Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang unuiversal dan kejadian yang
sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup seseorang.
Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti
sesuatu kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena
kondisi ini lebih banyak melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau disekitarnya.
Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini, proses kehilangan dan berduka sedikit
demi sedikit mulai maju. Dimana individu yang mengalami proses ini ada keinginan
untuk mencari bentuan kepada orang lain.
Pandangan-pandangan tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang perawat apabila
menghadapi kondisi yang demikian. Pemahaman dan persepsi diri tentang pandangan
diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif. Kurang
memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada informasi yang salah, sehingga
intervensi perawatan yang tidak tetap (Suseno, 2004).
Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe kehilangan.
Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi dan
menerima kehilangan. Perawat membantu klien untuk memahami dan menerima
kehilangan dalam konteks kultur mereka sehingga kehidupan mereka dapat berlanjut.
Dalam kultur Barat, ketika klien tidak berupaya melewati duka cita setelah mengalami
kehilangan yang sangat besar artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental dan sosial
yang serius.
Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan asuhan
keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga yang
mengalami kehilangan dan dukacita. Penting bagi perawat memahami kehilangan dan
dukacita. Ketika merawat klien dan keluarga, parawat juga mengalami kehilangan pribadi
ketika hubungan klien-kelurga-perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan,
penyembuhan atau kematian. Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman pribadi
mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan keluarganya selama
kehilangan dan kematian (Potter & Perry, 2005).
B. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang kami angkat dari makalah ini adalah bagaimana asuhan
keperawatan pada klien dengan kehilangan dan berduka disfungsional.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
a. Mengetahui konsep kehilangan dan berduka.
b. Mengetahui asuhan keperawatan pada kehila.ngan dan berduka disfungsional
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui jenis-jenis kehilangan.
b. Menjelaskan konsep dan teori dari proses berduka.
c. Mengetahui faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kehilangan
1. Definisi
Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya. Kehilangan
merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama rentang
kehidupan, sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan
mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda (Yosep, 2011 : 173).
Menurut Dalami, et all., (2009), kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus
atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut, yang
terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa kekerasan atau traumatik, diantisispasi
atau tidak diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa kembali atau tidak dapat
kembali.

2. Etiologi

Menurut Martocchio Cit Ambarwati dan Sunarsih (2011), faktor-faktor resiko


yang menyertai kehilangan meliputi :

1) Stasus sosial ekonomi yang rendah


2) Kesehatan yang buruk
3) Kematian yang tiba-tiba atau sakit yang mendadak
4) Merasa tidak adanya dukungan sosial yang memadai
5) Kurangnya dukungan dan kepercayaan keagamaan
6) Kurangnya dukungan dari keluarga atau seseorang yang tidak dapat menghadapi
ekspresi berduka
7) Kecenderungan yang kuat tentang keteguhan pada seseorang sebelum kematian atau
kehidupan setelah matidari seseorang yang sudah mati
8) Reaksi yang kuat tentang distress, kemarahan dan mencela diri sendiri.
3. Tanda dan gejala

Menurut Ambarwati dan Sunarsih (2011), tanda dan gejala kehilangan


diantaranya :

