Anda di halaman 1dari 7

Perlukaan Pada Persalinan

Perlukaan pada jalan lahir dapat terjadi pada wanita yang telah melahirkan bayi setelah masa
persalinan berlangsung. Perlukaan ini dapat terjadi oleh karena kesalahan sewaktu memimpin
suatu persalinan, pada waktu persalinan operatif melalui vagina seperti ekstasi cunam, ekstrasi
vakum, embriotomi atau trauma akibat alat-alat yang dipakai. Adapun perlukaan pada jalan lahir
dapat juga terjadi pada :
a. Dasar panggul pada jalan lahir berupa episiotomi atau robeka perinium spontan.
b. Vulva dan vagina
c. Serviks uteri
d. Uterus.

A. Robekan Perinium
Robekan perinium umumnya terjadi persalinan di :
1) Kepala janin terlalu cepat lahir.
2) Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
3) Sebelumnya perinium terdapat banyak jaringan parut
4) Pada persalinan terjadi distosia.

Jenis/tingkat
Robekan perinium dapat dibagi atas 3 tingkat :
1) Tingkat 1: Robekan hanya terjadi pada selaput lendir vagina dengan a/ tanpa mengenai kulit
perinium sedikit.
2) Tingkat 2: Robekan yang terjadi lebih dalam yaitu selain mengenai selaput lendir, vagina juga
mengenai sfingter ani.
3) Tingkat 3: Robekan yang terjadi mengenai seluruh perinium sampai mengenai otot-otot
sfingter ani.

Teknik Menjahit Robekan Perinium


1. Tingkat I
Pengertian robekan perinium tingkat 1 dapat dilakukan hanya dengan memakai catgut yang
dijahitkan secara jelujur (continuous sutere) atau dengan cara angka delapan (figune of night).
2. Tingkat II
Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perinium tingkat II maupun tingkat II, jika dijumpai
pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi, maka pinggir yang bergerigi tersebut harus
diratakan terlebih dahulu. Pinggir robekan sebelah kiri dan kanan masing-masing di klem
terlebih dahulu, kemudian digunting. Setelah pinggir robekan rata, baru dilakukan penjahitan
luka robekan. Mula-mula otot-otot dijahit dengan catgut. Kemudian selaput lendir vagina dijahit
dengan catgut secara terputus-putus atau jelujur. Penjahitan selaput lendir vagina dimulai dari
puncak robekan. Terakhir kulit perinium dijahit dengan benang sutera secara terputus-putus. bila
lus wilayah luka tidak terlalu luas derajat II masih menjadi kewenangan bidan

3. Tingkat III
Mula-mula dinding depan rektum yang robek dijahit. Kemudian fasia perirektal dan fasia septum
rektovaginal dijahit dengan catgut kromik, sehingga bertemu kembali. Ujung-ujung otot sfingter
ani yang terpisah oleh karena robekan di klem dengan klem pean lurus. Kemudian dijahit dengan
2 3 dijahit catgut kronik sehingga bertemu kembali. Selanjutnya robekan dijahit lapis demi
lapis seperti menjahit robekan perinium tingkat II.

B. Perlukaan Vulva
Perlukaan vulva terdiri atas 2 jenis yaitu :
1. Robekan Vulva
Perlukaan vulva sering dijumpai pada waktu persalinan. Jika diperiksa dengan cermat,
akan sering terlihat robekan. Robekan keci; pada labium minus, vestibulum atau
bagianbelakang vulva. Jika robekan atau lecet hanya kecil dan tidak menimbulkan perdarahan
banyak, tidak perlu dilakkan tindakan apa-apa. Tetapi jika luka robekan terjadi pada pembuluh
darah, lebih-lebih jika robekan terjadi pada pembuluh darah di daerah klitoris, perlu dilakukan
penghentian perdarahan dan penjahitan luka robekan. Pada gambar di bawah terlihat lokasi
robekan yang paling sering ditemui pada vulva.
Pada gambar di atas tampak perlukaan vulva sering dijumpai pada waktu persalinan . Jika
diperiksa dengan cermat, akan sering terlihat robekan-robekan kecil pada labium minus,
vestibulum atau bagian belakang vulva.
Luka-luka robekan diahit dengan catgut secara terputus-putus ataupun secara jelujur. Jika
luka robekan terdapat disekitar orifisium uretra atau diduga mengenai vesika urinaria,
sebaiknya sebelum dilakukan penjahitan, dipasang dulu kateter tetap.

