Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Komponen kimia kayu di dalam kayu mempunyai arti yang penting, karena menentukan
kegunaan sesuatu jenis kayu. Juga dengan mengetahuinya, kita dapat membedakan jenis-
jenis kayu. Susunan kimia kayu digunakan sebagai pengenal ketahanan kayu terhadap
serangan makhluk perusak kayu. Selain itu dapat pula menentukan pengerjaan dan
pengolahan kayu, sehingga didapat hasil yang maksimal. Pada umumnya komponen kimia
kayu daun lebar dan kayu daun jarum terdiri dari 3 unsur (Novianto, 2009) :
Komponen penyusun dinding sel adalah komponen kimia yang menyatu dalam dinding sel.
Tersusun atas banyak komponen yang tergabung dalam karbohidrat dan lignin. Karbohidrat
yang telah terbebas dari lignin dan ekstraktif disebut holoselulosa. Holoselulosa sebagian
besar tersusun atas selulosa dan hemiselulosa. Selulosa merupakan komponen terbesar dan
paling bermanfaat dari kayu. Jumlah zat selulosa mayoritas 40 %, hemiselulosa sekitar 23%
dan lignin kurang dari 34 % (Batubara, 2002).
1. Selulosa
Selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel tanaman dan hampir tidak
pernah ditemui dalam keadaan murni di alam melainkan berkaitan dengan lignin dan
hemiselulosa membentuk lignoselulosa (Lynd et al., 2002). Ditambahkan oleh Lee et al.
(2009) yang menerangkan bahwa Selulosa adalah polimer dari rantai unit -D-1-4
anhidroglukosa (C6H12O6)n, sebanyak 40-60 % yang terdapat dalam dinding sel pada
tumbuhan berkayu. Beberapa ciri-ciri dari struktur selulosa yang berdasarkan pada
karakteristik kimia yang dimiliki adalah dapat mengembang dalam air, berbentuk kristalin,
adanya kelompok fungsional yang spesifik dan dapat bereaksi dengan enzim selulolitik
(Sierra et al., 2007).
Selulosa sangat erat berasosiasi dengan hemiselulosa dan lignin dalam lignoselulosa.
Selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel tanaman. Kandungan selulosa
pada dinding sel tanaman tingkat tinggi sekitar 35-50 % dari berat kering tanaman (Lynd et
al., 2002).
Selulosa merupakan polimer glukosa dengan ikatan -1,4 glukosida dalam rantai lurus.
Bangun dasar selulosa berupa suatu selobiosa yaitu dimer dari glukosa. Selulosa terdiri atas
15-14.000 unit molekul glukosa Rantai panjang selulosa terhubung secara bersama melalui
ikatan hidrogen dan gaya van der Waals (Coughlan, 1989). Panjang molekul selulosa
ditentukan oleh jumlah unit glukan di dalam polimer, disebut dengan derajat polimerisasi.
Derajat polimerasi (DP) selulosa tergantung pada jenis tanaman dan umumnya dalam kisaran
2.000-27.000 unit glukan. Selulosa terdiri dari daerah kristalin dan daerah amorf (non-
kristalin) yang membentuk suatu struktur dengan kekuatan tegangan tinggi, yang pada
umumnya tahan terhadap hidrolisis enzimatik terutama pada daerah kristalin. Selulosa tidak
larut dalam air dingin maupun air panas serta asam panas dan alkali panas.
Ikatan -1,4 glukosida pada serat selulosa dapat dipecah menjadi monomer glukosa dengan
cara hidrolisis asam atau enzimatis. Selanjutnya glukosa yang dihasilkan dapat difermentasi
menjadi etanol.
2. Lignin
Lignin adalah zat yang bersama-sama dengan selulosa adalah salah satu sel yang terdapat
dalam kayu. Lignin merupakan suatu makromolekul kompleks, suatu polimer aromatik alami
yang bercabangcabang dan mempunyai struktur tiga dimensi yang terbuat dari fenil
propanoid yang saling terhubung dengan ikatan yang bervariasi. Lignin membentuk matriks
yang mengelilingi selulosa dan hemiselulosa, penyedia kekuatan pohon dan pelindung dari
biodegradasi. Lignin sangat resisten terhadap degradasi, baik secara biologi, enzimatis,
maupun kimia (Isroi, 2008a).
Menurut Batubara (2002) Lignin merupakan zat yang keras, lengket, kaku dan mudah
mengalami oksidasi. Ditambahkan pula oleh Ibrahim et al., (2005) dalam Misson et al.,
(2009) yang mengemukakan bahwa Lignin merupakan rantai dengan karbon-karbon terikat
dan ikatan lainnya yang terdiri dari jaringan yang dihubungkan dengan polisakarida yang
terdapat di dalam dinding sel. Lignin banyak pada kelompok kayu daun jarum yaitu diatas 26
% sedangkan pada kayu daun lebar biasanya kurang dari 26 %.
