Anda di halaman 1dari 12

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan agama

(islam) yang bertujuan untuk memahami, menghayati, dan

mengamalkan ajaran agama (tafaqquh fiddiin) dengan

menekankan pentingnya moral agama islam sebagai pedoman

hidup dan kehidupan bermasyarakat. Saat ini di Indonesia ada

ribuan lembaga pendidikan Islam terletak diseluruh nusantara

dan dikenal sebagai dayah dan rangkang di Aceh, surau di

Sumatra Barat, dan pondok pesantren di Jawa. Pondok

pesantren di Jawa itu membentuk banyak macam-macam jenis.

Perbedaan jenis-jenis pondok pesantren di Jawa dapat dilihat

dari segi ilmu yang diajarkan, jumlah santri, pola kepemimpinan

atau perkembangan ilmu teknologi (Nursai, 2007).

Sedangkan menurut fungsinya, pesantren di samping

sebagai pendidikan Islam, sekaligus merupakan penolong bagi

masyarakat dan tetap mendapat kepercayaan di mata

masyarakat. Jadi pesantren yang dimaksud dalam hal ini suatu

lembaga pendidikan Islam yang didirikan di tengah-tengah

masyarakat, yang di dalamnya terdiri dari pengasuh atau

pendidik, santri, alat-alat pendidikan dan pengajaran serta

tujuan yang akan dicapai. Pesantren adalah asrama dan tempat

para santri belajar ilmu agama juga ilmu yang bersifat umum
2

dan dididik untuk hidup mandiri. Lembaga demikian ini

mencakup ruang gerak yang luas sekali dan mata pelajaran

yang dapat diberikan dan meliputi hadits, ilmu kalam, fiqhi dan

ilmu tasawuf.

Pendidikan di pesantren berperan besar dalam

pembangunan karakter di Indonesia. Pondok pesantren selama

ini telah teruji sebagai lembaga yang turut membentuk watak

dan kepribadian para warga bangsa. Pesantren merupakan

subkultur Islam yang mengakar pada kebudayaan Islam di

Indonesia. Pendidikan di pesantren, tidak hanya terdapat

sarana dan praktek pendidikan, juga menanamkan sejumlah

nilai atau norma (Thaha, 1990). Nilai-nilai tersebut merupakan

hasil dialektika yang dinamis antara nilai-nilai keagamaan yang

bersumber pada teks yang diajarkan seperti kitab kuning dan

kekokohan prinsip para pengasuh/kyainya. Lebih lanjut nilai ini

berinteraksi dengan realitas sosio kultural dan politik yang

tumbuh dalam kebudayaan Indonesia dan interaksinya dengan

dunia luar (global) sepanjang perjalanan sejarah.

Menurut Mastuhu dalam Sofyan Sauri (2011),

mengemukakan bahwa pendidikan karakter pada pondok

pesantren memiliki beberapa kelebihan yaitu: 1) menggunakan

pendekatan holistik dalam sistem pendidikan, 2) memiliki

kebebasan terpimpin, 3) berkemampuan mengatur diri sendiri

(mandiri), 4) memiliki kebersamaan yang tinggi, dan 5)


3

mengabdi pada orangtua dan guru. Dalam prakteknya

pendidikan karakter di pondok pesantren yang perlu mendapat

perhatikan yaitu: pendidik bisa melakukan tuntunan dan

pengawasan langsung selama 24 jam, terjadi hubungan yang

akrab antara santri dan kyai/guru, cara hidup kyai sederhana

dan menjadi taulan, serta sistem pendidikan yang murah. Ini

menunjukkan bahwa pendidikan di pesantren perlu mendapat

perhatian dari berbagai pihak dalam membentuk karakter

bangsa.

Secara generik santri dapat dikelompokkan kedalam dua

kelompok, yakni santri mukim dan santri tidak mukim atau yang

lebih sering disebut santri kalong. Pengkategorian ini

didasarkan oleh keberadaan atau tempat tinggal santri dalam

kesehariannya. Santri mukim adalah para santri yang tinggal

dan menetap di asrama Pesantren. Tidak harus berasal dari luar

daerah, setiap santri yang tinggal atau menetap di Pesantren di

wajibkan mentaati semua peraturan yang ada di pesantren.

