Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Patient Safety

2.1.1 Definisi

Keamanan adalah prinsip yang paling fundamental dalam pemberian pelayanan

kesehatan maupun keperawatan, dan sekaligus aspek yang paling kritis dari manajemen kualitas.

Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan

pasien lebih aman, mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat

melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Sistem

tersebut meliputi pengenalan risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan

resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan

implementasi solusi untuk meminimalkan resiko (Depkes 2008).

Patient Safety atau keselamatan pasien adalah suatu system yang membuat asuhan pasien di rumah sakit

menjadi lebih aman. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan

suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi : Assesment Risiko,

Identifikasi dan Pengelolaan Risiko (Laporan dan Analisa), Belajar dari Insiden (Tindak Lanjut dan Implementasi

Solusi).

2.1.2 Tujuan Patient Safety

1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit

2. Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan masyarakat

3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di Rumah Sakit

9
4. Terlaksananya program-program pencegahansehingga tidak terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan

5. Menciptakan lingkungan yang aman bagi karyawan dan pengunjung Santosa Bandung International

Hospital

6. Mempertahankan reputasi Santosa Bandung International Hospital

7. Memberikan pelayanan yang efektif dan efisien .

2.1.3 Manfaat Patient Safety

1. Budaya keamanan meningkat dan berkembang

2. Komunikasi dengan pasien berkembang

3. Kejadian tidak diharapakn (KTD) menurun

4. Risiko klinis menurun

5. Keluhan berkurang

6. Mutu pelayan Rumah Sakit meningkat

7. Citra Rumah Sakit dan kepercayaan masyarakat meningkat, diikuti dengan kepercayaan diri yang

meningkat

2.1.4 Tujuh Standar Keselamatan Pasien

Standar keselamatan pasien menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, Pasal 7 ayat (2) meliputi:

1. Hak pasien

Standarnya adalah pasien & keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi

tentang rencana & hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian

Tidak Diharapkan). Kriterianya adalah sebagai berikut:


a. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.

b. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan

c. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang jelas dan

benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan

atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya KTD

2. Mendidik pasien dan keluarga

Standarnya adalah RS harus mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban &

tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Kriterianya adalah keselamatan dalam

pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien adalah partner dalam

proses pelayanan. Karena itu, di RS harus ada sistim dan mekanisme mendidik pasien &

keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan

pendidikan tersebut diharapkan pasien & keluarga dapat:

a. Memberikan info yang benar, jelas, lengkap dan jujur

b. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab

c. Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti

d. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan

e. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS

f. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa

g. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati

3. Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan;

Standarnya adalah RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi

antar tenaga dan antar unit pelayanan dengan kriteri sebagai berikut:

a. Koordinasi pelayanan secara menyeluruh


b. Koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya

c. Koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi

d. Komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan

4. Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program

peningkatan keselamatan pasien. Standarnya adalah RS harus mendisain proses baru atau

memperbaiki proses yang ada, memonitor & mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan

data, menganalisis secara intensif KTD, & melakukan perubahan untuk meningkatkan

kinerja serta KP dengan kriteria sebagai berikut:

a. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik, sesuai

dengan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

b. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja

c. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif

d. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis

5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien

a. Pimpinan dorong & jamin implementasi program KP melalui penerapan 7 Langkah

Menuju KP RS.

b. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi risiko KP &

program mengurangi KTD.

c. Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar unit & individu

berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang KP

d. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, &

meningkatkan kinerja RS serta tingkatkan KP.


e. Pimpinan mengukur & mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan

kinerja RS & KP, dengan criteria sebagai berikut:

a) Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.

b) Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program

meminimalkan insiden,

c) Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari

rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi

d) Tersedia prosedur cepat-tanggap terhadap insiden, termasuk asuhan kepada

pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan

penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.

e) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden,

f) Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden

g) Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan

antar pengelola pelayanan

h) Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan

i) Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria

objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan

keselamatan pasien

6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien

a. RS memiliki proses pendidikan, pelatihan & orientasi untuk setiap jabatan mencakup

keterkaitan jabatan dengan KP secara jelas.


b. RS menyelenggarakan pendidikan & pelatihan yang berkelanjutan untuk

meningkatkan & memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan

interdisiplin dalam pelayanan pasien, dengan kriteria sebagai berikut:

1) Memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik

keselamatan pasien

2) Mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan inservice

training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.

3) Menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork) guna

mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka melayani

pasien.

7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien

Standarnya adalah:

a. RS merencanakan & mendesain proses manajemen informasi KP untuk memenuhi

kebutuhan informasi internal & eksternal.

b. Transmisi data & informasi harus tepat waktu & akurat, dengan criteria sebagai

berikut:

1) Disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen

untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan

keselamatan pasien.

2) Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk

merevisi manajemen informasi yang ada.

2.2 Patient centered care


2.2.1 Definisi

Menurut Institute for Patient-Family Centered Care (2012), pelayanan yang berpusat

pada pasien dan keluarga adalah suatu pendekatan dalam perencanaan, pemberian dan evaluasi

pelayanan kesehatan yang berbasis pada kemitraan yang saling memberikan manfaat antara

penyedia pelayanan, pasien, dan keluarga.

Menurut Institute of Medicine Patient centered Care adalah asuhan yang menghormati

dan responsive terhadap pilihan, kebutuhan dan nilai-nilai pribadi pasien, serta memastikan

bahwa nilai-nilai pasien menjadi panduan bagi semua keputusan klinis (Lumenta, 2012).

Menurut Australian Commision on Safety and Quality in Health care (ACSQHC) patient

centered care adalah suatu pendekatan inovatif terhadap perencanaan, pemberian, dan evaluasi

atas pelayanan kesehatan yang didasarkan pada kemitraan yang saling menguntungkan antara

pemberi layanan kesehatan, pasien dan keluarga. Patient centered care diterapkan kepada pasien

dari segala kelompok usia, dan bisa dipraktekkan dalam setiap bentuk pelayanan kesehatan

(Lumenta, 2012).

2.2.2 Perbedaan Model Tradisonal dengan Patient centered care

Pada model tradisional dalam pelayanan kesehatan, dokter merupakan unit sentral atau

pusat dalam model pelayanan kesehatan.

Fisioterapi perawat apoteker

Pasien
radiografer Dokter

Analis
Ahli gizi
Lainnya
Gambar 2.1 Model Tradisional Pelayanan Kesehatan ( Lumenta ,2012)

Pada model tradisional pelayanan kesehatan ini, pasien dan keluarga dibangun patuh

tanpa syarat kepada keahlian pada profesional layanan kesehatan yang peternalistik ( Sodomka,

2006).

Model patient centered care merupakan pendekatan yang lebih modern dalam pelayanan

kesehatan sekarang. Model ini telah menggeser semua pemberi pelayanan kesehatan menjadi di

sekitar pasien dan berfokus kepada pasien. Pada model patient ceneterd care ini diberlakukan

kemitraan yang setara (Sodomka,2006).

Perawat
Dokter
Fisioterapi

Analis Pasien apoteker

Lainnya Ahli Gizi

Gambar 2.2 Model patient centered care (Lumenta,2012)

2.2.3 Konsep Inti Patient centered care

Ada 4 Konsep inti yang ada dalam konsep PCC ( patient centered care ) dalam PFCC

2007, Benchmarking Project, Executive Summary and Strategy Map yaitu : martabat dan

respek, berbagi informasi, partisispasi, dan kolaborasi.

a. Martabat dan Respek

Dalam aspek ini, sikap seorang tenaga kesehatan mendengarkan, peduli dan

menghormati pilihan pasien. Pengetahuan, nilai-nilai yang dianut, dan background


budaya pasien ikut berperan penting selama perawatan pasien dan menentukan outcome

pelayanan kesehatan kepada pasien. Kultur ( kebudayaan ) adalah determinan paling

fundamental dari keinginan dan perilaku seseorang. Seorang anak memeperoleh

serangkaian nilai, persepsi, preferensi dan perilaku melalui keluarganya ( Thamrin,2012).

