Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

Fraktur berarti deformasi atau diskontinuitas dari tulang oleh tenaga yang
melebihi kekuatan tulang. Fraktur dapat diklasifikasikan menurut garis fraktur
(transversal, spiral, oblik, segmental, komunitif), lokasi (diafise, metafise, epifise)
dan integritas dari kulit serta jaringan lunak yang mengelilingi (terbuka atau
compound dan tertutup). 1
Fraktur humerus adalah salah satu fraktur yang cukup sering terjadi. Insiden
terjadinya fraktur shaft humerus adalah 1-4% dari semua kejadian fraktur.2 Fraktur
shaft humerus dapat terjadi pada sepertiga proksimal, tengah dan distal humerus.1,3
Setiap fraktur dan kerusakan jaringan lunak sekitar tulang tersebut harus
ditanggulangi sesuai dengan prinsip penanggulangan cedera muskuloskeletal.
Prinsip tersebut meliputi rekognisi (mengenali), reduksi (mengembalikan),
retaining (mempertahankan), dan rehabilitasi.1,4
Agar penanganannya baik, perlu diketahui kerusakan apa saja yang terjadi,
baik pada tulang maupun jaringan lunaknya. Mekanisme trauma juga sangat
penting untuk diketahui.4

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI HUMERUS


Humerus atau tulang pangkal lengan ada sepasang dan berbentuk tulang
panjang dan terletak pada brachium. Humerus berartikulasi dengan scapula di
proksimal dan dengan radius ulna di distal. Humerus dapat dibagi menjadi 3
bagian, yaitu proksimal humeri, shaft humeri dan distal humeri.6

Proksimal humeri
Pada proksimal humeri, terdapat caput humeri yang setengah bulat dan
dilapisi oleh tulang rawan. Caput humeri merupakan bagian humerus yang
berartikulasi dengan kavitas glenoidalis yang merupakan bagian scapula untuk
membentuk articulation gleno-humeri. Arah caput humeri serong mediosuperior
dan sedikit posterior. Caput humeri dipisahkan dengan struktur di bawahnya oleh
collum anatomicum.5
Didapatkan dua tonjolan tulang yang disebut tuberculum majus dan
tuberculum minor. Tuberculum majus mengarah ke lateral dan melanjutkan diri ke
distal sebagai crista tuberculi majoris. Tuberculum minor mengarah ke anterior
dan melanjutkan diri sebagai crista tuberculi minoris. Di antara kedua tuberculum
serta crista tuberculi dibentuk sulcus intertubercularis yang dilapisi tulang rawan
dan dilalui tendon caput longum m. bicipitis. Collum chirurgicum merupakan
suatu penyempitan humerus pada bagian distal dari kedua tuberculum, dimana
caput humeri perlahan berubah menjadi corpus humeri. Bagian tersebut
dinamakan collum chirurgicum karena fraktur sering terjadi pada bagian ini.5

Shaft humeri
Shaft humeri memiliki penampang melintang berbentuk segitiga.
Permukaan shaft humeri dapat dibagi menjadi facies anterior medialis, facies
anterior lateralis dan facies posterior. Pertemuan facies anterior medialis dengan
facies posterior membentuk margo medialis. Margo medialis ke arah distal makin

2
menonjol dan tajam sebagai crista supracondilaris medialis. Pertemuan facies
anterior lateralis dengan facies posterior membentuk margo lateralis. Margo
lateralis ini juga ke arah distal makin menonjol dan tajam sebagai crista
supracondilaris lateralis.5
Dipertengahan sedikit proksimal facies anterior lateralis didapatkan
tuberositas deltoidea. Di posterior dari tuberositas deltoidea dan di facies posterior
humeri didapatkan sulcus nervi radialis (sulcus spiralis) yang berjalan
superomedial ke inferolateral. Foramen nutricium didapatkan dekat margo
medialis dan merupakan lubang masuk ke canalis nutricium yang mengarah ke
distal.5

Distal humeri
Distal humeri lebih tipis dan lebar dibandingkan dengan shaft humeri.
Margo medialis yang melanjutkan diri sebagai crista supracondilaris medialis
berakhir sebagai epicondilus medialis. Demikian pula margo lateralis yang
melanjutkan diri sebagai crista supracondilaris lateralis berakhir sebagai
epicondilus lateralis. Epicondilus medialis lebih menonjol dibandingkan
epicondilus lateralis serta di permukaan posterior epicondilus medialis didapatkan
sulcus nervi ulnaris.5
Diantara kedua epicondilus didapatkan struktur yang dilapisi tulang rawan
untuk artikulasi dengan tulang-tulang antebrachii. Struktur ini mempunyai sumbu
yang sedikit serong terhadap sumbu panjang shaft humeri. Struktur ini disebut
trochlea humeri di medial dan capitulum humeri di lateral. Trochlea humeri
dilapisi oleh tulang rawan yang melingkar dari permukaan anterior sampai
permukaan posterior dan berartikulasi dengan ulna. Di proksimal trochlea baik di
permukaan anterior maupun di permukaan posterior didapatkan lekukan sehingga
tulang menjadi sangat tipis. Dipermukaan anterior disebut fossa coronoidea dan di
permukaan posterior disebut fossa olecrani. 5
Capitulum humeri lebih kecil dibandingkan trochlea humeri, dilapisi
tulang rawan setengah bulatan dan tidak mencapai permukaan posterior.

