Anda di halaman 1dari 48

REFERAT PENYAKIT KULIT AKIBAT INFEKSI BAKTERI

Disusun Oleh:
Sila Inggit Faramita
1102012276

Pembimbing :
dr. Yenni, Sp.KK, M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI KEPANITERAAN


ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RSUD ARJAWINANGUN
2017
A. IMPETIGO

1.1 Definisi
Impetigo secara klinis didefinisikan sebagai penyakit infeksi menular pada kulit
yang superfisial yaitu hanya menyerang epidermis kulit, yang menyebabkan
terbentuknya lepuhan-lepuhan kecil berisi nanah (pustula) seperti tersundut
rokok/api. Penyakit ini merupakan salah satu contoh pioderma yang sering
dijumpai di bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.Terdapat dua jenis impetigo
yaitu impetigo bulosa yang disebabakan oleh Stafilokokus aureus dan non-bulosa
yang disebabkan oleh Streptokokus hemolitikus. Dasar infeksinya adalah
kurangnya hygiene dan terganggunya fungsi kulit 1,8.

1.2 Epidemologi
Di Amerika Serikat, kurang lebih 9 10 % dan anak-anak yang datang ke klinik
kulit menderita impetigo. Perbandingan antara jenis kelamin laki-laki dan
perempuan adalah sama. Impetigo lebih sering menyerang anak-anak, jenis yang
terbanyak (kira-kira 90%) adalah impetigo bullosa yang terjadi pada anak yang
berusia kurang dan 2 tahun. Impetigo menyebar melalui kontak langsung dengan
lesi (daerah kulit yang terinfeksi). Di Inggris kejadian impetigo pada anak sampai
usia 4 tahun sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6% pada anak usia 5-15 tahun. Sekitar
70% merupakan impetigo krustosa.nsiden impetigo ini terjadi hampir di seluruh
dunia. Paling sering mengenai usia 2-5 tahun, umumnya mengenai anak yang
belum sekolah, namun tidak menutup kemungkinan untuk semua umur dimana
frekuensi laki-laki dan wanita sama. Di Amerika Serikat, merupakan 10% dari
masalah kulit yang dijumpai pada klinik. Kebanyakan kasus ditemukan di daerah
tropis atau beriklim panas serta pada negara-negara yang berkembang dengan
tingkat ekonomi masyarakatnya masih tergolong lemah atau miskin 5.
Penelitian pada tahun 2005 menunjukkan S. aureus sebagai pathogen terbanyak
yang menyebabkan baik impetigo bulosa dan impetigo non bulosa pada Amerika
dan Eropa, sementara itu Streptococcus pyogenes pada negara berkembang.
Kebanyakan infeksi bermula sebagai infeksi Streptokokus tetapi kemudian
Staphylococci mengantikan streptokokus. Selain dapat menyebabkan manifest
pyoderm primer dan kulit yang utuh, dapat juga menyebabkan infeksi sekunder
dari penyakit kulit yang ada sebelumnya atau pada kulit yang terkena trauma, yang
disebut dengan dermatitis impetigenisata. Impetigo jarang berkembang menjadi
infeksi sistemik, walaupun post streptococcal glomerulonepritis yang merupakan
komplilkasi pada infeksi GABHS dapat terjadi walaupun jarang. Pasien dapat lebih
jauh menginfeksi dirinya sendiri atau orang lain setelah rnenggaruk lesi. Infeksi
seringkali menyebar dengan cepat pada sekolah atau tempat penitipan anak dan

2
juga pada tempat dengan higiene yang buruk atau tempat tinggal yang padat
penduduk 5,2.

1.3 Etiologi
Organisme penyebab adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus beta-
hemolyticus grup A (dikenal dengan Streptococcus pyogenes), atau kombinasi
keduanya. Staphylococcus dominan ditemukan pada awal lesi. Jika kedua kuman
ditemukan bersamaan, maka infeksi streptococcus merupakan infeksi penyerta.
Kuman S. pyogenes menular ke individu yang sehat melalui kulit, lalu kemudian
menyebar ke mukosa saluran napas. Berbeda dengan S. aureus, yang berawal
dengan kolonisasi kuman pada mukosa nasal dan baru dapat ditemukan pada isolasi
kuman di kulit pada sekitar 11 hari kemudian.
Impetigo menyebar melalui kontak langsung dengan lesi (daerah kulit yang
terinfeksi). Pasien dapat lebih jauh menginfeksi dirinya sendiri atau orang lain
setelah menggaruk lesi. Infeksi seringkali menyebar dengan cepat pada sekolah
atau tempat penitipan anak dan juga pada tempat dengan higiene yang buruk atau
tempat tinggal yang padat penduduk.