Aspek nmartabat dan respek dalam konsep patient centered care adalah perilaku seorang

perawat yang mencerminkan sikap caring saat melaksanakan pelayanan kesehatan.

Perilaku caring mengandung 3 hal yang tidak dapat dipisahkan yaitu perhatian, tanggung

jawab, dan dilakukan dengan ikhlas (Dwidyanti,2009). Perilaku caring memiliki inti

yang sama yaitu sikap peduli, menghargai dan menghormati orang lain,member

perhatian, dan mempelajari kesukaan seseorang serta cara berpikir dan bertindak

b. Berbagi Informasi

Komunikasi dalam menginformasikan sesuatu kepada konsumen layaknya

dilakukan dengan efektif. Tanpa komunikasi yang efektif di berbagai pihak, pola

hubungan yang kita sebut organisasi tidak akan melayani kebutuhan seorang konsumen

dengan baik ( Nugroho J. Setiadi, 2013 ). Dalam hal ini, mengkomunikasikan dan

menginformasikan secara lengkap mengenai kondisi pasien dan hal- hal yang berkaitan

dengan pasien, maupun program perawatan dan intervensi yang akan diberikan kepada

pasien. Memberikan Informasi secara lengkap dapat membantu dalam perawatan pasien,

meningkatkan pengetahuan pasien dan pembuatan keputusan.( PFCC, 2007)

c. Partisipasi

Pasien dan keluarga dilibatkan dan di-support untuk ikut serta dalam perawatan

dan pembuatan keputusan ( PFCC,2007). Partsipasi adalah hal yang dapat mendorong

peran serta pasien dalam penyelenggaraan pelayanan keperawatan dengan


memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan pasien. Keterlibatan atau partisipasi

adalah status motivasi yang menggerakkan serta mengarahkan proses kognitif dan

perilaku konsumen pada saatn mereka mengambil keputusan ( Nugroho J. Setiadi, 2013).

d. Kolaborasi

Tenaga kesehatan mengajak pasien dan keluarga pasien dalam membuat

kebijaksanaan, perencanaan dan pengembangan program, implementasi dan evaluasi

program yang akan didapatkan oleh pasien ( Kusumaningrum,2009)

Planetree, pemimpin patient centered care yang diakui secara internasional telah

menunjukkan langkah besar dalam memajukan konsepnya. Model perawatan planetree

adalah pendekata holistic berpusat pada pasien yang mempromosikan penyembuhan

mental, emosional, spiritual, social, dan fisik, sebagian dengan memberdayakan pasien

dan keluarga melalui pertukaran informasi ( Cliff,20102).

Salah satu model desain dari patient centered care adalah Planetree model yang

mempunyai konsep :

1. Pasien memiliki hak untuk membuka dan komunikasi yang jujur dalam

kepedulian dan kehangatan lingkungannya.

2. Para pasien,keluarga dan staf professional mempunyai peran yng vital dalam

tim.

3. Pasien bukan unit yang diisolasikan namun anggota dari keluarga,komunitas

dan sebuah budaya.

4. Pasien adalah seorang individu dengan hak, tanggungjawab, dan pilihan

tentang gaya hidup.


5. Sebuah lingkungan yang mendukung, ramah dan peduli adalah komponen

penting yang memberikan kesehtan berkualitas tinggi.

6. Lingkungan fisik sangat penting untuk proses penyembuhan dan harus

dirancang untuk mempromosikan penyembuhan dan pembelajaran, serta

pasien dan keluarga berpartisipasi dalam perawatan ( Dewi,2011).