3
Capitulum humeri berartikulasi dengan radius. Di permukaan anterior capitulum
humeri didapatkan fossa radialis. 5

Berikut ini merupakan tabel tentang saraf dan otot yang menggerakkan
humerus.
Tabel 2.1. Saraf dan Otot yang Menggerakkan Humerus6
Otot Origo Insertio Aksi Persarafan
Otot-Otot Aksial yang Menggerakkan Humerus
M. pectoralis Clavicula, Tuberculum Aduksi dan Nervus
major sternum, majus dan merotasi medial pectoralis
cartilago sisi lateral lengan pada sendi medialis dan
costalis II- sulcus bahu; kepala lateralis
VI, intertubercul clavicula
terkadang aris dari memfleksikan
cartilago humerus lengan dan kepala
costalis I-VII sternocostal
mengekstensikan
lengan yang fleksi
tadi ke arah truncus
M. latissimus Spina T7-L5, Sulcus Ekstensi, aduksi, Nervus
dorsi vertebrae intertubercul dan merotasi thoracodorsalis
lumbales, aris dari medial lengan pada
crista sacralis humerus sendi bahu;
dan crista menarik lengan ke
iliaca, costa arah inferior dan
IV inferior posterior
melalui
fascia
thoracolumb
alis
Otot-Otot Scapula yang Menggerakkan Humerus
M. deltoideus Extremitas Tuberositas Serat lateral Nervus axillaris
acromialis deltoidea mengabduksi

4
dari dari humerus lengan pada sendi
clavicula, bahu; serat anterior
acromion memfleksikan dan
dari scapula merotasi medial
(serat lengan pada sendi
lateral), dan bahu, serat
spina posterior
scapulae mengekstensikan
(serat dan merotasi lateral
posterior) lengan pada sendi
bahu.
M. Fossa Tuberculum Merotasi medial Nervus
subscapularis subscapularis minus dari lengan pada sendi subscapularis
dari scapula humerus bahu
M. Fossa Tuberculuum Membantu M. Nervus
supraspinatus supraspinata majus dari deltoideus subscapularis
dari scapula humerus mengabduksi pada
sendi bahu
M. Fossa Tuberculum Merotasi lateral Nervus
infraspinatus infraspinata majus dari lengan pada sendi suprascapularis
dari scapula humerus bahu
M. teres Angulus Sisi medial Mengekstensikan Nervus
major inferior dari sulcus lengan pada sendi subscapularis
scapula intertubercul bahu dan
aris membantu aduksi
dan rotasi medial
lengan pada sendi
bahu
M. teres Margo Tuberculum Merotasi lateral dan Nervus axillaris
minor lateralis majus dari ekstensi lengan
inferior dari humerus pada sendi bahu
scapula
M. Processus Pertengahan Memfleksikan dan Nervus

5
coracobrachi coracoideus sisi medial aduksi lengan pada musculocutaneus
alis dari scapula dari corpus sendi bahu
humeri

M. Biceps Brachii
Otot yang berorigo di scapula ini, memiliki dua caput yaitu caput longum
et brevis. Caput brevis berorigo bersama dengan m. coracobrachialis di processus
coracoideus. Sedang caput longum berorigo di tuberositas supraglenoidalis.
Ketika melalui sulcus intertubercularis humeri, tendo origonya di fiksasi oleh
ligamentum transversum humeri. Insersi otot ini pada tuberositas radii. Sebagian
tendo insersinya, sebagai lacertus fibrous, berinsersi di fascia antebrachii dan ulna.
Fungsi caput longum m. biceps brachii untuk fleksi artikulasi humeri et cubiti,
sedangkan caput brevisnya untuk supinasi artikulasi radioulnaris.5

M. Brachialis
Otot ini berorigo di dua pertiga distal fascia anteromedial et anterolateral
humeri dan insersi pada capsula artikulasi cubiti, processus coronoideus et
tuberositas ulna. Otot ini berfungsi untuk fleksi artikulasi cubiti.5

M. Triceps Brachii
Otot ini berada di regio brachii dorsalis. Otot ini memiliki tiga caput dan
tersusun dalam dua lapisan. Caput longum et lateralis menempati lapisan
superficial, sedang caput medial menempati lapisan profundus. Caput longumnya
berorigo pada tuberositas infraglenoidalis. Dalam perjalanannya ke inferior, caput
ini memisahkan hiatus axillaris medialis dari hiatus axillaris lateralis. Origo lateral
et medial dipisahkan oleh sulcus n. radialis humeri. Caput lateral berorigo di
facies posterior humeri di superior dari sulcus ini, sedang caput medial berorigo di
inferiornya. Insersinya di bagian posterior permukaan superior olecranon, fascia
antebrachii dan capsula articularis cubiti. Inervasi otot ini berasal dari n. radialis.5

6
Fungsi dari caput longum m. triceps brachii untuk ekstensi dan adduksi
artikulasi humeri, sedangkan caput lateral et medial untuk ekstensi artikulasi
cubiti.5
Persarafan yang berjalan pada regio brachii adalah saraf axillaris,
medianus dan ulnaris
N. Axillaris (C5-C6)
Awalnya saraf ini berjalan sejajar dengan n. radialis. Setinggi inferior m.
subscapularis memisahkan diri dari n. radialis dan berada di lateralnya, kemudian
berjalan ke posterior bersama a. circumflexa humeri posterior melewati hiatus
axillaris lateralis. Selanjutnya saraf ini berjalan di inferior dari tepi inferior m.
teres minor dan menginervasinya. Ketika mencapai sisi posteromedial collum
chirurgicum humeri, n axillaris member cabang n. cutaneus brachii lateralis untuk
menginervasi kulit di superficial m. deltoideus. Akhirnya melanjutkan diri ke
anterior sekeliling sisi lateral collum chirurgicum humeri untuk menginervasi m.
deltoideus. 5

N. Musculocutaneus (C5-C7)
Merupakan cabang fasciculus lateralis pleksus brachialis. M.
coracobrachialis ditembus oleh saraf ini. N. musculocutaneus menginervasi otot-
otot fleksor regio brachii (mm. biceps brachii et brachialis), kulit sisi lateral regio
antebrachii dan arilkulasi cubiti. Selanjutnya saraf ini muncul di lateral dari m.
biceps brachii sebagai n. cutaneus antebrachii lateralis.5

N. Medianus (C5-T1)
Di sisi anterolateral dari a. axillaris, saraf ini terbentuk dari pertemuan
radiks lateralisnya yang merupakan cabang fasciculus lateralis plexus brachialis
dan radiks medialis, yang merupakan cabang fasciculus medialis plexus
brachialis. Selanjutnya berjalan bersama a. axillaris dan lanjutannya, yaitu a.
brachialis. Saraf ini menyilang di anterior a. brachialis untuk berada di medial dari
arteri ini di dalam fossa cubiti. N. medianus bersama a. brachialis berjalan di
permukaan anterior m. brachialis menuju fossa cubiti. 5