1.4 Faktor Predisposisi


Faktor-faktor pencetus terjadinya Pioderma, antara lain:
a. Higiene yang kurang;
b. Menurunnya daya tahan tubuh; misalnya karena kekurangan gizi, anemia, atau
penyakitpenyakit tertentu seperti penyakit kronis, neoplasma ganas, dan diabetes
mellitus
c. Telah ada penyakit lain di kulit; karena terjadi kerusakan di epidermis, maka
fungsi kulit sebagai pelindung akan terganggu 2.

1.5 Klasifikasi Impetigo


Terdapat dua bentuk dari impetigo, yaitu:
1. Impetigo Krustosa (impetigo kantagiosa, impetigo vulgaris, impetigo Tilibury
Fox)
Impetigo krustosa, disebabkan biasanya oleh Streptococcus B
hemolyticus.Tidak disertai gejala umum, hanya terdapat pada anak.Tempat
predileksi di muka, yakni sekitar lubang hidung dan mulut karena dianggap sumber
infeksi dan daerah tersebut. Kelainan kulit berupa eritema dan vesikel yang cepat
memecah sehingga jika pendenita datang berobat yang terlihat ialah krusta tebal
berwama kuning seperti madu. Jika krusta dilepaskan akan tampak erosi
dibawahnya, krusta sering menyebar ke penifer dan sembuh di bagian tengah.
Komplikasinya glomerulonefritis (2-5%), yang disebabkan oleh sero tipe
tertentu. Diagnosis bandingnya adalah Ektima. Pengobatan yang dipakai jika krusta

3
sedikit, lepaskan krusta dan diberi antibiotik.J ika krusta banyak, diberikan
pengobatan antibiotik sistemik 1,8
.

Gambar 2.1. Impetigo Krustosa

Gambar 2.2. Impetigo Krustosa

2. Impetigo bulosa (Impetigo vesiko-bulosa, cacar monyet)


Impetigo bulosa biasanya disebabkan oleh Staphylococcus aureus, keadaan
umum tidak dipengaruhi, dengan predileksi di daerah ketiak, dada,
punggung.Sering bersama-saina miliaria, terdapat pada anak dan orang
dewasa.Kelainan kulit berupa eritema, bula dan hula hipopion.Kadang-kadang saat
datang berobat, vesikel/bula sudah memecah sehingga yang tampak hanyalah
koleret dan dasamya masih eritematosa. Diagnosis banding dan impetigo ini adalah
dermatofitosis (jika sudah pecah dan tampak koleret).
Pada anamnesis hendaknya ditanyakan, apakah sebelumnya terdapat lepuh. Jika
ada, diagnosisnya adalah impetigo bullosa. Pengobatannya jika hanya terdapat
beberapa vesikel bula ditangani dengan cara memecahkan bula, lalu berikan salep
antibiotik atau cairan antiseptik. Jika bula vesikel banyak maka berikan pula
antibiotic sistemik 1,8.

4
Gambar 2.2. Impetigo Bullosa
1.6 Patofisiologi Impetigo
Infeksi Staphylococcus aureus atau Group A Beta Hemolitik Streptococcus
dimana kita ketahui bakteri-bakteri tersebut dapat menyebabkan penyakit berkat
kemampuannya mengadakan pembelahan dan menyebar luas ke dalam jaringan
dan melalui produksi beberapa bahan ekstraseluler. Beberapa dari bahan tersebut
adalah enzim dan yang lain berupa toksin meskipun fungsinya adalah sebagai
enzim. Staphylococcus dapat menghasilkan katalase, koagulase, hyaluronidase,
eksotoksin, lekosidin, toksin eksfoliatif, toksik sindrom syok toksik, dan
enterotoksin. Bakteri staph menghasilkan racun yang dapat menyebabkan impetigo
menyebar ke area lainnya. Toxin ini menyerang protein yang membantu mengikat
sel-sel kulit. Ketika protein ini rusak, bakteri akan sangat cepat menyebar. Enzim
yang dikeluarkan oleh Stap akan merusak struktur kulit dan adnya rasa gatal dapat
menyebabkan terbentuknya lesi pada kulit.
Rasa gatal dengan lesi awal berupa makula eritematosa berukuran 1-2 mm,
kemudian berubah menjadi bula atau vesikel. Pada Impetigo contagiosa Awalnya
berupa warna kemerahan pada kulit (makula) atau papul (penonjolan padat dengan
diameter <0,5cm) yang berukuran 2-5 mm. Lesi papul segera menjadi vesikel atau
pustul (papula yang berwarna keruh/mengandung nanah/pus) yang mudah pecah
dan menjadi papul dengan keropeng/koreng berwarna kunig madu dan lengket
yang berukuran <2cm dengan kemerahan minimal atau tidak ada kemerahan
disekelilingnya, sekret seropurulen kuning kecoklatan yang kemudian mengering
membentuk krusta yang berlapis-lapis. Krusta mudah dilepaskan, di bawah krusta
terdapat daerah erosif yang mengeluarkan sekret, sehingga krusta akan kembali
menebal. Sering krusta menyebar ke perifer dan menyembuh di bagian tengah.
Kemudian pada Bullous impetigo bula yang timbul secara tiba tiba pada kulit yang
sehat dari plak (penonjolan datar di atas permukaan kulit) merah, berdiameter 1-
5cm, pada daerah dalam dari alat gerak (daerah ekstensor), bervariasi dari miliar
sampai lentikular dengan dinding yang tebal, dapat bertahan selama 2 sampai 3
hari. Bila pecah, dapat menimbulkan krusta yang berwarna coklat, datar dan tipis2,4.