1) Ungkapan kehilangan
2) Menangis
3) Gangguan tidur
4) Kehilangan nafsu makan
5) Sulit berkonsentrasi
6) Karakteristik berduka yang berkepanjangan, yaitu :
a. Mengingkari kenyataan kehilangan terjadi dalam waktu yang lama
b. Sedih berkepanjangan
c. Adanya gejala fisik yang berat
d. Keinginan untuk bunuh diri
4. Proses kehilangan
Proses kehilangan menurut Yosep (2011) adalah sebagai berikut :
a. Stressor internal atau eksternal gangguan dan kehilangan individu memberi makna
positi melakukan kompensasi dengan kegiatan positif perbaikan (beradaptasi dan
merasa nyaman).
b. Stressor internal atau eksternal gangguan dan kehilangan individu memberi makna
merasa tidak berdaya marah dan berlaku agresi diekspresikan kedalam diri muncul
gejala sakit fisik.
c. Stressor internal atau eksternal gangguan dan kehilangan individu memberi makna
merasa tidak berdayamarah dan berlaku agresi diekspresikan ke luar diri individu
kompensasi dengan perilaku konstruktif perbaikan (beradaptasi dan merasa
nyaman).
d. Stressor internal atau eksternal gangguan dan kehilangan individu member makna
merasa tidak berdaya marah dan berlaku agresi diekspresikan ke luar diri individu
kompensasi dengan perilaku dekstruktif merasa bersalah ketidakberdayaan.
5. Tipe kehilangan
Menurut Ambarwati dan Sunarsih (2011), kehilangan dibagi dalam 2 tipe, yaitu :
a. Aktual atau nyata
Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya : amputasi, kematian
orang yang sangat berarti /dicintai.
b. Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya
seseorang yang berhenti bekerja/PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan
kebebasannya menjadi menurun.

6. Jenis jenis kehilangan

Terdapat 5 kategori kehilangan menurut Ambarwati dan Sunarsih, yaitu :

a. Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai


Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang berarti
adalah salah satu yang paling membuat stress dan mengganggu dari tipe-tipe
kehilangan, yang mana harus ditanggung oleh seseorang.
Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang dicintai, Kematian
pasangan suami/istri atau anak biasanya membawa dampak emosional yang luar
biasa dan tidak dapat ditutupi, karena keintiman, intensitas dan ketergantungan dari
ikatan atau jalinan yang ada.
b. Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self)
Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan tentang mental
seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri,
kemampuan fisik dan mental, peran dalam kehidupan, dan dampaknya.Kehilangan
dari aspek diri mungkin sementara atau menetap, sebagian atau komplit. Beberapa
aspek lain yang dapat hilang dari seseorang misalnya kehilangan pendengaran,
ingatan, usia muda, fungsi tubuh.
c. Kehilangan obyek eksternal
Kehilangan obyek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau
bersama-sama, perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang dirasakan
seseorang terhadap benda yang hilang tergantung pada arti dan kegunaan benda
tersebut.
d. Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal
Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat dikenal
termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu satu periode atau
bergantian secara permanen, misalnya pindah kekota lain, maka akan memiliki
tetangga yang baru dan proses penyesuaian baru.
e. Kehilangan kehidupan/meninggal
Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon pada
kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada kematian yang sesungguhnya.
Sebagian orang berespon berbeda tentang kematian.
7. Dampak kehilangan
Menurut Uliyah dan Hidayat (2011), kehilangan pada seseorang dapat memiliki
berbagai dampak, diantaranya :
a. Masa anak-anak, kehilangan dapat mengancam kemampuan untuk berkembang,
kadang-kadang akan timbul regresi serta merasa takut untuk ditinggalkan atau
dibiarkan kesepian.
b. Masa remaja atau dewasa muda, kehilangan dapat terjadi disintegrasi dalam
keluarga.
c. Masa dewasa tua, kehilangan khususnya kematian pasangan hidup dapat menjadi
pukulan yang sangat berat dan menghilangkan semangat hidup orang yang
ditinggalkan.

