Sistem Rujukan

Sistem rujukan upaya keselamatan adalah suatu sistem jaringan fasilitas pelayanan
kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbal-
balik atas masalah yang timbul baik secara vertikal (komunikasi antara unit yang
sederajat) maupun horizontal (komunikasi inti yang lebih tinggi ke unit yang lebih
rendah) ke fasilitas pelayanan yang lebih kompeten, terjangkau, rasional dan tidak
dibatasi oleh wilayah administrasi. (Kebidanan Komunitas: hal 207)

Menurut tata hubungannya, sistem rujukan terdiri dari: rujukan internal dan rujukan
eksternal.
Rujukan Internal adalah rujukan horizontal yang terjadi antar unit pelayanan
di dalam institusi tersebut. Misalnya dari jejaring puskesmas (puskesmas
pembantu) ke puskesmas induk.
Rujukan Eksternal adalah rujukan yang terjadi antar unit-unit dalam jenjang
pelayanan kesehatan, baik horizontal (dari puskesmas rawat jalan ke
puskesmas rawat inap) maupun vertikal (dari puskesmas ke rumah sakit
umum daerah).
Menurut lingkup pelayanannya, sistem rujukan terdiri dari: rujukan medik
dan rujukan kesehatan.
Rujukan Medik adalah rujukan pelayanan yang terutama meliputi upaya
penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). Misalnya, merujuk
pasien puskesmas dengan penyakit kronis (jantung koroner, hipertensi,
diabetes mellitus) ke rumah sakit umum daerah. Jenis rujukan medik:
a. Transfer of patient. Konsultasi penderita untuk keperluan diagnostik,
pengobatan, tindakan operatif dan lain-lain.
b. Transfer of specimen. Pengiriman bahan untuk pemeriksaan
laboratorium yang lebih lengkap.
c. Transfer of knowledge/personel. Pengiriman tenaga yang lebih kompeten
atau ahli untuk meningkatkan mutu layanan pengobatan setempat.

Rujukan Kesehatan adalah hubungan dalam pengiriman dan


pemeriksaan bahan ke fasilitas yang lebih mampu dan lengkap. Rujukan
ini umumnya berkaitan dengan upaya peningkatan promosi kesehatan
(promotif) dan pencegahan (preventif). Contohnya, merujuk pasien dengan
masalah gizi ke klinik konsultasi gizi (pojok gizi puskesmas), atau pasien
dengan masalah kesehatan kerja ke klinik sanitasi puskesmas (pos Unit
Kesehatan Kerja).

Alur rujukan kasus kegawat daruratan:


1. Dari Kader
Dapat langsung merujuk ke:
a. Puskesmas pembantu
b. Pondok bersalin atau bidan di desa
c. Puskesmas rawat inap
d. Rumah sakit swasta / RS pemerintah
2. Dari Posyandu
Dapat langsung merujuk ke:
a. Puskesmas pembantu
b. Pondok bersalin atau bidan di desa

LI 6. Memahami dan Menjelaskan syariat Islam dalam KLB

KLB Dalam Pandangan Islam


Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan
tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-
kesalahanmu). (Q.s. As-Syura: 30)

Dalam sudut pandang wahyu Allah terakhir, musibah dan bencana ada kaitannya
dengan dosa atau maksiat yang dilakukan oleh manusia-manusia pendurhaka.Bencana
alam berupa letusan gunung api, banjir bandang, wabah penyakit, kekeringan,
kelaparan, kebakaran, dan lain sebagainya, dalam pandangan alam Islam (Islamic
worldview), tidaklah sekedar fenomena alam. Al-Quran menyatakan dengan lugas
bahwa segala kerusakan dan musibah yang menimpa umat manusia itu disebabkan
oleh perbuatan tangan mereka sendiri. Tentu saja kata tangan sebatas simbol
perbuatan dosa/maksiat, karena suatu perbuatan maksiat melibatkan panca indera, dan
juga dikendalikan dan diprogram sedemikian rupa oleh otak, kehendak dan hawa
nafsu manusia. Maksiat, sebagaimana taat, ada yang bersifat menentang tasyri Allah
seperti melanggar perkara yang haram, dan ada yang bersifat menentang takwin Allah
(sunnatullah) seperti melanggar dan merusak alam lingkungan. Bahkan sebelum dunia
mengenal karantina, Nabi Muhammad Saw. telah menetapkan dalam salah satu
sabdanya,