2.2.4 Konsep lama System-centered care

Konsep lama dari system-centered care yaitu :

1. Konsep keluarga dipertentangkan

2. Definisi keluarga masih dipertentangkan

3. Ketidakmampuan pasien dan keluarga

4. Majunya teknologi dan biomedis , meletakkan nilai interaksi manusia dalam

perawatan kesehatan pada posisi bawah

5. Digerakkan oleh system ( Kusumaningrum,2009)

2.1.4 Fokus baru Patient centered care

Fokus baru patient centered care yaitu :

1. Menghormati

2. Kekuatan

3. Pilihan

4. Fleksibel

5. Informasi

6. Support
7. Kolaborasi

8. Pemberdayaan

Alasan dilakukan patient centered care:

a. Membangun system kolaborasi daripada control

b. Berfokus pada kekuatan dan sumber-sumber keluarga daripada kelemahan keluarga

c. Mengakui keahlian keluarga dalam merawat pasien seperti sebagaimana professional

d. Membangun pemberdayaan daripada ketergantungan

e. Meningkatkan lebih banyak sharing informasi dengan pasien, keluarga, dan pemberi

pelayanan daripada informasi hanya diketahui oleh profesional.

f. Menciptakan program yang fleksibel dan tidak kaku (Kusumaningrum,2009).

2.2.5 Deklarasi Patient Centered Healthcare

Deklarasi patient centered healthcare berdasarkan International Alliance of Patients

Organization ( IAPO) 2006 yaitu :

1. Sistem kesehatan di semua bagian dunia ada dibawah tekanan dan tidak dapat

mengatasinya bila mereka terus memusatkan perhatian pada penyakit dan bukan pada

pasien.

2. Merek membutuhkan keterlibatan dari pasien secara individual yang melekat

terhadap pengobatan mereka, membuat perubahan perilaku dan kelola diri.

3. Layanan kesehatan yang patient centered bisa jadi merupakan cara yang paling

efektif biaya untuk meningkatkan hasil kesehatan bagi pasien.


4. Prioritas pasien, keluarga dan pemberi pelayanan kesehatan berbeda dalam setiap

Negara dan dalam setiap negara dan dalam setiap area penyakit, tetapi dari keberagaman

ini kita mempunyai kesamaan prioritas ( Lumenta,2012).

2.3 Mutu Pelayanan Kesehatan

Mutu pelayanan dapat didefinisikan dalam banyak pengertian. Azwar (2010) menyatakan

bahwa mutu pelayanan kesehatan adalah menunjuk pada tingkat kesempurnaan penampilan

pelayanan kesehatan yang diselenggarakan yang di satu pihak dapat memuaskan para pemakai

jasa pelayanan dan di pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik profesi

serta standar yang telah ditetapkan.

Selain pengertian tersebut, ada beberapa pengertian yang secara sederhana melukiskan hakekat

mutu menurut beberapa ahli seperti yang dikutip Azwar (2010):

1. Mutu adalah tingkat kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang sedang diamati

2. Mutu adalah sifat yang dimiliki oleh suatu program

3. Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan

4. Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri dari suatu barang atau jasa, yang didalamnya

terkandung sekaligus pengertian rasa aman atau pemenuhan kebutuhan para pengguna

Selain definisi mutu di atas, Al-Assaf (2009) juga menyampaikan definisi mutu menurut para

ahli:

1. Mutu adalah melakukan hal yang benar sejak pertama kali dan melakukannya lebih baik lagi

pada saat berikutnya

2. Mutu adalah suatu tahap saat pelayanan outcome pasien yang optimal
3. Mutu adalah memenuhi persyaratan yang diminta konsumen, baik konsumen internal

maupun kesternal, dalam hal layanan dan produk yang bebas cacat

4. Mutu merupakan suatu proses pemenuhan kebutuhan dan harapan konsumen, baik internal

maupun eksternal. Mutu juga dapat dikaitkan sebagai suatu proses perbaikan yang bertahap

dan terus-menerus

Karakteristik pelayanan jasa menurut Muninjaya ( 2011 ):

1. Tidak berwujud (intangible)

Jasa tidak dapat dilihat, dikecap, dirasakan, didengar, dicium atau diraba sebelum dibeli

dan dikonsumsi atau diproduksi. Jasa adalah perbuatan, kinerja atau usaha yang bisa

dikonsumsi tapi tidak bisa dimiliki. Konsep intangible memiliki dua pengertian:

a. Sesuatu yang tidak dapat disentuh dan tidak dapat diraba.

b. Sesuatu yang tidak dapat dengan mudah didefinisikan, diformulasikan atau dipahami

secara rohaniah.