8. Rentang respon kehilangan


Fase kehilangan menurut Yosep (2011) diantaranya :
Fase tawar menawar

Fase pengingkaran fase marah fase depresi fase menerima


a. Fase pengingkaran (denial )
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya
atau menolak kenyataan bahwa kehilangan itu terjadi, dengan mengatakan Tidak,
saya tidak percaya bahwa itu terjadi, Itu tidak mungkin. Bagi individu atau
keluarga yang mengalami penyakit terminal, akan terus menerus mencari informasi
tambahan.
Reaksi fisik yang terjadi pada fase pengingkaran adalah letih, lemah, pucat, mual,
diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, tidak tahu harus
berbuat apa. Reaksi tersebut di atas cepat berakhir dalam waktu beberapa menit
sampai beberapa tahun.
b. Fase marah (anger)
Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya
kehilangan. Individu menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering
diproyeksikan kepada orang yang ada dilingkungannya,orang-orang tertentu atau
ditujukan pada dirinya sendiri. Tidak jarang dia menunjukkan perilaku agresif,
bicara kasar, menolak pengobatan,dan menuduh dokter dan perawat yang tidak
becus. Respon fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain, muka merah, nadi
cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
c. Fase tawar menawar (bergaining)
Fase ini terjadi apabila individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya
secara intensif, maka ia akan maju ke fase tawar menawar dengan memohon
kemurahan Tuhan. Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata Kalau saja
kejadian itu bisa ditunda maka saya akan sering berdoa. Proses berduka ini apabila
dialami oleh keluarga maka pernyataan sebagai berikut sering dijumpai, Kalau saja
yang sakit bukan anak saya.
d. Fase depresi (depression)
Pada fase ini individu sering menunjukkan sikap antara lain menarik diri, tidak
mau berbicara, kadang-kadang bersikap sebagai pasien yang sangat baik dan
menurut, atau dengan ungkapan yang menyatakan keputusasaan, perasaan tidak
berharga. Gejala fisik yang sering diperlihatkan adalah menolak makan, susah tidur,
letih, dorongan libido menurun.
e. Fase penerimaan (acceptance)
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran selalu
terpusat kepada obyek atau orang hilang akan mulai berkurang atau hilang, individu
telah menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya, gambaran tentang obyek
atau orang yang hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap perhatian beralih pada
obyek yang baru. Fase menerima ini biasanya dinyatakan dengan kata-kata seperti,
Saya betul-betul menyayangi baju saya yang hilang tapi baju saya yang baru manis
juga, atau Apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh.
Individu akan dapat mengakhiri proses berduka dan mengatasi perasaan
kehilangannya secara tuntas apabila individu dapat memulai fase-fase tersebut dan
masuk pada fase damai atau fase penerimaan, tetapi apabila individu tetap berada
pada salah satu fase dan tidak sampai pada fase penerimaan, jika mengalami
kehilangan lagi sulit baginya masuk pada fase penerimaan.

B. Berduka
1. Definisi
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang
dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan
lain-lain.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA
merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka
disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu
dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang,
hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya
kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu
yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun
potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang
menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.