Apabila kalian mendengar adanya wabah di suatu daerah,janganlah mengunjungi


daerah itu, tetapi apabila kalian berada di daerah itu, janganlah meninggalkannya

LI 7. Memahami dan Menjelaskan menjaga kesehatan dan berobat dalam islam

Islam menetapkan tujuan pokok kehadirannya untuk memelihara agama, jiwa, akal,
jasmani, harta, dan keturunan.Setidaknya tiga dari yang disebut berkaitan
dengankesehatan. Tidak heran jika ditemukan bahwa Islam amat kayadengan tuntunan
kesehatan.
Paling tidak ada dua istilah literatur keagamaan yang digunakan untuk menunjuk
tentang pentingnya kesehatan dalampandangan Islam.
1. Kesehatan, yang terambil dari kata sehat;
2. Afiat.

Keduanya dalam bahasa Indonesia, sering menjadi kata majemuk sehat afiat. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesra, kata "afiat" dipersamakan dengan "sehat". Afiat
diartikan sehat dan kuat,sedangkan sehat (sendiri) antara lain diartikan sebagai
keadaan baik segenap badan serta bagian-bagiannya (bebas dari sakit).Kalau sehat
diartikan sebagai keadaan baik bagi segenap anggota badan, maka agaknya dapat
dikatakan bahwa mata yang sehat adalah mata yang dapat melihat maupun membaca
tanpa menggunakan kacamata. Tetapi, mata yang afiat adalah yang dapat melihat dan
membaca objek-objek yang bermanfaat serta mengalihkan pandangan dari objek-
objek yang terlarang, karena itulah fungsi yang diharapkan dari penciptaan mata.
Dalam konteks kesehatan fisik, misalnya ditemukan sabda Nabi Muhammad Saw.:

Sesungguhnya badanmu mempunyai hak atas dirimu.

Demikian Nabi Saw. menegur beberapa sahabatnya yang bermaksud melampaui batas
beribadah, sehingga kebutuhan jasmaniahnya terabaikan dan kesehatannya terganggu.

Pembicaraan literatur keagamaan tentang kesehatan fisik, dimulai dengan meletakkan


prinsip: Pencegahan lebih baik daripada pengobatan. Karena itu dalam konteks
kesehatan ditemukan sekian banyak petunjuk Kitab Suci dan Sunah Nabi Saw. yang
pada dasarnya mengarah pada upaya pencegahan.
Salah satu sifat manusia yang secara tegas dicintai Allah adalah orang yang menjaga
kebersihan. Kebersihan digandengkan dengan taubat dalam surat Al-Baqarah (2): 222:

Sesungguhnya Allah senang kepada orang yang bertobat,dan senang kepada orang
yang membersihkan diri.
Tobat menghasilkan kesehatan mental, sedangkan kebersihan lahiriah menghasilkan
kesehatan fisik.Wahyu kedua (atau ketiga) yang diterima Nabi Muhammad Saw.
adalah: Dan bersihkan pakaianmu dan tinggalkan segala macam kekotoran (QS Al-
Muddatstsir [74]: 4-5).

ISLAM MEMERINTAHKAN UMATNYA UNTUK BEROBAT


Berobat pada dasarnya dianjurkan dalam agama islam sebab berobat termasuk upaya
memelihara jiwa dan raga, dan ini termasuk salah satu tujuan syariat islam
ditegakkan, terdapat banyak hadits dalam hal ini, diantaranya;

1. Dari Abu Darda berkata, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda:


Sesungguhnya Alloh menurunkan penyakit beserta obatnya, dan Dia jadikan setiap
penyakit ada obatnya, maka berobatlah kalian, tetapi jangan berobat dengan yang
haram. (HR.Abu Dawud 3874, dan disahihkan oleh al-Albani dalam Shahih wa
Dhaif al-Jami 2643)

2. Dari Usamah bin Syarik berkata, ada seorang arab baduwi berkata kepada Nabi
shallallahu alaihi wa sallam:
Wahai Rosululloh, apakah kita berobat?,Nabi bersabda,berobatlah, karena
sesungguhnya Alloh tidak menurunkan penyakit, kecuali pasti menurunkan obatnya,
kecuali satu penyakit (yang tidak ada obatnya), mereka bertanya,apa itu ? Nabi
bersabda,penyakit tua. (HR.Tirmidzi 2038, dan disahihkan oleh al-Albani dalam
Sunan Ibnu Majah 3436)

