Anda di halaman 1dari 6

GEOMORFOLOGI BAWAH LAUT

Macam Bentuk Lahan Bawah Laut / Samudera

Menurut klasifikasi Heezen dan Wilson (1968, dari Gunter et al., 1980) bentuk

lahan dasar samudera dibagi menjadi 3 bagian yang paling penting, yaitu :

1. Tepi benua (continental margin)

2. Punggungan tengah samudera (mid-ocean ridge)

3. Cekungan laut dalam (deep-sea basin)

Berdasarkan kedalaman dan bentuk struktur geologi, Bloom (1978) membagi

bentuk lahan dasar samudera menjadi 2 propinsi, yaitu :

Tepi benua (continental margin ) bagian yang lebih kecil.

Dasar laut dalam (deep-sea floor) bagian yang lebih luas.

Kedua propinsi di atas masing-masing diperinci lagi. Pada kenyataannya di

lapangan batas antara masing-masing bentuk lahan tidak dapat ditentukan secara lebih

jelas dan mudah. Pembeda antara tepi benua dengan dasar laut dalam adalah bahwa tepi

benua secara struktural merupakan bagian dari benua dan pernah mengalami kontak

dengan udara di permukaan selama terjadi akumulasi sedimen yang berasal dari daratan.

Sedangkan dasar laut dalam memiliki struktur kerak samudera dan tidak pernah berada di

atas permukaan laut

Stowe (1978) berpendapat bahwa kondisi bawah samudera secara geomorfologis

dapat dibagi menjadi : paparan (shelf), lereng (slope), jendulan (rise), cekungan samudera

(ocean basin), sistem punggungan tengah samudera (Mid Oceanic Ridge System), dan

kenampakan lain yang lebih kecil yang terdapat pada dasar samudera.

1. Tepi Benua
Tepi benua pada bagian paling tepi disebut laras benua (continental shelf).

Kelerengannya yang landai dari pantai sampai kedalaman 150 200 m. Akhir

kelerengan laras (shelf break) menjadi curam secara tiba-tiba disebut lereng benua

(continental slope). Bagian di bawah tepi benua yang berada di atas kerak samudera

menyerupai tinggian disebut jendulan benua (continental rise). Kenampakan laras

benua, lereng benua dan jendulan benua menunjukkan tepi pasif (passive margin) dari

benua pada lempeng litosfer.

Laras Benua (Continental Shelf)

Sekitar 15 % dari bentang lahan bawah samudera merupakan laras benua

dan lereng benua (Menard & Smith, 1969, dalam Bloom, 1978). Laras benua

didefinisikan sebagai dataran atau teras yang dangkal dari pantai ke arah laut suatu

benua yang dibatasi oleh kelerengan yang menjadi curam secara tiba-tiba dengan

kedalaman berkisar 20 200 m (Shepard, 1973, dalam Bloom, 1978). Lebar rata-

rata dari laras benua adalah 75 km dengan kelerengan 0007 (sekitar 2 m/ km).

Akumulasi 70 % sedimen pada laras benua merupakan hasil deposisi yang terjadi

sewaktu muka air laut mengalami regresi.

Lereng benua (Continental Slope)

Lereng benua adalah kenampakan permukaan topografi yang paling tinggi,

paling curam dan paling panjang di dasar laut (Dietz, 1964, dalam Bloom, 1978).

Dari batas laras benua pada kedalaman sekitar 200 m, lereng benua menunjam

sepanjang 1 3 km menuju puncak dari jendulan benua pada kedalaman 1500 m

dengan kelerengan sekitar 4017 (sekitar 75m/km). Gawir yang curam pada lereng

benua terjadi oleh kontrol struktur dan beberapa lereng benua merupakan gawir

patahan.

Jendulan Benua (Continental Rise)


Di dasar lereng benua pada kedalaman beberapa km, lerengan yang curam

berangsur-angsur berkurang menjadi 10 atau kurang dari itu. Ke arah laut dalam

bentuk lahan ini dibatasi perbukitan tubir (abyssal hills) atau dataran tubir

(abyssal plain). Jendulan benua mencakup 5 % dari seluruh dasar samudera.

Pada Jendulan benua terakumulasi sedimen dengan jumlah sangat besar

dan membaji (mencapai ketebalan hingga 6 km) memanjang hingga 300 600 km

dihitung dari dasar lereng. Sedimen tersebut berasal dari laras benua , dan

merupakan akumulasi sedimen yang terbesar yang terdapat di bumi (Emery, et al.,

1970, dalam Bloom, 1978).

Dataran Tubir (Abyssal Plain) dan Bukit-bukit tubir (Abyssal hills)

Sekitar 42 % dari dasar samudera atau hampir mencapai 30 % dari

permukaan bumi, merupakan dataran tubir dan perbukitan tubir (Menard &

Smith, 1966, dalam Bloom, 1978). Kedalamannya berkisar 3 6 km di bawah

muka air laut dengan ketinggian bukit tubir mencapai beberapa ratus hingga

1000 m dari dasar samudera dan merupakan fungsi dari umur kerak samudera.