2. Teori dari proses berduka


Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses berduka. Konsep
dan teori berduka hanyalah alat yang hanya dapat digunakan untuk mengantisipasi
kebutuhan emosional klien dan keluarganya dan juga rencana intervensi untuk membantu
mereka memahami kesedihan mereka dan mengatasinya. Peran perawat adalah untuk
mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap
perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati.
1) Teori Engels
Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapat
diaplokasikan pada seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal.
a. Fase I (shock dan tidak percaya)
Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk
malas, atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaporesis,
mual, diare, detak jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan.
b. Fase II (berkembangnya kesadaran)
c. Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan mungkin
mengalami putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan
kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.
d. Fase III (restitusi)
Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang hampa/kosong,
karena kehilangan masih tetap tidak dapat menerima perhatian yang baru dari
seseorang yang bertujuan untuk mengalihkan kehilangan seseorang.
e. Fase IV
Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap almarhum.
Bisa merasa bersalah dan sangat menyesal tentang kurang perhatiannya di masa
lalu terhadap almarhum.
f. Fase V
Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari. Sehingga
pada fase ini diharapkan seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran
baru telah berkembang.
2) Teori Kubler-Ross
Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah berorientasi
pada perilaku dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut:
a. Penyangkalan (Denial)
Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk
mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti Tidak, tidak
mungkin seperti itu, atau Tidak akan terjadi pada saya! umum dilontarkan
klien.
b. Kemarahan (Anger)
Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin bertindak lebih pada setiap
orang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan. Pada fase ini
orang akan lebih sensitif sehingga mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini
merupakan koping individu untuk menutupi rasa kecewa dan merupakan
menifestasi dari kecemasannya menghadapi kehilangan.
c. Penawaran (Bargaining)
Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas
untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali mencari pendapat
orang lain.
d. Depresi (Depression)
Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna
kehilangan tersebut. Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk berupaya
melewati kehilangan dan mulai memecahkan masalah.
e. Penerimaan (Acceptance)
Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross
mendefinisikan sikap penerimaan ada bila seseorang mampu menghadapi
kenyataan dari pada hanya menyerah pada pengunduran diri atau berputus asa.
3) Teori Martocchio
Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai lingkup
yang tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan
bergantung pada faktor yang mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi
yang terus menerus dari kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka
yang mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun.
4) Teori Rando
Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3 katagori:
a. Penghindaran
Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya.
b. Konfrontasi
Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara
berulang-ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling dalam
dan dirasakan paling akut.
c. Akomodasi
Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan mulai
memasuki kembali secara emosional dan sosial dunia sehari-hari dimana klien
belajar untuk menjalani hidup dengan kehidupan mereka.
3. Perbandingan 4 teori proses berduka

PERBANDINGAN EMPAT TEORI PROSES BERDUKA

ENGEL (1964) KUBLER-ROSS MARTOCCHIO RANDO (1991)


(1969) (1985)

Shock dan tidak percaya Menyangkal Shock and disbelief Penghindaran

Berkembangnya Marah Yearning and protest


kesadaran

Restitusi Tawar-menawar Anguish, Konfrontasi


disorganization and
despair

Idealization Depresi Identification in


bereavement

Reorganization / the out Penerimaan Reorganization and akomodasi


come restitution
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
A. Identitas Klien

Nama : Ny. M

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 30 tahun

Informan : Tn. A (kakak Ny. M)

Tanggal Masuk RS : 11 Oktober 2014

Tanggal pengkajian : 12 Oktober 2014

Nomor registrasi : 00 71 86

B. Alasan Masuk

Klien datang di antar oleh keluarga ke rumah sakit jiwa dengan keluhan sejak
seminggu yang lalu klien terlihat murung dan suka menyendiri. Klien tidak mau
makan, minum dan mandi. Klien mulai terlihat seperti itu sejak ibunya meninggal.

Saat Pengkajian :

Keluarga klien mengatakan merasa cemas dengan keadaan klien. Sebelumnya


klien tidak pernah menderita penyakit seperti yang dialaminya sekarang.
Keluarga klien takut dengan kondisi klien saat ini. Klien tampak murung sejak ibunya
meninggal.

C. Faktor Predisposisi
1. Gangguan Jiwa di Masa Lalu

Klien mengatakan tidak pernah menderita penyakit yang sama seperti ini
sebelumnya.

2. Tumbuh Kembang
a. Lahir sampai preschool
Klien mengatakan selalu bersama-sama dengan ibunya.

b. Usia sekolah

Klien mengatakan dulu waktu sekolah klien menjalin hubungan baik dengan
temannya, klien suka bergaul dengan temannya.

c. Praremaja sampai remaja

Klien mengatakan saat remaja klien bergaul bersama teman-temannya.

d. Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa

Keluarga klien mengatakan bahwa sebelum ini tidak ada anggota keluarga
yang mengalami gangguan jiwa.

3. Riwayat Trauma

Klien mengatakan tidak pernah mengalami trauma

4. Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada keluarga yang pernah mengalami gangguan jiwa

D. Faktor Presipitasi

Klien mengatakan sedih karena di tinggal oleh ibunya.

E. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum :
Kesadaran Composmentis
GCS : 4 5 6
2. Tanda vital

TD : 100/60 mmHg

N : 80 x/mnt

RR : 22 x/mnt

3. Ukur

TB : 160 cm

BB : 50 kg
4. Keluhan Fisik

Klien mengatakan tidak ada keluhan fisik yang dirasakan sekarang.

Genogram:

Keterangan : Klien tinggal bersama ibu dan kakak, klien belum menikah. Ayah klien
meninggal sejak 5 tahun lalu, ibu meninggal 1 minggu yang lalu.

F. Psikososial
1. Konsep diri
a. Citra Tubuh / Gambaran Diri
Klien mengatakan tidak ada kekurangan dalam dirinya.
b. Identitas
Klien mengatakan dirinya adalah seorang wanita bernama Ny M, yang
tinggal bersama Ayah, kakak dan adiknya.

c. Peran

Klien mengatakan dirinya sebagai seorang anak yang tidak berguna bila
tidak bersama ibunya

d. Hubungan Sosial

Klien mengatakan tidak ada keinginan dalam berhubungan dengan


orang lain dank klien mengatakan ingin sendiri saja.

e. Spiritual

Nilai dan keyakinan : Klien mengatakan dia seorang muslim

Kegiatan ibadah : Klien mengatakan jarang Sholat

f. Harga diri:

Klien mengatakan merasa malu bergaul dengan orang lain karena


minder dengan teman-teman di sekitarnya yang masih mempunyai ibu.

2. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti:

Klien mengatakan orang yang berarti dalam hidupnya adalah ibu dan
kakaknya, namun ibu sudah meninggal dan merasa tidak berdaya

b. Peran serta dalam kelompok masyarakat:

Klien mengatakan sebelum ibunya meninggal aktif dalam kegiatan yasinan


mingguan, namun setelah ibunya meninggal tidak pernah mengikuti kegiatan
masyarakat apapun.

c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain

Klien mengatakan merasa sering dibicarakan oleh tetangga karena yatim piatu,
klien mengatakan malu berkomunikasi dengan tetangga

Masalah keperawatan : Harga diri rendah situasional

G. Status Mental
1. Penampilan

Penampilan klien terlihat kotor, terlihat dari pakaian, kuku, gigi dan rambutnya.

2. Pembicaraan

Klien kurang koorperatif saat berbicara.

3. Aktivitas motorik

Klien tampak lesu, sering murung dan menyediri, klien melakukan kegiatan jika
di motivasi perawat.

4. Alam perasaan

Klien mengatakan sedih , karena merasa tidak berguna jika tidak didampingi oleh
ibunya dan kurang bersemangat.

5. Afek klien

Afek klien yaitu afek datar, dimana saat diajak ngobrol klien tidak menunjukkan
perubahan raut muka atau ekspresi wajah.

6. Interaksi secara wawancara

Selama interaksi klien kurang kooperatif, kurang konsentrasi dan kontak mata
kurang sering berpaling pandangan, sering menunduk ketika diajak ngobrol
jawaban klien simple dan singkat

7. Proses piker

Klien tidak mengalami waham.

8. Tingkat kesadaran

Tingkat kesadaran klien adalah bingung.

9. Memori

Klien tidak mengalami gangguan daya ingat jangka panjang, pendek, maupun saat
ini, karena klien mampu menjawab tentang pertanyaan hari ini , tanggal dan tahun
dan klien mengingat kegiatan yang dilakukan kemarin yaitu seperti sekolah,dan
lain-lain.

10. Tingkat konsentrasi dan berhitung


Klien tidak mampu berkosentarasi secara penuh, karena klien terihat binggung
dan sering berpaling muka saat diajak berbicara, klien dapat berhitung dengan
pertanyaan yang sederhana seperti 2+3= 5 dan klien mampu menjawabnya.

