Anda di halaman 1dari 23

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN


DAN HIPOTESIS KERJA

2.1 Kajian Pustaka


Fokus utama penelitian adalah evaluasi program LED (Lumbung

Ekonomi Desa) di kabupaten Subang dalam peningkatan ekonomi rakyat

pedesaan karena LED (Lumbung Ekonomi Desa) diluncurkan berkaitan dengan

perekonomian masyarakat pedesaan. Beberapa konsep lain yang dianggap urgen

dan relevan dengan tema kajian disajikan sebagai konsep-konsep pendukung.

Dalam penelitian ini, peneliti membagi sub-bab kajian pustaka ke dalam

dua bagian, yaitu pertama, penelitian terdahulu yang membahas atau yang terkait

dengan penelitian yang peneliti jalankan. Kedua, landasan teori yang berisi teori

yang berkaitan dengan penelitian yang dilaksanakan.

Untuk menunjang penelitian ini disajikan beberapa tinjauan pustaka yang

merupakan hasil-hasil penelitian sebelumnya. Beberapa hasil penelitian memilki

relevansi dengan penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan

maupun perbandingan dalam proses penulisan.

2.1.1 Penelitian Terdahulu

Berbagai penelitian terdahulu menyangkut evaluasi kebijakan dan

pemberdayaan masyarakat telah banyak dilakukan. Evaluasi kebijakan dalam

pemberdayaan masyarakat dilakukan di berbagai bidang, pada intinya adalah

bagaimana evaluasi kebijakan dalam pemberdayaan masyarakat dan

16
17

pemberdayaan dilakukan di masyarakat. Beberapa hasil penelitian terdahulu

mengenai evaluasi kebijakan dan pemberdayaan adalah sebagai berikut :

Penelitian A. Djadja Saefullah yang dibukukan dalam Modernisasi

Pedesaan (2008) mengangkat permasalahan dampak mobilisasi penduduk

terhadap komunitas desa di Jawa Barat. Hasil penelititan ini menunjukkan bahwa

mobilitas penduduk memiliki pengaruh mendasar terhadap perkembangan

ekonomi dan perubahan sosial di daerah pedesaan Indonesia. Melalui para

penduduknya yang berpindah keluar telah mengurangi tekanan penduduk pada

pasar tenaga kerja di desa-desa dan mengubah struktur sosial ekonomi pada

masyarakat pedesaan.

Mereka mempengaruhi perkembangan desa melalui kiriman penghasilan

mereka yang didapat di kota dan penyebaran pengetahuan dan pengalaman

mereka pada masyarakat desa. Penduduk desa tedorong untuk mencari sumber

penghasilan baru diluar kegiatan pertanian dan dirangsang lebih kreatif dalam

mencari kehidupan ekonomi desa. Kecenderungan tersebut perlu campur tangan

kebijakan dengan memadukan strategi pembangunan daerah perkotaan dan

pedesaan.

Penelitian Ocktilia (2004) meneliti tentang pemberdayaan ekonomi rakyat

melalui penguatan kemitraan lokal pada perajin boneka di Bandung.

Permasalahan yang diangkat adalah evaluasi pelaksanaan program pengembangan

masyarakat melalui kemitraan. Metode penelitian menggunakan analisis SWOT

terhadap kebijakan yang diterapkan terhadap pengusaha kecil tersebut.


18

Hasil penelitian evaluatif menunjukkan bahwa sisi kuat dari

pengembangan masyarakat perajin melalui kemitraan adalah adanya dukungan

pemerintah kota Bandung berupa Peraturan Daerah yang mendukung tumbuhnya

usaha kecil dan menengah. Kelemahan dari kebijakan yang diterapkan adalah

kesiapan SDM dari para perajin yang masih lemah. Dari sisi peluang usaha kecil

di wilayah Kota Bandung jumlahnya yang ribuan memberikan kotribusi yang

besar terhadap PDB Kota Bandung, hanya ada ancaman tehadap usaha kecil ini

adalah menyerbunya produk-produk dari luar terutama China dengan harga yang

bersaing dan telah memasuki pasar-pasar yang selama ini diisi oleh produk-

produk kerajian lokal.

Penelitian R. Suharyanto (2004) tentang pemberdayaan kelompok tani di

Pangalengan Jawa Barat difokuskan pada implementasi program dan penyusunan

pengembangan pemberdayaan masyarakat desa. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa pemberdayaan kelompok tani yang didasarkan kepada inisiatif masyarakat

desa menunjukkan kohesiveness yang tingi dibandingkan dengan kelompok yang

dibentuk karena crash program. Meski capaian program lebih lambat namun

kelompok lebih mengakar yang pada akhirnya mendorong partisipasi anggota

yang lebih tinggi.