Sedangkan santri kalong (non mukim) adalah para santri yang

hanya mengaji dan sekolah di Pesantren tetapi tidak menetep di

asrama pesantren. Tidak menetapnya para santri non mukim ini,

disebabkan oleh dekatnya jarak rumah para santri dengan

asrama pesantren, sehingga para santri ini lebih memilih untuk

tetap tinggal di rumahnya masing-masing (Shofa, 2007).


4

Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan

pada 10 santri di pondok pesantren salafiyah-syafiiyah sukorejo

situbondo ternyata ditemukan 6 santri yang mengalama depresi,

dan berdasarkan kegiatan yang dilakukan para santri sangat

padat dan rutin. Kegiatan tersebut dimulai pada saat menjelang

shalat shubuh. Para santri dibangunkan sekitar satu setengah

jam sebelum adzan shubuh, setelah itu langsung diarahkan

untuk ke masjid. Di masjid, para santri melakukan shalat

tahajud berjamaah. Setelah selesai shalat tahajud santri

mendengarkan tausiah dari ustadz. Biasanya tausiah ini baru

selesai setelah adzan subuh berkumandang dan dilanjutkan

dengan shalat shubuh berjamaah. Kegiatan setelah sholat subuh

adalah mengaji Al-Quran. Setelah itu, para santri

mempersiapkan diri untuk berangkat sekolah diniyah. Kegiatan

belajar mengajar di sekolah dimulai sejak pukul tujuh dan baru

berakhir pada pukul setengah sebelas, dan bagi santri yang juga

mengikuti sekolah SMA proses belajar mengajarnya dimulai dari

jam satu sampai jam setengah lima sore. Setelah istirahat

sebentar mereka sudah mempersiapkan diri untuk shalat

maghrib berjamaah yang dilanjutkan dengan mengaji kitab,

sampai menjelang shalat isya. Setelah shalat isya mereka

melakukan hafalan surat dan dilanjutkan belajar. Peraturan-

peraturan tersebut hanya berlaku pada santri mukim,

sedangkan pada santri non mukim hanya mengikuti kegiatan


5

belajar mengajar di sekolah diniyah dan sekolah umum di

pondok pesantren Sukorejo.

Kegiatan yang dilakukan para santri ternyata menyisakan

suatu permasalahan, permasalahan utama yang sering dialami

santri adalah perasaan terkekang akibat peraturan-peraturan

yang ketat yang dijalankan pondok pesantren, diantaranya a)

tidak tahan dengan disiplin pondok pesantren yang terlalu ketat, b)

merasa jenuh dengan aktifitas di pondok pesantren, c) konflik dengan

teman atau dengan ustadz, d) tidak betah, e) tidak mampu membayar

biaya sekolah dan asrama, e) sering sakit, dan juga beban moral

yang dialami oleh santri kepada orang tua dan juga kepada

masyarakat sekitar tempat tinggalnya terhadap status dia

sebagai seorang santri, sehingga santri melakukan tindakan

yang melanggar peraturan, seperti halnya merokok, bepergian

tanpa izin dari pihak pengurus pondok pesntren, tidak

mengikuti salah satu kegiatan keagamaan (Arifin,1993).

Usia santri terbanyak adalah usia remaja dimana seseorang

individu mencari identitas dirinya. Di dalam pencarian identitas

tersebut tidak jarang seorang remaja mengalami berbagai

permasalahan. Permasalahan tersebut sangat banyak mulai dari

dalam dirinya sendiri sampai dengan dari lingkungan

sekitarnya. Kaum remaja ini sedang bertumbuh dalam suatu

dunia yang dapat menekan mereka. Suatu hal yang menambah


6

problemnya adalah, kaum remaja yang menghadapi tekanan

hidup untuk

pertama kalinya, dan mereka tidak mempunyai ketrampilan

maupun pengalaman yang dimiliki oleh orang dewasa. Oleh

karena itu, para remaja sering kali menjadi seperti pelancong

yang mencari-cari jalan disuatu daerah yang asing baginya.

Bingung dengan keadaan sekitar mereka dan dalam banyak

kasus tidak banyak minta bantuan. Kondisi-kondisi seperti itu

dapat menjadi ladang yang subur untuk tumbuhnya depresi.