2. Hematoma Vulva
Terjadinya robekan vulva disebabkan oleh karena robeknya, pembuluh darah terutama
vena yang terikat di bawah kulit alat kelamin luar dan selaput lendir vagna.
Hal ini dapat terjadi pada kala pengeluaran, atau setelah penjahitan luka robekan yang
senbrono atau pecahnya vasises yang terdapat di dinding vagina dan vuluz. Sering terjadi
bahwa penjahitan luka episiotomi yang tidak sempurna atau robekan pada dinding vagina
yang tidak dikenali merupakan sebab terjadinya hematome. Tersebut apakah ada sumber
perdarahan. Jika ada, dilakukan penghentian perdarahan. Perdarahan tersebut dengan
mengikat pembuluh darah vena atau arteri yang terputus. Kemudian rongga tersebut diisi
dengan kasa streil sampai padat dengan meninggalkan ujung kasa tersebut di luar. Kemudian
luka sayatan dijahit dengan jahitan terputus-putus atau jahitan jelujur. Dalam beberapa hal
setelah summber perdarahan ditutup, dapat pula dipakai drain.
C. Robekan Dinding Vagina.
Perlukaan vagina sering terjadi sewaktu :
a. Melahirkan janin dengan cnam.
b. Ekstraksi bokong
c. Ekstraksi vakum
d. Reposisi presintasi kepala janin, umpanya pada letak oksipto posterior.
e. Sebagai akibat lepasnya tulang simfisis pubis (simfisiolisis) bentuk robekan vagina bisa
memanjang atau melintang.

Komplikasi
1. Perdarahan pada umumnya pada luka robek yang kecil dan superfisial terjadi perdarahan yang
banyak, akan tetapi jika robekan lebar dan dalam, lebih-lebih jika mengenai pembuluh darah
dapat menimbulkan perdarahan yang hebat.
2. Infeksi jika robekan tidak ditangani dengan semestinya dapat terjadi infiksi bahkan dapat
timbul septikami.
Penanganan
Pada luka robek yang kecil dan superfisal, tidak diperlukan penangan khusu pada luka
robek yang lebar dan dalam, perlu dilakukan penjahitan secara terputus-putus atau jelujur.
Bisanya robekan pada vagina sering diiringi dengan robekan pada vulva maupun
perinium. Jika robekan mengenai puncak vagina, robekan ini dapat melebar ke arah rongga
panggul, sehingga kauum dougias menjadi terbuka.Keadaan ini disebut kolporelasis.

D. Robekan Serviks
Etiologi
Robekan serviks dapat terjadi pada :
1) Partus presipatatus
2) Trauma karena pemakaian alat-alat operasi (cunam perforatr, vakum ekstraktor)
3) Melahirkan kepala janin pada letak sungsang paksa padahal pemukan serviks uteri dalam
lengkap.
4) Partus lama, di mana telah terjadi serviks edem, sehingga jaringan serviks adalah menjadi
rapuh dan mudah robek.
Robekan serviks dapat terjadi pada satu tempat atau lebh. Setiap selesai melakukan peralinan
operatif pervaginam, letak sungsang, partus presipitatus, plasenta manual, harus dilakukan
pemeriksaan keadaan jalan lahir dengan spekulam vagina.
Komplikasi
Komplikasi yang segera terjadi adalah perdarahan.kadang-kadang perdarahan ini sangat banyak
sehingga dapat menimbulkan syok bahkan kematian. Pada keadaan ini di mana serviks ini
tidak ditangani dengan baik, dalam jangka panjang dapat terjadi inkompetensi serviks
(cervisal moompetence) ataupun infestilitas sekunder.
Teknik menjhit robekan serviks
1. Pertama-tama robekan sebelah kiri dan kanan dijepit engan klem, sehingga perdarahan
menjadi berkurang a/ berhenti.
2. Kemudian serviks ditarik edikit, sehingga lebih jelas kelihatan dari luar.
3. Jika pinggir robekan dengan catgut khromik nomor ooo. Jahitan dimulai dari ujung robekan
dengan cara jahitan terputus-putus atau jahitan angka delapan (figure of eight suture).
4. Jika pinggir robekan bergerigi, sebaiknya sebelum dijahit, pinggir tersebut diratakan dengan
jalan menggunting pinggir yang bergerigi tersebut.
5. Pada robekan yang dalam, jahitan harus dilakukan lapis dalam lapis. Ini dilakukan untuk
menghindarkan terjadinya hematomi dalam rongga di bawah jahitan.