Penelitian Widiyanto (2005) tentang pemberdayaan komunitas miskin

melalui pengembangan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) di Kabupaten

Gunungkidul, mengangkat tentang pengembangan KUBE ternak sapi yang

partisipatif. Hasil penelitian menunjukan tingkat partisipatif anggota peternak sapi

yang merupakan komunitas miskin di Gunungkidul akan meningkat jika proses


19

pembentukan KUBE dilaksanakan secara bertahap melalui proses dari tingkat RT

hingga Desa. Proses ini membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan

secara instruksional.

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa evaluasi

kebijakan bisa digunakan di berbagai bidang ilmu, pada umumnya penelitian-

penelitian tersebut mengacu kepada analisis strategis dengan menggunakan

analisis SWOT. Adapun dalam penelitian ini dengan mempertimbnagkan kepada

karakteristik evaluasi dan teori Dunn (2002:610) mengacu kepada enam kriteria

dimensi dari evaluasi kebijakan publik, yakni efektifitas, efisiensi, kecukupan,

perataan, responsivitas dan ketepatan utnuk membedah evaluasi kebijakan LED (

Lumbung Ekonomi Desa ) di Kabupaten Subang.

2.1.2 Evaluasi Kebijakan

Hasil suatu kebijakan pada awalnya telah berhasil dirumuskan sebagai

konsensus para pelaksana, namun pada akhirnya sering kali dipersepsikan berbeda

oleh para pelaksana. Korten dalam Tjokrowinoto (1996,136) menyatakan bahwa :

Terkait dengan kebijakan-kebijakan pembangunan mengemukakan


konsep tentang Three Way Fit atau Kesesuaian Tiga Arah. Teori ini
menganalisis keberhasilan suatu kebijakan dari tiap elemen untuk
meningkatkan adaptibilitas dan akseptabilitas kebijakan. Daya kerja suatu
kebijakan dikemukakanya sebagai fungsi kesesuaian antara mereka yang
dibantu dengan kemanfaatan yang dirasakan (beneficiaries), kebijakan itu
sendiri dan organisasi yang melaksanakan kebijakan .

Menurut Korten, kebijakan pembangunan akan gagal meningkatkan

kesejahtraan masyarakat apabila tidak ada hubungan erat atau sinergi (kesesuaian)

antara :
20

1) Kebutuhan pihak penerima kebijakan dengan hasil-hasil kebijakan


2) Persyaratan kebijakann dengan kemampuan organisasi pelaksana
3) Kemampuan pengungkapan kebutuhan oleh pihak penerima bantuan dengan
proses pengambilan keputusan oleh organisasi pelaksana.

Gunawan (1999:138) Indikator keberhasilan Kebijakan untuk mengukur

pelaksanaan kebijakan adalah :

a) Berkurangnya jumlah penduduk miskin

b) Berkembangnya usaha peningkatan pendapatan yang dilakjukan oleh

penduduk miskin dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia.

c) Meningkatnya kepedulian masyarakat terhadapa upaya peningkatan

kesejahteraan keluarga miskin dilingkunganya.

d) Meningkatkan kemandirian kelompok yang ditandai dengan makin

berkembangnya usaha produktif anggota kelompok, makin kuatnya

permodalan kelompok, makin rapihnya administrasi kelompok lain dalam

masyarakat.

e) Meningkatnya kapasitas masyarakat dan pemerataan pendapatan yang

ditandai oleh peningkatan pendapatan keluarga miskin yang mampu

memenuhi pokok dan kebutuhan sosial dasarnya.

Tahapan yang penting dan sering terlupakan efektifitasnya dalam konteks

kebijakan publik Indonesia adalah evaluasi kebijakan. Sebesar kebijakan publik di

Indonesia secara formal telah dilakukan evaluasi dengan baik. Namun subtansi

kebijakan tersebut ternyata tidak tercapai secara efektif, bahkan sebagian lagi

mengalami kegagalan.

Kebijakan lebih sering dan secara luas dipergunakan dalam kaitannya

dengan tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan pemerintah serta perilaku negara


21

pada umumnya. Dalam kaitan inilah maka mudah dipahami jika kebijakan itu

acap kali diberikan makna sebagai tindakan politik. Makna kebijakan

sebagaimana dikemukakan tersebut akan makin jelas bila kita ikut pandangan

seorang ilmuwan politik Friederich (dalam Wahab, 2002 : 13) yang menyatakan

bahwa :

Kebijakan ialah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan
oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam lingkungan tertentu
sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari
peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang
diinginkan .

Mirip dengan definisi Friederich di atas, Anderson (dalam Wahab, 2002 :

13) merumuskan kebijakan sebagai langkah tindakan yang secara sengaja

dilakukan oleh seseorang aktor atau sejumlah aktor berkenaan dengan adanya

masalah atau persoalan tertentu yang dihadapi. Konsep tersebut membedakan

secara tegas antara kebijakan (policy) dengan keputusan (decision) yang

mengandung arti pemilihan diantara sejumlah alternatif yang tersedia.