Depresi adalah suatu gangguan perasaan dengan

komponen psikologik, misalnya rasa sedih, susah, rasa tak

berguna, gagal, kehilangan, tak ada harapan, putus asa,

penyesalan yang patologis dan komponen somatik, misalnya:

anorexia, konstipasi, kulit lembab (rasa dingin), tekanan darah

dan nadi menurun sedikit (Maramis, 2005). Gangguan depresi

sering ditemui. Prevalensi selama kehidupan pada wanita 10%-

25% dan pada laki-laki 5%-12%. Walaupun depresi lebih sering

pada wanita, bunuh diri lebih sering terjadi pada laki-laki,

terutama lelaki usia muda dan usia tua (Amir, 2005).

Sesungguhnya, kehilangan, penyimpangan, ataupun tidak

adanya pengetahuan

terhadap dasar-dasar pendidikan rumah dan sekolah yang benar

(yang dibangun atas prinsip-prinsip akhlak yang benar)

merupakan penyebab utama bagi timbulnya dan tumbuhnya


7

akar penyakit kejiwaan pada generasi muda. Di dalam Islam,

kita menemukan dasar-dasar yang benar dan wajib dijadikan

pijakan oleh para orang tua dan para pendidik. Ini jika mereka

sejak awal memang ingin melepaskan diri mereka dari penyakit

kejiwaan, sekaligus menjauhkan anak-anak dan generasi muda

mereka dari ketergelinciran ke dalam atmosfir penyakit

kejiwaan (Syarif, 2003)

Depresi memiliki dampak yang menghancurkan terhadap

remaja, bahkan para pakar yakin bahwa depresi memainkan

peranan yang signifikan dalam kasus-kasus remaja yang

mengalami kelainan perilaku makan, penyakit psikosomatik,

masalah di sekolah, dan penyalahgunaan zat-zat. Goleman

mengatakan bahwa generasi yang lahir sejak awal abad 20

memiliki resiko yang lebih tinggi mengalami depresi berat

dibanding orang tua mereka. Mereka bukan hanya merasakan

kesedihan, melainkan juga ketidakberdayaan yang bersifat

melumpuhkan, kemurungan, perasaan mengasihani diri sendiri,

dan keputusasaan yang tidak tertanggulangi selama hidup

mereka. Menurut Goleman hal tersebut terjadi mulai pada usia

yang semakin muda.

Berdasarkan uraian diatas, perlu dilakukan penelitian guna

mengetahui perbandingan Tingkat depresi antara santri mukim

dan non mukim di Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah

Sukorejo Situbondo.
8

1.2 Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang di atas, dapat

dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1) Bagaimana tingkat depresi pada santri mukim di pondok

pesantren salafiyah-syafiiyah Sukorejo Situbondo?


2) Bagaimana tingkat depresi pada santri non mukim di

pondok pesantren salafiyah-syafiiyah Sukorejo Situbondo?


3) Bagaimana perbandingan tingkat depresi antara santri

mukim dan non mukim di Pondok Pesantren Salafiyah-

syafiiyah Sukorejo Situbondo?


1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan umum dan tujuan khusus yang ingin dicapai dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.3.1 Tujuan Umum


Menjelaskan perbandingan tingkat depresi antara santri

mukim dan non mukim di Pondok Pesantren Salafiyah-Syafiiyah

Sukorejo Situbondo.
1.3.2 Tujuan Khusus

1) Mendeskripsikan tingkat depresi antara santri mukim di

Pondok Pesantren Salafiyah-Syafiiyah Sukorejo Situbondo

2) Mendeskripsikan tingkat depresi pada santri non mukim di

Pondok Pesantren Salafiyah-Syafiiyah Sukorejo Situbondo.

3) Menganalisis perbandingan tingkat depresi antara santri

mukim dan non mukim di Pondok Pesantren Salafiyah-

Syafiiyah Sukorejo Situbondo.


1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Perawat
9

Dapat digunakan sebagai bahan informasi untuk

memberikan edukasi dan konseling pada santri di pondok

pesantren bagaimana cara mencegah terjadinya depresi.

1.4.2 Bagi Peneliti

Sebagai pengalaman dan proses belajar sekaligus

menambah wawasan dalam melakukan penelitian dan untuk

mengaplikasikan ilmu keperawatan khususnya dalam bidang

keperawatan komunitas.