2. Heterogen (variability)

Jasa sangat bervariasi kaarena hasil tidak berstandar, artinya banyak variasi bentuk,

kualitas dan jenis, tergantung pada siapa, kapan dan dimana jasa tersebut dihasilkan.

Para pembeli sangat peduli dengan variability ini dan sering mereka meminta pendapat

orang lain sebelum memutuskan untuk memilih. Jasa yang diberikan pada klien yang satu

bisa berbeda dengan klien yang lain meskipun diagnostik penyakitnya sama.

3. Tak dapat dipisahkan (inseparatability)

Jasa diproduksi dan dikonsumsi pada saat proses berjalan, artinya hasil suatu jasa

pelayanan sulit dipisahkan dengan prosesnya atau sumber pemberi pelayanan, dengan kata

lain produksi dan konsumsi terjadi secara serentak. Konsekuensi ini akan terjadi
keterbatasan orang yang dilayani. Pasien sakit setelah diperiksa dan diberi obat tidak

langsung sembuh, perlu waktu untuk itu.

4. Tak dapat disimpan (imperishability)

Barang tidak dapat tahan lama, dapat disimpan bahkan dapat dijual kembali, sedangkan

jasa tidak mungkin disimpan sebagai investasi atau diulang. Produk jasa pelayanan adalah

orangnya itu sendiri. Pelayanan tidak bisa dipisahkan dengan sumbernya atau yang

memberi pelayanan atau dokternya.

Khusus untuk jasa pelayanan Rumah Sakit perlu pertimbangan ciri karakteristik yang lain,

seperti organisasi yang padat modal dan padat karya, umumnya pasien tidak banyak tahu akan

jasa yang akan dibeli (customer ignorance), dan kompetisi tidak diperkenankan.

Faktor yang digunakan konsumen untuk mengukur kualitas jasa adalah outcome, process

dan image jasa tersebut. Menurut Gronroos sebagaimana dikutip Muninjaya (2011), ketiga

kriteria tersebut dijabarkan menjadi enam unsur:

1. Profesionalisme dan keahlian

Di bidang pelayanan kesehatan, kriteria ini berhubungan dengan outcome yaitu

tingkat kesembuhan pasien. Pelanggan menyadari bahwa jasa pelayanan

kesehatan dihasilkan oleh sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan dan

keterampilan profesional yang berbeda. Institusi penyedia pelayanan kesehatan harus

menjamin reputasi dokter dan petugas lainnya yang bekerja pada institusi pelayanan

kesehatan tersebut.

2. Sikap dan perilaku

Kriteria sikap dan perilaku staf akan berhubungan dengan proses pelayanan.

Pelanggan institusi jasa pelayanan kesehatan akan merasakan kalau dokter dan paramedis
rumah sakit sudah melayani mereka dengan baik sesuai standar prosedur operasional

pelayanan. Situasi ini ditunjukkan oleh sikap dan perilaku positif staf yang akan

membantu para pengguna pelayanan kesehatan mengatasi keluhan sakitnya.

3. Mudah diakses dan fleksibel

Kriteria ini berhubungan dengan proses pelayanan. Pengguna jasa pelayanan akan

merasakan bahwa institusi penyedia pelayanan jasa, lokasi, jam kerja, dan sistemnya

dirancang dengan baik untuk memudahkan para pengguna mengakses pelayanan sesuai

dengan kondisi pengguna jasa (fleksibilitas), yaitu disesuaikan dengan keadaan sakit

pasien, jarak yang harus ditempuh, tarif pelayanan, dan kemampuan ekonomi pasien atau

keluarga untuk membayar tarif pelayanan.

4. Dapat dipercaya

Kriteria ini berhubungan dengan proses pelayanan. Pengguna jasa pelayanan bukan

tidak memahami risiko yang mereka hadapi jika memilih jasa pelayanan yang ditawarkan

oleh dokter. Pasien dan keluarganya sudah mempercayai sepenuhnya dokter yang akan

melakukan tindakan karena pengalaman dan reputasinya.