Dye (dalam Islamy, 2003 : 18), mengemukakan pendapatnya tentang

kebijakan publik, yaitu :

(1). Apa yang dilakukan atau tidak ingin dilakukan oleh pemerintah
mengenai suatu masalah; (2). Apa yang dapat menyebabkan atau yang dapat
mempengaruhinya; (3). Apa pengaruh dan dampak dari Kebijakan Publik
tersebut.

Pendapat diatas menegaskan bahwa kebijakan publik lebih merupakan

tindakan yang mengarah pada tujuan dari pada sebagai perilaku atau bukanlah

merupakan tindakan yang serba acak atau kebetulan, melainkan tindakan yang

direncanakan, juga merupakan tindakan yang saling berkaitan dengan berpola

yang mengarah kepada tujuan tertentu yang dilakukan oleh pejabat-pejabat


22

pemerintah dan bukan merupakan keputusan yang berdiri sendiri. Budiman Rusli

(2012:112) dalam praktiknya implementasi kebijakan merupakan suatu proses

yang begitu kompleks bahkan tidak jarang bermuatan politis dengan adanya

intervensi berbagai kepentingan, sehingga keberadaannya sering dianggap lebih

penting dari kegiatan yang lain dalam siklus kebijakan. Dalam konteks ini

kesungguhan dan konsistensi dalam implementasi kebijakan menjadi suatu yang

penting karena banyak kebijakan yang sebenarnya telah dikaji dan dirancang

dengan cukup baik, dalam pelaksanaannya tidak berhasil karena

ketidaksungguhan dan inkonsistensi pelaksana di lapangan. Justru disinilah letak

pentingnya sebuah kegiatan yang bernama evaluasi, yaitu evaluasi terhadap

keseluruhan proses kebijakan yang berguna untuk memastikan pencapaian tujuan.

Sebuah kebijakan publik tidak bisa dilepas begitu saja. Kebijakan harus

diawasi, dan salah satu mekanisme pengawasan tersebut disebut sebagai evaluasi

kebijakan. Evaluasi biasanya ditujukan untuk menilai sejauhmana keefektifan

kebijakan publik guna pertanggungjawaban terhadap konstituennya (Nugroho,

2004:183). Selanjutnya Nugroho (2004:185) menyatakan bahwa evaluasi

kebijakan publik tidak hanya berkenaan dengan implementasinya melainkan

berkenaan dengan perumusan, implementasi, dan lingkungan dari kebijakan

publik.

Evaluasi proses adalah menilai apakah proses sudah sesuai dengan

prosedur yang disepakati atau belum. Evaluasi kebijakan mencakup tujuan,

deskripsi, pengukuran, dan dampak, sedangkan evaluasi lingkungan formulasi


23

kebijakan adalah deskripsi bagaimana lingkungan kebijakan dibuat dan mengapa

kebijakan dilakukan seperti itu (Nugroho 2004:186-202).

Badjuri dan Yuwono (2002:132) Evaluasi kebijakan merupakan salah satu

tahapan penting dalam siklus kebijakan. Pada umumnya evaluasi kebijakan

dilakukan setelah kebijakan publik tersebut diimplementasikan, ini tentunya

dalam rangka menguji tingkat kegagalan dan keberhasilan, keefektifan dan

keefesienan, evaluasi kebijakan setidaknya dimaksudkan untuk memenuhi tiga

tujuan utama yaitu :

a. Untuk menguji apakah kebijakan yang diimplementasikan telah tercapai

tujuannya ?

b. Untuk menunjukan akuntanbilitas pelaksana publik terhadap kebijakan

yang telah diimplementasikan; serta

c. Untuk memberikan masukan pada kebijakan-kebijakan publik yang akan

datang.

Rossi dan Freeman, (1982) secara umum tahap implementasi dan evaluasi

kebijakan saling berhubungan erat. Kegiatan evaluasi pada dasarnya merupakan

salah satu mata rantai proses kebijakan publik yang menilai konseptualitas dan

perancangan implementasi, serta pelaksanaan program intervensi sosial. Tujuan

kebijakan seringkali tidak stabil, yang mungkin diakibatkan tidak jelasnya

pernyataan legislatif sehingga membutuhkan perincian lebih lanjut atau bisa juga

karena perubahan kondisi lingkungan.

Bryant and White, dalam Wibowo (1994 : 63) evaluasi kebijakan pada

dasarnya harus bisa menjelaskan seberapa jauh kebijakan dan implementasinya


24

telah mendekati tujuan. Sedangkan evaluasi menurut Silalahi dibedakan menjadi

dua, yaitu evaluasi program, bila yang dipertimbangkan adalah suatu evaluasi

yang komprehnsif terhadap seluruh sistem, dan evaluasi masalah atau prosedur

yaitu bila yang dipertimbangkan hanya bagian dari sistem tersebut.