11. Daya tilik diri

Klien menyadari dirinya sedang mengalami suatu masalah / sakit(pasien)

Masalah keperawatan: Defisit perawatan diri

H. Mekanisme Koping

Mekanisme koping klien inefektif, selalu mengganggap diri tidak berguna,


tidak berguna bagi dirinya, keluarga dan orang lain.

I. Kebutuhan Persiapan Pulang


a. Makan, mandi, dan berpakaian

Klien dapat menyiapkan makanan, mandi dan berpakaian secara mandiri

b. BAB dan BAK

Klien mampu BAB dan BAK pada tempatnya serta dapat membersihkan toilet dan
membersihkan diri saat BAB dan BAK

c. Istirahat dan Tidur

Klien mampu memenuhi kebutuhan istirahat dan tidurnya.

d. Penggunaan Obat

Klien minum obat secara teratur dengan bantuan perawat.

K. Aspek Medis

Terapi Medis :

a. Haloperidol (2x5mg) 5mg/12 jam (oral) antipsikotik turunan

Indikasi: Management of manifestasi psikosis akut dan kronis, termasuk


skizofrenia dan manik Negara

Kontra indikasi: Pada keadaan koma dan dalam kehadiran depresi SSP karena
alkohol atau obat depresan lainnya
Efek samping: Insomnia, reaksi depresif, dan beracun negara confusional adalah
efek yang lebih umum ditemui. Mengantuk, kelesuan, pingsan dan katalepsia,
kebingungan, kegelisahan, agitasi, gelisah, euforia, vertigo, kejang grand mal, dan
eksaserbasi gejala psikotik.

b. Chlorpromazine 100 mg/12 jam(oral)

Indikasi : Skizofrenia dengan gejala agitasi, ansietas, tegang, bingung, insomnia,


waham,halusinasi; Gangguan kepribadian, Psikosis involusional, Psikosis pada
anak

Kontra indikasi: koma, keracunan alcohol, hipersensitif (alergik)

Efek samping: lesu, ngantuk, hipotensi, mulut kering, amenore pada wanita.

c. Triheksipenidile 2mg/12 jam(oral)

Indikasi : Parkinson. Ggn ekstrapiramidal yg disebabkan obat SSP.

Kontra indikasi: --

Efek samping: Mulut kering, penglihatan kabur, pusing, semas, konstipasi, retensi
urin, takikardi, dilatasi pupil, TIO meningkat, sakit kepala.

J. Analisa Data

Nama Klien : Ny.M DX Medis :

RM No. : 007186 Ruangan : Melati

Tgl Data Fokus Diagnosa Ttd

12/10/2014 - DS : Harga Diri Rendah

Jam 10.00 Klien mengatakan merasa malu bergaul Situasional


dengan orang lain karena merasa dirinya
tidak berguna

- DO :

Klien merasa dirinya minder karena sudah


tidak memiliki ibu

14/10/2014 - DS: Defisit Perawatan Diri


Jam 10.05 Klien mengatakan malas untuk
membersihkan dirinya

- DO :

Pakaian, kuku, gigi serta rambut klien


tampak kotor

2. Diagnosa
1) Harga diri rendah Situasional b.d perasaan malu dan minder
2) Defisit Perawatan Diri b.d tidak ada motivasi melakukan ADL
3. Pohon Masalah

Defisit perawatan diri



gg. pemenuhan ADL Harga diri rendah situasional

Tidak adanya motivasi Menyendiri

Malu dan minder

Koping inefektif

Berduka

kehilangan

4. Prioritas Diagnosa
1) Harga diri rendah Situasional b.d perasaan malu dan minder
2) Defisit Perawatan Diri b.d tidak ada motivasi melakukan ADL

5. Rencana Tindakan Keperawatan


Nama klien : Ny. M Dx medis :

RM : 007186 Ruangan : Melati

Tgl No. Dx. Perencanaan


Dx Keperawatan Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi

1. harga diri klien setelah tindakan 1. Merespon kesadaran


rendah memiliki keperawatan selama diri dengan cara :
situasional b.d konsep diri 3x24 jam: -Membina hubungan
yang positif saling percaya dan
keterbukaan.
perasaan malu 1. Klien merasa - Bekerja dengan klien
dan minder harga dirinya naik. pada tingkat kekuatan
ego yang dimilikinya.