7
N. Radialis (C5-T1)
Cabang terbesar dari pleksus brachialis ini awalnya berjalan di posterior
dari a. axillaris dan di anterior dari m. subscapularis. Saraf ini menginervasi kulit
di sisi posterior regio brachii, antebrachii et manus, otot-otot ekstensor regio
brachii et antebrachii, artikulasi cubiti dan beberapa artikulasi di regio manus.5

N. Ulnaris (C7-T1)
Saraf ini berjalan ke inferior di posteromedial dari a. brachialis, jadi sejajar
dengan n. medianus. Kira-kira di pertengahan region brachii, n. ulnaris menjauhi
a. brachialis dan n. medianus untuk berjalan ke poter oinferior menembus septum
intermusculare medial bersama a. collateralis ulnaris proksimal menuju sisi
medial m. triceps brachii. Akhirnya berada di sisi posterior epicondylus medialis
humeri. 5

Vaskularisasi regio brachii dijelaskan pada bagian berikut:


Arteri brachialis merupakan lanjutan a. axillaris, dimulai dari tepi inferior
m. teres mayor. Arteri ini melanjutkan diri ke fossa cubiti dan di sini berakhir
sebagai dua cabang terminal, yaitu aa. Ulnaris et radialis. Cabang-cabangnya yang
berada di regio ini adalah aa. Profunda brachii, collaterales ulnares proksimal et
distalis. 5
Arteri profunda brachii berjalan ke posterior bersama n. radialis. Di sini
lateral regio brachii arteri ini berakhir sebagai dua cabang terminalnya, yaitu a.
collateralis radialis, yang berjalan ke anterior bersama n. radialis dan a.
collateralis media, yang menuju sisi posterior epicondylus lateralis humeri. 5
Arteri collateralis ulnaris proksimalis berawal dipertengahan regio brachii
dan berjalan bersama n. ulnaris menuju sisi posterior epicondylus medialis
humeri.5
Arteri collateralis ulnaris distalis awalnya sedikit di superior dari artikulasi
cubiti dan berjalan di posterior dari n. medianus, kemudian cabang-cabangnya
menuju sisi anterior dan posterior epicondylus medialis humeri. 4 Vena brachialis

8
mengikuti arterinya dan kira-kira di dua pertiga proksimal regio ini v. basilica
berjalan superficial terhadap a. brachialis. 5

Gambar 2.1. (a) Anterior and (b) Posterior Humerus.2

9
Gambar 2.2. Humerus dengan tiga saraf utama yaitu n. axillaris, n. radialis and n. ulnaris.7

Gambar 2.3.
Tampilan
Anterior
Saraf di
Sekitar
Humerus.8

10
Gambar 2.4.. Tampilan
Lateral Saraf di Sekitar
8
Humerus.

Gambar 2.4.. Tampilan Aliran Darah di Sekitar Humerus.8

2.2 DEFINISI FRAKTUR HUMERUS

11
Fraktur humerus adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi,
tulang rawan epifisial baik yang bersifat total maupun parsial pada tulang
humerus.5

2.3 EPIDEMIOLOGI FRAKTUR HUMERUS


Di Amerika Serikat, fraktur diafisis humerus terjadi sebanyak 1,2% kasus
dari seluruh kejadian fraktur, dan fraktur proksimal humerus terjadi sebanyak
5,7% kasus dari seluruh fraktur.9 Sedangkan kejadian fraktur distal humerus
terjadi sebanyak 0,0057% kasus dari seluruh fraktur. Walaupun berdasarkan data
tersebut fraktur distal humerus merupakan yang paling jarang terjadi, tetapi telah
terjadi peningkatan jumlah kasus, terutama pada wanitu tua dengan osteoporosis.10
Fraktur proksimal humerus sering terjadi pada usia dewasa tua dengan
umur rata-rata 64,5 tahun. Sedangkan fraktur proksimal humerus merupakan
fraktur ketiga yang paling sering terjadi setelah fraktur pelvis dan fraktur distal
radius. Fraktur diafisis humerus lebih sering pada usia yang sedikit lebih muda
yaitu pada usia rata-rata 54,8 tahun.9

2.4 ETIOLOGI FRAKTUR HUMERUS


Umumnya fraktur yang terjadi, dapat disebabkan beberapa keadaan berikut:
1. Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
puntir mendadak, kontraksi otot ekstrim.
2. Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki
terlalu jauh.
3. Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur
patologis.1

Penyebab Fraktur adalah :1


1. Kekerasan langsung; Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada
titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka
dengan garis patah melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung: Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah
tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah

12
biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor
kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot: Patah tulang akibat tarikan otot sangat
jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa twisting, bending dan penekanan,
kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.

Kebanyakan fraktur shaft humerus terjadi akibat trauma langsung, meskipun


fraktur spiral sepertiga tengah dari shaft kadang-kadang dihasilkan dari aktifitas
otot-otot yang kuat seperti melempar bola. Pada fraktur humerus kontraksi otot,
seperti otot-otot rotator cuff, deltoideus, pectoralis mayor, teres mayor, latissimus
dorsi, biceps, korakobrakialis dan triceps akan mempengaruhi posisi fragmen
patahan tulang yang mengakibatkan fraktur mengalami angulasi maupun rotasi.
Di bagian posterior tengah melintas nervus Radialis langsung melingkari
periostum diafisis humerus dari proksimal ke distal sehingga mudah terganggu
akibat patah tulang humerus bagian tengah.11

2.5 KLASIFIKASI FRAKTUR HUMERUS


Fraktur humerus dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Fraktur Proximal Humerus
2. Fraktur Shaft Humerus
3. Fraktur Distal Humerus

2.5.1. Fraktur Proksimal Humerus


Pada fraktur jenis ini, insidensinya meningkat pada usia yg lebih tua
yang terkait dengan osteoporosis. Perbandingan wanita dan pria adalah 2:1.12
Mekanisme trauma pada orang dewasa tua biasa dihubungkan dengan
kerapuhan tulang (osteoporosis). Pada pasien dewasa muda, fraktur ini dapat
terjadi karena high-energy trauma, contohnya kecelakaan lalu lintas sepeda motor.
Mekanisme yang jarang terjadi antara lain peningkatan abduksi bahu, trauma
langsung, kejang, proses patologis: malignansi.12,13
Gejala klinis pada fraktur ini adalah nyeri, bengkak, nyeri tekan, nyeri pada
saat digerakkan, dan dapat teraba krepitasi. Ekimosis dapat terlihat dinding dada