Evaluasi dampak kebijakan yang mencakup dampak pada situasi atau

kelompok target, dampak pada situasi atau kelompok non-target, dampak pada

waktu mendatang dan sekarang, serta biaya-biaya langsung dan tidak langsung.

Hal-hal ini akan menjelaskan pertanyaan-pertanyaan Kasley dan Kumar (1987)

dalam situasi evaluasi :

a. Siapa yang memperoleh akses terhadap input dan output proyek ?

b. Bagaimana mereka bereaksi terhadapa proyek tersebut ?

c. Bagaimana proyek tersebut mempengaruhu prilaku mereka ?

Adapun tujuan dari evaluasi menurut Wibowo yaitu untuk memberikan

informasi kepada pembuat kebijakan tentang bagaimana program-program mereka

berlangsung, serta menunjukan faktor-faktor yang dapat dimanipulasi supaya

dapat diperoleh pencapaian hasil yang lebih baik, untuk kemudian memberikan

alternatif kebijakan baru atau sekedar cara implementasi lain. Penailaian evaluasi

juga dapat diarahkan utnuk berbagai macam tujuan, tidak hanya sebagai alat untuk

memperbaiki program-program, kadang evaluasi dilakukan untuk mendukung

suatu program yang sedang berjalan, dan terkadang untuk meneliti agar program

tersebut terhindar dari penyimpangan-penyimpangan dan pengurangan

aktivitasnya.
25

Gray (1993) bahwa evaluasi untuk proyek bertujuan utnuk menghindari

proyek yang justru merugikan masyarakat secara keseluruhan, dan untuk memilih

atau menentukan proyek yang akan datang, dengan dana yang telah tersedia

supaya dapat memberikan keuntungan. Maksud memberikan keuntungan adalah

bisa meningkatkan tingkat konsumsi, menaikan kesempatan kerja, perbaikan

tingkat pendidikan, kesehatan, serta struktur kelembagaan. Dunn (1999:608-609),

evaluasi memiliki sejumlah karakteristik yang membedakannya dari metode-

metode analisis kebijakan lainya, yakni :

a. Fokus nilai

Evaluasi merupakan usaha untuk menentukan manfaat atau kegunaan

sosial kebijakan atau program dan bukan sekadar usaha untuk mengumpulkan

informasi mengenai hasil aksi kebijakan yang terantisipasi. Karena ketepatan

tujuan dan sasaran kebijakan dapat selalu dipertanyakan, evaluasi mencakup

prosedur untuk mengevaluasi tujuan-tujuan dan sasaran itu sendiri.

b. Interdependensi fakta-nilai

Tuntutan evaluasi tergantung baik fakta maupun nilai. Untuk

menyatakan bahwa kebijakan atau program tertentu telah mencapai tingkat kinerja

yang tertinggi (atau terendah) diperlukan tidak hanya bahwa hasil-hasil kebijakan

berharga bagi sejumlah individu, kelompok atau seluruh masyarakat, untuk

menyatakan demikian harus didukung oleh bukti bahwa hasil-hasil kebijakan

secara aktual merupakan konsekuensi dan aksi-aksi yang dilakukan untuk

memecahkan masalah tertentu. Oleh karena itu, pemantauan merupakan prasyarat

bagi evaluasi.
26

c. Orientasi masa kini dan masa lampau

Tuntutan evalustif, berbeda dengan tuntutan advokatif, diarahkan pada

hasil sekarang dan masa lalu, ketimbang hasil di masa depan. Evaluasi bersifat

retrospektif dan setelah aksi-aksi dilakukan (ex post). Rekomendasi yang juga

mencakup premis-premis nilai, bersifat prospektif dan dibuat sebelum aksi-aksi

dilakukan (ex ante).

d. Dualitas nilai

Nilai-nilai yang mendasari tuntutan evaluasi mempunyai kualitas ganda,

karena mereka dipandang sebagai tujuan dan sekaligus cara. Evaluasi sama

dengan rekomendasi sejauh berkenaan dengan nilai yang ada (misalnya

kesehatan), dapat dianggap sebagai intrinsik (diperlukan bagi dirinya) ataupun

ekstrinsik (diperlukan karena hal itu mempengaruhi pencapaian tujuan-tujuan

lain). Nilai-nilai sering ditata di dalam suatu hierarki yang merefleksikan

kepentingan relatif dan saling ketergantungan antar tujuan dan sasaran.