5. Perbaikan

Kriteria penilaian ini juga berhubungn dengan proses pelayanan. Pelanggan memang

menyadari kalau ada kesalahan atau risiko akibat tindakan medis yang diambil, tetapi

para pengguna jasa pelayanan mempercayai bahwa institusi penyedia jasa pelayanan

sudah melakukan perbaikan (recovery) terhadap mutu pelayanan yang ditawarkan kepada

publik untuk mengurangi risiko medis yang akan diterima pasien.

6. Reputasi dan kredibilitas


Kriteria ini berhubungan dengan image. Pelanggan akan meyakini benar bahwa

institusi penyedia jasa pelayanan memang memiliki reputasi baik, dapat dipercaya, dan

punya nilai (rating) tinggi di bidang pelayanan kesehatan. Kepercayaan ini sudah terbukti

dari reputasi pelayanan yang sudah ditunjukkan selama ini oleh institusi penyedia jasa

pelayanan kesehatan ini.

Pengukuran mutu pelayanan kesehatan dapat dipengaruhi dengan menggunakan tiga

komponen ( Muninjaya, 2011):

1. Input (struktur) yaitu segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan pelayanan

kesehatan, seperti tenaga, dana, obat, fasilitas, peralatan, bahan, teknologi, organisasi,

informasi, dan lain-lain. Pelayanan kesehatan yang bermutu memerlukan dukungan input

yang bermutu pula. Hubungan struktur dengan mutu pelayanan kesehatan adalah dalam

perencanaan dan penggerakan pelaksanaan pelayanan kesehatan.

2. Proses, ialah interaksi profesional antara pemberi pelayanan dengan konsumen

(pasien/masyarakat). Proses ini merupakan variabel penilaian mutu yang penting.

3. Output/outcome, ialah hasil pelayanan kesehatan, merupakan perubahan yang terjadi pada

konsumen (pasien/masyarakat), lingkungan manajemen termasuk kepuasan dari konsumen

tersebut.

2.4 Penelitian Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai hubungan konsep patient centered care dengan mutu pelayanan

kesehatan sudah pernah dilaksanakan namun dengan cara yang berbeda. Hardinna Sosilawati dkk

(2012) melakukan penelitian dengan judul Hubungan Penerapan Patient Safety dengan Mutu

pelayanan pada pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Daya Makasar Tahun 2012. Penelitian ini
dilakukan dengan metode observasional dengan pendekatan obervasional dengan rancangan

cross sectional. Pengambilan sampel dengan cara non random sampling. Analisis data yang

digunakan ialah dengan analisis univariat dan analisis bivariat dengan uji Kendall-tau. Hasilnya

ialah ada hubungan penerapan patient safety dengan mutu layanan kesehatan. Dalam penerapan

patient safety hal yang paling berpengaruh dalam peningkatan mutu layanan adalah menghormati

hak pasien.

Penelitian serupa juga pernah dilakukan oleh Dwijayanto ( 2007 ) melakukan penelitian

berjudul Hubungan konsep patient centered care dalam menurunkan Angkan Kejadian

Malpraktek di RSU Daerah Tanggerang Selatan Tahun 2007. Penelitian ini dilakukan dengan

pendekatan deskriptif dengan rancangan penelitian retrospektif. Pengumpulan data dilaksanakan

dengan menelaah hasil laporan yang tersedia selama 3 tahun sebelumnya. Hasil dari penelitian

ini adalah kejadian malpraktik di RSI Daerah Tanggerang Selatan menurun hingga 62% sejak

diterapkannya konsep patient centered care di RSU Daerah Tanggerang Selatan tahun 2004.

Kedua penelitian diatas menjadu inspirasi bagi penulis untuk membuktikan hasil

penelitian mengenai Hubungan Konsep Patient Centered Care Dengan Mutu Pelayanan

Kesehatan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Bangli Medical Canthi Kabupaten Bangli Tahun

2015.

Anda mungkin juga menyukai