5
1.7 GejalaKlinis
Impetigo dapat timbul sendiri (primer) atau komplikasi dan kelainan lain
(sekunder) baik penyakit kulit (gigitan binatang, vanisela, infeksi herpes simpleks,
dermatitis atopi) atau penyakit sisteniik yang menurunkan kekebalan tubuh
(diabetes melitus, HIV) 3.

a. Impetigo Bulosa
Vesikel (gelembung berisi cairan dengan diameter <0,5cm) yang timbul sampai
bulla (gelembung berisi cairan berdiameter >0,5cm) kurang dan 1 cm pada kulit
yang utuh, dengan kulit sekitar normal atau kemerahan. Pada awalnya vesikel
berisi cairan yang jernih yang berubah menjadi berwarna keruh
Atap dan bulla pecah dan meninggalkan gambaran collarette pada pinggirnya.
Krusta varnishlike terbentuk pada bagian tengah yang jika disingkirkan
memperlihatkan dasar yang merah dan basah
Bulla yang utuh jarang ditemukan karena sangat rapuh
Bila impetigo menyertai kelainan kulit lainnya maka, kelainan itu dapat
menyertai dermatitis atopi, vanisela, gigitan binatang dan lain-lain.
Lesi dapat lokal atau tersebar, seringkali di wajah atau tempat lain, sepertitempat
yang lembab, lipatan kulit, ketiak atau lipatan leher.
Tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening di dekat lesi.
Pada bayi, lesi yang luas dapat disertai dengan gej ala demam, lemah, diare.
Jarang sekali disetai dengan radang pam, infeksi sendi atau tulang 8,4,2.

b. Impetigo Krustosa
Awalnya berupa wama kemerahan pada kulit (makula) atau papul (penonjolan
padat dengan diameter <0,5cm) yang berukuran 2-5 mm.
Lesi papul segera menjadi menjadi vesikel atau pustul (papula yang berwarna
keruh/mengandung nanah/pus) yang mudah pecah dan menjadi papul dengan
keropeng/koreng berwarna kuning madu dan lengket yang berukuran <2cm
dengan kemerahan minimal atau tidak ada kemerahan disekelilingnya.
Lesi muncul pada kulit normal atau kulit yang kena trauma sebelumnya atau
mengikuti kelainan kulit sebelumnya (skabies, vasisela, dermatitis atopi) dan
dapat menyebar dengan cepat.
Lesi berada sekitar hidung, mulut dan daerah tubuh yang sering terbuka (tangan
dan kaki).
Kelenjar getah bening dapat menbesar dan dapat nyeri
Lesi juga menyebar ke daerah sekitar dengan sendirinya (autoinokulasi)

6
Jika dibiarkan tidak diobati maka lesi dapat menyebar terus karena tindakan din
sendiri (digaruk lalu tangan memegang tempat lain sehingga mengenai tempat
lain).
Lalu dapat sembuh dengan sendininya dalarn beberapa minggu tanpajaringan
parut.
Walaupun jarang, bengkak pada kaki dan tekanan darah tinggi dapat ditemukan
pada orang dengan impetigo krustosa sebagai tanda glomerulonefritis (radang
pada ginjal) akibat reaksi tubuh terhadap infeksioleh kuman Sfreptokokus
penyebab impetigo 8,4,2