Dunn (2002 : 608) menyatakan bahwa evaluasi dalam analisis kebijakan

memiliki arti yang berhubungan, masing-masing menunjuk pada aplikasi

beberapa skala nilai terhadap hasil kebijakan dan program. Evaluasi memainkan

sejumlah fungsi utama dalam analisis kebijakan. Evaluasi memberi informasi

yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan, yaitu sejauh mana

kebutuhan, nilai dan kesempatan telah dicapai melalui tindakan publik. Dalam hal

ini evaluasi mengungkapkan seberapa jauh tujuan-tujuan tertentu dan target

tertentu telah dicapai.


27

Kriteria evaluasi menurut Dunn (2002:610 harus mengacu kepada tipe

kriteria, yakni sebagaimana disajikan pada tabel berikut ini :

Tabel 2.1
Kriteria Evaluasi

No. Tipe Kriteria Pertanyaan

Apakah hasil yang diinginkan


1. Efektifitas
tercapai ?
Seberapa banyak usaha yang
2. Efisiensi diperlukan untuk mencapai hasil
yang diinginkan ?
Seberapa jauh pencapaian hasil yang
3. Kecukupan
diinginkan memecahkan masalah ?
Apakah biaya dan manfaat
didistribusikan dengan merata
4. Perataan
kepada kelompok-kelompok yang
berbeda ?
Apakah hasil kebijakan memuaskan
5. Responsivitas kebutuhan prefensi atau nilai
kelompok-kelompok tertentu ?
Apakah hasil (tujuan) yang
6. Ketepatan diinginkan benar-benar berguna atau
bernilai ?
Sumber : Dunn (2003:610)

Kriteria tersebut jika dikaitkan pada Evaluasi Program LED (Lumbung

Ekonomi Desa) terfokus kepada :

1) Hal ini dapat dianalisis melalui tingkatan perkembangan kemajuan LED

(Lumbung Ekonomi Desa) dalam pengembangan usahanya.

2) Hal ini dapat dianalisis melalui dana hibah yang diberikan pemerintah

Kabupaten Subang untuk LED (Lumbung Ekonomi Desa) dari tahun 2006

sampai dengan tahun 2011.

3) Hal ini dapat dianalisis dengan melihat perkembangan rentenir di masing-

masing desa yang ada di Kabupaten Subang.


28

4) Hal ini dapat dianalisis melalui aspek penyaluran bantuan kredit dari LED

(Lumbung Ekonomi Desa) kepada pelaku usaha mikro kecil dan menengah.

5) Hal ini dapat dianalisis melalui aspek terpenuhinya permodalan pelaku usaha

mikro, kecil dan menengah dengan keberadaan LED (Lumbung Ekonomi

Desa).

6) Hal ini dapat dianalisis melalui aspek peningkatan ekonomi masyarakat

pedesaan.

2.1.3 Kebijakan Lumbung Ekonomi Desa ( LED )

Evaluasi kebijakan pemberdayaan masyarakat melalui bantuan hibah ke

LED (Lumbung Ekonomi Desa) berperdoman kepada Peraturan Bupati Subang

No. 13 Tahun 2007 tentang : Pedoman Umum Pelaksanaan LED (Lumbung

Ekonomi Desa) . Mekanisme pengajuan dana dilakukan sebagaimana tabel 2.1.

Kebijakan LED (Lumbung Ekonomi Desa) yang didasarkan kepada

Peraturan Bupati Subang No. 13 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum

Pelaksanaan LED (Lumbung Ekonomi Desa). Adapun mekanisme pengaturan

bantuan dilakukan sebagai berikut :

1. Kelompok Sasaran

Kelompok sasaran adalah kelompok yang telah berbadan hukum Koperasi

LED dan atau LED dengan prioritas pada kelompok yang memiliki kendala

modal karena terbatasnya akses terhadap sumber permodalan.

Untuk lebih jelas mekanisme / proses pengajuan dana LED (Lumbung

Ekonomi Desa) sebagai berikut :


29

Tabel 2.2
Mekanisme Pengajuan Dana LED

Tahapan Kegiatan Pelaksana

1 Pembuatan rencana usaha LED / Koperasi LED / Koperasi


LED LED
2 LED / Koperasi
Pembuatan rekening LED / Koperasi LED
LED
LED / Koperasi LED mengajukan
3 permohonan untuk mendapatakan dana Ketua LED /
yang diturunkan kepada Dinas Koperasi Koperasi LED
dan UMKM
Dinas Koperasi dan UMKM Tim teknis
4 memverivikasi rencana usaha LED / kecamatan dan tim
Koperasi LED teknis kabupaten
Dinas Koperasi merekomendasikan dan
atau mengajukan permohonan kepada
5 Dinas Koperasi dan
kepala DPPKAD selaku Kuasa Pengguna
UMKM
Anggaran ( KPA ) atas permohonan dari
LED / Koperasi LED
6 DPPKAD menerbitkan Surat Permohonan
DPPKAD
Pencairan Dana ( SP2D )
LED / Koperasi LED menerima dana
7 LED / Koperasi
langsung dalam rekening LED / Koperasi
LED
LED di bank referensi
Sumber : Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Subang

b. Anggaran sasaran sebagai penerima dana bantuan hibah adalah anggota

LED / anggota Koperasi LED aktif.

