TINJAUAN PUSTAKA
4
Cairan intrasel adalah cairan di dalam membran sel yang berisi substansi
terlarut atau solut yang penting untuk keseimbangan cairan dan elektrolit serta
untuk metabolisme. Cairan intrasel membentuk 40% massa tubuh. Kompartemen
cairan intrasel memiliki banyak solut (zat terlarut) yang sama dengan cairan yang
berada di ruang ekstrasel. Namun, proporsi substansi-substansi tersebut berbeda.
Misalnya, proporsi kalium lebih besar di dalam cairan intrasel daripada dalam
cairan ekstrasel.
2.1.3 Pergerakan Cairan Tubuh
Cairan tubuh tidak statis. Cairan dan elektrolit berpindah dari
kompartemen satu ke kompartemen lain untuk memfasilitasi proses-proses yang
terjadi di dalam tubuh seperti oksigenasi jaringan, respons terhadap penyakit,
keseimbangan asam basa, dan respons terhadap terapi obat. Cairan tubuh dan
elektrolit berpindah mealui difusi, osmosis, filtrasi, dan transpor aktif.
Perpindahan tersebut bergantung pada permeabilitas membran sel atau
kemampuan membran untuk ditembus cairan dan elektolit.
2.1.3.1 Difusi
Difusi adalah proses ketika materi padat, partikel, seperti bola di
dalam cairan, berpindah dari daerah berkonsentrasi tinggi ke daerah
berkonsentrasi rendah, sehingga distribusi partikel di dalam cairan
menjadi merata atau partikel akan melewati membran sel yang
permeabel terhadap substansi tersebut. Cara lain untuk menjelaskan hal
ini adalah substansi berdifusi ke cairan dengan konsentrasi yang lebih
rendah (Weldy, 1992 dalam Potter and Perry, 2006).
2.1.3.2 Osmosis
Osmosis adalah perpindahan pelarut murni seperti air, melalui
membran semi permeabel yang berpindah dari larutan yang memiliki
konsentrasi solut rendah ke larutan yang memiliki konsentrasi solut
tinggi. Membran tersebut permeabel terhadap zat pelarut, tetapi tidak
permeabel terhadap solut (zat terlarut), yang berupa materi partikel.
Kecepatan osmosis bergantung pada konsentrasi solut di dalam larutan,
suhu larutan, muatan listrik solut, dan prbedaan antara tekanan osmosis
yang dikeluarkan oleh larutan. Konsenrasi larutan diukur dalam osmol,
yang mencerminkan jumlah substansi dalam larutan yang berbentuk
molekul, ion, atau keduanya.
5
Tekanan osmotik merupakan tekanan dengan kekuatan untuk
menarik air dan kekuatan ini brgantung pada jumlah molekul di dalam
larutan. Suatu larutan dengan konsentrasi solut yang tinggi memiliki
tekanan osmotik yang tinggi sehingga air akan tertarik masuk ke dalam
larutan tersebut. Tekanan osmotik diberikan melalui membran semi
permeabel dan tekanan ini bergantung kepada aktivitas solut yang
dipisahkan oleh membran. Apabila konsentrasi solut pada salah satu sisi
membran semi permeabel lebih besar maka laju osmosis akan ebih
cepat sehingga terjad percepatan transfer zat pelarut menembus
membran semi permeabel. Hal ini akan terus berlanjut sampai tercapai
keseimbangan. Tekanan osmotik larutan disebut juga osmolalitas, yang
dicerminkan dalam satuan osmol atau miliosmol per kilogram
(mOsm/kg) larutan. Osmolalitas serum normal adalah 280-295
mOsm/kg.
Suatu larutan yang osmolalitasnya sama dengan plasma darah
disebut isotonik. Pemberian larutan isotonik melalui intravena (IV) akan
mencegah perpindahan cairan dan elektrolit dari kompartemen intrasel.
Larutan hipotonik IV yang memiliki konsentrasi solut lebih rendah dari
plasma akan membuat air berpindah ke dalam sel. Sebaliknya,
pemberian larutan hipertonik IV yang memiliki konsentrasi solut lebih
besar dari plasma akan membua air keluar dari dalam sel.
Tekanan osmotik darah dipengaruhi oleh protein plasma,
khususnya albumin, suatu protein serum yang diproduksi secara alami
oleh tubuh. Albumin menghasilkan osmotik koloid atau tekanan
onkotik, yang cenderung menjaga cairan tetap berada di dalam
kompartemen intravaskular. Di bagian ujung vena kapiler, tekanan
onkotik dan penurunan tekanan hdrostatik vena akan menarik air dan
produk-produk sisa metabolisme menuju kapiler untuk difitrasi melalui
ginjal.
2.1.3.3 Filtrasi
Filtrasi adalah suatu proses perpindahan air dan substansi yang
dapat larut secara bersamaan sebagai respons terhadap adanya tekanan
cairan. Prosesw ini bersifat aktif di dalam bantalan kapiler, tempat
perbedaan tekanan hidrostatik atau gradien yang menentukan
6
perpindahan air, elektrolit, dan substansi terlarut lain yang berada di
antara cairan kapiler dan cairan interstisial.
Tekanan hidrostatik adalah tekanan yang dihasilkan oleh suatu
likuid di dalam sebuah ruangan. Darah dan cairan arteri akan memasuki
kapiler jika tekanan hidrostatik lebih tinggi dari tekanan interstisial,
sehingga cairan dan solut berpindah dari kapiler menuju sel. Pada ujung
bantalan vena kaliper, cairan dan produk-produk sisa metabolisme
berpindah dari sel menuju kapiler karena tekanan hidrostatiknya lebih
kecil dari tekanan interstisial.
2.1.3.4 Transpor aktif
Berbeda dari difusi dan osmosis, transpor aktif memerlukan
aktivitas metabolik dan pengeluaran energi untuk menggerakkan
berbagai materi guna menembus membran sel. Hal ini memungkinkan
sel menerima molekul yang lebih besar dari sel tersebut, selain itu, sel
dapat menerima atau memindahkan molekul dari daerah berkonsentrasi
rendah ke daerah berkonsentrasi tinggi. Contoh transpor aktif adalah
pompa natrium dan kalium. Natrium dipompakan keluar dari sel dan
kalium dipompakan masuk ke dalam sel, melawan gradien konsentrasi.
Transpor aktif ditingkatkan oleh molekul pembawa (carier
molecule) yang berada di antara sel, yang akan mengikat diri mereka
sendiri dengan molekul yang masuk ke dalam sel. Misalnya, glukosa
mampu memasuki sel setelah glukosa berikatan dengan insulin, yang
merupakan alat transpornya. Transpor aktif merupakan suatu
mekanisme mengenai sel-sel yang mengabsorpsi glukosa dan substansi-
substansi lainuntuk melakukan aktivitas metabolik.
2.1.4 Definisi Overload Cairan
Oveload cairan atau hypervolemia atau overhidrasi adalah berlebihnya
cairan intraselular atau interstitial terutama dalam plasma karena retensi
maupun intake yang berlebihan.
2.1.5 Etiologi
Hipervolemia dapat berkembang karena dua proses :
2.1.5.1 Pemberian cairan berlebihan secara bertahap
2.1.5.2 Kegagalan pengeluaran cairan.
7
Etiologi hipervolemi
Faktor etiologi Contoh
Kompromi pengaturan Sirosis
perpindahan dan ekskresi cairan albumin
Heart failure
Hipotiroidism
Obstruksi limfatik
Renal disorder
Konsumsi berlebihan cairan Lebihnya jumlah natrium
atau makanan yang melalui i.v
mengandung sodium Maknan tinggi natrium
Obat tinggi sodium (alka-seltzer
Peningkatan adh dan aldosteron Anastesi umum
Syndrome caushing
Hiperaldosteron
Pemakaian glukokortikoid
White, Bernadette. 2009. Medical Surgical Nursing:Client With Fluid Imbalance. Missouri:Elsevier
Hipervolemia
Berlebihan cairan isotonis atau hipotonis
(I.V)
Heart Failure
Renal Failure
Polidipsi
SIADH
Sindrom Caushing
Pemakaian kortikosterois jangka panjang
Bopp, Audrey. 2011. Medical Surgical Nursing : Urinary System. Missouri:Elsevier
2.1.6 Patofisiologi
Biasanya, tubuh dapat menciptakan proses dengan mana ia dapat
mengimbangi dan melepaskan keseimbangan cairan dan elektrolit. Hal ini
biasanya dilakukan dengan bantuan hormon seperti aldosteron, peptida
natriuretik atrium (ANP) dan hormon antidiuretik (ADH). Hormon-hormon ini
menyebabkan nefron dalam ginjal untuk melepaskan air dan natrium penting
yang dibutuhkan oleh tubuh (Baird, M, et al, 2010)
Hipervolemia hasil dari gangguan ginjal dimana terjadi kerusakan
penyaringan glomerulus (Natrium dan air). Saat terjadi peningkatan volume
cairan, jantung berkompensasi dengan cara takikardi dan hipertropi. Ketika
kompensasi gagal, terjadi gagl jantung. Gagal jantung yang tidak terkontrol
dapat menyebabkan kegagalan organ multiple dan kematian akibat retensi air
besar, juga dikenal sebagai anasarca (White, 2009)
8
Kondisi tersebut menyebabkan penuruna kadar protein plasma
(albumin), seperti gagal ginjal, hasil penurunan tekanan onkotik darah.
Hilangnya tekanan onkotik dari tingkat albumin rendah menurunkan
reabsorpsi air dari ruang jaringan pada ujung vena dari kapiler, yang
menyebabkan edema perifer atau, jika dalam rongga peritoneal, ascietes
(White, 2009).
Ketika saluran limfatik yang terhalang atau telah dihapus atau rusak,
jaringan meningkatkan tekanan onkotik dan mengarah ke edema. Edema juga
dapat berkembang dari kondisi apapun, seperti trauma jaringan, yang memicu
respon inflamasi dan dengan demikian menyebabkan peningkatan
permeabilitas kapiler (White, 2009).
Ketika overload cairan terjadi, tekanan hidrostatik darah lebih tinggi
dari normal pada ujung arteri kapiler, mendorong kelebihan cairan ke dalam
ruang interstitial. Kelebihan cairan yang tidak reabsorpsi pada ujung vena
kapiler karena tekanan onkotik terlalu rendah untuk menarik cairan kembali
melintasi membran kapiler. Biasanya cairan adalah cairan sisa yang
dikeluarkan oleh limfatik, tetapi dalam kasus edema, volume cairan overloads
sistem lymp dan mengatakan di ruang intertitial, menyebabkan edema perifer
(White, 2009).
Dengan meningkatnya tekanan cairan di daerah interstitial dan
jaringan, itu mengakibatkan resistensi untuk meneruskan aliran darah dan
meningkatkan daya tahan seluruh sistem peredaran darah. Proses ini disebut
peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan akhirnya menolak keluaran
ventrikel kiri (White, 2009).
Darah tidak dapat didorong ke depan dan melintasi membran kapiler
alveoli paru-paru, sehingga kelebihan cairan paru. Karena paru-paru adalah
organ tekanan rendah, mereka juga menawarkan sedikit perlawanan terhadap
akumulasi cairan. Edema paru dapat berkembang dengan cepat pada orang-
orang dengan gangguan ventrikel kiri. Jika jantung kanan gagal, edema perifer
terjadi melalui proses retrogarde. Gagal jantung kiri dapat menyebabkan
kegagalan sisi kanan dan sebaliknya. Oleh karena edema paru dan perifer
mungkin ada simultan (White, 2009)
9
2.1.7 Manifestasi Klinis
Terdapat dua manifestasi yang ditimbulkan akibat kelebihan cairan,
yaitu hipervolume (peningkatan volume darah) dan edema (kelebihan cairan
pada interstisial). Normalnya, cairan interstisial tidak terikat dengan air, tetapi
elastis dan hanya terdapat di antara jaringan. Pitting edema merupakan edema
yang berada di daerah perifer atau akan berbentuk cekung setelah ditekan pada
daerah yang bengkak, hal ini disebabkan oleh perpindahan cairan ke jaringan
melalui titik tekan. Cairan dalam jaringan yang edema tidak digerakkan ke
permukaan lain dengan penekanan jari. Nonpitting edema tidak menunjukkan
tanda-tanda cairan ekstrasel, tetapi sering karena infeksi dan trauma yang
menyebabkan membekunya cairan pada permukaan jaringan. Kelebihan
volume vaskular meningkatkan hidrostatik cairan dan akan menekan cairan ke
permukaan interstisial.
Edema anasarka adalah edema yang terdapat di seluruh tubuh.
Peningkatan tekanan hidrostatik yang sangat besar menekan sejumlah caira
hingga ke membran kapiler paru sehingga menyebabkan edema paru, dan
dapat mengakibatkan kematian. Manifestasi edema paru adalah penumpukan
sputum, dispnea, batuk dan adanya suara napas ronchi basah. Keadaan edema
ini disebabkan oleh gagal jantung sehingga dapat menyebabkan peningkatan
tekanan pada kapiler darah paru dan perpindahan cairan ke jaringan paru
(Hidayat, 2008).
2.1.8 Ketidakseimbangan isotonik
Kelebihan volume cairan terjadi saat air dan natrium dipertahankan
dalam proporsi isotonik sehingga menyebabkan hipervolemia tanpa disertai
perubahan kadar elektrolit serum. Pasien yang beresiko mengalami kelebihan
volume cairan ini meliputi pasien yang menderita gagal jantung kongestif,
gagal ginjal dan sirosis (Weldy, 1992 dalam Potter and Perry, 2006).
2.1.9 Ketidakseimbangan hipoosmolar
Ketidakseimbangan hipoosmolar (kelebihan cairan) terjadi ketika asupan
cairan berlebihan (polidipsi psikogenetik) atau sekresi ADH berlebihan. Efek
keseluruhannya adalah dilusi (pengenceran) volume cairan ekstrasel disertai
osmosis air ke dalam sel (Long et al, 1993 dalam Potter and Perry, 2006). Sel-
sel otak sangat sensitif dan proses ini dapat menyebabkan edema serebral,
10
yang dapat menyebabkan penurunan level kesadaran, koma, dan bahkan
kematian.
2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2.2.1 Pengkajian Keperawatan
2.2.1.1 Riwayat keperawatan
Pengkajian keperawatan pada masalah kebutuhan cairan dan
elektrolit meliputi jumlah asupan cairan yang dapat diukur melalui
jumlah pemasukan secara oral, parenteral, atau enteral. Jumlah
pengeluaran dapat diukur melalui jumlah produki urine, feses, muntah
atau pengeluaran lainnya, status kehilangan/kelebihan cairan, dan
perubahan berat badan yang dapat menentukan tingkat dehidrasi
(Hidayat, 2008). Berikut adalah riwayat keperawatan yang perlu dikaji
terkait riwayat keseimbangan cairan dalam Potter and Perry (2006):
2.2.1.2 Pembedahan
Prosedur pembedahan menyebabkan perubahan keseimbangan
cairan pada hari kedua sampai hari kelima setelah pembedahan karena
respons stres tubuh terhadap trauma pembedahan. Semakin luas
pembedahan, semakin besar respons tubuh. Setelah hari kedua pasca
operasi, dimulailah fase diuretik: kadar hormon kembali ke nilai
normal sehingga natrium dan air disekresikan.
2.2.1.3 Luka bakar
Pasien yang menderita luka bakar parah derajat dua atau tiga
akan kehilangan cairan tubuh. Semkin luas permukaan tubuh yang
terbakar, semakin besar kehilangan cairan. Plasma meninggalkan
ruang intravaskular dan terperangkap menjadi edema diikuti dengan
hilangnya protein serum, atau plasma dan cairan interstisial hilang
sebagai eksudat luka bakar. Uap air dan panas hilang sesuai dengan
proporsi besarnya daerah kulit yang terbakar. Kemudian darah bocor
dari kapiler yang sudah rusak sehingga menambah kehilangan volume
cairan intravaskular. Terakhir, adanya perpindahan natrium dan air ke
dalam sel yang membuat cairan ekstravaskuler semakin berkurang
(Long et a, 1993 dalam Potter an Perry, 2006).
2.2.1.4 Gangguan kardiovaskular
11
Kegagalan jantung membuat penurunan curah jantung.
Akibatnya, perfusi ke ginjal menurun dan haluaran urine berkurang.
Pasien yang mengalami peningkatan natrium dan air menyebabkan
beban kerja sirkulasi berlebih sehingga menyebabkan edema paru.
2.2.1.5 Gangguan pernapasan
Perubahan yang terkait dengan pneumonia, kelebihan sedatif,
dan penyakit paru obstruktif menahun, akan mengganggu eliminasi
karbon dioksida. Seiring dengan pembentukan karbon dioksida di
dalam aliran darah, mekanisme kompensasi tubuh (bufer, proses ginjal)
tidak dapat lagi beradaptasi. Dengan demikian, pH arteri menurun.
Kondisi yang menyebabkan hiperventilasi dapat menyebabkan
alkalosis respiratorik.
2.2.1.6 Gangguan ginjal
Gagal ginjal mengubah keseimbangan cairan dan elektrolit.
Terdapat retensi abnormal natrium, klorida, kalium dan air di dalam
cairan ekstrasel. Kadar plasma dalam produk sisa metabolik seperti
BUN dan kreatinin meningkat karena ginjal tidak mampu menyaring
dan mengekskresikan produk sisa metabolisme selular tersebut.
Peningkatan ini bersifat toksik terhadap proses seluler. Asidosis
metabolik terjadi ketika ion hidrogen dalam tubuh ditahan akibat
penurunan fungsi ginjal. Karena gangguan ginjal, mekanisme
kompensasi ginjal yang sudah biasa seperti reabsorpsi bikarbonat tidak
tersedia lagi, sehingga kemampuan tubuh untk memperbaiki
keseimbangan asam-basa menjadi terbatas.
2.2.1.7 Kanker
Tipe ketidakseimbangan cairan dan elektrolit yang diobservasi
pada pasien dengan kanker bergantung pada tipe dan perluasan kanker.
Semua ketdakseimbangan elektrolit dapat terjadi pada pasin yang
menderita kanker, akibat kelainan anatomi sehubungan dengan
keberadaan abnormal umor. Misalnya tumor pada rongga peritoneum
menyebabkan produksi cairan serosa berlebihan sehingga terjadi asites
(Long et al, 1993 dalam Potter and Perry, 2006).
2.2.1.8 Cedera kepala
12
Cedera kepala dapat menyebabkan edema serebral. Kadangkala,
edema menyebabkan penekanan pada kelenjar hipofisis dan mengubah
sekresi ADH. Diabetes insipidus terjadi apabila sekresi ADH terlalu
sedikit dan pasien mengekskresikan sejumlah besar urine dengan berat
jenis rendah. Perubahan selanjutnya adalah SIADH, di mana sekresi
ADH berlanjut menyebabkan peningkatan volume cairan ekstrasel
secara bertahap, hiponatremia dan hipoosmolalitas (Horne et al, 1991
dalam Potter and Perry, 2006).
2.2.1.9 Gangguan saluran cerna
Pengisapan gastroentertis dan nasogastrik menyebabkan
kehilangan ciraan, klium, dan ion-ion klorida. Ion hidrogen yang juga
hilang, menyebabkan gangguan keseimbangan asam-basa. Fistula
gastrointestinal juga dapat menyebabkan kehilangan kalium,
menyebabkan resiko terjadinya hipokalemia.
2.2.1.10 Pengkajian fisik
Pengkajian fisik meliputi sistem yang berhubungan dengan
masalah cairan dan elektrolit, sepert sistem integumen (status turgor
kulit dan edema), sistem kardiovaskular (distensi vena jugularis,
tekanan darah, bunyi jantung), sistem penglihatan (kondisi dan cairan
mata), sistem neurologi (gangguan sensorik dan motorik, status
kesadaran, refleks), dan sistem gastrointestinal (mukosa mulut, lidah,
bising usus) (Hidayat, 2008). Pengkajian fisik pada gangguan cairan
dan elektrolit juga meliputi (Potter and Perry, 2006):
1) Berat badan harian
Dengan menimbang berat badan, retensi cairan dapat dideteksi dini
karena 2,5 sampai 5 kg cairan tertahan di dalam tubuh sebelum
muncul edema.
2) Penghitungan asupan dan haluaran cairan
Penghitungan dan pencatatan semua asupan cairan serta haluaran
4cairan dalam 24 jam membantu melengkapi pengkajian data dasar
mengenai keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa. Asupan
mencakup semua cairan yang masuk melalui oral, selang
nasogastrik, dan parenteral. Haluaran cairan meliputi urine, diare,
muntah, pengisapan gaster, dan drainase selang pascabedah.
13
Pencatatan asupan dan haluaran sangat penting untuk memperoleh
data dasar yang akurat. Perawat memperhatikan kecenderungan
yang terjadi selama periode 24, 48, dan 72 jam untuk membantu
mempertahankan status hidrasi yang berkesinambungan untuk
mencegah terjadinya ketidakseimbangan cairan yang berat.
2.2.1.11 Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium terkait gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit antara lain darah rutin (Hemoglobin,
Hematokrit), kimia darah (elektrolit serum Na+, K+, Ca2+, Mg2+, Cl-,
P), analisa gas darah (pH, HCO3-, PCO2, PO2).
14
2.3 KONSEP TEORI ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN
KESEIMBANGAN ELEKTROLIT
2.3.1 Pengaturan Elektrolit
Elektrolit terdapat pada seluruh cairan tubuh. Cairan tubuh
mengandung oksigen dan sisa metabolisme, seperti karbon dioksida, yang
semuanya disebut dengan ion. Beberapa jenis garam dalam air akan dipecah
dalam bentuk ion elektrolit. Contohnya, NaCl akan diubah menjadi ion Na+
dan Cl-. Pecahan elektrolit tersebut merupakan ion yang dapat menghantarkan
arus listrik. Ion yang bermuatan negatif disebut anion sedangkan yang
bermuatan positif disebut kation. Contoh kation antara lain natrium, kalium,
kalsium, dan magnesium, sedangkan contoh anion adalah klorida, bikarbonat
dan fosfat.
Komposisi elektrolit dalam plasma adalah sebagai berikut (Hidayat,
2008):
Natrium : 135-145 mEq/L
Kalium : 3,5-5,3 mEq/L
Kalsium : 4-5 mEq/L
Magnesium : 1,5-2,5 mEq/L
Klorida : 100-106 mEq/L
Bikarbonat : 22-26 mEq/L
Fosfat : 2,5-4,5 mg/100mL
Pengukuran elektrolit dalam satuan miliequivalen per liter cairan tubuh atau
miligram per 100 ml (mg/100ml). Equivalen tersebut merupakan kombinasi
kekuatan zat kimia atau kekuatan anion dan kation dalam molekul.
2.3.2 Komposisi Elektrolit Utama dalam Tubuh
2.3.2.1 Natrium (Na+)
Sebagai ion ekstrasel utama di tubuh, natrium berperan pada
sebagian besar penentuan osmolaritas plasma dan juga penting dalam
memelihara potensial membran dan konduksi saraf. Ginjal adalah organ
utama yang melakukan pengaturan natrium plasma yang menyaring
secara bebas dan mereabsorpsi sedikitnya 98% natrium yang difiltrasi.
2% sisanya direabsorpsi atau diekskresi ke dalam urine, yang bergantung
pada ada atau tidaknya hormon aldosteron; peningkatan aldosteron
meningkatkan reabsorpsi natrium pengganti ke darah dengan bekerja di
15
tingkat tubulus distal ginjal. Rangsang yang ditimbulkan oleh hormon
angiotensin II memicu korteks adrenal mensekresi hormon aldosteron.
Serangkaian reaksi yang dipicu oleh hormon renin dari sel-sel
juxtaglomerulus ginjal merangsang pembentukan angiotensin II. Akibat
rendahnya natrium plasma dan tekanan darah maka dilepaskan renin
sebagai hasil dari peningkatan kadar angiotensin II maka dirangsang
pelepasan aldosteron dan keseimbngan natrium dan tekanan darah
kembali normal; proses ini adalah contoh sempurna dari suatu siklus
umpan balik negatif.
Pengeluaran natrium juga terjadi lewat pengeluaran keringat dan
tinja dalam jumlah kecil. Kekurangan natrium dari rute-rute ini dapat
mengakibatkan kematian pada kasus berkeringat dan diare yang
berlebihan.
Ingesti natrium dipengaruhi oleh rasa dan oleh dorongan
homeostatis (selera terhadap garam) untuk mempertahankan
keseimbanan natrium. Manusia dan hewan lainnya mempunya dorongan
untuk memakan garam yang dipicu oleh natrium plasma yang rendah.
Selain itu, manusia dan hewan lainnya juga menunjukkan kesukaan
mekakan garam yang berbeda, suatu kedaan yang untuk sebagian kecil
manusia dapat turut berperan pada hipertensi akibat kepekaan terhadap
garam (Corwin, 2009).
2.3.2.2 Kalium (K+)
Kalium, ion intrasel utama di tubuh, berperan penting dalam
menentukan potensial membran sel. Karena perubahan dalam
konsenrasi ekstrasel dapat menimbulkan gangguan fungsi saraf dan
jantung yang dapat menimbulkan kematian maka pengaturan kadar
kalium dalam cairan ekstrasel dilakukan dengan cermat, meski
konsentrasinya dalam ekstrasel rendah. Kalium dapat berpindah di antara
kompartemen intrasel dan ekstrasel, bergantung pada berbagai pengaruh
saraf dan hormon serta pH cairan ekstrasel. Misalnya,rangsangan saraf
beta adrenergik dan sekresi insulin meningkatkan perpindahan intrasel
kalium dengan merangsang pompa Na+ atau K+. Sebaliknya, penurunan
pH plasma dapat meningkatkan perpindahan kalium keluar sel.
16
Sumber kalium di tubuh didapat dari makanan. Ekskresi kalium
terutama terjadi melalui urine, dengan sejumlah kecil lewat keringat dan
ginjal. Faktor pengontrol utama simapanan kalium total di tubuh adalah
hormon aldosteron (Corwin, 2009). Sumber kalium terdapat pada
gandum utuh, daging, polong-polongan, buah-buahan, dan sayur-mayur.
Kalium dibutuhkan untuk pembentukan glikogen, sintesis protein, dan
upaya memperbaiki keseimbangan asam-basa. Nilai laboratorium normal
kalium serum adalah 3,5 5,3 mEq/L (Potter and Perry, 2006).
Ginjal memelihara keseimbangan kalium. Kalium difiltrasi secara
bebas di glomerulus dan kemudian sedikitnya 80% direabsorpsi. Apabila
pemasukan kalium dari makanan berlebihan maka ginjal juga dapat
mensekresikan kalium melalui urine agar kembali seimbang. Apabial
kalium dalam makanan rendah maka tidak ada yang disekresiakn melalui
urine dan semua direabsorpsi. Peningkatan sekresi (demikian juga
ekskresi) terjadi sebagai respon terhadap rangsangan tubulus distal ginjal
oleh hormon aldosteron. Angiotensin II dilepaskan sebagai respons
terhadap aldosteron dari koreks adrenal. Pelepasan aldosteron, pada
tingkat yang lebih rendah, juga dirangsang secara langsung olh kalium
plasma yang rendahdan peningkatan hormon adrenokortikotropin
(ACTH) hipofisis.
2.3.2.3 Kalsium (Ca2+)
Kalsium adalah ion intrasel utama, dengan hampir 99% dari
simpanan tubuh total ada di dalam tulang dan sisanya 1% sebagian besar
tersimpan di intrasel jaringan lain. Kalsium ekstrasel dalam jumlah yang
amat kecil beredar dalm bentuk terikat dengan albumin; membentuk
kompleks dengam zat non-organik lain seperti sitrat, fosfat, atau sulfat;
atau terdapat dalam bentuk terionisasi. Kalsium dalam bentuk terionisasi
penting bagi kontraksi otot dan berbagai reaksi enzim. Selain itu,
kalsium dibutuhkan untuk sebagian besar langkah dalam jaras
pembekuan. Kasium didapatkan dari makanan, difiltrasi, direabsorpsi,
dan diekskresi oleh ginjal. Kalsium tidak disekresi.
Kontrol kalsium serum terutama dihasilkan dari perubahan sekresi
hormon paratiroid yang dilepaskan kelenjar paratiroid; penurunan
kalsium serum merangsang peningkatan sekresi hormon paratiroid.
17
Selanjutnay peningkatan ini bekerja dalam salah satu dari tiga berikut
cara untuk mengembalikan kalsium serum menjadi normal: (1)
meningkatkan reabsorpsi kalsium di ginjal, (2) merangsang penguraian
tulang untuk melepaskan kalsium tulang; atau (3) merangsang
pengaktifan vitamin D, sehingga meningkatkan reabsorpsi kalsium di
usus. Hormon kedua, kalsitonin yang disekresi dari sel-sel khusus
kelenjar tiroid, juga mengendalikan kadar kalsium serum. Bila terjadi
peningkatan kalsium serum, maka dilepaskn kalsitonon dan berfungsi
menurunkan kalsium serum dengan mengurangi penguraian tulang.
Kalsitonin juga mengurangi reabsorpsi kalsium oleh ginjal, yang
kemudian menurunkan kadar serum. Kalsium serum berbanding terbalik
dengan fosfat serum.
2.3.2.4 Fosfat (P)
Fosfat adalah ion intrasel yang penting bagi sebagian besar reaksi-
reaksi metabolik yang merupakan komponen pokok dari ATP, DNA, dan
RNA. Fosfat juga berfungsi sebagai suatu penyangga ion hidrogen dalam
plasma dan urine. Sekitar 85% simpanan fosfat terdapat di tulang,
dengan 14% di semua sel-sel lain, kurang dari 1% di ekstrasel. Fosfat
didapatkan dari makanan dan berbanding lurus dengan asupannya
difiltrasi dan diekskresi melalui urine. Dalam serum kadar fosfat
berbanding terbalik dengan kalsium. Pada gagal ginjal, kadar fosfat
dipicu naik dan mengakibatkan kadar kalsium serum rendah.
2.3.2.5 Magnesium (Mg2+)
Magnesium adalah ion intrasel utama yang terdapat dalam tulang
(50%), dalam sel-sel tubuh (49%), dan dalam darah (1%). Magnesium
dibutuhkan untuk berbagai reaksi enzim dan merupakan ion penting
untuk pembentukan DNA dan transkripsi RNA, untuk translasi, dan
untuk pembentukan ion. Magnesium dapat berikatan dengan reseptor
kalsium, mengaktifkan respon kalsium (dengan meniru) atau
menghambat efek kalsium. Megnesium didapatkan dari makanan dan
difiltrasi dan diekskresi dalam urine (Corwin, 2009).
2.3.2.6 Klorida (Cl-)
Klorida ditemukan di dalam cairan intrasel dan ekstrasel.
Keseimbangan klorida dipertahankan melalui asupan makanan dan
18
ekskresi serta reabsorpsi renal. Nilai laboratorium normal untuk klorida
serum adalah 100 sampai 106 mEq/L.
2.3.2.7 Bikarbonat (HCO3-)
Bikarbonat adalah bufer dasar kimia yang utama di dalam tubuh.
Ion bikarbonat ditemukan dalam cairan ekstrasel dan intrasel. Nilai
laboratorium normal bikarbonat arteri berkisar antara 22 sampai 26
mEq/L. Di dalam darah vena, bikarbonat diukur melalui kandungan
karbon dioksida dan nilai normal bikarbonat untuk orang dewasa adalah
24 sampai 30 mEq/L.
Bikarbonat diatur oleh ginjal. Apabila tubuh memerlukan lebih
banyak basa, ginjal akan mereabsorpsi bikarbonat dalam jumlah yang
lebih besar dan bikarbonat tersebut akan dikembalikan ke dalam cairan
ekstrasel. Ion bikarbonat merupakan komponen paling penting dalam
sistem bufer asam karbonat-bikarbonat yang sangat penting berperan
dalam keseimbangan asam-basa.
2.3.2.8 Fosfat (PO3-)
Fosfat merupakan anion bufer dalam cairan intrasel dan ekstrasel.
Fosfat dan kalsium membantu mengembangkan dan memelihara tulang
dan gigi. Fosfat juga meningkatkan kerja neuromuskular normal,
berpartisipasi dalam metabolisme karbohidrat, dan membantu
pengaturan asam-basa. Nilai laboratorium normal fosfat serum adalah
2,5 sampai 4,5 mg/100 ml.
Konsentrasi fosfat serum diatur oleh ginjal, hormon paratiroid, dan
vitamin D teraktivasi (Long et al, 1993 dalam Potter and Perry, 2006).
Fosfat secara normal diabsorpsi melalui saluran gastrointestinal. Kalsium
dan fosfat berbanding terbalik secara proporsional. Jika salah satunya
meningkat, maka yang lainnya akan turun.
2.3.3 Definisi Gangguan Keseimbangan Elektrolit
Konsentrasi elektrolit yang tidak normal dapat menyebabkan banyak
gangguan yang menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit (Darwin et al,
2008). Ketidakseimbangan elektrolit terjadi setiap kali ada kelebihan atau
defisit dikadar plasma ion tertentu (White, 2009).
2.3.4 Macam-macam Gangguan Keseimbangan Elektrolit
2.3.4.1 Hiponatremia
19
Hiponatrremia merupakan suatu keadaan kekurangan kadar
natrium dalam plasma darah yang ditandai dengan adanya kadar natrium
dalam plasma sebanyak <135 mEq/L, rasa haus berlebihan, denyut nadi
yang cepat, hipotensi, konvulsi, dan membran mukosa kering.
Hiponatremia disebabkan oleh hilangnya cairan tubuh secara berlebihan,
misalnya ketika tubuh mengalami diare berkepanjangan (Hidayat, 2008).
Hiponatremia dapat disebabkan penyakit ginjal, insufisiensi adrenal,
kehilangan melalui gastrointestinal, peningkatan ekskresi keringat,
diuretik, dan asidosis metabolik (Potter and Perry, 2006).
Penatalaksanaan dilakukan berdasarkan penyebabnya dan dapat meliputi
pembatasan asupan air, penghentian atau penggantian diuretik, dan
memberikan obat-obat yang menghambat fungsi ADH. Mungkin
dibutuhkan pemberian larutan salin (Corwin, 2009).
2.3.4.2 Hipernatremia
Hipernatremia merupakan suatu keadaan di mana kadar natrium
dalam plasma tinggi, ditandai dengan adanya mukosa kering,
oliguria/anuria, turgor kulit buruk dan permukaan kulit membengkak,
kulit kemerahan, lidah kering dan kemerahan, konvulsi, suhu badan naik,
serta kadar natrium plasma >145 mEq/L (Hidayat, 2008). Kondisi
demikian bisa disebabkan karena dehidrasi, diare, sekresi aldosteron
berlebih (Potter and Perry, 2006). Terapinya adalah dengan rehidrasi
oral. Osmolalitas serum harus dipantau cermat agar tidak mengganggu
fungsi SSP (Corwin, 2009).
2.3.4.3 Hipokalemia
Hipokalemia merupakan suatu keadaan kekurangan kadar kalium
dalam darah. Hipokalemia dapat terjadi dengan sangat cepat. Kondisi ini
sering terjadi pada pasien dengan diare berkepanjangan, juga ditandai
dengan lemahnya denyut nadi, turunnya tekanan darah, tidak nafsu
makan dan muntah-muntah, perut kembung, lemah dan lunaknya otot
tubuh, tidak beraturannya denyut jantung (aritmia), penurunan bising
usus, dan turunnya kadar kalium plasma <3,5 mEq/L (Hidayat, 2008).
Terapi ditujukan untuk meningkatkan asupan dalam diet atau pemberian
suplemen atau infus (Corwin, 2009).
20
2.3.4.4 Hiperkalemia
Hiperkalemia merupakan suatu kedaan di mana kadar kalium
dalam darah tinggi, sering terjadi pada pasien luka bakar, penyakit ginjal,
asidosis metabolik, pemberian kalium yang berlebihan melalui intravena
yang ditandai dengan mual, hiperaktivitas sistem pencernaan, aritmia,
kelemahan, sedikitnya jumlah urine dan diare, kecemasan dan iritabilitas,
serta kadar kalium plasma mencapai >5 mEq/L. Penanganan bergantung
pada penyebab dan keparahan. Dianjurkan perubahan kebiasaan makan
pada ingesti berlebihan. Dialisis dibutuhkan pada individu yang
mengalami gagal ginjal. Pengeluaran cepat kalium dari cairan ekstrasel
dapat dilakukan dengan pemberian insulin, yang meningkatkan transpor
intrasel kalium (Corwin, 2009).
2.3.4.5 Hipokalsemia
Hipokalsemia merupakan kondisi kekurangan kadar kalsium dalam
plasma darah yang ditandai dengan adanya kram otot dan kram perut,
kejang, bingung, kadar kalsium dalam plasma <4,3 mEq/L, dan
kesemutan pada jari dan sekitar mulut yang dapat disebabkan oleh
pengaruh pengangkatan kelenjar gondok, serta kehilangan sejumlah
kalsium karena sekresi intestinal, hipoalbuminemia, hipoparatiroidisme,
defisiensi vitamin D, dan pankreatitis (Potter and Perry, 2006).
Penanganan hipokalsemia akut berupa infus intravena senyawa kalsium.
Untuk gangguan jangka panjang, dianjurkan untuk meningkatkan
kalsium dan vitamin D dalam diet (Corwin, 2009).
2.3.4.6 Hiperkalsemia
Hiperkalsemia merupakan suatu keadaan kelebihan kadar kalsium
dalam darah yang dapat terjadi pada pasien yang mengalami
pengangkatan kelenjar gondok dan makan vitamin D secara berlebihan,
ditandai dengan adanya nyeri pada tulang, relaksasi otot, batu ginjal,
mual-mual, koma, dan kadar kalsium plasma mencapai >4,3 mEq/L
(Hidayat, 2008). Penyebabnya antara lain hiperparatiroidisme, metastase
tumor tulang, osteoporosis dan imobilisasi lama (Potter and Perry, 2006).
Penatalaksanaan ditujukan mengurangi pelepasan lebih lanjut kalsium
dari tulang dan rehidrasi (Corwin, 2009).
21
2.3.4.7 Hipomagnesemia
Hipomagnesemia adalah konsentrasi magnesium <1,5 mEq/L,
dapat terjadi akibat penurunan asupan terkait dengan gizi buruk atau
konsumsi alkohol kronis, atau akibat malabsorpsi magnesium di usus
terkait dengan laksatif atau diare. Ingesti kalsium yang berlebihan dapat
merusak absorpsi magnesium di usus karena kalsium dan magnesium
bersaing mendapatkan tempat transpor yang sama. Kehilangan
magnesium yang berlebihan dari ginjal terjadi pada pemakaian diuretik
tertentu atau pada penyakit ginjal lain yang menyebabkan pembuangan
magnesium seperti diabetes mellitus, hiperaldosteronisme dan
hipoparatiroidisme.
Akibat klinis hipomagnesemia mencakup perubahan kepribadian,
tetani atau spasme neuromuskulus, hipertensi, dan disritmia jantung
(Corwin, 2009).
2.3.4.8 Hipermagnesemia
Konsentrasi magnesium serum >2,5 mEq/L disebut
hipermagnesemia. Kondisi ini relatif jarang terjadi karena ginjal dapat
meningkatkan ekskresi magnesium dalam jumlah yang amat besar bila
dibutuhkan. Dengan demikian, bila terjadi hipermagnesemia maka
biasanya individu tersebut mengalami disfungsi ginjal. Ingesti berlebihan
magnesium misalnya laksatif, khususnya mereka yang fungsi ginjalnya
buruk, dapat menyebabkan hipermagnesemia. Magnesium sulfat
diberikan pada wanita yang mengalami toksemia kehamilan sehingga
hipermagnesemia dapat menjadi komplikasi serius pada populasi ini.
Hipermagnesemia dihubungkan dengan berbagai gangguan
neurologis berat, termasuk kelemahan atau paralisis otot, konfusi, koma,
atau kematian. Karena magnesium dapat bersaing memperebutkan
tempat ikatan kalsium dengan kalsium di otot polos dan jantung,
hipermagnesemia dapat menimbulkan gejala hipokalsemia, berupa
hipotensi dan disritmia jantung, yang menyebabkan henti jantung pada
kasus yang parah. Terapi berupa penghentian pemberian magnesium.
Pemberian kalsium juga digunakan untuk melawan efek
hipermagnesemia. Dialisis dapat dibutuhkan untuk membersihkan darah
(Corwin, 2009).
22
2.3.4.9 Hipofosfatemia
Konsentrasi fosfat serum <2,5 mg/100ml disebut hipofosfatemia.
Hipofosfatemia dapat muncul sebagai akibat kurang gizi dan biasa
diderita oleh pecandu alkohol; sebagian berhubungan dengan gizi buruk
pada populasi ini. Perpinfahan fosar dari kompartemen ekstrasel ke
intrasel juga dapat menyebabkan hipofosfatemia. Karena transpor
intrasel fosfat dirangsang oleh insulin, pemberian glukosa lama atau
perbaikan gizi yang berlebihan dapat menyebabkan deplesi fosfat
ekstrasel. Hal yang sama, pemberian insulin, bila diberikan dengan dosis
sangat tinggi atau dalam upaya menangani episode ketoasidosis diabetik
dapat menimbulkan hipofosfatemia. Penurunan absorpsi fosfat di usus
dapat menyertai diare lama atau pemberian alumunium atau antasid yang
mengandung kalsium karena zat-zat ini mengikat fosfat dan
meningkatkan ekskresinya dalam tinja.
Manifestasi hipofosfatemia berupa disfungsi neuromuskular yang
ditandai dengan tremor, kelemahan otot, kejang, dan terkadang koma
dan kematian. Semua simpanan energi terganggu karena fosfat adalam
komponen penting ATP. Sel darah merah, sel darah putih, dan fungsi
trombosit juga berkurang (Corwin, 2009).
2.3.4.10 Hiperfosfatemia
Hiperfosfatemia terjadi bila konsentrasi fosfat serum >4,5
mg/100ml. Hiperfosfatemia paling sering disebabkan oleh penurunan
fungsi ginjal, selain redistribusi fosfat intrasel, yang biasanya terjadi
akibat trauma besar. Kehancuran sel-sel kanker pada kemoterapi dapat
menimbulkan hiperfosfatemia seiring dengan penghancuran sel-sel
kanker tersebut. Peningkatan fosfat dapat terjadi pada pemberian laksatif
yang mengandung fosfat atau enema.
Akibat serius dari hiperfosfatemia adalah gangguan
neuromuskular (tetani, kelemahan) dan kardiovaskuler (disritmia,
hipotensi) yang disebabkan oleh hipokalsemia timbal balik. Tujuan
pengobatan adalah mengoreksi penyebab gangguan dan dialisis mungkin
dibutuhkan (Corwin, 2009).
23
2.3.5 Manifestasi Klinis & Penatalaksanaan
Manifestasi Klinis Penatalaksanaan
Hiponatremi Gangguan neurologis diakibatkan Pengobatan ditujukan pada
oleh peningkatan air intraselular. koreksi baik penyakit yang
Tingkat keparahan berhubungan mendasarinya maupun kadar
dengan kecepatan terjadinya natrium plasma. Saline isotonik
hipoosmolalitas ekstraseluler. umumnya merupakan
Gejala awal nonspesifik dan pengobatan terpilih untuk
meliputi anoreksia, mual, dan penurunan jumlah total natrium
kelemasan. tubuh.
Edema otak yang progresif, Terapi spesifik: penggantian
bagaimanapun, mengakibatkan hormon pada pasien dengan
lateragi, konfusi, kejang, koma, hipofungsi adrenal atau tiroid.
bahkan kematian.
Hipernatremi Dalam keadaan hypervolemic, Pengelolaan hipernatremia
ginjal mengekskresikan beberapa ditujukan untuk mengembalikan
kelebihan air. keseimbangan cairan.
Dalam keadaan hipovolemik, Mengoreksi penyebab.
oliguri adalah metode kompensasi Memberi obat terapi, termasuk
ginjal. vasopressin, ddavp.
Kulit kering dan memerah, Mengelola cairan hipotonik (1/2
membran mocous menjadi kering garam untuk air gratis, D5W)
dan lengket, dan alur-alur lidah (Synder & Muzzy, 2009).
berkembang.
Terjadi peningkatan rasa haus dan
demam.
Dehidrasi sel otak pada
manifestasi neurologis seperti
haus intens, latheragy, agitasi,
kejang, dan bahkan koma.
Hipertensi postural, kelemahan,
dan penurunan turgor kulit.
Hipokalemi Efek kardiovaskular paling Penggantian oral dengan larutan
menonjol meliputi abnormalitas kalium klorida umumnya aman
EKG, aritmia, penurunan (6080 mEq/hari).
kontraktilitas jantung, dan tekanan Penggantian intravena dengan
darah arteri yang labil akibat larutan kalium klorida sebaiknya
disfungsi otonom. diberikan pada pasien dengan
Hipokalemia kronik juga atau yang beresiko terhadap
dilaporkan dapat menyebabkan manifestasi jantung atau
fibrosis miokardia. kelemahan otot.
Manifestasi EKG terutama ialah Penggantian kalium intravena
repolarisasi ventrikel yang perifer sebaiknya tidak melebihi
tertunda (delayed ventricular 8 mEq/jam karena efek iritatif
repolarization). Peningkatan dari kalium pada vena perifer.
automatisitas sel miokardium dan Larutan yang mengandung
repolarisasi yang tertunda akan dekstrosa sebaiknya dihindari
berkembang menjadi aritmia karena dapat menyebabkan
atrium dan ventrikel (Morgan et hiperglikemia dan sekresi insulin
24
al, 2006). sekunder dapat menurunkan
kadar kalium plasma lebih jauh
lagi (Morgan et al, 2006).
Hiperkalemi Efek paling penting dari Penggantian hormon
hiperkalemia ialah pada jantung mineralokortikoid.
dan otot skeletal. Kelemahan otot Obat-obatan yang berperan
skeletal umumnya tidak terlihat dalam terjadinya hiperkalemia
sampai kadar kalium plasma sebaiknya dihentikan
melebihi 8 mEq/L. Kelemahan ini Sumber peningkatan intake
disebabkan oleh depolarisasi kalium sebaiknya dikurangi atau
spontan dan inaktivasi Na+ dihentikan.Kalsium (kalsium
channel dari membran otot (mirip glukonat 10% 510 mL atau
dengan suksinil kolin), yang kalsium klorida 10% 35 mL)
akhirnya dapat menghasilkan dapat mengantasonis efek
paralisis ascending. Manifestasi kardiovaskuler dari hiperkalemia
jantung terutama akibat delayed dan berguna pada pasien dengan
depolarization dan biasanya saat tanda hiperkalemia. Dialisis
kadar kalium plasma lebih dari 7 diindikasikan pada pasien
mEq/L. Hipokalsemia, simptomatik dengan
hiponatremia, dan asidosis dapat hiperkalemia berat atau refrakter.
terjadi menonjolkan efek kardiak Hemodialisis lebih cepat dan
dari hiperkalemia (Morgan et al, efektif dari dialisis peritoneal
2006). dalam menurunkan kadar kalium
plasma (Morgan et al, 2006).
Hipokalsemi Parastesia, konfusi, stridor Terapi segera dengan kalsium
laringeal (laringospasme), spasme klorida (larutan 10% 35 ml)
karpopedal, spasme masseter, dan atau kalsium glukonat (larutan
kejang. Iritabilitas jantung dapat 10% 1020 mL). Untuk
menuju aritmia. Penurunan mencegah presipitasi, kalsium
kontraktilitas jantung dapat intravena sebaiknya tidak
mengakibatkan gagal jantung, diberikan dengan larutan yang
hipotensi, dan keduanya. mengandung bikarbonat dan
Penurunan respon terhadap fosfat. Pada hipokalsemia kronik,
digoxin dan -adrenergik agonis kalsium oral (CaCO3) dan
juga dilaporkan (Morgan et al, penggantian vitamin D biasanya
2006). diperlukan (Morgan et al, 2006).
Hiperkalsemi Anoreksia, mual, muntah, Terapi awal yang paling efektif
kelemahan, dan poliuria. Ataksia, ialah rehidrasi diikuti dengan
iritabilitas, letargi, atau konfusi diuresis cepat (urine output
dapat dengan cepat berkembang 200300 ml/jam) dengan
menjadi koma. Hiperkalsemia pemberian infus saline intravena
meningkatakan sensitivitas dan loop diuretic untuk
jantung terhadap digitalis. meningkatkan ekskresi kalsium.
Pankreatitis, ulkus peptik, dan Terapi diuretik prematur yang
gagal ginjal dapat berkomplikasi lebih dahulu dibandingkan
menjadi hiperkalsemia (Morgan et dengan rehidrasi akan
al, 2006). memperberat hiperkalsemia
melalui penurunan volume
(Morgan et al, 2006).
Hiperkalsemia berat biasanya
25
memerlukan terapi tambahan
setelah hidrasi saline dan lasix
calsiuresis. Bifosfat (pamidronate
6090 mg intravena) atau
kalsitonin (28 U/kg subkutan)
merupakan agen yang lebih
disukai. Pamidronate menjadi
agen pilihan yang baik pada
keadaan ini karena memiliki
durasi aksi yang lebih lama tetapi
harus dihindari pada keadaan
insufisiensi ginjal (kreatinin
serum > 2.5 mg/dL) (Morgan et
al, 2006).
Hipomagnesi Kebanyakan pasien dengan Hipomagnesemia asimptomatik
um hipomagnesemia tidak dapat diterapi per oral
menunjukkan gejala, tetapi (magnesium sulfat heptahidrat
anoreksia, kelemahan, fasikulasi, atau magnesium oksida) atau
parestesia, konfusi, ataksia, dan intramuskular (magnesium
kejang dapat menonjol. sulfat). Menifestasi serius seperti
Manifestasi jantung meliputi kejang harus diterapi dengan
iritabilitas listrik dan potensiasi magnesium sulfat intravena, 12
intoksikasi digoxin; kedua faktor g (816 mEq atau 48 mmol)
ini diperburuk oleh hipokalemia. diberikan secara lambat selama
Hipomagnesemia juga 1560 menit (Morgan et al,
berhubungan dengan peningkatan 2006).
insiden fibrilasi atrium.
Pemanjangan interval PR dan
QT dapat nampak seiring dengan
hipokalsemia (Morgan et al,
2006).
Hipermagnes Hipermagnesemia simptomatik Semua sumber intake magnesium
emia biasanya meliputi manifestasi (kebanyakan akibat antasida)
neurologis, neuromuskular, dan sebaiknya dihentikan. Kalsium
jantung. Hiporefleksia, sedasi dan intravena (1 g kalsium glukonat)
kelemahan otot skeletal. dapat secara sementara
Vasodilatasi, bradikardi, dan mengantagonis sebagian besar
depresi miokardium dapat efek dari hipermagnesemia. Loop
berakhir dengan hipotensi pada diuretic yang disertai dengan -
level > 10 mmol/dL (>24 mg/dL). normal saline dalam dekstrosa
Tanda EKG tidak konsisten tetapi 5% dapat meningkatkan ekskresi
termasuk pemanjangan interval magnesium (Morgan et al, 2006).
PR dan pelebaran kompleks
QRS. Hipermagnesemia dapat
menyebabkan henti napas
(Morgan et al, 2006).
Hipokloremi Tanda dan gejala dari Terapi meliputi koreksi penyebab
hiponatremia, hipokalemia, dan hipokloremia serta
alkalosis metabolik dapat terjadi. ketidakseimbangan asam-basa
Alkalosis metabolik merupakan dan elektrolit. Larutan normal
26
gangguan akibat kelebihan intake saline (NaCl 0.9%) atau
alkali atau kehilangan ion normal saline (NaCl 0.45%)
hidrogen. Hipereksibilitas otot, diberikan intravena untuk
tetani, kelemasan, dan kram otot menggantikan klorida. Jika
juga dapat terjadi. Hipokalemia pasien menerima diuretik (loop,
dapat menyebabkan hipokloremia osmotik, atau thiazid), dapat
sehingga terjadi disritmia jantung. dihentikan atau diberikan diuretik
Selain itu, oleh karena rendahnya tipe lain (Morgan et al, 2006).
kadar klorida paralel dengan Amonium klorida, sebuah agen
rendahnya kadar natrium, kadar yang bersifat asam, dapat
air dapat menjadi berlebihan. diberikan untuk mengatasi
Hiponatremia dapat menyebabkan alkalosis metabolik; dosisnya
kejang dan koma (Morgan et al, tergantung dari berat pasien dan
2006). kadar klorida serum. Agen ini
dimetabolisasi oleh hati dan
berefek sekitar 3 hari. Amonium
klorida ini sebaiknya dihindari
pada pasien dengan gangguan
fungsi hati dan ginjal (Morgan et
Hiperkloremi al, 2006).
Tanda dan gejala dari Koreksi penyakit yang
hiperkloremia hampir menyerupai menyebabkan hiperkloremia
asidosis metabolik; hipervolemia serta mengembalikan
dan hipernatremia. Takipneu; keseimbangan elektrolit, cairan,
kelemahan; letargi; napas yang dan asam-basa sangatlah penting.
dalam dan cepat; kemampuan Larutan hipotonik intravena
kognitif yang menurun; dan dapat diberikan untuk
hipertensi dapat terjadi. Jika tidak mengembalikan keseimbangan.
diterapi, hiperkloremia dapat Larutan Ringer Laktat dapat
menuju pada penurunan cardiac diberikan supaya laktat diubah
output, disaritmia, dan koma. menjadi bikarbonat di hati,
Kadar klorida yang tinggi diikuti sehingga dapat meningkatkan
dengan kadar natrium yang tinggi kadar bikarbonat dan mengoreksi
serta retensi cairan (Morgan et al, asidosis. Natrium bikarbonat
2006). intravena dapat diberikan untuk
meningkatkan kadar bikarbonat
yang menuju pada ekskresi ginjal
terhadap ion klorida akibat
kompetisi bikarbonat dan klorida
untuk berikatan dengan natrium.
Diuretik dapat diberikan untuk
mengeliminasi klorida. Natrium,
klorida, dan cairan dibatasi
(Morgan et al, 2006).
27
2.3.6 Komplikasi
28
Faktor yang berhubungan meliputi faktor-faktor yang
mempengaruhi maslaah kebutuhan cairan, seperti sakit, diet, lingkungan,
usia perkembangan, dan penggunaan obat.
2.4.1.3 Pengukuran klinik
1) Berat badan : kehilangan / bertambahnya berat badan menunjukkan adanya
masalah keseimbangan cairan:
+/- 2 % : ringan
+/- 5 % : sedang
+/- 10 % : berat
2) Pengukuran berat badan dilakukan setiap hari pada waktu yang sama.
3) Keadaan umum: pengukuran tanda vital seperti suhu, tekanan darah, nadi
dan pernapasan. Tingkat kesadaran.
4) Pengukuran pemasukan cairan: cairan oral (NGT dan oral), cairan
parenteral termasuk obat-obatan IV, makanan yang cenderung
mengandung air, irigasi kateter atau NGT.
5) Pengukuran pengeluaran cairan: urine (volume, kejernihan / kepekatan),
feses (jumlah dan konsistensi), muntah, tube drainase, IWL.
6) Ukur keseimbangan cairan dengan akurat : normalnya sekitar +/- 200 cc.
2.4.1.4 Pemeriksaan fisik
1) Integumen: keadaan turgor kulit, edema, kelelahan, kelemahan otot, tetani,
dan sensasi rasa.
2) Kardiovaskuler: distensi vena jugularis, tekanan darah, hemoglobin, dan
bunyi jantung
3) Mata: cekung, air mata kering
4) Neurologi: refleks, gangguan motorik dan sensorik, tingkat kesadaran
5) Gastrointestinal: keadaan mukosa mulut, mulut dan lidah, muntah-muntah
, diare dan bising usus
6) Muskuloskeletal: adanya kram otot, kesemutan, tremor, hipotonisitas,atau
hipertonisitas, dan refleks tendon.
7) Perkemihan: adanya oliguria atau anuria, berat jenis urin.
8) Pernafasan: frekuensi pernapasan, gangguan pernapasan seperti dispnea,
rales, dan bronki.
2.4.1.5 Pemeriksaan penunjang: pemeriksaan elektrolit, darah lengkap, PH, berat
jeins urine dan analisis gas darah. Hct, Hb, BUN, CVP, Darah vena
29
(sodium, potassium, klorida, kalsium, magnesium, pospat, osmolalitas
serum), pH Urine (NANDA, 2009).
2.4.1.6 Aspek psikologis
Pada aspek psikologis ini perlu dikaji adanya masalah-masalah perilaku
atau emosional yang dapat meningkatkan resiko gangguan cairan dan
eloktrolit.
2.4.1.7 Aspek Sosiokultural
Pada aspek ini perlu dikaji adanya faktor sosial, budaya, finansial, atau
pendidikan yang mempengaruhi terhadap terjadinya gangguaan
pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit.
2.4.1.8 Aspek spiritual
Perlu dikaji apakah klien mempunyai keyakinan, nilai-nilai yang dapat
mempengaruhi kebutuhan cairan dan elektrolit. Misalnya, apakah klien
mempunyai pantangan untuk tidak menerima transfusi darah manusia
(Asmadi, 2008).
30
Monitor kadar eektrolit darah seperti BUN, Mengetahui kadar keseimbangan
urine, serum, osmolaritas, kreatinin, elektrolit dan asam-basa dalam tubuh.
hematokrit dan Hb.
Hilangkan faktor penyebab kekurangan Rehidrasi oral untuk memenuhi
volume cairan, misalnya muntah, dengan kebutuhan cairan.
cara memberikan minum sedikit-sedikit
atau teh.
Ajarkan dan edukasi pasien untuk Memberikan pemahaman pasien
mempertahankan keseimbangan cairan. tentang pentingnya menjaga
keseimbangan cairan.
31
NH4+ H+ + NH3
Suatu asam dapat kuat atau lemah, bergantung pada derajat
penguraiannya untuk membebaskan ion hidrogen. Misalnya, hidrogen
klorida (HCl) secara cepat dan total terurai menjadi ion hidrogen ion
klorida sehingga dianggap asam kuat. Sebaliknya, hanya beberapa molekul
asam laktat yang terurai menjadi ion hidrogen dan laktat sehingga asam
laktat dianggap sebagai asam lemah. Tanda panah rangkap yang
diperlihatkan pada setiap persamaan menandakan bahwa reaksi bersifat
reversibel.
2.5.1.3 Basa
Pada setiap reaksi di atas yang memperlihatkan disosiasi
(penguraian) suatu asam, zat yang dihasilkan bersama ion hidrogen
dianggap sebagai suatu basa. Basa adalah setiap zat yang dapat menerima
sebuah ion hidrogen, sehingga zat tersebut dapat mengeluarkan ion
hidrogen dari larutan. Karena masing-masing reaksi di atas bersifat
reversibel, maka setiap zat yang dihasilkan bersama dengan ion hidrogen
dapat menyatu kembali dengannya, dan memindahkan reaksi ke arah yang
sebaliknya. Dengan demikian, zat tersebut dianggap sebagai basa. Reaksi-
reaksi ini ditulis ulang di rumus berikut, dengan basa dalam huruf tebal:
Cl- + H+ HCl
HCO3- + H+ H2CO3
Laktat + H+ Asam laktat
NH3 + H+ NH4+
Suatu basa dapat lemah atau kuat, bergantung pada derajat
penerimaan ion hidrogen. Sebagian besar asam dan basa yang terdapat di
dalam tubuh bersifat lemah.
2.5.2 Pengaturan Keseimbangan Asam-Basa
2.5.2.1 Pengaturan kimiawi
1) Sistem buffer bikarbonat-asam karbonat
Sistem penyangga utama dalam tubuh adalah sistem buffer bikarbonat-
asam karbonat. Sistem ini bekerja dalam darah untuk menyangga pH
plasma. Apabila ion-ion hidrogen bebas ditambahkan ke dalam darah
yang mengandung bikarbonat, maka ion-ion bikarbonat akan mengikat
32
hidrogen dan berubah menjadi asam karbonat (H2CO3). Hal ini
menyebabkan ion hidrogen bebas sedikit dalam larutan sehingga
penurunan pH darah yang drastis dapat dicegah. Asam karbonat
dianggap sebagai suatu asam lemah; ion bikarbonat dianggap basa
konjugasinya (komplementer) yang juga lemah. Asam karbonat juga
dapat terurai menjadi karbon dioksida dan air; maka sistem penyangga
bikarbonat terutama digunakan untuk eliminasi gas yng mudah
menguap, karbon dioksida. Penguraian asam karbonat menjadi karbon
dioksida dan air memerlukan enzim karbonat anhidrase, yang terdapat
di dalam sel darah merah. Reaksi ini bersivat reversibel, dan karbon
dioksida dan air dapat menyatu kembali untuk membentuk asam
karbonat. Proses ini juga memerlukan kerja karbonat anhidrase
(Corwin, 2009).
2) Sistem buffer fosfat
Sistem penyangga kedua yang digunakan oleh tubuh adalah sistem
penyangga fosfat. Asam fosforik (H2PO4-) adalah suatu asam lemah.
Asam ini terurai dalam plasma menjadi fosfat (HPO42-) dan ion
hidrogen. Fosfat adalah suatu basa lemah. Sistem penyangga ini
digunakan oleh ginjal untuk menyangga urine sewaktu ginjal
mengekskresikan ion hidrogen. Dalam derajat yang lebih kecil, juga
digunakan sistem penyangga asam sulfur-sulfat.
2.5.2.2 Pengaturan biologis
1) Sistem buffer hemoglobin
Sistem penyangga utama selanjutnya di dalam tubuh dihasilkan oleh
protein-protein plasma, terutama hemoglobin yang terdapat di sel
darah merah. Hemoglobin mengikar ion-ion hidrogen bebas sewaktu
beredar melewati sel-sel yang bermetabolisasi secara aktif. Dengan
mengikat ion hidrogen bebas, maka peningkatan konsentrasi ion
hidrogen bebas dalam darah dapat diperkecil dan pH darah vena hanya
turun sedikit apabila dibandingkan dengan darah arteri. Sewaktu darah
mengalir melalui paru, ion-ion hidrogen terlepas dari hemoglobin dan
berikatan dengan bikarbonat untuk menjadi asam karbonat, yang
terurai menjadi karbon dioksida dan air. Karbon dioksida dikeluarkan
melalui ekspirasi sehingga ion-ion hidrogen yang dihasilkan oleh
33
proses metabolisme dapat dieliminasi. Sebagian besar air direabsorpsi
dan sebagian besar dikeluarkan lewat bernapas (Corwin, 2009).
2.5.2.3 Pengaturan fisiologis
1) Paru-paru
Buffer fisiologis di dalam tubuh adalah paru dan ginjal. Paru
dapat beradaptasi dengan cepat terhadap adanya ketidakseimbangan
asam-basa. Pada kenyataannya, paru dapat melakukan upaya untuk
mengembalikan pH ke nilai normal sebelum bufer biologis dapat
melakukannya.
Ion hidrogen dan karbon dioksida biasanya memberikan
stimulus untuk pernapasan. Apabila konsentrasi ion hidrogen
berubah, paru bereaksi untuk memperbaiki ketidakseimbangan
tersebut dengan mengubah frekuensi dan kedalaman pernapasan.
Pada alkalosis, frekuensi pernapasan diturunkan sehingga individu
dapat mempertahankan karbon dioksida. Karbon dioksida
berkombinasi dengan air di dalam darah untuk membentuk asam
karbonat, yang membantu meningkatkan komponen asam dan
menyeimbangkan kelebihan basa. Apabila terjadi kelebihan asam,
frekuensi pernapasan ditingkatkan dan paru mengekskresi karbon
dioksida dalam jumlah yang lebih besar (Weldy, 1992 dalam Potter
and Perry, 2006). Dengan demikian, karbon dioksida yang tersedia
untuk berkombinasi dengan air dan menghasilkan asam karbonat
menjadi lebih sedikit.
2) Ginjal
Ginjal dapat membutuhkan beberapa jam sampai beberapa hari
untuk mengatur gangguan asam-basa. Ginjal menggunakan tiga
mekanisme untuk mengatur konsentrasi ion hidrogen. Ginjal dapat
mengabsorpsi bikarbonat selama terjadi kelebihan asam dan
mengekskresikannya selama terjadi kekurangan asam. Ginjal
menggunakan ion fosfat (PO43-) untuk membawa ion hidrogen dengan
mengekskresikan asam fosfat (H3PO4) dan membentuk asam basa.
Ginjal juga mengubah amonia (NH3) menjadi amonium (NH4+) dengan
mengikatkannya pada sebuah ion hidrogen.
34
2.5.3 Macam-macam Gangguan Keseimbangan Asam-Basa
2.5.3.1 Asidosis metabolik
1) Definisi
Asidosis Metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan, yang
ditandai dengan rendahnya kadar bikarbonat dalam darah.
2) Etiologi
Asidosis metabolik diakibatkan oleh peningkatan konsentrasi ion
hidrogen (penurunan pH <7,35) di dalam cairan ekstrasel, yang
disebabkan oleh peningkatan kadar ion hidrogen atau penurunan kadar
bikarbonat (Weldy, 1992 dalam Potter and Perry, 2006). Tipe asidosis
metabolik, normokloremik dan hiperkloremik diklasifikasikan menurut
konsentrasi klorida plasma yang dimiliki pasien. Asidosis metabolik
dapat disebabkan karena kelaparan, ketoasidosis diabetikum, gagal
ginjal, syok, diare, penggunaan obat (metanol, etanol, asam format,
paraldehid, aspirin) dan asidosis tubulus renal.
3) Pemeriksaan Diagnostik
Ph arteri : penurunan kurang 7,35
Bikarbonat : penurunan, kurang dari 22 mEq/L
PaCo2 : kurang sari 35-40 mmHg
Kelebihan basa : penurunan atau tidak ada.
Gap anion : Lebih besar dari 14 mEq/L. (gap anion tinggi) atau tidak
lebih besar dari 10 sampai 14mEq/L (gap anion normal)
Kalium serum : peningkatan
Klorida serum : Meningkat
Glukosa serum : Mungkin turun atau meningkat tergantung pada
etiologi
Keton serum : meningkat pada DM, kelaparan,intoksikasi alkohol
Asam laktat plasma : meningkat pada asidosis lktat
Ph urine menurun, kurang dari 4,5 (pada tidak adanya penyakit ginjal)
EKG : Distrimia jantung (bradikardia) dan perubahan pola berkenaan
dengan hiperkalemia misalnya T tinggi.
4) Penatalaksanaan
Pengobatan asidosis metabolik tergantung pada penyebabnya. Sebagai
contoh diabetes dikendalikan dengan insulin atau keracunan diatasi
35
dengan membuang bahan racun tersebut dari dalam darah. Kadang-
kadang perlu dilakukan dialisa untuk mengobati overdosis atau
keracunan berat.
Tujuan koreksi mengganti defisit basa : Dipakai Na bikarbonat/
natrium laktat.
2.5.3.2 Alkalosis metabolik
1) Definisi
Alkalosis Metabolik adalah suatu keadaan dimana darah dalam
keadaan basa karena tingginya kadar bikarbonat.
2) Etiologi
Alkalosis metabolik ditandai dengan banyaknya kehilangan asam
dari tubuh atau dengan meningkatnya kadar bikarbonat. Muntah adalah
penyebab yang paling umum. Alkalosis metabolik juga dapat terjadi
jika seorang pasien yang mengalami gangguan asam lambung menelan
natrium bikarbonat dalam jumlah besar. Alkalosis metabolik dapat
disebabkan karena muntah berlebihan, pengisapan lambung yang lama,
hipokalemia, hiperkalsemia, sindroma Cushing, dan penggunaan obat
(steroid, diuretik, natrium bikarbonat) (Potter and Perry, 2006).
3) Pemeriksaan Diagnostik
pH arterial : meningkat, lebih besar dari 7,45
Bikarbonat : meningkat, lebih besar dari 26 mEq/L (primer)
PaCO2 : agak meningkat, lebih besar dari 45mmHg (kompensasi)
Kelebihan basa (base axcess): meningkat
Klorida serum : menurun kurang dari 98 mEq/L. (bila alkalosis adalah
hipoklaremia) secara disproposional terhadap penurunan natrium
serum.
Kalium serum : Biasanya menurun
Klorida urine : kuuurang dari 10 mEq/L menunjukan respon alkalosis,
sedangkan kadar lebih dari 20mEq/L menunjukan tahanan klorida.
EKG : dapat menunjukan perubahan hipoksemia yang mencakup
peninggian gelombang P, gelombang T datar segmen ST depresi,
gelombang T rendah yang bersatu dengan gelombang P dan
peningkatan gelombang U.
36
4) Penatalaksanaan
Biasanya alkalosis metabolic diatasi dengan pemberian cairan
dan elektrolit dalam hal ini adalah natrium dan kalium.Pada kasus
berat,diberikan ammonium klorida secara intravena. Untuk pemberian
K+ (KCl) memperbaiki alkalosis (max 40 mEq K+/ L).
2.5.3.3 Asidosis respiratorik
1) Definisi
Asidosis respiratorik ditandai dengan peningkatan konsentrasi
karbon dioksida (PaCO2), kelebihan asam karbonat, dan peningkatan
konsentrasi ion hidrogen (penurunan pH <7,35).
2) Etiologi
Asidosis respiratorik disebabkan oleh hipoventilasi atau suatu
kondisi yang menekan ventilasi. Penurunan ventilasi dapat dimulai
pada sistem pernapasan (gagal napas) atau di luar sistem pernapasan
(overdosis obat). Pada pasien yang mengalami asidosis respiratorik,
cairan serebrospinal dan sel-sel otaknya menjadi asam, menyebabkan
perubahan neurologis. Hipoksemia (penurunan kadar oksigen) terjadi
karena depresi pernapasan, menyebabkan kerusakan neurologis yang
lebih jauh. Perubahan elektrolit seperti hiperkalemia dapat menyertai
asidosis. Asidosis respiratorik dapat disebabkan oleh gagal napas,
pneumonia, atelektasis, overdosis obat, kelumpuhan otot pernapasan,
cedera traumatik, obesitas, obstruksi jalan napas, cedera kepala dan
stroke (Potter and Perry, 2006).
2.5.3.4 Alkalosis respiratorik
1) Definisi
Alkalosis respiratorik ditandai dengan penurunan PaCO2 dan
penurunan konsentrasi ion hidrogen (peningkatan pH >7,45).
2) Etiologi
Alkalosis respiratorik diakibatkan oleh penghembusan karbon
dioksida yang berlebihan (pada waktu mengeluarkan napas) atau
hiperventilasi. Seperti halnya asidosis respiratorik, alkalosis
respiratorik dapat dimulai dari luar sistem pernapasan (ansietas) atau
dari dalam sistem pernapasan seperti pada fase awal serangan asma.
Alkalosis respiratorik dapat disebabkan oleh ansietas, anemia, status
37
hipermetabolik, cedera SSP, infeksi, asma, dan penempatan ventilator
yang tidak tepat (Potter and Perry, 2006).
38
7) Riwayat pengobatan. Obat-obat atau terapi yang dapat mengganggu
keseimbangan cairan dan elektrolit (mis., steroid, diuretic, dialysis).
2.6.1.3 Pemeriksaan fisik
1) Integument. Turgor kulit, edema, kelemahan otot, tetani, dan sensasi
rasa.
2) Kardiovaskular. Distensi vena jugularis, tekanan darah, dan bunyi
jantung.
3) Mata. Cekung, air mata kering.
4) Neurologi. Reflex, gangguan motorik dan sensorik, tingkat kesadaran.
5) Gastrointestinal. Mukosa mulut, mulut, lidah, bising usus.
2.6.1.4 Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap. Meliputi jumlah sel darah merah,
hemoglobin (Hb), dan hematokrit (Ht).
Ht naik : dehidrasi berat dan gejala syok
Ht turun : perdarahan akut, massif, dan reaksi hemolitik.
Hb naik : hemokonsentrasi.
Hb turun : perdarahan hebat, reaksi hemolitik.
2) Pemeriksaan elektrolit serum. Dilakukan untuk mengetahui kadar
natrium, kalium, klorida, ion bikarbonat.
3) pH dan berat jenis urine. Berat jenis menunjukkan kemampuan ginjal
untuk mengatur konsentrasi urine. Normalnya, pH urine adalah 4,5-8
dan berat jenisnya 1,003-1,030.
4) Analisa gas darah. Biasanya, yang diperiksa adalah pH, PO2, HCO3-,
PCO2, dan Sa. O2. Nilai PCO2 normal : 35-40 mmHg; PO2 normal :
80-100 mmHg; HCO3- normal : 25-29 mEq/l. sedangkan saturasi
O2 adalah perbandingan oksigen dalam darah dengan jumlah oksigen
yang dapat dibawa oleh darah, normalnya di arteri (95%-98%) dan
vena (60%-85%).
Interpretasi
Asidosis
CO2 naik : CO2 + H2O H2CO3
HCO3- turun : HCO3- bersifat basa.
Alkalosis
CO2 turun : tidak terbentuk asam bikarbonat
39
HCO3- : kadar basa naik.
Pada ketidakseimbangan asam-basa karena proses respiratorik, nilai
pH dan PCO2 tidak normal. Sebaliknya, bila kondisi tersebut
disebabkan oleh proses metabolik, nilai pH dan HCO3- keduanya
meningkat atau rendah.
40
h. penurunan HCO3
Kolaborasikan terapi, koreksi atau medikasi Pemberian sesuai dengan kausa atau
sesuai indikasi. etiologi terjadinya asidosis/alkalosis
metabolik. Misalnya apabila terjadi
asidosis berikan koreksi cairan IV
natrium bikarbonat.
41
2.7 KONSEP TEORI ASKEP PADA PASIEN DENGAN ACUTE KIDNEY INJURY
(AKI)
2.7.1 Anatomi Fisiologi Sistem Perkemihan
2.7.1.1 Anatomi Sistem Perkemihan
42
Lapisan kapsul ginjal terdiri atas jaringan fibrous bagian dalam
dan bagian luar. Bagian dalam memperlihatkan anatomis dari ginjal.
Pembuluh-pembuluh darah ginjal dan drainase ureter melewati hilus dan
cabang sinus enal. Bagian luar berupa lapisan tipis yang menutup kapsul
ginjal dan menstabilisasi struktur ginjal. Korteks ginjal merupaan lapisan
bagian dalam sebelah luar yang bersentuhan dengan kapsul ginjal.
Medula ginjal terdiri atas 6-18 piramid ginjal. Bagian dasar piramid
bersambungan dengan korteks dan di antara piramid dipisahkan oleh
jaringan kortikal yang diebut kolum ginjal.
Sebagai bagian dari sistem urin, ginjal berfungsi menyaring
kotoran (terutama urea) dari darah dan membuangnya bersama dengan
air dalam bentuk urin. Cabang dari kedokteran yang mempelajari ginjal
dan penyakitnya disebut nefrologi. Ginjal berpartisipasi dalam seluruh
tubuh homeostasis, mengatur keseimbangan asam-basa, elektrolit
konsentrasi, volume cairan ekstraselular, dan tekanan darah.Ginjal
menyelesaikan fungsi-fungsi homeostatis baik secara mandiri dan dalam
konser dengan organ lain, terutama orang-orang dari sistem endokrin
.Berbagai hormon endokrin mengkoordinasikan fungsi endokrin ini;ini
termasuk renin, angiotensin II , aldosteron , hormon antidiuretik , dan
peptida natriuretik atrium , antara lain (Cotran et al, 2004).
Banyak fungsi ginjal yang dilakukan dengan mekanisme yang
relatif sederhana filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi, yang berlangsung di
nefron. Filtrasi, yang berlangsung pada sel darah ginjal , adalah proses di
mana sel-sel dan protein besar yang disaring dari darah untuk membuat
ultrafiltrasi yang akhirnya menjadi urin.Ginjal menghasilkan 180 liter
filtrat sehari, sementara reabsorbing persentase besar, memungkinkan
untuk generasi hanya sekitar 2 liter urine.Reabsorpsi adalah transportasi
molekul dari ultrafiltrasi ini dan ke dalam darah.Sekresi adalah proses
kebalikan, di mana molekul diangkut dalam arah yang berlawanan, dari
darah ke dalam urin (Cotran et al, 2004). .
Nefron merupakan mikrostruktur dari ginjal. Setiap ginjal
dibentuk kira-kira 1 juta unit fungsional yang disebut dengan nefron.
Secara Anatomi, sebuah nefron terdiri dari sebuah glomerulus, kapsula
bowmans, dan sistem tubulus. Pada sistem tubulus terdiri dari tubulus
43
proksimal, tubulus distal, tubulus pengumpul, dan lengkung henle.
Glomerulus, kapsula Bowmans, tubulus proksimal, dan tubulus distal
berada di coreks ginjal. Lengkung Henle dan tubulus pengumpul berada
di medulla. Beberapa tubulus pengumpul bergabung menjadi duktus
pengumpul tunggal. Duktus pengumpul ini berganbung dalam piramida
kosong melalui papilla dalam minor calyx (Johnson, 2011).
44
arteri interlobaris, arteri arkuata, arteri interlobularis (disebut arteri radialis),
dan arteriol aferen, yang menuu ke kapiler glomerulus dalam glomerulus
dimana sejumlah besar cairan dan zat terlarut (kecuali protein plasma)
difiltrasi untuk memulai pembentukan urine.
Ujung distal kapiler dari setiap glomerulus bergabung untuk
membentuk arteriol eferen, yang menuju jaringan kapiler kedua, yaitu
kapiler peritubular yang mengelilingi tubulus ginjal.
Sirkulasi ginjal ini bersifat unik karena memiliki dua bentuk kapier,
yaitu kapiler glomerulus dan kaliper peritubulus, yang diatur dalam suatu
rangkaian dan dipisahkan oleh arteriol eferen yang membantu untuk
mangatur tekanan hidrostatik dalam kedua rangkaian kapiler. Tekanan
hidrostatik yang tinggi pada kapiler glomerulus (kira-kira 60 mmHg)
menyebabkan filtrasi cairan yang cepat, sedangkan tekanan hidrostatik yang
jah lebih rendah dari dari kapiler peritubulus (kira-kira 13 mmHg)
menyebabkan reabsorbsi cairan yang cepat. Dengan mengatur resistensi
arteriol aferen dan eferen, ginjal dapat mengatur tekanan hidrostatikkapiler
glomerulus dan kapiler peritubulus, dengan demikian mengubah laju filtrasi
glomerulus dan atau reabsorbsi tubulus sebagai respons terhadap kebutuhan
homeostatik tubuh.
Kapiler pritubulus mengosongkan isinya kedalam pembuluh sistem
vena, yang berjalan secara paralel dengan pembuluh arteriol dan secara
progresif membentuk vena interlobularis, vena arkuata, vena interlobaris,
dan vena renalis yang meninggalkan ginjal disamping arteri renalis dan
ureter.
1) Glomerulus
Pembentukan urine berawal di glomerulus, dimana darah di saring.
Glomerulus adalah membran semipermeabel yang terjadi filtrasi.
Jumlah darah yang disaring tiap menit di glomerulus disebut juga
Glomerular Filtration Rate (GFR). Normal GFR adalh 125 mL/min.
Jaringan kapiler peritubular menyerap kembali sebagian dari filtrat
glomerular sebelum mencapai akhir dari duktus pengumpul. Oleh
karena itu hanya1mL/ menit (rata-rata) diekskresikan sebagai urin
(Johnson, 2011).
45
2) Tubular
Ketika membran glomerulus adalah membran penyaringan
selektif, ketentuan dibuat untuk reabsorbtion bahan penting dan
ekskresi yang tidak penting. Tubulus dan duktus pengumpul
melaksanakan fungsi tersebut dengan cara reabsorbsi dan sekresi.
Reabsorpsi adalah bagian dari suatu zat dari lumen tubulus melalui sel-
sel tubulus ke kapiler. Proses ini melibatkan kedua mekanisme transpor
aktif dan pasif. Sekresi tubular adalah bagian dari suatu zat dari kapiler
melalui sel-sel tubular ke dalam lumen tubulus. Reabsorpsi dan sekresi
menyebabkan banyak perubahan dalam komposisi dari filtrat
glomerular ketika bergerak melalui panjang tubulus (Johnson, 2011).
Dalam tubulus proksimal sekitar 80% dari elektrolit diserap.
Normalnya, semua glukosa, asam amino, dan sebagian protein diserap.
Meskipun sebagian reabsorps iterjadi melalui transpor aktif,
ionhidrogen (H+) dan kreatinin disekresikan ke dalam filtrat (Johnson,
2011).
Reabsorpsi berlanjut di lengkung Henle, air yang penting untuk
berkonsentrasi filtrat (Johnson, 2011). Dua fungsi penting dari tubulus
distal adalah akhir regulasi dari keseimbangan caairan dan elektolit.
Anti Diuretik Hormon (ADH) sangat penting untuk reabsorpsi air di
ginjal dan keseimbangan cairan. ADH membuat tubulus distal dan
duktus pengumpul permeabel terhadap air, memungkinkan air untuk
diserap kembali ke kapiler peritubular dan akhirnya kembali ke
sirkulasi. Dengan tidak adanya ADH, tubulus dasarnya kedap air;
dengan demikian, setiap air di tubulus meninggalkan tubuh sebagai
urin. Penurunan osmolalitas plasma terdeteksi di hipotalamus anterior
oleh osmoreseptor. Osmoreseptor mengirim masukan saraf ke
selhypothalamus lainnya yang disebut selinti superoptic. Selinti
Superoptic memiliki extention aksonal, yang berakhir di posterior
kelenjar hipofisis, yang menghambat sekresi ADH. Penurunan tekanan
darah (penurunan volume plasma) dan peningkatan osmolalitas plasma
menyebabkan berkurang baroreseptor dan stimulasi sekresi ADH (
46
BP + Osmolaritas Plasma Baroreseptor, sekresi ADH)
(Johnson, 2011).
Aldosteron (dihasilkan di korteks adrenal) bekerja di tubulus
distal yang menyebabkan reabsoprsi Na+ dan air. Dalam pertukaran
Na+, ion potassium (K+) dieksresi. Sekresi aldosteron mempengaruhi
blood volume dan consentrasi plasma Na+ dan K+ (Johnson, 2011).
Regulasi asam basa melibatkan penyerapan kembali dan
melestarikan sebagian besar bikarbonat (HCO3-) dan mengeluarkan
kelebihan H+. Tubulus distal memiliki cara yang berbeda untuk
mempertahankan phcelularcairan ekstra (ECF) dalam kisaran7,35-7,45
(Johnson, 2011).
Tubulus ginjal juga terlibat dalam keseimbangan kalsium.
Hormon paratiroid (PTH) yang dilepaskan dari kelenjar paratiroid
dalam menanggapi kadar kalsium serum rendah. Pth mempertahankan
serum Ca2+ tingkat dengan menyebabkan peningkatan reabsorpsi
tubular ion kalsium (Ca2+) dan penurunan reabsorpsi tubular ion fosfat
(Po42-). Pada penyakit ginjal, efek PTH mungkin memiliki efek besar
pada metabolisme tulang (Johnson, 2011).
Fungsi dasar nefron adalah membersihkan plasma darah dari
zat yang tidak perlu. Setelah glomerulus telah disaring darah, tubulus
pilih yang tidak diinginkan dari bagian ingin cairan tubular. Konstituen
penting dikembalikan ke darah, dan zat dibuang masuk ke urin
(Johnson, 2011).
47
Regulasi Ca2+ dan PO42- dari
paratiroid
Regulasi Na+ dan K dari aldosteron
Duktus Pengumpul Reabsorbsi air (ADH)
Johnson, Vicki. Y. 2011. Medical Surgical Nursing : Urinary System. Missouri:Elsevier
48
2.7.4 Etiologi
Etiologi AKI dibagi menjadi 3 kelompok utama berdasarkan
patogenesis AKI, yakni (1) penyakit yang menyebabkan hipoperfusi ginjal
tanpa menyebabkan gangguan pada parenkim ginjal (AKI prarenal, 55%); (2)
penyakit yang secara langsung menyebabkan gangguan pada parenkim ginjal
(AKI renal/intrinsik, 40%); (3) penyakit yang terkait dengan obstruksi saluran
kemih (AKI pascarenal, 5%). Angka kejadian penyebab AKI sangat
tergantung dari tempat terjadinya AKI.
2.7.4.1 Prarenal
Etiologi prarenal adalah penyebab tersering acute kidney injury (AKI),
terjadi akibat keadaan yang tidak berkaitan dengan ginjal, tetapi yang
merusak ginjal dengan memengaruhi aliran darah ginjal. Penyebab AKI
prarenal adalah segala sesuatu yang menyebabkan penurunan tekanan
darah sistemik yang parah yang menimbulkan syok, misalnya infark
miokardium, reaksi anafilaktik, kehilangan darah atau deplesi volume yang
berat, luka bakar atau sepsis (infeksi yang ditularkan melalui darah).
2.7.4.2 Intrarenal
Adalah jenis acute kidney injury yang terjadi akibat kerusakan primer
jaringan ginjal itu sendiri. Banyak sekali penyebab kegagalan intrarenal
ini, di antaranya adalah glomerulonefritis, pielonefritis, dan
mioglobulinuria.
Pada kegagalan intrarenal, kerusakan sel-sel ginjal biasanya terjadi
akibat nekrosis tubulus iskemik. Hal ini cenderung mengaburkan
perbedaan antara kegagalan prarenal dan intrarenal karena penyebab utama
nekrosis tubulus iskemik adalah penurunan aliran darah ginjal.
Nekrosis tubulus juga dapat terjadi akibat efek langsung obat-obat
nefrotoksik (merusak nefron), misalnya berbagai logam berat dan pelarut
organik. Antibiotik aminoglikosida, misalnya gentamisin, juga bersifat
pelarut organik. Media kontras radio-opak yang digunakan untuk melihat
ruang-ruang jantung atau saluran cerna dapat bersifat nefrotoksik pada
orang-orang yang rentan. Ingesti campuran analgetik dengan banyak
toksik, khususnya kodein dan kafein, dapat menyebabkan nekrosis tubulus
akut. Iniden sporadik terjadinya acute kidney injury setelah melakukan
49
atletik berat (misalnya lari maraton dalam cuaca panas), pada lansia yang
meminum obat-obatan anti inflamasi nonsteroid perlu diwaspadai.
2.7.4.3 Pascarenal
Adalah jenis acute kidney injury yang terjadi akibat kondisi yang
memengaruhi aliran urine keluar ginjal, dan mencakup cedera atau
penyakit ureter, kandung kemih, atau uretra. Penyebab kegagalan
pascarenal yang sering dijumpai adalah obstruksi. Obstruksi dapat terjadi
sebagai respons terhadap banyak faktor, termasuk batu yang tidak diobati,
tumor, infeksi berulang, hiperplasia prostat, atau kandung kemih
neurogenik.
Sebagian besar kasus gagal ginjal terkait dengan haluaran urine yang
rendah. Kadang-kadang, dapat terjadi kegagalan haluaran urine dalam
jumlah besar. Pada kasus ini, urine terus dihasilkan. Keadaan ini biasanya
berhubungan dengan hasil akhir yang lebih baik.
Pemulihan AKI biasanya terjadi setelah beberapa minggu, tetapi
terkadang membutuhkan waktu selama 6 minggu setelah awitan oliguria
(penurunan haluaran urine). Diuresis (peningkatan haluaran urine)
merupakan awal proses pemulihan. Meski produksi urine, berlangsung
gangguan keseimbangan elektrolit akan terus terjadi. Setelah fase diuretik,
fase pemulihan AKI berlanjut, dan selama fase ini fungsi ginjal dan
keseimbangan elektrolit kembali seperti semula. Pemulihan total biasanya
berlangsung 1 sampai 2 tahun. Fungsi ginjal beberapa individu mungkin
tidak akan pulih total.
50
luar tubuh melalui - Glomerulonefritis, III. Obstruksi uretra
saluran cerna (muntah, vaskulitis - Striktur, katup
diare, drainase), melalui III. Nekrosis tubular akut kongenital, fimosis
saluran kemih (diuretik, (Acute Tubular
hipoadrenal, diuresis Necrosis, ATN)
osmotik), melalui kulit - Iskemia (serupa AKI
(luka bakar) prarenal)
II. Penurunan curah jantung - Toksin
- Penyebab miokard: - Eksogen (radiokontras,
infark, kardiomiopati siklosporin, antibiotik,
- Penyebab perikard: kemoterapi, pelarut
tamponade organik, asetaminofen),
- Penyebab vaskular endogen (rabdomiolisis,
pulmonal: emboli hemolisis, asam urat,
pulmonal oksalat, mieloma)
- Aritmia IV.Nefritis interstitial
- Penyebab katup jantung - Alergi (antibiotik,
III. Perubahan rasio OAINS, diuretik,
resistensi vaskular ginjal kaptopril), infeksi
sistemik (bakteri, viral, jamur),
- Penurunan resistensi infiltasi (limfoma,
vaskular perifer leukemia, sarkoidosis),
- Sepsis, sindrom idiopatik
hepatorenal, obat dalam V. Obstruksi dan deposisi
dosis berlebihan (contoh: intratubular
barbiturat), vasodilator - Protein mieloma, asam
(nitrat, antihipertensi) urat, oksalat, asiklovir,
- Vasokonstriksi ginjal metotreksat, sulfonamida
- Hiperkalsemia, VI.Rejeksi alograf ginjal
norepinefrin, epinefrin,
siklosporin, takrolimus,
amphotericin B
- Hipoperfusi ginjal lokal
- Stenosis a.renalis,
hipertensi maligna
IV. Hipoperfusi ginjal
dengan gangguan
autoregulasi ginjal
- Kegagalan penurunan
resistensi arteriol aferen
- Perubahan struktural
(usia lanjut,
aterosklerosis, hipertensi
kronik, hipertensi
maligna),
- penurunan prostaglandin
(penggunaan OAINS,
COX-2 inhibitor),
vasokonstriksi arteriol
aferen (sepsis,
51
hiperkalsemia, sindrom
hepatorenal, siklosporin,
takrolimus, radiokontras)
- Kegagalan peningkatan
resistensi arteriol eferen
- Penggunaan penyekat
ACE, ARB
- Stenosis a. renalis
V. Sindrom hiperviskositas
- Mieloma multipel,
makroglobulinemia,
polisitemia
(Sinto & Nainggolan, 2010).
2.7.5 Patofisiologi
Ada beberapa kondisi yang menjadi faktor predisposisi yang dapat
menyebabkan pengurangan aliran darah renal dan gangguan fungsi ginjal yaitu
obstruksi tubulus, kebocoran cairan tubulus, penurunan pemeabilitas
glomerulus, disfungsi vasomotor, glomerulus feedback.
Teori obstruksi glomerulus menyatakan bahwa NTA (necrosis tubular
acute) mengakibatkan deskumulasi sel-sel tubulus yang nekrotik dan materi
protein lainnya, yang kemudian membentuk silinder-silinder dan menyumbat
lumen tubulus. Pembengkakan selular akibat iskemia awal, juga ikut
menyokong terjadinya obstruksi dan memperberat iskemia. Tekanan tubulus
meningkat sehingga tekanan filtrasi glomerulus menurun.
Hipotesis kebocoran tubulus menyatakan bahwa filtrasi glomerulus
terus berlangsung normal, tetapi cairan tubulus bocor keluar melalui sel-sel
tubulus yang rusak dan masuk dalam sirkulasi peritubular. Kerusakan
membran basalis dapat terlihat pada NTA yang berat.
Pada ginjal normal, 90% aliran darah didistribusikan ke korteks
(tempat di mana terdapat glomerulus) dan 10% pada medula. Dengan
demikian, ginjal dapat memekatkan urine dan menjalankan fungsinya.
Sebaliknya pada AKI, perbandingan antara distribusi korteks dan medula
menjadi terbalik sehingga terjadi iskemia relatif pada korteks ginjal.
Konstriksi dari arteriol aferen merupakan dasar penurunan laju filtrasi
glomerulus (GFR). Iskemia ginjal akan mengaktivasi sistem renin-angiotensin
dan memperberat iskemia korteks luar ginjal setelah hilangnya rangsangan
awal.
52
Pada disfungsi vasomotor, prostaglandin dianggap bertanggung jawab
terjadinya AKI, di mana dalam keadaan normal, hipoksia merangsang ginjal
untuk melakukan vasodilator sehingga aliran darah ginjal direduksi ke korteks
yang mengakibatkan diuresis. Ada kemungkinan iskemia akut yang berat atau
berkepanjangan dapat menghambat ginjal untuk menyintesis prostaglandin.
Penghambatan prostaglandin seperti aspirin diketahui dapat menurunkan
aliran darah renal pada orang normal dan menyebabkan NTA.
Teori glomerulus menganggap bahwa kerusakan primer terjadi pada
tubulus proksimal. Tubulus proksimal yang menjadi rusak akibat nefrotoksin
atau iskemia gagal untuk menyerap jumlah normal natrium yang terfiltrasi dan
air.
Akibatnya makula densa mendeteksi adanya peningkatan natrium pada
cairan tubulus distal dan merangsang peningkatan produksi rnin dari sel
jukstaglomerulus. Terjadi aktivasi angiotensin II yang menyebabkan
vasokontriksi ateriol aferen sehingga mengakibatkan penurunan aliran darah
ginjal dan laju aliran glomerulus.
Menurut Smeltzer (2002), terdapat empat tahapan klinik dari acute
kidney injury, yaitu periode awal, periode oliguria, periode diuresis, dan
periode perbaikan.
2.7.5.1 Periode awal, dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya oliguria.
2.7.5.2 Periode oliguria, (volume urine kurang dari 400 mm/24 jam) disertai
dengan peningkatan konsentrasi serum dari substansi yang biasanya
diekskresikan oleh ginjal (urea, kreatinin, asam urat, serta kation
intraseluler-kalium, dan magnesium). Jumlah urine minimal yang
diperlukan untuk membersihkan produk sampah normal tubuh adalah 400
ml. Pada tahap ini gejala uremik untuk pertama kalinya muncul dan
kondisi yang mengancam jiwa seperti hiperkalemia terjadi.
2.7.5.3 Periode diuresis, pasien menunjukkan peningkatan jumlah urine secara
bertahap, sidertai tanda perbaikan filtrasi glomerulus. Meskipun urine
output mencapai kadar normal atau meningkat, fungsi renal masih
dianggap normal. Pasien harus dipantau dengan ketat akan adanya
dehidrasi selama tahap ini, jika terjadi dehidrasi, tanda uremik biasanya
meningkat.
53
2.7.5.4 Periode penyembuhan, merupakan tanda perbaikan fungsi ginjal dan
berlangsung selama 3-12 bulan. Nilai laboratorium akan kembali normal.
2.7.6 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis acute kidney injury menurut McPhee dan Hammer
(2010) yaitu sebagai berikut:
Gejala awal yang timbul adalah fatigue dan malaise sebagai akibat dari
hilangnya kemampuan untuk mengeksresikan air, garam, dan zat sisa dari
ginjal. Tanda lain dari hilangnya kemampuan ini adalah dyspnea, orthopnea
(dyspnea saat berbaring), bunyi ronkhi basah, dan edema perifer. Perubahan
status mental juga dapat terjadi sebagai efek toksik dari uremia dan
peningkatan zat sisa nitrogen pada otak.
Manifestasi klinis dari AKI tergantung pada staging dan juga riwayat
pasien tersebut. Pasien dengan hipoperfusi renal (AKI prerenal) akan
mengalami prerenal azotemia, yaitu kondisi dimana blood urea nitrogen
(BUN) naik tanpa ada nekrosis tubular. Jika langsung mendapat penanganan,
kondisi ini dapat membaik, namun jika tidak akan berlanjut ke nekrosis
tubular akut.
Berikut ini adalah tabel manifestasi klinis untuk AKI menurut Kidd, Sturt, &
Fultz (2010):
Gejala Penyebab
Sistem Kardiovaskular
Disritmia Hiperkalemia, hipokalsemia
Gagal jantung Hipertensi, retensi cairan, penurunan sekresi H+
Asidosis metabolik Penurunan reabsorpsi Na+
Penurunan reabsorpsi/pembentukan HCO3-
Peningkatan retensi Na+
Hipertensi Aktivasi renin
Sistem Pernapasan
Edema pulmonal Disfungsi ventrikel kiri
Peningkatan permeabilitas kapiler
Retensi cairan
Pernapasan Kussmaul Asidosis metabolik
Sistem Hematopoietik
Anemia Penurunan eritropoietin
Gangguan koagulasi Disfungsi trombosit yang disebabkan adanya
Imunosupresi toksin
Sistem gastrointestinal Penurunan neutrofil
Anoreksia
Mual dan muntah Pemecahan urea, pelepasan amonia
Gastritis/perdarahan saluran
54
cerna Amonia menyebabkan ulserasi
Sistem neuromuskular
Penurunan tingkat kesadaran Asidosis metabolik
Akumulasi toksin uremik
Tremor, hiperrefleksia Hiperkalemia
Sistem Integumen
Pucat Anemia
Kulit kuning Ekskresi urokrom
Pruritus Penumpukan kalsium dan fosfat di kulit
Gangguan fungsi trombosit
Purpura Tanda lanjut (terminal)
Deposit bekuan ureum Kristal urea pada kulit
(urohidrosis kristalina)
Sistem Rangka
Hipefosfatemia Penurunan ekskresi fosfat
Hipokalsemia Penurunan absorpsi Ca2+ yang disebabkan
penurunan cadangan vitamin D
55
Hiperkalemia dapat terjadi pada gagal ginjal. Jika hal ini terjadi, kaji
apakah ada refleks-refleks hiperaktif dan perubahan pada EKG
(peninggian gelombang T, pemanjangan interval PR dan durasi QRS).
2.7.7.5 Gas darah arteri
Asidosis metabolik (pH < 7,35; HCO3 < 22; dan PaCO2 35) dapat
terjadi pada AKI.
2.7.8 Pemeriksaan Radiografik
2.7.8.1 Pielogram Intravena
Pemeriksaan ini digunakan untuk mengkaji sistem perkemihan bagian atas.
Medium kontras diinjeksikan secara intravena dan foto sinar-X dilakukan.
Prosedur memakan waktu antara 30-45 menit. Jika takanan darah pasien
tidak stabil, perawat atau dokter harus menemani pasien, ketika ia akan
dibawa ke bagian lain untuk menyelesaikan pemeriksaan. Satu tembakan
pielogram intravena (IVP) sesaat sebelum laparatomi, bermanfaat untuk
pasien-pasien dengan kondisi sangat tidak stabil untuk menunggu
pemeriksaan CT scan. Film yang dihasilkan dari pemeriksaan ini dapat
memeriksa fungsi kedua ginjal dan trauma ginjal makroskopik.
2.7.8.2 CT/renal scan
Pemeriksaan ini dengan cepat mengganti pemeriksaan IVP dan arteriografi
karena bersifat non invasif. Bergantung pada jenis pemindaiannya,
prosedur ini akan memakan waktu sekitar 15-30 menit. Pemeriksaan ini
sulit dilakukan pada pasien gelisah karena film yang dihasilkan tidak akan
memberikan gambaran yang jelas jika pasien bergerak. Pemeriksaan ini
dilakukan apabila terdapat hematuri pada hasil analisis urine.
2.7.8.3 Angiografi ginjal
Pemeriksaan ini dilakukan jika dicurigai terdapat cedera pembuluh darah
ginjal atau saat pasien mengalami mekanisme cedera yang cukup berat
untuk menyebabkan kerusakan ginjal dan tanda-tanda vital tidak stabil.
Jika IVP memperlihatkan visualisasi yang buruk atau tidak ada visualisasi
dari medium kontras, dapat dilakukan angiogram.
2.7.8.4 Pencitraan radionuklida
Radionuklida dilakukan secara intravena dan alat detektor aktivitas
radioaktif mencatat ambilan radionuklida untuk mengevaluasi adanya
56
perubahan aliran darah. Pemeriksaan ini digunakan pada masalah-masalah
ginjal.
2.7.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan acute kidney injury antara lain:
2.7.9.1 Dialisis
Dialisis untuk mencegah komplikasi acute kidney injury yang serius
seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dapat dilakukan pada pasien
dengan kadar kalsium yang tinggi dan meningkat (dialisis peritoneum daan
hemofiltrasi segera).
Penanganan hiperkalemia dilakukan dengan menjaga keseimbangan
cairan dan elektrolit. Karena hiperkalemia mengancam jiwa, perlu
dilakukan pemantauan hiperkalemia dengan pemeriksaan kadar elektrolit
serum (nilai kalium >5,5 mEq/L; SOI 5,5 mmol/L), perubahan EKG
(tinggi puncak gelombang T rendah atau sangat tinggi), dan perubahan
status klinis.berikan ion pengganti resin (natrium polistiren
sulfonat/kayeksalate) oral atau melalui retensi enema. Kayeksalate
mengubah ion kalium menjadi natrium di saluran pencernaan. Sorbitol
sering diberikan bersamaan dengan kayeksalate untuk menginduksi efek
tipe diare (menginduksi cairan di saluran pencernaan).
Pemberian retensi enema dapat dilakukan dengan tetap rektal yang
memiliki balon. Hiperkalemia dapat diatasi dengan pemberian glukosa dan
insulin atau kalsium glukonas IV. Glukosa dan insulin mendorong kalium
ke dalam sel-sel sehingga kadar serum kalium menurun sementara sampai
kalium diambil melalui proses dialisis. Kalsium glukonat membantu
melindungi hati dari efek tingginya kadar serum kalium. Pemberian
natrium bikarbonat dilakukan untuk menaikkan pH darah sehingga kalium
bergerak di dalam sel kemudian menurun. Diet dengan menghilangkan
semua produk kalium eksternal.