1. Menjadi wajib dalam beberapa kondisi:


a. Jika penyakit tersebut diduga kuat mengakibatkan kematian, maka
menyelamatkan jiwa adalah wajib.
b. Jika penyakit itu menjadikan penderitanya meninggalkan perkara wajib
padahal dia mampu berobat, dan diduga kuat penyakitnya bisa sembuh,
berobat semacam ini adalah untuk perkara wajib, sehingga dihukumi wajib.
c. Jika penyakit itu menular kepada yang lain, mengobati penyakit menular
adalah wajib untuk mewujudkan kemaslahatan bersama.
d. Jika penyakit diduga kuat mengakibatkan kelumpuhan total, atau
memperburuk penderitanya, dan tidak akan sembuh jika dibiarkan, lalu
mudhorot yang timbul lebih banyak daripada maslahatnya seperti berakibat
tidak bisa mencari nafkah untuk diri dan keluarga, atau membebani orang lain
dalam perawatan dan biayanya, maka dia wajib berobat untuk kemaslahatan
diri dan orang lain.

2. Berobat menjadi sunnah/ mustahab


Jika tidak berobat berakibat lemahnya badan tetapi tidak sampai membahayakan diri
dan orang lain, tidak membebani orang lain, tidak mematikan, dan tidak menular ,
maka berobat menjadi sunnah baginya.

3. Berobat menjadi mubah/ boleh


Jika sakitnya tergolong ringan, tidak melemahkan badan dan tidak berakibat seperti
kondisi hukum wajib dan sunnah untuk berobat, maka boleh baginya berobat atau
tidak berobat

4.Berobat menjadi makruh dalam beberapa kondisi


a. Jika penyakitnya termasuk yang sulit disembuhkan, sedangkan obat yang
digunakan diduga kuat tidak bermanfaat, maka lebih baik tidak berobat karena
hal itu diduga kuat akan berbuat sis- sia dan membuang harta.
b. Jika seorang bersabar dengan penyakit yang diderita, mengharap balasan surga
dari ujian ini, maka lebih utama tidak berobat, dan para ulama membawa
hadits Ibnu Abbas dalam kisah seorang wanita yang bersabar atas penyakitnya
kepada masalah ini.
c. Jika seorang fajir/rusak, dan selalu dholim menjadi sadar dengan penyakit
yang diderita, tetapi jika sembuh ia akan kembali menjadi rusak, maka saat itu
lebih baik tidak berobat.
d. Seorang yang telah jatuh kepada perbuatan maksiyat, lalu ditimpa suatu
penyakit, dan dengan penyakit itu dia berharap kepada Alloh mengampuni
dosanya dengan sebab kesabarannya.
e. Dan semua kondisi ini disyaratlkan jika penyakitnya tidak mengantarkan
kepada kebinasaan, jika mengantarkan kepada kebinasaan dan dia mampu
berobat, maka berobat menjadi wajib.

5. Berobat menjadi haram


Jika berobat dengan sesuatu yang haram atau cara yang haram maka hukumnya
haram, seperti berobat dengan khomer/minuman keras, atau sesuatu yang haram
lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Pedoman Penanggulangan KLB-DBD bagi keperawatan di RS dan


Puskesmas
Hadinegoro, Sri Rezeki. 2011. Panduan Imunisasi Anak, ed.1. Ikatan Dokter Anak
Indonesia
Notoatmodjo, Soekidjo. 2011. Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta
Rajab, Wahyudin. 2008. Buku Ajar Epidemiologi Untuk Mahasiswa Kebidanan.
Jakarta : EGC
Tamher dan Noorsiani. 2008. Flu Burung : Aspek Klinis dan Epidemiologis . Jakarta :
Salemba Medika
Trihono. 2010. Arrimes : Manajemen Puskesmas berbasis paradigma sehat. Jakarta :
Sagung Seto
Ahmad, Jurnal. 2013. Konsep Kesehatan dalam Islam.
http://ahmadbinhanbal.wordpress.com/2013/04/20/konsep-kesehatan-dalam-islam/(16
Mei 2016)

Anda mungkin juga menyukai