2. Tim Teknis

Yang dimaksud Tim Teknis adalah tim teknis yang ditunjuk dan

ditetapkan oleh Bupati Subang sesuai Peraturan Bupati No. 13 Tahun 2007

tentang Pedoman Umum Pelaksanaan LED (Lumbung Ekonomi Desa) terdiri

atas tim teknis kabupaten dan tim teknis kecamatan.


30

a. Tim Teknis Kabupaten terdiri dari :

a. Pengarah : Bupati dan Wakil Bupati

b. Penanggung Jawab : Sekretaris Daerah

c. Ketua : Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Kab. Subang

d. Sekretaris : Bidang UMKM Dinas Koperasi dan UMKM

e. Anggota : - Bagian Perekonomian Setda Subang

- Bidang Ekonomi Bapeda

- Bagian Pengendalian Pembangunan

- DPPKAD / Bagian Keuangan

- Kasi Perdagangan dan Jasa Bidang UMKM

- Kasi Kelembagaan UMKM Bidang UMKM

- Dekopinda

b. Tim Teknis Kecamatan terdiri dari :

a. Ketua : Camat setempat

b. Sekretaris : Sekretaris Camat setempat

c. Anggota : - Kasi Pemerintahan

- Kasi PMD

- Unsur tokoh masyarakat setempat

3. Pembinaana dan Pengendalian

a. Tanggungjawab teknis pelaksanaan kegiatan ini berada pada Dinas Koperasi

dan UMKM Kabupaten Subang.

b. Tanggungjawab kordinasi pembinaan program berada pada Dinas Koperasi

dan UMKM Kabupaten Subang.


31

c. Kegiatan kordinasi dan kegiatan pelaksanaan teknis operasional di lapangan

di fasilitasi dari anggaran Kabupaten Subang.

2.2 Kerangka Pemikiran

Pada penelitian ini dengan suatu kerangka pemikiran tentang evaluasi

kebijakan Peraturan Bupati Subang No. 13 Tahun 2007 dalam Program LED

(Lumbung Ekonomi Desa) melalui pemberian dana hibah setiap tahun kepada

seluruh LED (Lumbung Ekonomi Desa) yang ada di Kabupaten Subang, yang

pada intinya adalah dalam rangka memberdayakan masyarakat pedesaan. Pada

konteks ini peran pemerintah kabupaten menjadi leading dimana kebijakan LED

(Lumbung Ekonomi Desa) diarahkan kepada pelaksanan asas desentralisasi dan

otonomi daerah.

Titik tolak dari pemberdayaan ekonomi masyarakat pedesaan/pelaku

UMKM adalah kemampuan masyarakat secara mandiri untuk menopang

kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat pelaku UMKM

harus melibatkan sejumlah sumber daya yang dikuasai masyarakat, sehingga

mereka dapat melakukan kegiatan ekonomi/usaha secara mandiri sehingga

mempunyai posisi tawar yang baik.

Upaya pemberdayaan kepada pelaku UMKM dapat dilakukan dengan

berbagai cara, antara lain penguatan kepercayaan kelompok pelaku UMKM,

penguatan modal, penguatan lembaga yang mendukung keberlangsungan usaha

dibidang ekonomi dan di sisi kebijakan serta regulasi yang mendukung

pemberdayaan pelaku UMKM terutama dalam bidang perekonomian.


32

Membangkitkan kepercayaan diri anggota masyarakat merupakan langkah awal

yang harus dilakukan dalam proses pemberdayaan.

Implementasinya dapat ditempuh melalui proses pembelajaran, khususnya

yang terkait dengan upaya peningkatan kemampuan untuk perbaikan ekonomi.

Langkah ini harus ditempuh secara berkelanjutan karena menyangkut sikap dan

prilaku UMKM yang cenderung sulit berubah. Hal ini terkait dengan

keengganannya untuk menanggung resiko terutama yang berhubungan dengan

kepastian penerimaan penghasilan yang belum jelas akibat penerimaan

pengetahuan dan inovasi.

Secara operasional program LED (Lumbung Ekonomi Desa) mengacu

kepada Peraturan Bupati No. 13 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum

Pelaksanaan LED (Lumbung Ekonomi Desa). Perbup No. 13 tahun 2007 selain

mengatur pemberian dana hibah ke LED juga tindak lanjut dalam rangka

pemberdayaan para pelaku UMKM tersebut, yaitu dengan meningkatkan badan

hukum LED menjadi Koperasi LED.