13
dan pinggang setelah terjadi cedera. Hal ini harus dibedakan dengan cedera
toraks.12,13
Menurut Neer, proksimal humerus dibentuk oleh 4 segmen tulang:12
1. Caput/kepala humerus
2. Tuberkulum mayor
3. Tuberkulum minor
4. Diafisis atau shaft
Klasifikasi menurut Neer, antara lain:12
1. One-part fracture : tidak ada pergeseran fragmen, namun terlihat garis fraktur
2. Two-part fracture :
anatomic neck
surgical neck
Tuberculum mayor
Tuberculum minor
3. Three-part fracture :
Surgical neck dengan tuberkulum mayor
Surgical neck dengan tuberkulum minus
4. Four-part fracture
5. Fracture-dislocation
6. Articular surface fracture

14
I

MINIMAL DISPLACEMENT

2-PART 3-PART 4-PART

II

ANATOMICAL NECK

III

SURGICALL NECK

IV

GREATER TUBEROSITY

V
ARTICULAR SURFACE
LESSER TUBEROSITY

VI

FRACTURE DISLOCATION

2.5.2. Fraktur Shaft Humerus


Fraktur ini adalah fraktur yang sering terjadi. 60% kasus adalah fraktur
sepertiga tengah diafisis, 30% fraktur sepertiga proximal diafisis dan 10%

15
sepertiga distal diafisis. Mekanisme terjadinya trauma dapat secara langsung
maupun tidak langsung.12
Gejala klinis pada jenis fraktur ini adalah nyeri, bengkak, deformitas, dan
dapat terjadi pemendekan tulang pada tangan yang fraktur. Pemeriksaan
neurovaskuler adalah penting dengan memperhatikan fungsi nervus radialis. Pada
kasus yang sangat bengkak, pemeriksaan neurovaskuler serial diindikasikan untuk
mengenali tanda-tanda dari sindroma kompartemen. Pada pemeriksaan fisik
terdapat krepitasi pada manipulasi lembut.12
Deskripsi klasifikasi fraktur shaft humerus :12
a. Fraktur terbuka atau tertutup
b. Lokasi : sepertiga proksimal, sepertiga tengah, sepertiga distal
c. Derajat : dengan pergeseran atau tanpa pergeseran
d. Karakter : transversal, oblique, spiral, segmental, komunitif
e. Kondisi intrinsik dari tulang
f. Ekstensi articular

2.5.3. Fraktur Distal Humerus


Fraktur ini jarang terjadi pada dewasa. Kejadiannya hanya sekitar 2%
untuk semua kejadian fraktur dan hanya sepertiga bagian dari seluruh kejadian
fraktur humerus.12
Mekanisme cedera untuk fraktur ini dapat terjadi karena trauma langsung
atau trauma tidak langsung. Trauma langsung contohnya adalah apabila terjatuh
atau terpeleset dengan posisi siku tangan menopang tubuh atau bisa juga karena
siku tangan terbentur atau dipukul benda tumpul. Trauma tidak langsung apabila
jatuh dalam posisi tangan menopang tubuh namun posisi siku dalam posisi tetap
lurus. Hal ini biasa terjadi pada orang dewasa usia pertengahan atau wanita usia
tua.12,13
Gejala klinis dari fraktur ini antara lain pada daerah siku dapat terlihat
bengkak, kemerahan, nyeri, kaku sendi dan biasanya pasien akan mengeluhkan
siku lengannya seperti akan lepas. Kemudian dari perabaan (palpasi) terdapat
nyeri tekan, krepitasi, dan neurovaskuler dalam batas normal.12,13
2.6. PATOFISIOLOGI FRAKTUR HUMERUS

16
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar
dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan
jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan
tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami
nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn
vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian
inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya.11
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur penyembuhan tulang:
1. Faktor intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan
untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas,
kelelahan (fatigue fracture), dan kepadatan atau kekerasan tulang.
2. Faktor ektrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.

Jenis fraktur berdasarkan kekuatan yang mengenainya:


Kompresif: fraktur proksimal dan distal humerus
Bending: fraktur transversa shaft humerus
Torsional: fraktur spiral shaft humerus
Torsional dan bending: fraktur oblik, kadang diikuti dengan fragmen
butterfly.11

2.7. GAMBARAN KLINIS FRAKTUR HUMERUS


1. Nyeri terus menerus dan bertambah berat. Nyeri berkurang jika fragmen
tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk

17
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.1,7
2. Deformitas dapat disebabkan oleh pergeseran fragmen pada eksremitas.
Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas
normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal
otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat.1,7
3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah
tempat fraktur.1,7
4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya
derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu
dengan lainnya.1,7
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah
beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.1,7
6. Pada pemeriksaan harus diperhatikan keutuhan faal nervus radialis dan
arteri brakialis. Saat pemeriksaan apakah ia dapat melakukan dorsofleksi
pergelangan tangan atau ekstensi jari-jari tangan.1,7

2.8. DIAGNOSIS FRAKTUR HUMERUS


2.8.1. Anamnesis1
Anamnesis terdiri dari:
1. Auto anamnesis:
Dicatat tanggal saat melakukan anamnesis dari dan oleh siapa. Ditanyakan
persoalan: mengapa datang, untuk apa dan kapan dikeluhkan; penderita
bercerita tentang keluhan sejak awal dan apa yang dirasakan sebagai
ketidakberesan; bagian apa dari anggotanya/lokalisasi perlu dipertegas sebab
ada pengertian yang berbeda misalnya sakit di tangan ., yang
dimaksud tangan oleh orang awam adalah anggota gerak atas dan karenanya
tanyakan bagian mana yang dimaksud, mungkin saja lengan bawahnya.
Kemudian ditanyakan gejala suatu penyakit atau beberapa penyakit atau
beberapa penyakit yang serupa sebagai pembanding. Untuk dapat melakukan
anamnesis demikian perlu pengetahuan tentang penyakit.