3. Hemiselulosa
Hemiselulosa mirip dengan selulosa yang merupakan polimer gula. Namun, berbeda dengan
selulosa yang hanya tersusun dari glukosa, hemiselulosa tersusun dari bermacam-macam
jenis gula. Monomer gula penyusun hemiselulosa terdiri dari monomer gula berkarbon 5 (C-
5) dan 6 (C-6), misalnya: xylosa, mannose, glukosa, galaktosa, arabinosa, dan sejumlah kecil
ramnosa, asam glukoroat, asam metal glukoronat, dan asam galaturonat. Xylosa adalah salah
satu gula C-5 dan merupakan gula terbanyak kedua di biosfer setelah glukosa. Kandungan
hemiselulosa di dalam biomassa lignoselulosa berkisar antara 11 % hingga 37 % (berat
kering biomassa).
Struktur hemiselulosa dibagi menjadi empat kelompok berdasarkan komposisi rantai
utamanya yaitu (1) D- xilan yaitu 1-4 xilosa; (2) D- manan yaitu (14) -D-mannosa; (3) D-
xiloglukan dan (4) D-galaktan yaitu 1-3 -D-galaktosa. Hemiselulosa mudah
disubtitusi dengan berbagai karbohidrat lain atau residu non karbohidrat. Karena berbagai
rantai cabang yang tidak seragam menyebabkan senyawa ini secara parsial larut air.
Perbedaan selulosa dengan hemiselulosa yaitu hemiselulosa mempunyai derajat polimerisasi
rendah (50-200 unit) dan mudah larut dalam alkali, tetapi sukar larut dalam asam, sedangkan
selulosa sebaliknya (Isroi, 2008b).
Kandungan hemiselulosa di dalam biomassa lignoselulosa berkisar antara 11 % hinga 37 %
(berat kering tanur). Hemiselulosa lebih mudah dihidrolisis daripada selulosa, tetapi gula C-5
lebih sulit difermentasi menjadi etanol daripada gula C-6 (Isroi, 2008b).
4. Zat Ekstraktif
Zat ekstraktif terdiri dari berbagai jenis komponen senyawa organik seperti minyak yang
mudah menguap, terpen, asam lemak dan esternya, lilin, alkohol polihidrik, mono dan
polisakarida, alkaloid, dan komponen aromatik (asam, aldehid, alkohol, dimer fenilpropana,
stilbene, flavanoid, tannin dan quinon). Zat ekstraktif adalah komponen diluar dinding sel
kayu yang dapat dipisahkan dari dinding sel yang tidak larut menggunakan pelarut air atau
organik (Lewin dan Goldstein, 1991). Kayu teras secara khas mengandung zat ekstraktif jauh
lebih banyak dari pada kayu gubal. Kandungan zat ekstraktif dalam kayu biasanya kurang
dari 10 % (Sjstrm, 1995).
Kandungan dan komposisi zat ekstraktif berubah-ubah diantara spesies kayu, dan bahkan
terdapat juga variasi dalam satu spesies yang sama tergantung pada tapak geografi dan
musim. Sejumlah kayu mengandung senyawa-senyawa yang dapat diekstraksi yang bersifat
racun atau mencegah bakteri, jamur dan rayap. Selain itu zat ekstraktif juga dapat
memberikan warna dan bau pada kayu (Fengel dan Wegener, 1995).
5. Abu
Abu merupakan senyawa anorganik di dalam kayu yang dapat dianalisis dengan cara kayu
dibakar pada suhu 600-850C. Komponen utama abu kayu adalah kalium, kalsium dan
magnesium maupun silikon dalam beberapa kayu tropika (Fengel dan Wegener, 1995).
Diukur sebagai abu yang jarang melebihi 1% dari berat kayu kering
A. Pengenalan kayu
Kayu adalah bagian batang atau cabang serta ranting tumbuhan yang mengeras
karena mengalami lignifikasi (pengayuan).
Kayu digunakan untuk berbagai keperluan, mulai dari memasak, membuat perabot
(meja, kursi, lemari), bahan bangunan (pintu, jendela, rangka atap), bahan kertas,
kerajinan dan banyak lagi. Kayu juga dapat dimanfaatkan sebagai hiasan-hiasan
rumah tangga dan sebagainya.
Penyebab terbentuknya kayu adalah akibat akumulasi selulosa dan lignin pada
dinding sel berbagai jaringan di batang.
Ilmu perkayuan (dendrologi) mempelajari berbagai aspek mengenai klasifikasi kayu
serta sifat kimia, fisika, dan mekanika kayu dalam berbagai kondisi penanganan.
Sifat-sifat kayu itu sangat mempengaruhi dan menentukan kwalitas yang dimiliki oleh
kayu bila digunakan untuk suatu pekerjaan yang membutuhkan ketelitian dan
pengerjaan yang berkwalitas baik.