Selama ini pemberdayaan ekonomi masyarakat/pelaku UMKM lebih

memfokuskan pada peningkatan kemampuan dan penguasaan teknis berkoperasi.

Pembinaan yang menyangkut peningkatan kemampuan kewirausahaan /

entrepreneurship sering terpinggirkan, akibatnya kegiatan usaha pelaku UMKM

(Usaha Mikro Kecil dan Menengah) yang memperoleh berbagai dukungan dari

berbagai pihak menjadi kurang berhasil, khususnya dalam mempertahankan

keberlangsungan usahanya.
33

Dalam mengoptimalkan sumber daya yang dikuasai pelaku UMKM,

modal merupakan faktor produksi yang paling lemah. Dengan demikian

penguatan modal usaha kelompok akan sangat bermakna untuk menjadi pemantik

bagi berlangsungnya kegiatan masyarakat/pelaku UMKM. Banyak faktor akan

menjadi terbangkitkan dengan tersedianya modal. Kegiatan usaha masyarakat

berjalan karena sumberdaya tenaga kerja dan atau sumber daya lainnya yang

dikuasai masyarakat akan berkombinasi dengan faktor produksi eksternal lain

yang tidak dikuasai masyarakat. Oleh karena itu, bantuan modal atau fasilitas dari

berbagai pihak untuk pemberdayaan masyarakat harus disertai dengan upaya

pembelajaran.

Bahkan lebih jauh, upaya-upaya apapun yang terkait dengan proses

pemberdayaan masyarakat/pelaku UMKM akan menjadi tidak bermakna bila

mereka masih belum mampu meningkatkan kemandirian dan meningkatkan posisi

tawarnya terhadap komoditas yang mereka hasilkan. Dengan demikian upaya

pemberdayaan melalui penguatan modal harus juga disertai dengan penguatan

posisi tawar masyarakat dan kemandirian masyarakat/pelaku UMKM. Dalam

konsep bargaining position, peningkatan posisi tawar masyarakat/pelaku UMKM

dapat dilakukan melalui pembentukan dan pembinaan kelompok pelaku UMKM

serta peningkatan kemampuan untuk mengakses sumber informasi yang

dibutuhkan.

Sebagai suatu produk kebijakan, evaluasi kebijakan Program Lumbung

Ekonomi Desa (LED) kepada masyarakat pelaku UMKM ( Usaha Mikro Kecil

dan Menengah ) dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas permodalan, agar


34

mereka bisa memperbesar aset usaha mereka yang pada akhirnya bisa

meningkatkan pendapatan. Evaluasi kebijakan LED pada intinya bagaimana

permasalahan yang dihadapi para pelaksanan dalam mengimplementasikan

kebijakan tersebut.

Kebijakan dilakukan dalam rangka mencapai tujuan atau sasaran secara

tepat, kebijakan juga pada dasarnya untuk memberikan atau mengadakan

tindakan-tindakan perbaikan terhadap operasionalisasi kebijakan dibawah. Pada

uraian sebelumnya telah dikemukakan bahwa kebijakan merupakan salah satu

proses untuk mencapai tujuan yang harus dilaksanakan oleh semua unit satuan

kerja yang ada pada lembaga pemerintah, bahwa kebijakan meruapakan suatu

program untuk mencapai tujuan dan praktek-praktek terarah yang dilakukan

pimpinan guna mencapai hasil yang sesuai dengan tujuan, namun kadangkala

dalam pelaksanaan terdapat hambatan-hambatan untuk mencapai sasaran yang

diharapkan, baik masalah penyimpangan waktu maupun menyelewengkan

pekerjaan.

Apabila dalam pegawai dalam suatu organisasi selalu melakukan

kesalahan-kesalahan atau penyimpangan tetapi tidak ada suatu tindakan perbaikan

akan menjadi penghambat terhadap tercapainya tujuan dalam hal ini tujuan atau

sasaran yang telah ditentukan dari kebijakan itu sehingga tidak tercapainya target

tersebut.

Seorang pemimpin dalam suatu lembaga harus memahami tentang teori-

teori kebijakan dan prakteknya, dalam arti bahwa pelaksanaan kebijakan oleh

bawahan akan berjalan dengan baik apabila pemimpin mengerti fungsinya sebagai
35

seorang pemimpin dan sungguh-sungguh untuk merealisasikan pelaksanaan

kebijakan yang menjadi tujuan organisasi yang dipimpinnya. Tujuan organisasi

dalam konteks penelitian ini adalah tujuan diadakannya program LED (Lumbung

Ekonomi Desa) ke masyarakat Kabupaten Subang.

Merujuk pada Teori Dunn (2003:610) ada enam kriteria dimensi dari

evaluasi kebijakan publik, yakni efektivitas, efisiensi, kecukupan, perataan,

responsivitas dan ketepatan untuk membedakan evaluasi kebijakan LED di

Kabupaten Subang.