1.8 Diagnosis banding


Lupus eritematosa bullosa : lesi vesikel dan bula yang menyebar dapat
gatal, seringkali melibatkan bagian atas badan dan daerah lengan
Pemfigus bulosa : vesikel dan bula timbul cepat dan gatal menyeluruh,
dengan plak urtikaria
Herpes simplex : vesikel berkelompok dengan dasar kemerahan yang pecah
menjadi lecet dan tertutup krusta, biasanya pada bibir dan kulit
Pemfigus vulgaris : bulla yang tidak gatal, ukuran bervariasi dan 1 sampai
beberapa sentimeter, muncul bertahap dan menjadi menyeluruh
penyembuhan dengan hiperpigmentasi (warna kulit yanglebih gelap dan
sebeluinnya).
Varisela: vesikel pada dasar kemerahan bermula di badan dan menyebar ke
tangan kaki dan wajah; vesikel pecah dan membentuk krusta; -lesi terdapat
pada beberapa tahap (vesikel, krusta) pada saat yang sama.
Dermatitis atopi : keluhan gatal yang berulang atau berlangsung lama
(kronik) dan kulit yang kering; penebalan pada pada lipatan kulit terutama
pada dewasa (likenifikasi); pada anak seringkali melibatkan daerah wajah
atau tangan bagian dalam.
Dermatitis kontak: gatal pada daerah sensitif yang kontak dengan zat-zat
yang mengiritasi.
Ektima: lesi berkrusta yang menutupi daerah ulkus (luka dengan dasar dan
dinding) dapat menetap selama beberapa minggu dan sembuh dengan
jaringan parut bila infeksi sampai jaringan kulit dalam (dermis).1,4,8

1.9 Pemeriksaan Penunjang


Pada keadaan khusus, dimana diagnosis impetigo masih diragukan, atau pada
suatu daerah dimana impetigo sedang mewabah, atau pada kasus yang kurang
berespons terhadap pengobatan, maka diperlukan pemeriksaan-pemeniksaan
sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pewarnaan gram,

7
Pada pemeriksaan ini akan mengungkapkan adanya neutropil dengan
kuman coccus gram positif berbentuk rantai atau kelompok.
Kultur cairan.
Pada pemeriksaan mi umuinnya akan mengungkapkan adanya
Streptococcus. aureus, atau kombinasi antara Streptococcus pyogenes
dengan Streptococcus beta hemolyticus grup A (GABHS), atau kadang-
kadang dapat berdiri sendiri.
b. Pemeriksaan Lain:
Titer anti-streptolysin-O (ASO), mungkin akan menunjukkan hasil positif
lemah untuk streptococcus, tetapi pemeriksaan ini jarang dilakukan.
Streptozyme, menunjukkan hasil positif untuk Streptococcus, tetapi
pemeriksaan ini jarang dilakukan
Pemeriksaan kultur dan sensitifitas bakteri 8,6

1.10 Terapi
Tujuan pengobatan impetigo adalah menghilangkan rasa tidak nyaman dan
memperbaiki kosmetik dan lesi impetigo, mencegah penyebaran infeksi ke orang
lain dan mencegah kekambuhan
a. Penatalaksanaan Farmakologis
Syarat pengobatan yang baik adalah pengobatan harus efektif, tidak mahal dan
memiliki sedikit efek samping. Antibiotik topikal (lokal) menguntungkan karena
hanya diberikan pada kulit yang teriafeksi sehingga meminimalkan efek
samping. Kadangkala antibiotik topikal dapat menyebabkan reaksi sensitifitas
pasa kulit orang-orang tertentu. Pada lesi yang terlokalisir maka pemberian
antibiotik topilcal diutamakan. Karena antibiotilc topikal sama efektiffiya
dengan antibiotik oral. Pilihan antibiotik topikal adalah mupirocin 2% atau asam
fusidat. Antibiotilc oral disimpan untuk kasus dimana pasien sensitif terhadap
antibiotik topikal, lesi lebih luas atau dengan penyakit penyerta yang
berat.Penggunaan disinfektan topikal tidak direkomendasikan dalam pengobatan
impetigo.Obat topikal yang diberikan mupirocin 2% diberikan di kulit yang
terinfeksi 3x sehari selania tiga sampai lima hari. Antibiotik oral yang dapat
diberikan adalah Amoxicillin dengan asam kiavulanat; cefuroxime;cephalexin;
dieloxacillin; atauenitromiein selama 10 hari 8,9.