2. Klien - Memaksimalkan

mengunakan partisipasi klien dalam

koping yang hubungan terapeutik.


adaptif.
2. Menyelidiki diri
dengan cara :
3. Klien menyadari
- Membantu klien
dapat mengontrol
menerima perasaan
perasaannya.
dan pikirannya.
- Membantu klien
menjelaskan konsep
dirinya dan
hubungannya dengan
orang lain melalui
keterbukaan.
- Berespon secara
empati dan
menekankan bahwa
kekuatan untuk
berubah ada pada
klien.

3. Mengevaluasi diri
dengan cara :
- Membantu klien
menerima perasaan
dan pikiran.
- Mengeksplorasi
respon koping adaptif
dan mal adaptif
terhadap masalahnya.

4. Membuat
perencanaan yang
realistik.
- Membantu klien
mengidentifikasi
alternatif pemecahan
masalah.
- Membantu klien
menkonseptualisasikan
tujuan yang realistik.

5. Bertanggung jawab
dalam bertindak.
- Membantu klien
untuk melakukan
tindakan yang penting
untuk merubah respon
maladaptif dan
mempertahankan
respon koping yang
adaptif.
6. Mengobservasi
tingkat depresi.
- Mengamati perilaku
klien.
- Bersama klien
membahas
perasaannya.
7. Membantu klien
mengurangi rasa
bersalah.
- Menghargai perasaan
klien.
- Mengidentifikasi
dukungan yang positif
dengan mengaitkan
terhadap kenyataan.
- Memberikan
kesempatan untuk
menangis dan
mengungkapkan
perasaannya.
- Bersama klien
membahas pikiran
yang selalu timbul.

2. Defisit Klien mampu setelah tindakan 1. Libatkan klien untuk


perawatan diri melakukan keperawatan selama makan bersama
berhubungan perawatan 3x24 jam diruang makan.
dengan tidak diri secara 1. Klien dapat 2. Menganjurkan klien
ada motivasi optimal. mandi sendiri tanpa untuk mandi.
melakukan paksaan. 3. Menganjurkan
ADL 2. Klien dapat pasien untuk mencuci
berpakaian sendiri baju.
dengan rapi dan 4. Membantu dan
bersih. menganjurkan klien

3. Klien dapat untuk menghias diri.


menyikat giginya 5. Membantu klien
sendiri dengan untuk merawat rambut
bersih. dan gigi.

4. Klien dapat
merawat kukunya
sendiri.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu


kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki.
Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.

Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA


merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka
disfungsional.

Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu


dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang,
hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya
kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.

Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu


yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun
potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang
menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.

Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka,


mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk
empati.

Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu: Aktual atau nyata dan persepsi. Terdapat 5
katagori kehilangan, yaitu:Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai, kehilangan
lingkungan yang sangat dikenal, kehilangan objek eksternal, kehilangan yang ada pada
diri sendiri/aspek diri, dan kehilangan kehidupan/meninggal.

Elizabeth Kubler-rose,1969.h.51, membagi respon berduka dalam lima fase, yaitu :


pengikaran, marah, tawar-menawar, depresi dan penerimaan.

DAFTAR PUSTAKA

Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta : EGC.

Riyadi, S dan Teguh, P. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Graha Ilmu

Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan, Kematian
dan Berduka dan Proses keperawatan. Jakarta : Sagung Seto.

Stuart and Sundeen. 2008. Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta : ECG.

Townsend, Mary C. 2008. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatn Psikiatri, Pedoman


Untuk Pembuatan Rencana Perawatan Edisi 3. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai