PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di zaman modern ini untuk melakukan komunikasi sudah sangatlah
mudah baik berkomunikasi secara langsung ataupun secara tidak langsung.
Kita dapat berkomunikasi melalui berbagai media. Menggunakan media cetak
seperti majalah, surat kabar dan juga media elektronik seperti televisi, radio,
internet dan lainnya. Media massa adalah alat yang digunakan dalam
penyampaian pesan-pesan dari sumber kepada khalayak (menerima) dengan
menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti surat kabar, film, radio,
TV (Cangara, 2002).
Dari berbagai macam media massa yang ada, media yang paling
berpengaruh untuk masyarakat adalah media televisi. Media televisi yang
penyampaian pesannya disertai dengan gambar dan suara atau audio-visual,
yang dapat mengungkap dan memperjelas maksud dari apa yang sedang
ditayangkan sehingga pesan yang disampaikan mudah dipahami oleh pemirsa
masyarakat dimanapun berada.
Namun, setiap media massa sangat jelas melahirkan suatu efek sosial
yang membawa perubahan nilai-nilai sosial dan budaya manusia. Banyaknya
acara yang ditayangkan oleh televisi mulai dari infotainment, entertainment,
iklan, sampai pada sinetron-sinetron dan film-film yang berbau kekerasan,
televisi telah mampu menarik perhatian para pemirsanya untuk terus
menyaksikan acaraacara yang dikemas sedemikian rupa, sehingga membuat
para penonton sangat tertarik dengan acara yang disajikan.
Jika dilihat kenyataannya sekarang ini, acara-acara televisi lebih kepada
fungsi informatif dan rekreatif saja, sedangkan fungsi edukatif yang
merupakan fungsi yang sangat penting untuk disampaikan, sangat sedikit
sekali disajikan di pertelevisian Indonesia. Hal ini bisa kita lihat dari susunan
acara-acara televisi, kebanyakan hanya acara-acara sinetron dan infotainment
saja. Sedangkan acara-acara yang mengarah kepada edukatif atau pendidikan
sangat kecil sekali frekuensinya. Hal Ini merupakan suatu masalah yang
1
terjadi di lingkungan kita sekarang ini, dan sangat memerlukan perhatian
khusus bagi setiap orang tua untuk selalu mengawasi aktivitas anaknya.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas rumusan masalah dalam makalah
ini adalah :
A. Perubahan sosial apa sajakah yang terjadi dengan adanya televisi?
B. Bagaimana dampak negatif televisi terhadap anak kecil?
C. Bagaimana solusi untuk orang tua dalam menanggulangi dampak negative
televisi terhadap anak-anak?
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini antara lain:
A. Mengetahui perubahan sosial yang terjadi dengan adanya televisi.
B. Mengetahui dampak negatif televisi terhadap anak kecil
C. Memberikan solusi bagi orang tua untuk menanggulangi dampak negatif
televisi.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
keinginannya, dan lain sebagainya. Kemudian perilaku sosial pada anak juga
mengalami perkembangan yang terbentuk mulai bayi. Pada masa bayi
perilaku social pada anak sudah dapat dilihat seperti bagaimana anak mau
diajak orang lain, dengan orang banyak dengan menunjukkan keceriaan. Hal
tersebut sudah mulai menunjukkan terbentuknya perilaku social yang seiring
dengan perkembangan usia. Perubahan perilaku social juga dapat berubah
sesuai dengan lingkungan yang ada, seperti bagaimana anak sudah mau
bermain dengan kelompoknya yaitu anak-anak (Azis, 2005)
Acara tv dapat dinikmati oleh semua lapisan usia termasuk anak-anak,
hal ini dapat dilihat dari program siaran yang disajikan mulai dari siaran
program untuk orang tua, remaja, dan anak-anak. Namun tingkat kemampuan
menyerap (memfilterisasi) dan mengolah acara tv berbeda sesuai dengan
tingkat usia. Pada anak yang berada pada masa transisi untuk pembentukan
kepribadian sehingga anak menjadi rentan terhadap stimuli perkembangan
psikologisnya dan juga perilaku sehari-hari, karena proses peniruan itu cepat
menyerang anak dan seseorang melakukan tingkah laku sejauh ia
mengidentifikasi dirinya dengan orang-orang tertentu (Kusumah, 1981).
Media massa menurut teori merupakan alat pembentukan sikap,
walaupun tidak sekuat interaksi secara langsung antar individu namun
memiliki peranan yang cukup besar. Ada tiga teori yang menjelaskan media
massa memiliki pengaruh terhadap pembentukan sikap; (1) teori perbedaan
individual, (2) teori hubungan sosial, (3) teori penggolongan sosial, (4) teori
norma-norma budaya (Melvin De Fieur dalam Tono Wijoyo, 1985).
Teori perbedaan individual didasarkan pada pernikiran psikologi umum
yang memandang bahwa motivasi dapat ditumbuhkan melalui proses belajar,
namun setiap indivudu akan memperoleh motivasi yang berbeda walaupun
mendapatkan rangsangan yang sama. Berdasarkan pandangan ini sentuhan
media massa terhadap sekelompok manusia akan memiliki pengaruh dan
tanggapan yang tidak selalu sama walaupun pesan yang disampaikan sama.
Teori penggolongan sosial memandang bahwa manusia dapat
terkelompok dalam pergolongan sosial yang memiliki perilaku yang hampir
4
sama. Sehubungan dengan pesan media massa persepsi dan sikap yang sama
akan mempengaruhi tanggapan mereka terhadap pesan yang disampaikan
dalam media massa.
Teori hubungan sosial memandang individu dalam menerima pesan
media massa lebih banyak melalui hubungan dengan orang lain dari pada
menerima langsung dari media massa. Intensitas hubungan pribadi antar
manusia akan menentukan dari pengaruh media massa.
Teori norma budaya memandang bahwa media massa melalui pesan-
pesan yang disampaikan dapat menumbuhkan kesan pada pemirsa
disesuaikan dengan norma yang berlaku. Media massa mungkin dapat
memperkokoh tatanan budaya yang sudah ada, atau media massa
menimbulkan tatanan baru tanpa merusak tatanan yang sudah ada atau media
massa akan mengubah semua tatanan yang sudah ada.
Berdasakan laporan dari UNICEF pada tahun 2007 menyatakan bahwa
anak-anak di Indonesia menonton rata-rata 5 jam sehari di depan TV atau
total 1560- 1820 jam/ tahun. Angka ini menurut UNICEF jauh lebih besar
ketimbang jam belajar anak SD yang hanya 1000 jam/ tahun. Maka dapat
dilihat begitu besarnya pengaruh yang akan ditimbulkan oleh acara-acara
yang ada di TV kepada anak-anak jika tidak ada pengawasan dan bimbingan
dari orangtua, tidak hanya dari adegan-adegan dan ucapan-ucapan saja yang
dapat mempengaruhi anak-anak, tetapi juga poses sosialisasi dengan
keluarga, lingkungan alam dan masyarakat juga akan berkurang.
5
BAB III
METODOLOGI
A. Metode Dasar
Metode dasar yang digunakan dalam laporan Praktikum Manajemen
Strategi ini adalah metode deskriptif analitis. Metode deskriptif analitis dapat
diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan
menggambarkan/melukiskan keadaan subjek/objek penelitian pada saat
sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.
B. Metode Pengumpulan Data
1. Observasi
Teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi adalah
melakukan pengamatan langsung ke lapangan dengan melihat objek
penelitian. Teknik ini bisa dilakukan dengan menggunakan media catatan
oleh mahasiswa/praktikan mengenai data atau informasi penting yang
diperoleh dari narasumber atau objek penelitian.
2. Wawancara
Teknik wawancara atau interview ini digunakan sebagai
pengumpulan data primer, dengan menggunakan daftar pertanyaan yang
sudah dipersiapkan sebelumnya. Wawancara dilakukan melalui tatap muka
dengan narasumber yang berkaitan.
3. Pencatatan
Pencatatan dilakukan dengan maksud untuk membuat arsip
mengenai informasi atau hal-hal penting yang telah didapatkan di
lapangan. Catatan yang dimaksud mengenai data atau informasi penting
yang diperoleh dari narasumber atau objek penelitian. Pencatatan data
dapat dilakukan dengan mencatat data dari brosur, papan informasi
ataupun buku-buku yang tersedia.
C. Metode Analisis Data
Data yang telah terkumpul di tabulasi, selanjutnya dianalisis. Untuk
analisis data pada praktikum diperlukan pengetahuan statistik. Sedangkan
6
statistik yang digunakan adalah statistik deskriptif yaitu distribusi frekuensi.
Metode analisis yang digunakan adalah Analisis Persentase. Analisis
Persentase yaitu data dibagi beberapa kelompok yang dinyatakan dan diukur
dalam persentase. Dalam hal cara ini dapat diketahui kelompok mana yang
paling banyak jumlahnya yaitu ditunjukkan dengan persentase yang tertinggi
begitu pula sebaliknya.
7
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Karakteristik Responden
Jumlah responden yang kami wawancara berjumlah 20 orang.
Karakteristik responden dalam penelitian ini mempunyai rentang umur dari 6-
14 tahun. Lokasi dilakukannya wawancara berada di sekitar Solo dan tempat
tinggal peneliti. Tingkat pendidikan responden berada pada level SD-SMP.
Tabel 1. Distribusi Umur Koresponden
Kelompok Umur n %
6 1 5%
7 4 20%
8 2 10%
9 1 5%
10 1 5%
11 4 20%
12 3 15%
13 1 5%
14 3 15%
Pada tabel 1 dapat dilihat bahawa sebagian besar responden berada dalam
kelompok umur 7 dan 11 tahun yang mencakupi 20%. Responden pada
kelompok umur yang paling kurang adalah umur 6, 9, 10, dan 11 tahun yang
mencakupi 5%. Respoden pada kelompok umur 8 tahun pula mencakupi
10%. Kelompok umur ini dipercayai mempunyai karakteristik kebiasaan
menonton televisi yang berbeda.
8
Tabel 2. Distribusi Tingkat Pendidikan Responden
Kelompok Pendidikan n %
SD 15 75%
SMP 5 25%
Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden berada dalam
kelompok pendidikan SD sebesar 75%. Sedangkan kelompok dengan tingkat
pendidikan SMP sebesar 25%. Kelompok pendidkan ini dipercayai
mempunyai karakteristik kebiasaan menonton televisi yang berbeda.
4.2.Hasil Penelitian
Tabel 3. Durasi Menonton Televisi
Waktu Menonton
n %
Siang
a. 1-2 Jam 6 30%
b. 3-4 Jam 5 25%
Malam
a. 1-2 Jam 5 25%
b. 3-4 Jam 4 20%
Berdasarkan tabel 3 durasi waktu yang paling banyak digunakan untuk
menonton televisi adalah siang hari, setelah pukul 13.00 (waktu pulang
sekolah) yaitu sebesar 55%. Sedangkan sisanya 45% menonton televisi pada
malam hari, yang merupakan waktu belajar yang sudah ditetapkan oleh
Pemerintah Kota pukul 18.30-21.00. Waktu belajar yang optimal akan
terganggu karena menonton televisi.
Tabel 4. Preferensi Koresponden
Preferensi Koresponden n %
a. Bermain dengan Teman 12 60%
b. Menonton Televisi 8 40%
Berdasarkan tabel 4 preferensi koresponden, sebanyak 60% memilih
bermain dengan teman sedangkan sisanya 40% memilih untuk menonton TV.