1.11 Komplikasi
Impetigo biasanya sembuh tanpa penyulit dalam dua minggu walaupun tidak
diobati. kmplikasi berupa radang ginjal pasca infeksi Streptokokus terjadi pada 1-
5% pasien terutama isia 2-6 tahun dan hal ini tidak dipengaruhi oleh pengobatan
antibiotik. Gejala berupa bengkak tekanan darah tinggi, terdapat urin seperti warna
teh. Keadaan ini umumnya sembuh secara spontan walaupun gejala-gejala tadi
muncul 2

8
1.12 Pencegahan
Kebersihan sederhana dan perhatian dapat mencegah timbulnya impetigo
Seseorang yang sudah terkena impetigo atau gejala-gejala rnfeksi/peradangan
Streptococcus beta hemolyticus grup A (GABHS) membuthkan perawatan medik
dan jika perlu dimulai dengan ,pemberian antibiotik secepat mungkin untuk
mencegah menyebamya infeksi ke orang lain. Penderita impetigo harus diisolasi,
dan dicegah agar tidak terjadi kontak dengan orang lain minimal dalam 24 jam
setelah pemberian antibiotik.
Adapun pencegahan yang harus di lakukan yaitu
1.Cuci tangan segera dengan menggunakan air mengalir bila habis kontak dengan
pasien, terutama apabila terkena luka.
2.Jangan menggunakan pakaian yang sama dengan penderita
3.Bersihkan dan lakukan desinfektan pada mainan yang mungkin bisa menularkan
pada orang lain, setelah digunakan pasien
4.Mandi teratur dengan sabun dan air (sabun antiseptik dapat digunakan, namun
dapat mengiritasi pada sebagian kulit orang yang kulit sensitif)
5.Higiene yang baik, mencakup cuci tangan teratur, menjaga kuku jari tetap pendek
dan bersih
6.Jauhkan diri dari orang dengan impetigo
7.Cuci pakaian, handuk dan sprei dari anak dengan impetigo terpisah dari yang
lainnya. Cuci dengan air panas dan keringkan di bawah sinar matahari atau pe
ngering yang panas. Mainan yang dipakai dapat dicuci dengan disinfektan.
8.Gunakan sarung tangan saat mengoleskan antibiotik topikal di tempat yang
terinfeksi dan cuci tangan setelah itu 2,8.

1.13 Prognosis
Secara umum prognosis dari penyakit ini adalah baik jika dilakukan pengobatan
yang teratur, meskipun dapat pula komplikasi sistemik seperti glomerulonefritis
dan lain-lain. Lesi mengalami perbaikan setelah 7-10 hari pengobatan 1,8.

B. EKTIMA

2.1 Definisi

Ektima adalah pioderma ulseratif kulit yang umumnya disebabkan


oleh Streptococcus -hemolyticus. Penyebab lainnya bisa Staphylococcus
aureus atau kombinasi dari keduanya. Menyerang epidermis dan dermis
membentuk ulkus dangkal yang ditutupi oleh krusta berlapis, biasanya terdapat
pada tungkai bawah.(1,2)

Pioderma ialah penyakit kulit yang disebabkan


oleh Staphylococcus, Streptococcus, atau oleh kedua-duanya. Faktor predisposisi

9
yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit ini adalah hygiene yang kurang,
menurunnya daya tahan tubuh, atau jika telah ada penyakit lain di kulit.(3)

Streptococcus merupakan organisme yang biasanya menyebabkan infeksi


pada ektima. Gambaran ektima mirip dengan impetigo, namun kerusakan dan daya
invasifnya pada kulit lebih dalam daripada impetigo. Infeksi diawali pada lesi yang
disebabkan karena trauma pada kulit, misalnya, ekskoriasi, varicella atau gigitan
serangga. Lesi pada ektima awalnya mirip dengan impetigo, berupa vesikel atau
pustul. Kemudian langsung ditutupi dengan krusta yang lebih keras dan tebal
daripada krusta pada impetigo, dan ketika dikerok nampak lesi punched out berupa
ulkus yang dalam dan biasanya berisi pus.(4,5)

2.2 Epidemiologi

Insiden ektima di seluruh dunia tepatnya tidak diketahui. Frekuensi


terjadinya ektima berdasarkan umur biasanya terdapat pada anak-anak dan orang
tua, tidak ada perbedaan ras dan jenis kelamin (pria dan wanita sama). Pada anak-
anak kebanyakan terjadi pada umur 6 bulan sampai 18 tahun.(1,4)