18
Ada beberapa hal yang menyebabkan penderita datang untuk minta
pertolongan:
1) Sakit/nyeri
Sifat dari sakit/nyeri:
- Lokasi setempat/meluas/menjalar
- Ada trauma riwayat trauma tau tidak
- Sejak kapan dan apa sudah mendapat pertolongan
- Bagaimana sifatnya: pegal/seperti ditusuk-tusuk/rasa panas/ditarik-
tarik, terus-menerus atau hanya waktu bergerak/istirahat dan
seterusnya
- Apa yang memperberat/mengurangi nyeri
- Nyeri sepanjang waktu atau pada malam hari
- Apakah keluhan ini untuk pertama kali atau sering hilang timbul
2) Kelainan bentuk/pembengkokan
- Angulasi/rotasi/discrepancy (pemendekan/selisih panjang)
- Benjolan atau karena ada pembengkakan

3) Kekakuan/kelemahan
Kekakuan:
Pada umumnya mengenai persendian. Apakah hanya kaku, atau disertai
nyeri, sehingga pergerakan terganggu?
Kelemahan:
Apakah yang dimaksud instability atau kekakuan otot
menurun/melemah/kelumpuhan
Dari hasil anamnesis baik secara aktif oleh penderita maupun pasif (ditanya
oleh pemeriksa; yang tentunya atas dasar pengetahuan mengenai gejala
penyakit) dipikirkan kemungkinan yang diderita oleh pasien, sehingga apa
yang didapat pada anamnesis dapat dicocokkan pada pemeriksaan fisik
kemudian.

2. Allo anamnesis:
Pada dasarnya sama dengan auto anamnesis, bedanya yang menceritakan
adalah orang lain. Hal ini penting bila kita berhadapan dengan anak kecil/bayi
atau orang tua yang sudah mulai dementia atau penderita yang tidak
sadar/sakit jiwa; oleh karena itu perlu dicatat siapa yang memberikan allo
anamnesis, misalnya:
- allo anamnesis mengenai bayi tentunya dari ibu lebih cocok daripada
ayahnya

19
- atau mungkin pada saat ini karena kesibukan orangtua, maka pembantu
rumah tangga dapat memberikan keterangan yang lebih baik
- juga pada kecelakaan mungkin saksi dengan pengantar dapat memberikan
keterangan yang lebih baik, terutama bila yang diantar tidak sadarkan diri.

2.8.2. Pemeriksaan Fisik1,14


Dibagi menjadi dua yaitu (1) pemeriksaan umum (status generalisata)
untuk mendapatkan gambaran umum dan (2) pemeriksaan setempat (status
lokalis).

1. Gambaran umum:
Perlu menyebutkan:
a. Keadaan Umum (K.U): baik/buruk, yang dicatat adalah tanda-tanda vital
yaitu:
- Kesadaran penderita; apatis, sopor, koma, gelisah
- Kesakitan
- Tanda vital seperti tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu
b. Kemudian secara sistematik diperiksa dari kepala, leher, dada (toraks),
perut (abdomen: hepar, lien) kelenjar getah bening, serta kelamin
c. Ekstremitas atas dan bawah serta punggung (tulang belakang)

2. Pemeriksaan lokal:
Harus dipertimbangkan keadaan proksimal serta bagian distal dari anggota
terutama mengenai status neuro vaskuler. Pada pemeriksaan
orthopaedi/muskuloskeletal yang penting adalah:
a. Look (inspeksi)
- Bandingkan dengan bagian yang sehat
- Perhatikan posisi anggota gerak
- Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk
membedakan fraktur tertutup atau terbuka
- Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam samapai beberapa
hari
- Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan

b. Feel (palpasi)
Pada waktu mau meraba, terlebih dulu posisi penderita diperbaiki agar
dimulai dari posisi netral/posisi anatomi. Pada dasarnya ini merupakan
pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik si pemeriksa

20
maupun si pasien, karena itu perlu selalu diperhatikan wajah si pasien atau
menanyakan perasaan si pasien.
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
- Temperatur setempat yang meningkat
- Nyeri tekan, nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan
oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang
- Krepitasi
- Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri
radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan
anggota gerak yang terkena. Refilling (pengisian) arteri pada kuku,
warna kulit pada bagian distal daerah trauma, temperatur kulit.
- Pengukuran tugkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui
adanya perbedaan panjang tungkai

c. Move (pergerakan terutama mengenai lingkup gerak)


Setelah memeriksa feel pemeriksaan diteruskan dengan menggerakkan
anggota gerak dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan.
Pada anak periksalah bagian yang tidak sakit dulu, selaiam untuk
mendapatkan kooperasi anak pada waktu pemeriksaan, juga untuk
mengetahui gerakan normal si penderita. Pencatatan lingkup gerak ini
perlu, agar kita dapat berkomunikasi dengan sejawat lain dan evaluasi
keadaan sebelum dan sesudahnya.
Apabila terdapat fraktur tentunya akan terdapat gerakan abnormal di
daerah fraktur (kecuali pada incomplete fracture).
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat gerakan dari setiap arah
pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dengan ukuran metrik.
Pencatatan ini penting untuk mengetahui apakah ada gangguan gerak.
Kekakuan sendi disebut ankilosis dan hal ini dapat disebabkan oleh faktor
intra artikuler atau ekstra artickuler.
- Intra artikuler: Kelainan/kerusakan dari tulang rawan yang
menyebabkan kerusakan tulang subkondral; juga didapat oleh karena
kelainan ligament dan kapsul (simpai) sendi
- Ekstra artikuler: oleh karena otot atau kulit
Pergerakan yang perlu dilihat adalah gerakan aktif (penderita sendiri
disuruh menggerakkan) dan pasif (dilakukan oleh pemeriksa).
Selain pemeriksaan penting untuk mengetahui gangguan gerak, hal ini
juga penting untuk melihat kemajuan/kemunduran pengobatan.