E. Rupture Uteri
Angka Kematian
Ruptura uteri merupakan suatu komplikasi yang sangat berbahaya dalam persalinan.Angka
kejadian ruptura uteri di Indonesia masih tinggi yaitu berkisar antara 1 : 92 sampai 1 : 428
persalinan. Begitu juga angka kematian ibu akibat rupturea uteri masih anak tinggi yaitu
berkisar antara 17,9 sampai 62,6 %. Angka kematian anak pada ruptura uteri antara 89,1 %
sampai 100 %.
Faktor Prodisposisi
1. Multifaritas / grandimultipara.
Ini disebabkan oleh karena, dinding perut yang lembek dengan kedudukan uters dalam posisi
antefleksi, sehingga dapat menimbulkan disproporsi sifalopelvik, terjadinya infeksi jaringan
fibrotik dalam otot rahim penderia, sehingga mudah terjadi ruptura uteri spontan.
2. Pemakaian desitosin untuk indikasi atau stimulasi persalinan yang tidak tepat.
3. Kelainan letak dan implantasi plasenta umpamanya pada plasenta akreta. Plasenta inkreta atau
plasenta perkreta.
4 Kelainan bentuk uterus umpamanya uterus bikkornis.
5. Hidramnion.
Jenis
1. Ruptura uteri spontan. Ruptura uteri spontan dapat terjadi pada keadaan di mana terdapat
rintangan pada waktu persalinan, yaitu pada kelainan letak dan presentasi janin, disproporsi
sefalopelvik, vanggul sempit, kelainan panggul, tumor jalan lahir.
2. Ruptura uteri traumatik dalam hal ini reptura uteri terjadi oleh karena adanya lucus minoris
pada dinding uteus sebagai akibat bekas operasi sebelumnya pada uterus, seperti parut bekas
seksio sesarea, enukkasi mioma/meomektomi, histerotomi, histerorafi, dan lain-lain. Reptura
uteri pada jaringan parut ini dapat dijumpai dalam bentuk tersembunyi (occult) yang
dimaksud dengan bentuk nyata/jelas adalah apabila jaringan perut terbuka seluruhnya dan
disertai pula dengan robeknya ketuban, sedang pada bentuk tersembunyi, hanya jaringan perut
yang terbuka, sedang selaput ketuban tetap utuh.

Pembagian jenis menurut anatomik


Secara anatomik reptura uteri dibagi atas :
1. Reptura uteri komplit. Dalam hal ini selain dinding uterus robek, lapisan serosa (pertoneum)
juga robek sehingga janin dapat berada dalam rongga perut.
2. Reptura uteri inkomplit dalam hal ini hanya dinding uterus yang robek, sedangkan lapisan
serosa tetap utuh.

Gejala
1. Biasanya ruptura uteri didahului oelh gejala-gejala rupture untuk membakar, yaitu his yang
kuat dan terus menerus, rasa nyeri yang hebat di perut bagian bawah, nyeri waktu ditekan,
gelisah atau seperti ketakutan, nadi dan pernafasan cepar, cincin van bandi meninggi.
2. Setelah terjadi ruptura uteri dijumpai gejala-gejala syok, perdarahan (bisa keluar melalui
vagina atau pun ke dalam rongga perut), pucat, nadi cepat dan halus, pernafasan cepat dan
dangkal, tekanan darah turun. Pada palpasi sering bagian-bagian janin dapat diraba langsung
dbawah dinding perut, ada nyeri tekan,dan di perut bagian bawah teraba uterus kira-kira
sebesar kepala bayi. Umamnya janin sudah meninggal.
3. Jika kejadian ruptura uteri lebih lama terjadi, akan timbul gejala-gejala metwarisme dan
defenci musculare sehingga sulit untuk dapat meraba bagian janin.

Prognosis
Ruptura uteri merupakan malapetaka untuk ibu maupun janin oleh karena itu tindakan
pencegahan sangat penting dilakukan setiap ibu bersalin yang disangka akan mengalami
distosia, karena kelainan letak janin, atau pernah mengalami tindakan operatif pada uterus
seperti seksio sesarea, memektomi dan lain-lain, harus diawali dengan cermat. Hal ini perlu
dilakukan agar tindakan dapat segera dilakukan jika timbul gejala-gejala ruptura uteri
membakar, sehingga ruptura uteri dicegah terjadinya pada waktu yang tepat.

Penanganan
1. Pertolongan yang tepat untuk ruptura uteri adalah laporotomi sebelumnya penderita diberi
trasfusi darah atau sekurang-kurangnya infus cairan garam fisiologik/ringer laktat untuk
mencegah terjadinnya syok hipovolemik.
2. Umumyna histerektomi dilakukan setelah janin yang berada dalam rongga perut dikeluarkan.
Penjahitan luka robekan hanya dilakukan pada kasus-kasus khusus, dimana pinggir robekan
masih segar dan rata, serta tidak terlihat adanya tanda-tanda infeksi dan tidak terdapat jaringan
yang rapuh dan nekrosis. Histerorofi pada ibu-ibu yang sudah mempunyai cukup anak
dianjurkan untuk dilakkan pula tubektomi pada kedua tuba (primary), sedang bagi ibu-ibu
yang belum mempunyai anak atau belum merasa lengkap keluarganya dianjurkan untuk orang
pada persalinan berikutnya untuk dilakukan seksio sesaria primer.

Anda mungkin juga menyukai