Dari hasil penelitian epidemiologi didapatkan bahwa tingkat kebersihan


dari pasien dan kondisi kehidupan sehari-harinya merupakan penyebab yang paling
terpenting untuk perbedaan angka serangan, beratnya lesi, dan dampak sistemik
yang didapatkan pada pasien ektima.(6)

Ektima merupakan penyakit kulit berupa ulkus yang paling sering terjadi
pada orang-orang yang sering bepergian (traveler). Pada suatu studi kasus di
Perancis, ditemukan bahwa dari 60 orang wisatawan, 35 orang (58%) diantaranya
mendapatkan infeksi bakteri, dimana bakteri terbanyak yang ditemukan
yaitu Staphylococcus aureusdan Streptococcus B-hemolyticus grup A yang
merupakan penyebab dari penyakit kulit impetigo dan ektima. Dari studi kasus ini
pula, ditemukan bahwa kebanyakan wisatawan yang datang dengan ektima
memiliki riwayat gigitan serangga (73%).(7,8)

2.3 Etiologi

Ektima merupakan pioderma ulseratif pada kulit yang umumnya


disebabkan olehStreptococcus -hemolyticus grup A. Status bakteriologi dari
ektima pada dasarnya mirip dengan Impetigo. Keduanya dianggap sebagai
infeksi Streptococcus, karena pada banyak kasus didapatkan kultur
murni Streptococcus pyogenes. Ini didasarkan pada

10
isolasi Streptococcus dan Staphylococcus dan dari
beberapa Staphylococcus saja. (9)

Streptococcus -hemolyticus grup A dapat menyebabkan lesi atau


menginfeksi secara sekunder lesi yang sudah ada sebelumnya. Adanya kerusakan
jaringan (seperti ekskoriasi, gigitan serangga, dermatitis) dan keadaan
imunokompromis (seperti diabetes dan neutropenia) merupakan predisposisi pada
pasien untuk timbulnya ektima. Penyebaran infeksi Streptococcus pada kulit
diperbesar oleh kondisi lingkungan yang padat dan hygiene yang buruk.(9,10)

2.4 Patofisiologi

Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama dari infeksi kulit dan


sistemik. Seperti halnya Staphylococcus aureus, Streptococcus sp. Juga terkenal
sebagai bakteri patogen untuk kulit. Streptococcus Grup A, B, C, D, dan G
merupakan bakteri patogen yang paling sering ditemukan pada manusia.
Kandungan M-protein pada bakteri ini menyebabkan bakteri ini resisten terhadap
fagositosis.(11)

Gejala sistemik dan lokal dimediasi oleh superantigens (SA). Antigen ini
bekerja dengan cara berikatan langsung pada molekul HLA-DR (Mayor
Histocompability Complex II (MHC II)) padaantigen-presenting cell tanpa adanya
proses antigen. Walaupun biasanya antigen konvensional memerlukan interaksi
dengan kelima elemen dari kompleks reseptor sel T, superantigen hanya
memerlukan interaksi dengan variabel dari pita B. Aktivasi non spesifik
dari sel T menyebabkan pelepasan masif Tumor Necrosis Factor- (TNF-
), Interleukin-1 (IL-1), dan Interleukin-6 (IL-6) dari makrofag. Sitokin
ini menyebabkangejala klinis berupa demam, ruam erythematous, hipotensi, dan ce
dera jaringan.(11,13)

Faktor host seperti immunosuppresi, terapi glukokortikoid, dan atopic


memainkan peranan penting dalam pathogenesis dari
infeksi Staphylococcus. Adanya trauma ataupun inflamasi dari jaringan (luka
bedah, luka bakar, trauma, dermatitis, benda asing) juga menjadi faktor yang
berpengaruh pada pathogenesis dari penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini. (13)

2.5 Manifestasi Klinis

Penyakit ini dimulai dengan suatu vesikel atau pustul di atas kulit yang
eritematosa, membesar dan pecah (diameter 0,5 3 cm) dan beberapa hari
kemudian terbentuk krusta tebal dan kering yang sukar dilepas dari dasarnya.

11
Biasanya terdapat kurang lebih 10 lesi yang muncul. Bila krusta terlepas, tertinggal
ulkus superficial dengan gambaran punched out appearance atau berbentuk
cawan dengan dasar merah dan tepi meninggi. Lesi cenderung menjadi sembuh
setelah beberapa minggu dan meninggalkan sikatriks. Biasanya lesi dapat
ditemukan pada daerah ekstremitas bawah, wajah dan ketiak.(1,2,12,13)

Gambar A: Lesi tipikal ektima pada ektremitas bawah

(diambil dari kepustakaan 1)

Gambar B: Tahapan ektima. Lesi dimulai sebagai sebuah pustule yang


kemudian pecah membentuk ulkus.