21
Selain diperiksa pada posisi duduk dan berbaring juga perlu dilihat waktu
berdiri dan jalan. Jalan perlu dinilai untuk mengetahui apakah pincang
disebabkan karena instability, nyeri, discrepancy, fixed deformity.
Anggota gerak atas:
- Sendi bahu: merupakan sendi yang bergerak seperti bumi (global
joint); ada beberapa sendi yang mempengaruhi gerak sendi bahu yaitu:
gerak tulang belakang, gerak sendi sternoklavikula, gerak sendi
akromioklavikula, gerak sendi gleno humeral, gerak sendi scapula
torakal (floating joint).
Karena gerakan tersebut sukar diisolasi satu persatu, maka sebaiknya
gerakan diperiksa bersamaan kanan dan kiri; pemeriksa berdiri di
belakang pasien, kecuali untuk eksorotasi atau bila penderita
berbaring, maka pemeriksa ada di samping pasien.
- Sendi siku:
Gerak fleksi ekstensi adalah gerakan ulna humeral (olecranon terhadap
humerus). Gerak pronasi dan supinasi adalah gerakan dari antebrachii
dan memiliki sumbu ulna; hal ini diperiksa pada posisi siku 90 untuk
menghindari gerak rotasi dari sendi bahu.
- Sendi pergelangan tangan:
Pada dasarnya merupakan gerak dari radio karpalia dan posisi netral
adalah pada posisi pronasi, dimana jari tengah merupakan sumbu dari
antebrachii. Diperiksa gerakan ekstensi-fleksi dan juga radial dan ulnar
deviasi.
- Jari tangan:
Ibu jari merupakan bagian yang penting karena mempunyai gerakan
aposisi terhadap jari-jari lainnya selain abduksi dan adduksi, ekstensi,
dan fleksi.
Jari-jari lainnya hamper sama, MCP (Meta Carpal Phalangeal Joint)
merupakan sendi pelana dan deviasi radier atau ulnar dicatat tersendiri,
sedangkan PIP (Proximal Inter Phalanx) dan DIP (Distal Inter
Phalanx) hanya diukur fleksi dan ekstensi.

2.8.3. Pemeriksaan Radiologis:14


Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur.
Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan

22
keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan
jaringan lunak selanjutnya, maka sebaiknya kita mempergunakan bidai yang
bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan
radiologis.
Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua:
1. Dua posisi proyeksi; dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada antero-
posterior dan lateral
2. Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di proximal dan distal
sendi yang mengalami fraktur
3. Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada kedua
anggota gerak terutama pada fraktur epifisis
4. Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur pada dua
daerah tulang. Misalnya pada fraktur kalkaneus atau femur, maka perlu
dilakukan foto pada panggul dan tulang belakang
5. Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya fraktur tulang skafoid
foto pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan foto
berikutnya 10-14 hari kemudian.
Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur, tetapi
perlu dinyatakan apakah fraktur terbuka/tertutup, tulang mana yang terkena dan
lokalisasinya, apakah sendi juga mengalami fraktur serta bentuk fraktur itu
sendiri.

2.8.4. Pemeriksaan Laboratorium14


Pemeriksaan laboratorium meliputi:
1. Pemeriksaan darah rutin untuk mengenai keadaan umum, infeksi
akut/menahun
2. atas indikasi tertentu: diperlukan pemeriksaan kimia darah, reaksi imunologi,
fungsi hati/ginjal
3. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan sensitivity test

2.9. PENATALAKSANAAN FRAKTUR HUMERUS


Penatalaksanaan secara umum:15
1. Bila terjadi trauma, dilakukan primary survey terlebih dahulu.
2. Sebelum penderita diangkut, pasang bidai untuk mengurangi nyeri, mencegah
(bertambahnya) kerusakan jaringan lunak dan makin buruknya kedudukan

23
fraktur. Bila tidak terdapat bahan untuk bidai, maka bila lesi di anggota gerak
bagian atas untuk sementara anggota yang sakit dibebatkan ke badan
penderita.

2.9.1. Konservatif
Pada umumnya, pengobatan patah tulang shaft humerus dapat
ditangani secara tertutup karena toleransinya yang baik terhadap angulasi,
pemendekan serta rotasi fragmen patah tulang. Angulasi fragmen sampai
300 masih dapat ditoleransi, ditinjau dari segi fungsi dan kosmetik. Hanya
pada patah tulang terbuka dan non-union perlu reposisi terbuka diikuti
dengan fiksasi interna.11,16
Dibutuhkan reduksi yang sempurna disamping imobilisasi; beban pada
lengan dengan cast biasanya cukup untuk menarik fragmen ke garis tengah.
Hanging cast dipakai dari bahu hingga pergelangan tangan dengan siku
fleksi 90 dan bagian lengan bawah digantung dengan sling disekitar leher
pasien. Cast (pembalut) dapat diganti setelah 2-3 minggu dengan pembalut
pendek (short cast) dari bahu hingga siku atau functional polypropylene
brace selama 6 minggu.11,16

24
Gambar 2.6 . Penatalaksanaan pada fraktur shaft humerus dengan
konservatif. 16

Pergelangan tangan dan jari-jari harus dilatih gerak sejak awal.


Latihan pendulum pada bahu dimulai dalam 1 minggu perawatan, tapi
abduksi aktif ditunda hingga fraktur mengalami union. Fraktur spiral
mengalami union sekitar 6 minggu, variasi lainnya sekitar 4-6 minggu.
Sekali mengalami union, hanya sling (gendongan) yang dibutuhkan hingga
fraktur mengalami konsolidasi.11,16
Pengobatan non bedah kadang tidak memuaskan pasien karena pasien
harus dirawat lama. Itulah sebabnya pada patah tulang batang humerus
dilakukan operasi dan pemasangan fiksasi interna yang kokoh.11,16
Berikut beberapa metode dan alat yang digunakan pada terapi
konservatif:
Hanging cast
Indikasi penggunaan meliputi pergeseran shaft tengah fraktur
humerus dengan pemendekan, terutama fraktur spiral dan oblik.
Penggunaan pada fraktur transversa dan oblik pendek menunjukkan
kontraindikasi relatif karena berpotensial terjadinya gangguan dan
komplikasi pada saat penyembuhan. Pasien harus mengangkat tangan
atau setengah diangkat sepanjang waktu dengan posisi cast tetap untuk
efektivitas. Seringkali diganti dengan fuctional brace 1-2 minggu
pasca trauma. Lebih dari 96% telah dilaporkan mengalami union.11
Coaptation splint
Diberikan untuk efek reduksi pada fraktur tapi coaptation splint
memiliki stabilitas yang lebih besar dan mengalami gangguan lebih
kecil daripada hanging arm cast. Lengan bawah digantung dengan
collar dan cuff. Coaptation splint diindikasikan pada terapi akut
fraktur shaft humerus dengan pemendekan minimal dan untuk jenis
fraktur oblik pendek dan transversa yang dapat bergeser dengan
penggunaan hanging arm cast. Kerugian coaptation splint meliputi

25
iritasi aksilla, bulkiness dan berpotensial slippage. Splint seringkali
diganti dengan fuctional brace pada 1-2 minggu pasca trauma. 11
Thoracobranchial immobilization (velpeu dressing)
Biasanya digunakan pada pasien lebih tua dan anak-anak yang
tidak dapat ditoleransi dengan metode terapi lain dan lebih nyaman
jadi pilihan. Teknik ini diindikasikan untuk pergeseran fraktur yang
minimal atau fraktur yang tidak bergeser yang tidak membutuhkan
reduksi. Latihan pasif pendulum bahu dapat dilakukan dalam 1-2
minggu pasca trauma. 11
Shoulder spica cast
Teknik ini diindikasikan pada jenis fraktur yang mengharuskan
abduksi dan eksorotasi ektremitas atas. Kerugian teknik ini meliputi
kesulitan aplikasi cast, berat cast dan bulkiness, iritasi kulit,
ketidaknyamanan dan kesusahan memposisikan ektremitas atas. 11
Functional bracing
Memberikan efek kompresi hidrostatik jaringan lunak dan
mempertahankan aligment fraktur ketika melakukan pergerakan pada
sendi yang berdekatan. Brace biasanya dipasang selama 1-2 minggu
pasca trauma setelah pasien diberikan hanging arm cast atau
coaptation splint dan bengkak berkurang. Kontraindikasi metode ini
meliputi cedera massif jaringan lunak, pasien yang tidak dapat
dipercaya dan ketidakmampuan untuk mempertahankan asseptabilitas
reduksi. Collar dan cuff dapat digunakan untuk menopang lengan
bawah; aplikasi sling dapat menghasilkan angulasi varus (kearah
midline). 11

2.9.2. Tindakan operatif


Pasien kadang-kadang mengeluh hanging cast tidak nyaman,
membosankan dan frustasi. Mereka bisa merasakan fragmen bergerak dan
hal ini kadang-kadang cukup dianggap menyusahkan. Hal penting yang
perlu diingat bahwa tingkat komplikasi setelah internal fiksasi pada humerus

26
tinggi dan sebagian besar fraktur humerus mengalami union tanpa tindakan
operatif.11,16
Meskipun demikian, ada beberapa indikasi untuk dilakukan tindakan
pembedahan, diantaranya:
Cedera multiple berat
Fraktur terbuka
Fraktur segmental
Fraktur ekstensi intra-artikuler yang bergeser
Fraktur patologis
Siku melayang (floating elbow) pada fraktur lengan bawah
(antebrachii) dan humerus tidak stabil bersamaan
Palsi saraf radialis (radial nerve palsy) setelah manipulasi
Non-union11,16
Fiksasi dapat berhasil dengan;
1. Kompresi plate and screws
2. Interlocking intramedullary nail atau pin semifleksibel
3. External Fixation
Plating menjadikan reduksi dan fiksasi lebih baik dan memiliki
keuntungan tambahan bahwa tidak dapat mengganggu fungsi bahu dan siku.
Biar bagaimanapun, ini membutuhkan diseksi luas dan perlindungan pada
saraf radialis. Plating umumnya diindikasikan pada fraktur humerus dengan
kanal medulla yang kecil, fraktur proksimal dan distal shaft humerus,
fraktur humerus dengan ekstensi intraartikuler, fraktur yang memerlukan
eksplorasi untuk evaluasi dan perawatan yang berhubungan dengan lesi
neurovaskuler, serta humerus non-union.11,16
Interlocking intramedullary nail diindikasi pada fraktur segmental
dimana penempatan plate akan memerlukan diseksi jaringan lunak, fraktur
humerus pada tulang osteopenic, serta pada fraktur humrus patologis.
Antegrade nailing terbentuk dari paku pengunci yang kaku (rigid
interlocking nail) yang dimasukkan kedalam rotator cuff dibawah kontrol
(petunjuk) fluoroskopi. Pada cara ini, dibutuhkan diseksi minimal namun
memiliki kerugian, yaitu menyebabkan masalah pada rotator cuff pada
beberapa kasus yang berarti. Jika hal ini terjadi, atau apabila nail keluar dan

27
fraktur belum mengalami union, penggantian nailing dan bone grafting
mungkin diperlukan; atau dapat diganti dengan external fixator. 11,16
Retrograde nailing dengan multiple flexible rods dapat menghindari
masalah tersebut, tapi penggunaannya lebih sulit, secara luas kurang
aplikatif dan kurang aman dalam mengontrol rotasi dari sisi yang fraktur. 11,16
External fixation mungkin merupakan pilihan terbaik pada fraktur
terbuka dan fraktur segmental energy tinggi. External fixation ini juga
prosedur penyelamatan yang paling berguna setelah intermedullary nailing
gagal. Indikasi umumnya pada fraktur humerus dengan non-union infeksi,
defek atau kehilangan tulang, dengan luka bakar, serta pada luka terbuka
dengan cedera jaringan lunak yang luas. 11,16

2.10. KOMPLIKASI FRAKUTUR HUMERUS


Komplikasi Awal
Cedera vaskuler
Jika ada tanda-tanda insufisiensi vaskuler pada ekstremitas,
kerusakan arteri brakhialis harus disingkirkan. Angiografi akan
memperlihatkan tingkat cedera. Hal ini merupakan kegawatdaruratan,
yang memerlukan eksplorasi dan perbaikan langsung ataupun cangkok
(grafting) vaskuler. Pada keadan ini internal fixation dianjurkan.11,16
Cedera saraf
Radial nerve palsy (wrist drop dan paralisis otot-otot ekstensor
metacarpophalangeal) dapat terjadi pada fraktur shaft humerus,
terutama fraktur oblik pada sepertiga tengah dan distal tulang humerus.
Pada cedera yang tertutup, saraf ini sangat jarang terpotong, jadi tidak
diperlukan operasi segera.11,16
Pergelangan tangan dan telapak tangan harus secara teratur
digerakkan dari pergerakan pasif putaran penuh hingga
mempertahankan (preserve) pergerakan sendi sampai saraf pulih. Jika
tidak ada tanda-tanda perbaikkan dalam 12 minggu, saraf harus
dieksplorasi. Pada lesi komplit, jahitan saraf kadang tidak memuaskan,
tetapi fungsi dapat kembali dengan baik dengan pemindahan tendon.11,16