2.7.9.2 Keseimbangan cairan
Pertahankan keseimbangan cairan yang disesuaikan dengan berat
badan harian, pengukuran tekanan vena pusat, konsentrasi urine dan
serum, cairan yang hilang, tekanan darah, dan status klinis pasien. Asupan
dan pengeluaran oral, urine parenteral, drainase lambung, feses, drainase
luka, dan respirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar terapi pengganti
57
cairan. Untuk mendeteksi kelebihan cairan dilakukan pengamatan terhadap
dispnea, takikardia, distensi vena leher, pemeriksaan paru (auskultasi
ditemukan suara paru krekels basah) akibat edema paru karena pemberian
cairan parenteral yang berlebihan.
2.7.9.3 Diet
Perhatikan nutrisi dengan membatasi pemberian protein hingga
selama fase oliguri untuk menurunkan pecahan protein dan mencegah
akumulasi produk akhir toksik. Tinggi kalori karena karbohidrat memiliki
efek terhadap protein yang luas. Batasi makanan yang menagndung kalium
dan fosfat (pisang, jeruk, dan kopi). Pemberian kalium adalah sebanyak 2
g/hari, dan periksa kemungkinan diperlukannya nutrisi parenteral.
2.7.9.4 Koreksi asidosis dan peningkatan kadar fosfat
Jika asidosis berat terjadi, gas darah arteri harus dipantau, intervensi
ventilasi harus dilakukan jika terdapat masalah pernapasan, dan pasien
perlu diterapi dengan natrium bikarbonat atau dialisis.
2.7.9.5 Pemantauan
Pantau selama fase pemulihan. Fase oliguri AKI berlangsung selama
10-20 hari dan diikuti fase diuretik, di mana haluaran urine meningkat
(fungsi ginjal telah membaik). Lakukan evaluasi kimia darah (natrium dan
kalium) dan cairan.
2.7.10 Pencegahan
Pencegahan terjadinya AKI pada pasien antara lain:
2.7.10.1 Identifikasi pasien yang beresiko terkena penyakit ginjal.
2.7.10.2 Pastikan kecukupan cairan sebelum, selama dan sesudah prosedur
operasi.
2.7.10.3 Hindari paparan berbagai nefrotoksin. Ingat bahwa kebanyakan obat
diekskresi melalui ginjal.
2.7.10.4 Dilarang menggunakan analgesik dalam jangka panjang karena dapat
menyebabkan nefritis intestinal dan nekrosis papilari.
2.7.10.5 Cegah dan obati syok dengan transfusi serta penggantian cairan. Cegah
hipotensi dalam jangka panjang.
2.7.10.6 Monitoring pengeluaran urine dan tekanan vena sentral pada pasien
kritis untuk mendeteksi kejadian acute kidney injury.
58
2.7.10.7 Jadwalkan studi diagnosis, sesuai kebutuhan dehidrasi sehingga ada
waktu istirahat, khususnya bagi mereka dengan tingkat usia tertentu yang
mengalami ketidakadekuatan fungsi ginjal.
2.7.10.8 Berikan perhatian khusus selama proses irigasi luka, luka bakar, dan
sebagainya.
2.7.10.9 Hindari infeksi: memberikan perawatan netikuls pada pasien yang
mendapatkan pemasangan tetap dan infus.
2.7.10.10 Lakukan intervensi pencegahan untuk memastikan bahwa setiap orang
menerima transfusi darah yang benar guna mencegah reaksi transfusi yan
dapat menjadi predisposisi gagal ginjal.
59
Exposure. Edema atau edema anasarka menunjukkan kelebihan volume
cairan. Jika terdapat nyeri di bagian pinggang, mungkin menunjukkan
adanya trauma pada ginjal (Kidd, Sturt, & Fultz, 2010).
2.8.1.2 Anamnesis
Pengkajian pada jenis kelamin, pria mungkin disebabkan oleh hipertrofi
prostat. Pada wanita, infeksi saluran kemih yang berulang dapat
menyebabkan AKI, serta pada wanita yang mengaami perdarahan pasca
melahirkan. Keluhan utama yang sering adalah terjadi penurunan produksi
miksi. Keluhan lain yang mungkin didapatkan adalah nyeri, demam, reaksi
syok, atau gejala dari penyakit yang ada sebelumnya (prerenal).
2.8.1.3 Riwayat kesehatan sekarang
Pengkajian ditujukan sesuai dengan predisposisi etiologi penyakit terutama
pada prerenal dan renal. Secara ringkas perawat menanyakan berapa lama
keluhan penurunan jumlah urine output dan apakah penurunan jumlah
urine output tersebut ada hubungannya dengan predisposisi penyebab,
seperti pasca perdarahan setelah melaqhirkan, diare, muntah berat, luka
bakar luas, cedera luka bakar, setelah mengalami episode serangan infark,
adanya riwayat minum obat NSAID atau pemakaian antibiotik, adanya
riwayat pemasangan transfusi darah, serta adanya riwayat trauma langsung
pada ginjal.
2.8.1.4 Riwayat kesehatan dahulu
Kaji adanya riwayat batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang
berulang, penyakit diabetes melitus dan penyakit hipertensi pada masa
sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab pasca renal. Penting
untuk dikaji tentang riwayat penggunaan obat-obatan masa lalu dan
adanya riwayat alergi terhadap jenis obat dan dokumentasikan.
2.8.1.5 Psikososiokultural
Adanya kelemahan fisik, penurunan urine output dan prognosis penyakit
yang berat akan memberikan dampak rasa cemas dan koping yang
maladaptif pada pada pasien.
2.8.1.6 Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum dan TTV
Keadaan umum pasien lemah, terlihat sakit berat, dan letargi. Pada TTV
sering didapatkan adanya perubahan, yaitu pada fase oliguri sering
60
didapatkan suhu tubuh meningkat, frekuensi denyut nadi meningkat sesuai
dengan peningkatan suhu tubuh. Tekanan darah terjadi perubahan dari
hipertensi ringan sampai berat.
B1 (Breathing). Pada periode oliguri sering didapatkan adanya gangguan
pola napas dan jalan napas yang merupakan respon terhadap azotemia dan
sindrom akut uremia. Pasien bernapas dengan bau urine (fetor uremik)
sering didapatkan pada fase ini. Pada beberapa keadaan respon uremia
akan menjadikan asidosis metabolik sehingga didapatkan pernapasan
Kussmaul.
B2 (Blood). Pada kondisi azotemia berat, saat perawat melakukan
auskultasi akan ditemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas
efusi perikardial sekunder dari sindrom uremik. Pada sistem hematologi
sering didapatkan adanya anemia. Anemia yang menyertai acute kidney
injury merupakan kondisi yang tidak dapat dielakkan sebagai akibat dari
penurunan produksi eritropoietin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan
usia sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran GI.
Adanya penurunan curah jantung sekunder dari gangguan fungsi jantung
akan memberatkan kondisi AKI. Pada pemeriksaan tekanan darah sering
didapatkan adanya peningkatan.
B3 (Brain). Gangguan status mental, penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan
tingkat kesadaran (azotemia, ketdakseimbangan elektrolit/asam basa).
Pasien beresiko kejang, efek sekunder akibat gangguan elektrolit, sakit
kepala, penglihatan kabur, kram otot biasanya akan didapatkan terutama
pada fase oliguri yang berlanjut sindrom uremia.
B4 (Bladder). Perubahan pola kemih pada periode oliguri akan terjadi
penurunan frekuensi dan penurunan urine output < 400 ml/hari, sedangkan
pada periode diuresis terjadi peningkatan yang menunjukkan jumlah urine
secara bertahap, disertai tanda perbaikan filtrasi glomerulus. Pada
pemeriksaan didapatkan perubahan warna urine menjadi lebih gelap/pekat.
B5 (Bowel). Didapatkan adanya mual dan muntah, serta anoreksia
sehingga sering didapatkan penurunan intake nutrisi kurang dari
kebutuhan.
61
B6 (Bone). Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum efek
sekunder dari anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi
(Muttaqin & Sari, 2011).
(NANDA 2015-2017)
Intervensi Rasional
Monitoring status cairan (turgor kulit, Jumlah dan tipe cairan pengganti
membran mukosa, urine output). ditentukan dari keadaan status cairan.
Penurunan volume cairan
mengakibatkan menurunnya produksi
urine, monitoring yang ketat pada
produksi urine<600 ml/hari karena
merupakan tanda-tanda terjadinya syok
hipovolemik.
Auskultasi TD dan timbang berat badan. Hipotensi dapat terjadi pada
62
hipovolemik. Perubahan berat badan
sebagai parameter dasar terjadinya
defisit cairan.
Programkan untuk dialisis. Program dialisis akan mengganti fungsi
ginjal yang terganggu dalam menjaga
keseimbangan cairan tubuh.
Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi Mengetahui adanya pengaruh adanya
perifer, dan diaforesis secara teratur. peningkatan tahanan perifer.
Kolaborasi:
Pertahankan pemberian cairan secara Jalur yang paten penting untuk
intravena. pemberian cairan secara cepat dan
memudahkan perawat dalam melakukan
kontrol intake dan output cairan.
Intervensi Rasional
Monitor pengeluaran dan BJ urine, ukur, Mengetahui balance cairan pasien.
dan catat input dan output cairan.
Monitor serum dan konsentrasi elektrolit
Mengetahui keseimbangan elektrolit dan
urine, dan AGD. asam-basa pasien.
Berikan cairan hanya untuk
Cairan yang diberikan untuk
menggantikan kehilangan cairan selama
mempertahankan status hidrasi normal
fase oliguri-anurik (sekitar 400-500
saja dan untuk mencegah peningkatan
ml/jam). kelebihan volume cairan.
Monitor TTV, distensi vena jugularis,
Mengetahui status hemodinamik pasien,
edema ekstremitas dan abdomen. dan overhidrasi.
Auskultasi bunyi paru. Mengetahui apakah terjadi penumpukan
cairan di jaringan paru.
Edukasi pasien mengenai pentingnya Memberikan pemahaman akan
mengikuti diet dan pengobatan. pentingnya kepatuhan terhadap diet
maupun pengobatan.
63
Kriteria hasil:
1) Klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang. GCS
4, 5, 6 ; pupil isokor, refleks cahaya (+).
2) Tanda-tanda vital normal (nadi 60-100 kali/menit, suhu 36-36,5oC,
pernapasan 16-20 kali/menit), serta klien tidak mengalami defisit
neurologis seperti: lemas, agitasi, iritabel, hiperefleksia, dan spastisitas
dapat terjadi hingga akhirnya timbul koma, kejang.
Intervensi Rasional
Monitor tanda-tanda status neurologis Dapat mengurangi kerusakan otak lebih
dengan GCS. lanjut.
Monitor TTV seperti TD, suhu, nadi, Pada keadaan normal, autoregulasi
respirasi, dan hati-hati pada hipertensi
mempertahankan keadaan tekanan darah
sistolik. sistemik yang dapat berubah secara
vfluktuasi. Kegagalan autoreguler akan
menyebabkan kerusakan vaskular
serebral yang dapat dimanifestasikan
dengan peningkatan sistolik dan diikuti
oleh penurunan tekanan diastolik,
sedangkan peningkatan suhu dapat
menggambarkan perjalanan infeksi.
Bantu klien untuk membatasi muntah dan Aktivitas ini dapat meningkatkan
batuk. Anjurkan klien untuk tekanan intrakranial dan intraabdomen.
mengeluarkan napas apabila bergerak Mengeluarkan napas sewaktu bergerak
atau berbalik di tempat tidur. atau mengubah posisi dapat melindungi
diri dari efek valsava.
Anjurkan klien untuk menghindari batuk
dan mengejan berlebihan.
Ciptakan lingkungan yang tenang dan
batasi pengunjung.
Monitor kalium serum.
2.8.3.4 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan edema paru dan asidosis
metabolik.
Tujuan: dalam waktu 1x24 jam tidak terjadi perubahan pola napas.
Kriteria hasil:
1) Pasien tidak sesak napas, RR dalam batas normal 16-20 x/menit.
2) Pemeriksaan gas darah arteri pH 7,40 0,005, HCO3- 2 mEq/L, dan
PaCO2 40 mmHg.
Intervensi Rasional
Kaji faktor penyebab asidosis Mengidentifikasi untuk mengatasi penyebab dasar
metabolik. dari asidosis metabolik.
64
Monitor ketat TTV. Perubahan TTV akan memberikan dampak pada
resiko asidosis yang bertambah berat dan
berindikasi pada intervensi untuk secepatnya
melakukan koreksi asidosis.
Istirahatkan pasien dengan Posisi fowler akan meningkatkan ekspansi paru
posisi fowler. optimal. Istirahat akan mengurangi kerja jantung,
meningkatkan tenaga cadangan jantung, dan
menurunkan tekanan darah.
Ukur intake dan output cairan. Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan
perfusi ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan
output urine.
Manajemen lingkungan: Lingkungan tenang akan menurunkan stimulasi
lingkungan tenang dan batasi nyeri eksternal dan pembatasan pengunjung akan
pengunjung. membantu meningkatkan kondisi O2 ruangan yang
akan berkurang apabila banyak pengunjung yang
berada di dalam ruangan.
Kolaborasi:
Berikan cairan RL intravena. Larutan IV RL biasanya merupakan cairan pilihan
untuk memperbaiki keadaan asidosis metabolik
dengan selisih anion normal, serta kekurangan
volume ECF yang sering menyertai keadaan ini.
Berikan bikarbonat. Kolaborasi pemberian bikarbonat. Jika penyebab
masalah adalah masukan klorida, maka
pengobatannya ditujukan pada menghilangkan
sumber klorida.
Pantau data laboratorium AGD Tujuan intervensi keperawatan pada asidosis
berkelanjutan. metabolik adalah meningkatka pH sistemik sampai
ke batas aman dan menangguangi sebab-sebab
asidosis yang mendasarinya. Monitoring
perubahan AGD berguna untuk menghindari
komplikasi yang tidak diharapkan.
Intervensi Rasional
Kaji kekuatan otot pasien. Kekuatan otot menunjukkan
kemampuan pasien dalam beraktivitas.
Kaji kemampuan pasien dalam Mengetahui tingkat toleransi aktivitas
beraktivitas untuk memenuhi pasien.
kebutuhannya.
65
Bantu pasien dalam beraktivitas. Memenuhi kebutuhan pasien selama
terjadi kelemahan mobilitas fisik.
Ajarkan pasien dan keluarga untuk Memandirikan pasien dan keluarga
memenuhi kebutuhan pasien selama dalam memenuhi kebutuhan pribadi
terjadi kelemahan. sesuai kemampuan pasien.
66