Anda di halaman 1dari 1

RadarBangkaOnline | http://www.radarbangka.co.

id
_________________________________________________________________________________________________________
Permendiknas Larang Kekerasan MOS Atau Ospek

JAKARTA (radarbangka.co.id) - Menyambut masa penerimaan siswa baru, Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) akan
mengeluarkan peraturan menteri pendidikan nasional (Permendiknas) tentang penerimaan siswa baru. Diantaranya yang bakal diatur
adalah pelaksanaan masa orientasi siswa (MOS) atau Ospek (Orientasi Pengenalan Akademik).
Sekjen Kemendiknas Dodi Nandika mengatakan Permendiknas itu bisa diterbitkan sekitar pekan depan. Khusus untuk aturan MOS
dan Ospek, Dodi menjelaskan Kemendiknas melarang adanya praktek kekerasan. "Selain mengatur tentang MOS dan Ospek,
Permendiknas itu juga bakal mengatur penarikan biaya pendidikan siswa baru," tutur Dodi saat dihubungi, Sabtu (11/6).
Khusus pelaksanaan MOS dan Ospek, selama ini sudah lazim diidentikkan dengan kegiatan perploncoan. Di dalamnya, siswa baru
menjadi bulan-bulanan kakak angkatan mereka. Kekerasan yang bakal diatur di Permendiknas tersebut, meliputi kekerasan fisik
maupun mental.
Kekerasan fisik dalam pelaksanaan MOS atau Ospek seperti pemukulan, sempat menimbulkan korban jiwa. "Pada Intinya, dalam
MOS atau Ospek, mohon dilakukan dengan tatacara yang tidak menimbulkan kekerasan," Imbuh Dodi.
Aturan tentang pelaksanaan MOS dan Ospek yang anti kekerasan tersebut, bakal dijalankan mulai dari pendidikan anak usia dini
(PAUD) hinggi perguruan tinggi (PT).
Larangan tindakan kekerasan dalam MOS dan Ospek ini, merupakan salah satu sosialisasi Kemendiknas untuk memupuk program
pendidikan karakter. Jika masih terjadi aksi kekerasan dalam MOS atau Ospek, siswa yang menjadi korban kekerasan bisa melapor
ke kepala sekolah atau dinas pendidikan setempat.
Anggota Komisi X DPR Dedi Gumelar menyambut baik upaya Mendiknas menerbitkan Permendiknas tersebut. Selama ini, Dedi
menganggap jika aksi kekerasan dalam pelaksanaan MOS dan Ospek cukup mengkhatirkan. "Bayangkan sampai ada korban
meninggal," tandasnya.
Dedi menuturkan, MOS atau Ospek tidak perlu dihapus. Yang harus dibuang adalah budaya kekerasannya. Dengan MOS atau
Ospek, sekolah bisa memberikan padangan visi dan misi sekolah ke siswa. Selain itu, dengan MOS dan Ospek, bisa digunakan
untuk media pembelajaran pancasila dan kenegaraan.
Di sisi lain, Dedi juga memperdiksi jika permendiknas itu cuma hanya sebatas aturan yang tidak dijalankan. Pasalnya, pendidikan
dasar hingga menegah, saat ini sudah menjadi otonomi daerah.
Selama tidak ada dukungan kontrol dari bupati atau walikota melalui kepala dinas pendidikan, Dedi mengatakan aturan tersebut tidak
akan berjalan. "Selama ini sudah ada kasus yang meninggal. Coba amati kepala daerah tidak ada yang bertanggung jawab," ungkap
Dedi.
Mantan Ketua Dewan Pendidikan Daniel M. Rosyid juga menyambut dingin permendiknas tersebut. Daniel mengatakan,
Kemendiknas tidak perlu mengurusi urusan-urusan teknis. "Sebenarnya persoalan kekerasan ini mampu diatasi pemerintah daerah
dan guru," tandasnya.
Yang lebih penting, menurut Daniel, Kemendiknas mengeluarkan kebijakan yang bisa mendongkrak pengawasan pemerintah daerah
dan pengangkatan guru yang kompeten. Sehingga, kasus kekerasan dalam MOS atau Ospek bisa ditekan.
Sementara untuk aturan pengutan, Dodi mengatakan sesai dengan pasal 31 UUD 1945 dan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), pendidikan dasar dan menegah harus tanpa biaya. "Sehingga, segala macam praktik
pungutan dengan alasan apapun tidak diperbolehkan sama sekolah," ujarnya.
UU Sisdiknas tersebut mengatur, jika setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun, wajib mengikuti pendidikan dasar. Selanjutnya,
dalam Pasal 34 Ayat 2 UU Sisdiknas disebutkan, pemerintah dan pemerintah daerah menjamin keterselenggaraan wajib belajar
minimal pada jenjang pendidikan dasar, tanpa memungut biaya.
Dodi menjelaskan, sebagai antisipasi adanya praktek pengumpulan dana dari wali murid saat pendaftaran sekolah, Kemendiknas
juga akan mengirimkan surat edaran ke setiap daerah. "Surat edaran itu sedang kami buat. Siap kami kirim saat pendaftaran siswa
baru sudah mulai," tandasnya. Larangan pengumpulan tersebut, termasuk juga seperti upaya sekolah mengkoordinir pembelian
seragam.
Menurut Dodi, upaya sekolah mengkoordinir pembelian pakaian secara missal masih ditoleransi jika kondisi setempat memang
mendesak. Misalnya, akses masyarakat untuk memperoleh seragam cukup sulit. "Intinya, jika memang dikoordinir penerapannya
harus transparan. Referensi harga kain harus sesuai yang dipasaran," pungkas Dodi. (wan)

_________________________________________________________________________________________________________
Dibuat pada :22 June 2016 12:01:16

Anda mungkin juga menyukai