Kriteria pertama adalah efektifitas, disini dilihat apakah hasil yang

diinginkan telah di capai ? efektivitas Program Lumbung Ekonomi Desa (LED)

dalam penguatan ekonomi masyarakat pedesaan. Ditunhjukan dengan

membandingkan rencanaa/program dengan realisasi subtansi kegiatan evaluasi ini

adalah untuk mengetahui sejauhmana efektivitas sumber daya yang diaveksikan

melalui program dan kegiatan disektor permodalan dalam memberikan hasil

(output) dan dampak (outcome) terhadap penguatan ekonomi rakyat pedesaan di

Kabupaten Subang.

Kriteria kedua adalah efisiensi, disini dilihat seberapa banyak usaha yang

diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan ? efisiensi pelaksanaan Program

Lumbung Ekonomi Desa (LED) dalam penguatan ekonomi rakyat pedesaan di

lihat sejauh mana capaian yang diperoleh dalam hal peningkatan modal kerja

anggota LED/rakyat pedesaan, peningkatan kualitas hidup masyarakat pedesaan,

dan peningkatan pemenuhuan kebutuhan ekonomi rakyat pedesaan.


36

Kriteria ketiga adalah kecukupan, yaitu seberapa jauh pencapaian hasil

yang diinginkan memecahkan masalah ? kecukupan program dalam pencapaian

hasil Program Lumbung Ekonomi Desa (LED) terfokus kepada :

- Ketersediaan modal kerja

- Peningkatan pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat pedesaan

Kriteria keempat adalah perataan yaitu apakah biaya dan manfaat

didistribusikan dengan merata kepada kelompok-kelompok yang berbeda ?

Secara fisik pemerataan biaya terbagi dalam biaya investasi dan biaya

pemeliharaan. Biaya investasi dalam bentuk Program Lumbung Ekonomi Desa

(LED) adalah dalam bentuk modal kerja berupa uang hibah ditanggung oleh

Pemerintah Derah Kabupaten Subang, sedangkan biaya investasi kantor dan

prasarana lainnya ditanggung oleh penerima bantuan Program Lumbung Ekonomi

Desa (LED). Biaya pemeliharaan mencakup perkembangan modal kerja

ditanggung oleh penerima bantuan.

Kriteria kelima dalah responsivitas yaitu, apakah hasil kebiajakan

memuaskan kebutuhan, preferensi atau nilai kelompok-kelompok tertentu.

Ada beberapa ilustrasi yang bisa disampaikan untuk menggambarkan

tingkat kepuasan dari penerima bantuan Program LED. Hal ini bisa digambarkan

dengan keadaan dilapangan.

Kriteria ke enam adalah ketepatan yaitu, apakah hasil (tujuan) yang di

inginkan benar-benar berguna atau bernilai.


37

Evaluasi kebijakan Program Lumbung Ekonomi Desa (LED) dalam

pengembangan permodalan masyarakat pelaku UMKM (Usaha Mikro Kecil dan

Menegah) di Kabupaten Subang disajikan dalam Gambar 2.1

Kebijakan Pemerintah Kabupaten Subang

Program LED (Lumbung Ekonomi Desa)


1. Dukungan teori dan teknologi
2. Keragaman perilaku kelompok sasaran
3. Tingkat perubahan perilaku yang di kehendaki

Evaluasi Kebijakan
1. Efektivitas 4. Perataan
2. Efisiensi, 5. Responsivitas
3. Kecukupan 6. Ketepatan.

Tujuan Program LED (Lumbung Ekonomi Desa) Penguatan Ekonomi,


pemberdayaan serta pengembangan usaha rakyat pedesaan

Diadaptasi dari Nugroho (2004 : 170) dan Dunn (2003 : 610)


Gambar 2.1 Kerangka Alur Pikir Penelitian

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, semakin jelas antara evaluasi

kebijakan dengan target suatu rencana yang telah ditetapkan, yaitu jika evaluasi

kebijakan dilakukan dengan tepat maka sasaran dari kebijakan tersebut akan

tercapai. Sasaran dari kebijakan LED (Lumbung Ekonomi Desa) adalah

tercapainya peningkatan kemampuan ekonomi masyarakat pelaku UMKM sesuai

dengan target yang ditetapkan Dinas Koperasi dan UMKM (Usaha Mikro Kecil

dan Menegah ) di Kabupaten Subang.


38

2.3 Hipotesis Kerja

Atas dasar kerangka pemikiran di atas maka disusun Hipotesis Kerja

sebagai berikut :

Evaluasi Program LED (Lumbung Ekonomi Desa) Di Kabupaten Subang

meliputi efektivitas, efisiensi, kecukupan, perataan, responsivitas dan

ketepatan.

Anda mungkin juga menyukai