Perbukitan tubir terbentuk oleh vulkanisme dan tektonik pada

pemekaran tengah samudera (sea floor spreading) kemudian terbawa menjauh

secara lateral dari punggungan tengah samudera oleh pergerakan lempeng dan

kontraksi panas. Jika pemekarannya berlangsung cepat, maka topografi bukit-

bukit tubir akan landai, jika pemekaran berlangsung lambat, maka akan

terbentuk topografi yang kasar

Dataran tubir merupakan permukaan pengendapan yang terisi oleh

lempung maupun lanau biogenik asal daratan (terrigoneous). Ketebalannya

mencapai beberapa ratus meter. Batuannya terdiri dari lempung coklat, tetapi

pada daerah dengan air permukaannya kaya nutrisi akan menghasilkan


endapan yang didominasi oleh siliceous diatomea atau calcareous

foraminifera .

2. Punggungan Tengah Samudera (Mid Ocean Ridge)

Punggung tengah samudera merupakan barisan pegunungan bawah samudera

pada kedalaman laut kurang dari 4 km, tetapi pada sisi-sisinya merupakan samudera

yang lebih dalam. Lebar bentuk lahan ini mencapai ribuan km dengana ketinggian

mencapai 2 km, dan agihannya mencapai sepertiga dari bentuk lahan samudera

(Bloom, 1978). Punggung tengah samudera adalah bagian paling muda dari kerak

samudera yang membentuk dasar samudera, dan hanya memiliki lapisan sedimen

yang tipis di atasnya. Bentuk lahan ini dicirikan oleh adanya kompleks sesar geser

(transform fault).

Punggung tengah samudera merupakan suatu sistem gabungan dari punggung

samudera (ocean ridge) dan jendulan samudera (ocean rise). Antara ridge dan rise

hanya dibedakan atas kelerengannya, Ridge lebih terjal dan digunakan untuk barisan

pegunungan di tengah Atlantik, sedangkan rise menyerupai tonjolan diterapkan untuk

kenampakan di Pasifik Timur. Pada bagian tengah dari sitem punggung tengah

samudera ditemui lembah curam dan dalam (rift valley). (Hutabarat & Evans, 1986).

3. Cekungan Samudera (Ocean Basin)

Cekungan samudera berada antara lereng benua dan sistem punggungan

tengah samudera dan mempunyai rata-rata kedalaman 4000 6000 m. Luas cekungan

samudera ini merupakan 30 % dari luas keseluruhan permukaan bumi. Pada dasar

Cekungan samudera ini terdapat ratusan hingga ribuan abyssal hill, juga kadang

seamount.

Seamount dan guyot (gunung api bawah samudera)


Sebagian kecil dari dasar samudera terdiri dari gunung api, terisolasi atau

merupakan pegunungan yang bukan merupakan bagian dari punggung tengah

samudera. Elevasi yang menjulang sekitar 3 4 km dari dasar samudera sampai

beberapa ratus meter di bawah permukaan laut.

Gunung api bawah samudera dengan puncak berupa kerucut vulkanik

disebut seamount, sedangkan yang berpuncak datar biasa disebut guyot (Hess,

dalam Bloom, 1978).

Pada beberapa guyot ditemui sedimen laut dangkal seperti kerikil pantai

dan endapan koral tetapi saat ini tertutup oleh endapan pelagik karena terletak

pada kedalaman 400 2000 m. Puncak yang datar dari guyot ini selain akibat

erosi, juga dapat terbentuk oleh erupsi vulkanik.

Palung Samudera (trench) dan Busur Kepulauan (Island arc)

Bagian paling dalam dari samudera tidak terletak di tengahnya , tetapi pada

bagian dekat tepi. Sekitar setengah dari tepi benua dibatasi oleh palung yang

,memiliki kedalaman sampai 2 kali kedalaman dasar samudera. Palung samudera

adalah suatu jalur yang terjal, sempit dan memanjang pada dasar samudera yang

dapat mencapai kedalaman 10.000 m. Keberadaan palung pada umumnya selalu

berasosiasi dengan busur kepulauan, yaitu rangkaian- pulau-pulau atau busur

punggungan yang memisahkan laut dangkal dengan laut dalam serta sering

merupakan pusat gempa dan aktivitas vulkanisme.

Morfologi bawah samudera Minor

Ada beberapa bagian dari morfologi bawah samudera/laut yang lebih kecil

bentuk dan ukurannya yaitu plato, palung samudera, reef dan atol.

Plato
Terdapat sejumlah bagian kerak benua yang terangkat ke permukaan

laut berupa dataran membentuk pulau kecil. Tingginya sekitar 1 2 km di atas

dasar laut. Kerak pada bagian plato ini lebih tebal jika dibanding sekitarnya.

Sifat keraknya sama dengan kerak benua. Sebagian dari plato ini terbentuk

dari sisa kerak benua masa lampau geologi, atau hasil pengerjaan vulkanik

lokal.

Reef dan Atol

Di daerah dengan kondisi air laut hangat, kedalaman dasar laut

berkisar 50 m, kondisi air laut jernih, jauh dari delta atau sungai maka akan

sangat menguntungkan bagi pertumbuhan koral. Koral ini akan berkoloni

membentuk kelompok besar yang disebut reef. Apabila reef ini tumbuh

disekitar pulau kecil sisa vulkanik atau suatu plato, maka koloni koral ini

akan tumbuh mengelilingi pulau tersebut, sebagai akibat erosi atau

mengalami penurunan muka air laut maka yang tersisa hanya koloni koral

ini yang berbentuk cincin yang biasa disebut atol.

REFERENSI : Satya Salman. 2011. Geomorfologi Bentang Alam ( Geologi Teknik)

Anda mungkin juga menyukai