28
Jika fungsi saraf masih ada sebelum manipulasi lalu kemudian
cacat setelah dilakukan manipulasi, hal ini dapat diasumsikan bahwa
saraf sudah mengalami robekan dan dibutuhkan operasi eksplorasi.11,16
Infeksi
Infeksi luka pasca trauma sering menyebabkan osteitis kronik.
Osteitis tidak mencegah fraktur mengalami union, namun union akan
berjalan lambat dan kejadian fraktur berulang meningkat.
Jika ada tanda-tanda infeksi akut dan pembentukan pus, jaringan
lunak disekitar fraktur harus dibuka dan didrainase. Pilihan antibiotik
harus disesuaikan dengan hasil sensitivitas bakteri.
External fixation sangat berguna pada kasus ini, namun jika
intramedullary nail sudah terlanjur digunakan dan terfiksasi stabil, nail
tidak perlu dilepas

Komplikasi Lanjut
Delayed Union and Non-Union
Fraktur transversa kadang membutuhkan waktu beberapa bulan
untuk menyambung kembali, terutama jika traksi digunakan berlebihan
(penggunaan hanging cast jangan terlalu berat). Penggunaan teknik
yang sederhana mungkin dapat menyelesaikan masalah, sejauh ada
tanda-tanda pembentukkan kalus (callus) cukup baik dengan
penanganan tanpa operasi, tetapi ingat untuk tetap membiarkan bahu
tetap bergerak. Tingkat non-union dengan pengobatan konservatif pada
fraktur energi rendah kurang dari 3%. Fraktur energi tinggi segmental
dan fraktur terbuka lebih cenderung mengalami baik delayed union dan
non-union.11,16
Intermedullary nailing menyebabkan delayed union, tetapi jika
fiksasi rigid dapat dipertahankan tingkat non-union dapat tetap dibawah
10%.11

Joint stiffness

29
Joint stiffness sering terjadi. Hal ini dapat dikurangi dengan
aktivitas lebih awal, namun fraktur transversa (dimana abduksi bahu
nyeri disarankan) dapat membatasi pergerakan bahu untuk beberapa
minggu.16
Tambahan, pada anak-anak, fraktur humerus jarang terjadi. Pada
anak-anak di bawah 3 tahun kemungkinan kekerasan pada anak perlu
difikirkan. Fraktur dirawat dengan bandage sederhana pada lengan
hingga ke badan untuk 2-3 minggu. Pada anak yang lebih tua
memerlukan plaster splint pendek.16

BAB III
KESIMPULAN

Fraktur humerus adalah hilangnya kontinuitas tulang , tulang rawan sendi,


tulang rawan epifisial baik yang bersifat total maupun parsial pada tulang
humerus.

30
Etiologi fraktur humerus umumnya merupakan akibat trauma. Selain dapat
menimbulkan patah tulang (fraktur), trauma juga dapat mengenai jaringan lunak
sekitar tulang tersebut. Mekanisme trauma sangat penting dalam mengetahui luas
dan tingkat kerusakan jaringan tulang serta jaringan lunak sekitarnya.
Diagnosis fraktur humerus dapat dibuat berdasarkan anamnesis yang baik,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan radiologis.
Penatalaksanaan penderita fraktur humerus harus dilakukan secara cepat
dan tepat untuk mencegah komplikasi segera, dini, dan lambat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Rasjad C. Pengantar Bedah Ortopedi. Edisi ke-2. Jakarta : PT. Yarsef


Watampone. 2007. h. 380-395.
2. Paulsen F, Waschke J. Sobotta Atlas. Germany : Elsevier. 2017.
3. King Maurice. Fracture of the Shaft of the Humerus In: Primary Surgery
Volume Two: Trauma. UK : Oxford University Press. 1987. h. 233-235.
4. Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono T O H, Rudiman R. Buku Ajar
Ilmu bedah. Edisi ke- 3. Jakarta: EGC. 2010. Bab 42.
5. Santoso M.W.A, Alimsardjono H, Subagjo. Anatomi Bagian I. Surabaya :
Laboratorium Anatomi-Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
2002.

31
6. Tortora G J, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology 12th Edition.
New Jersey: John Wiley & Sons. 2009. Chapter 11; The Muscular System.
7. Elis H. Part 3: Upper Limb, The Bones and Joint of the Upper Limbs; In:
Clinical Anatomy Eleventh Edition (e-book). Oxford : Blackwell Publishing.
2006. p 169-170
8. Standring S. Grays Anatomy 39th Edition. USA: Elsevier. 2008. Chapter 48;
General Organization and Surface Anatomy of The Upper Limb.
9. Srivastava A K. Humerus Fracture. 2015. Akses: 30 Agustus 2017 . Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/825488-overview
10. Aaron N, Michael D M. Distal Humeral Fractures in Adults. 2011. Akses : 30
Agustus 2017. Available from: http://www.jbjs.org/article.aspx?
articleid=35415

11. Kenneth J. Fractures Of The Shaft Of The Humerus second edition. New York
Wolters Klunser Company. 2002. Chapter 43 : Orthopedic.

12. Egol K A, Koval K J, Zuckerman J D. Handbook Of Fractures. Philadelphia:


Lippincott Williams & Wilkins. 2010. h. 193-229;604-614

13. Thompson J C. Netters: Concise Otrhopaedic Anatomy 2nd ed. Philadelphia:


Elsevier Inc. 2010. p. 109-116.
14. Reksoprodjo S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara
Publisher. 2009. Bab 9 : Orthopaedi.
15. Purwadianto A, Budi S. Kedaruratan Medik. Jakarta: Binarupa Aksara. 2000.
Bab 7: Kedaruratan Sistim Muskuloskeletal.
16. Apley A G, Solomon L. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley.
Jakarta : Widya Medika. 1995.

32

Anda mungkin juga menyukai