(diambil dari kepustakaan 1)

12
Gambar C: Ektima. Ulkus dengan krusta tebal pada tungkai pasien yang menderita
diabetes dan gagal ginjal

(diambil dari kepustakaan 13)

Gambar D: Ektima pada aksila

(diambil dari kepustakaan 14)

2.6 Diagnosis

a. Anamnesis

Pasien biasanya datang dengan keluhan luka pada anggota gerak bawah.
Pasien biasanya menderita diabetes dan orang tua yang tidak peduli dengan
kebersihan dirinya.(1)

Anamnesis ektima, antara lain:(1)

Keluhan utama. Pasien datang dengan keluhan berupa luka.


Durasi. Ektima terjadi dalam waktu yang lama akibat trauma berulang,
seperti gigitan serangga.
Lokasi. Ektima terjadi pada lokasi yang relatif sering trauma berulang,
seperti tungkai bawah.
Perkembangan lesi. Awalnya lesi berupa pustul kemudian pecah
membentuk ulkus yang tertutupi krusta
Riwayat penyakit sebelumnya. Misalnya, Diabetes melitus dapat
menyebabkan penyembuhan luka yang lama.

13
b. Pemeriksaan fisik

Effloresensi ektima berupa awalnya berupa pustul kemudian pecah membentuk


ulkus yang tertutupi krusta.(1)

Gambar D : Krusta coklat berlapis lapis pada ektima


(diambil dari kepustakaan 2)

Gambar E : Pada Lesi ektima yang diangkat krustanya akan terlihat ulkus yang
dangkal

(diambil dari kepustakaan 2)

c. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaaan penunjang yang dapat dilakukan. yaitu biopsi kulit dengan


jaringan dalam untuk pewarnaan Gram dan kultur. Selain itu, juda dapat dilakukan
pemeriksaan histopatologi(2,12).

Gambaran histopatologi didapatkan peradangan dalam yang diinfeksi kokus,


dengan infiltrasi PMN dan pembentukan abses mulai dari folikel pilosebasea. Pada
dermis, ujung pembuluh darah melebar dan terdapat sebukan sel PMN. Infiltrasi
granulomatous perivaskuler yang dalam dan superficial terjadi dengan edema
endotel. Krusta yang berat menutupi permukaan dari ulkus pada ektima.(2)

14
Gambar F: Pioderma

Neutrofil tersebar pada dasar ulserasi

(Seperti yang ditunjukkan oleh tanda panah)

(diambil dari kepustakaan 12)

2.7 Diagnosis banding

Diagnosis banding ektima, antara lain:

a. Folikulitis, didiagnosis banding dengan ektima sebab predileksi biasanya di


tungkai bawah dengan kelainan berupa papul atau pustul yang eritematosa.
Perbedaannya, pada folikulitis, di tengah papul atau pustul terdapat rambut
dan biasanya multipel. (3,4,5,13,15)

Gambar G: Folikulitis superfisialis. Pustul multiple terlihat pada daerah jenggot.

(diambil dari kepustakaan 13)

b. Impetigo krustosa, didiagnosa banding dengan ektima karena memberikan


gambaran Effloresensi yang hampir sama berupa lesi yang ditutupi krusta.
Bedanya, pada impetigo krustosa lesi biasanya lebih dangkal, krustanya
lebih mudah diangkat, dan tempat predileksinya biasanya pada wajah dan
punggung serta terdapat pada anak-anak sedangkan pada ektima lesi

15
biasanya lebih dalam berupa ulkus, krustanya lebih sulit diangkat dan
tempat predileksinya biasanya pada tungkai bawah serta bisa terdapat pada
usia dewasa muda. (3,4,5,13,15)

Gambar H: Impetigo. Eritema dan krusta pada seluruh daerah centrofacial

(diambil dari kepustakaan 13)

Gambar I: Impetigo. Terlihat erosi, krusta, dan blister ruptur

(diambil dari kepustakaan 15)

2.8 Komplikasi

Komplikasi ektima, antara lain selulitis, erisipelas, gangren, limfangitis,


limfadenitis supuratif, dan bakteremia.(16)