Dalam teori hubungan sosial memandang individu dalam menerima pesan
media massa lebih banyak melalui hubungan dengan orang lain daripada
9
menerima langsung dari media massa. Intensitas hubungan pribadi antar
manusia akan menentukan dari pengaruh media massa.
Tabel 5. Respon Orang Tua
Dampak Iklan n %
a. Ingin Membeli 7 35%
b. Tidak Ada 13 65%
Berdasarkan tabel 6 sebanyak 65% responden tidak terpengaruh terhadap
keberadaan iklan di televisi. Hanya 35% responden yang akan membeli
produk yang ditayangkan. Hal ini karena biasanya mereka akan mengganti
channel lain saat jeda iklan.
Tabel 7. Dampak Acara Televisi
Dampak Acara n %
a. Ingin Menjadi Tokoh 11 55%
b. Tidak Ada 9 45%
Berdasarkan tabel 7 sebanyak 55% akan meniru tokoh dalam acara
televise yang sering mereka tonton. Tidak semua acara baik ditonton oleh
anak-anak. Banyak dari responden menonton televisi pada malam hari,
dimana banyak acara yang tidak sesuai umur dan tidak bermanfaat. Dalam
10
teori norma budaya memandang bahwa media massa melalui pesan-pesan
yang disampaikan dapat menumbuhkan kesan pada pemirsa. Media massa
mungkin dapat memperkokoh tatanan budaya yang sudah ada, atau media
massa menimbulkan tatanan baru tanpa merusak tatanan yang sudah ada atau
media massa akan mengubah semua tatanan yang sudah ada, termasuk
perilaku generasi yang akan datang.
11
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
a. Waktu yang paling banyak digunakan untuk menonton televisi adalah
siang hari, setelah pukul 13.00 (waktu pulang sekolah) yaitu sebesar 55%.
b. Sebanyak 60% responden masih memilih bermain dengan teman daripada
menonton televisi.
c. Respon orang tua kepada anaknya seimbang antara acuh dan tidak peduli
sama-sama sebesar 50%
d. Sebanyak 65% responden tidak terpengaruh terhadap keberadaan iklan di
televise
e. Sebanyak 55% akan meniru tokoh dalam acara televise yang sering
mereka tonton
2. Saran
Menghadapi dilema ini patut disadari bahwa beratnya tantangan yang
harus dihadapi para keluarga terhadap intervensi televisi, Sebab tidak banyak
orang tua yang tahu dan mau mendampingi anak-anak untuk nonton TV atau
paling tidak memberi gambaran pada anak (yang pada dasarnya mereka bagai
kertas pulih) dengan kesibukan yang menumpuk, atau ada orang tua yang
masih mementingkan diri sendiri bila ia harus memilih, sebab tidak jarang
orang tua menonton acara kesukaannya sementara anak dipersilahkan sibuk
dengan acara sendiri (kalau tidak ikut nonton) atau menonton acara yang
disukainya di kamarnya sendiri atau di rumah tetangga. Budaya memberi
fasilitas pada anak nampaknya juga mulai merambat ke Indonesia seiring
dengan naiknya status ekonomi sekaligus upaya semu "menebus"" rasa
bersalah orang tua yang kian terbatas waktunya untuk anak. Diharapkan bila
anak mendapat televisi sendiri, paling tidak ia akan banyak diam di rumah dan
pengasuhnya tidak akan terlalu disibukkan oleh anak asuhannya. Di sini orang
mulai lupa bahwa anak tidak sekedar butuh hiburan, tetapi juga sosialisasi
untuk mengembangkan pribadi dan kemampuannya. Tidak hanya diberi
12
fasilitas (fisik) tetapi juga ingin diajak bicara dengan bahasa yang
sebenarbenarnya mereka pahami dan perlukan.
13
DAFTAR PUSTAKA
14