1.4.3 Bagi Santri

Para santri dapat mengambil sisi positif dari peraturan-

peraturan dan kegiatan belajar di pondok pesantren yang begitu

padatnya. Sehingga tidak ada prasaan terkekang dan menjadi

beban bagi santri tersebut, sehingga bisa meminimalkan angkat

kejadian depresi

1.4.4 Bagi Peneliti Selanjutnya

Dapat digunakan sebagai rujukan penelitian yang lain.

1.5 Definisi Istilah


1.5.1 Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang

minimal terdiri dari tiga unsur, yaitu; Kyai/ustadz yang

mendidik serta mengajar, masjid dan pondok atau

asrama(Noor, 2006)
1.5.2 Santri mukim yaitu santri yang mondok (mukim) selama

belajar di dalam lingkungan pondok pesantren (Rofieq,

2007)
1.5.3 Santri non mukim yaitu siswa-siswa yang berasal dari daerah

sekitar yang memungkinkan mereka pulang ke tempat tinggal


10

masing-masing. Santri non mukim ini mengikuti pelajaran

dengan cara pulang pergi antara rumahnya dengan pesantren.


1.5.4 Depresi adalah prasaan sedih, ketidakberdayaan, dan pesimis,

yang berhubungan dengan suatu penderitaan. Dapat berupa

serangan yang ditujukan kepada diri sendiri atau prasaan marah

yang dalam (Nugroho,2008)


1.6 Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Budiyoko

(2010), dengan judul Perbedaan tingkat depresi antara murid SMA

kelas X islamic boarding school (IBS) MTA surakarta yang perna dan

belum perna tinggal di pondok pesantren . Disen penelitian yang

digunakan ialah cross sectional. Variabel yang digunakan dalam

penelitian tersebut yaitu santri mukim dan non mukim sebagai

variabel independen dan tingkat depresi sebagai variabel

dependen.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian Budiyoko(2010)

adalah meneliti di pesantren dengan tingkat depresi. Sedangkan

perbedaan antara penelitian Budiyoko (2010) dengan penelitian

ini adalah pada variabel yang digunakan, tempat, dan waktu

penelitian. Variabel dalam penelitian ini adalah santri mukim

dan non mukim sebagai variabel independen dan tingkat depresi

sebagai variabel dependen. Tempat penelitian di Pondok

pesantren salafiyah-syafiiyah sukorejo Situbondo.


Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2005),

dengan judul Hubungan harga diri dengan tingkat depresi pada

remaja santri pondok pesantren. Penelitian tersebut

menggunakan desain penelitian analitik cross sectional.


11

Pengambilan sampel mengunakan metode cluster sample

dengan jumlah 150 santri.


Persamaan penelitian ini dengan penelitian Astuti (2005)

adalah meneliti di pondok pesantren dan dengan variabel

tingkat depresi. Sedangkan perbedaan penelitian Astuti (2005)

dengan penelitian ini adalah Pengambilan sempel menggunakan

metode sampling purposive dengan jumlah 55 santri mukim dan

santi non mukim.

Berdasarkan penelitian Rahmanto, (2011) meneliti tentang

Hubungan status pekerjaan dengan tingkat depresi pada

lansia di Rw 03 Kelurahan Mergosono Wilayah Kerja Puskesmas

Arjowinangun Malang metode penelitian yang digunakan

Penelitian ini merupakan observasional analitik dengan

pendekatan Cross Sectional, Instrumen yang digunakan untuk

mngetahui hubungan status pekerjaan dengan tingkat depresi

pada lansia adalah melakukan wawancara dan memberikan

kuesioner dengan menggunakan GDS geriatric depresion scale

yang berjumlah 30 pertanyaan, untuk mengetahui tingkat

depresi pada lansia tersebut.

Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada tempat dan

desain penelitian. Penelitian ini meneliti tentang tingkat depresi

santri mukim dan non mukim di Pondok pesantren, metode

penelitian yang digunakan penelitian ini merupakan penelitian


12

deskriptf analitik dengan teknik sampling proposive sampling.

Persamaanya menggunakan variabel tingkat depresi.

Anda mungkin juga menyukai