2.9 Penatalaksanaan

16
Penatalaksanaan ektima, antara lain:

a. Nonfarmakologi

Pengobatan ektima tanpa obat dapat berupa mandi menggunakan sabun


antibakteri dan sering mengganti seprei, handuk, dan pakaian. (1,10,13,16,17,18)

b. Farmakologi

Pengobatan farmakologi bertujuan mengurangi morbiditas dan mencegah


komplikasi (1,10,13,16,17,18)

Sistemik

Pengobatan sistemik digunakan jika infeksinya luas. Pengobatan sistemik


dibagi menjadi pengoatan lini pertama dan pengobatan lini kedua.
(1,10,13,16,17,18)

1. Pengobatan lini pertama (golongan Penisilin)

Dewasa: Dikloksasilin 4 x 250 - 500 mg selama 5 - 7 hari.


Anak : 5 - 15 mg/kgBB/dosis, 3 - 4 kali/hari.
Amoksisilin + Asam klavulanat 3 x 25 mg/kgBB
Sefaleksin 40 - 50 mg/kgBB/hari selama 10 hari

2. Pengobatan lini kedua (golongan Makrolid)

Azitromisin 1 x 500 mg, kemudian 1 x 250 mg selama 4 hari


Klindamisin 15 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis selama 10 hari
Dewasa: Eritomisin 4 x 250 - 500 mg selama 5 - 7 hari.
Anak : 12,5 - 50 mg/kgBB/dosis, 4 kali/hari.

Topikal

Pengobatan topikal digunakan jika infeksi terlokalisir, tetapi jika luas maka
digunakan pengobatan sistemik. Neomisin, Asam fusidat 2%, Mupirosin, dan
Basitrasin merupakan antibiotik yang dapat digunakan secara
topikal. (1,10,13,16,17,18)

Neomisin merupakan obat topikal yang stabil dan efektif yang tidak digunakan
secara sistemik, yang menyebabkan reaksi kulit minimal, dan memiliki angka
resistensi bakteri yang rendah sehingga menjadi terapi antibiotik lokal yang valid.
Neomisin dapat larut dalam air dan memiliki kestabilan terhadap perubahan suhu.
Neomisin memiliki efek bakterisidal secara in vitro yang bekerja spektrum luas
gram negatif dan gram positif. Efek samping neomisin berupa kerusakan ginjal dan

17
ketulian timbul pada pemberian secara parenteral sehingga saat ini penggunaannya
secara topical dan oral. (1,10,13,16,17,18)

Edukasi

Memberi pengertian kepada pasien tentang pentingnya menjaga kebersihan


badan dan lingkungan untuk mencegah timbulnya dan penularan penyakit kulit.
(1,10,13,16,17,18)

2.10 Prognosis

Ektima sembuh secara perlahan, tetapi biasanya meninggalkan jaringan


parut (skar).(16)

2.11 Pencegahan

Pada daerah tropis, perhatikan kebersihan dan gunakan lotion antiserangga


untuk mencegah gigitan serangga.(16)

C. FOLIKULITIS

3.1 Definisi

Folikulitis adalah peradangan pada selubung akar rambut atau folikel


rambut, yang umumnya di sebabkan oleh bakteri gram positif staphylococcus
aureus.

Berdasarkan lokasinya dalam jaringan, kulit folikulitis folikulitis terbagi


atas 2 jenis yaitu :

a) Folikulitis superfisialis
Folikulitis Superfisialis adalah radang folikel rambut dengan pustul
berdinding tipis pada orifisium folikel yang terbatas pada epidermis.

b) Folikulitis Profunda
Folikulitis Profunda adalah radang folikel rambut dengan pustul
perifolikular kronik yang di tandai dengan adanya papul, pustul dan sering
terjadi rekurensi, merupakan folikulitis piogenik dengn infeksi yang meluas
kedalam folikel rambut sampai subkutan.(1, 2)

18
3.2 Epidemiolgi

Folikulitis dapat mengenai semua umur, tetapi lebih sering di jumpai pada
anak anak dan folikulitis juga tidak di pengaruhi oleh jenis kelamin. Jadi pria dan
wanita memiliki angka resiko yang sama untuk terkena folikulitis, dan folkulitis
lebih sering timbul pada daerah panas atau beriklim tropis. (1, 2, 3)

3.3 Patofisiologi

Setiap rambut tumbuh dari folikel, yang merupakan suatu kantung kecil di
bawah kulit. Selain menutupi seluruh kulit kepala, folikel juga terdapat pada
seluruh tubuh kecuali pada telapak tangan, telapak kaki dan membrane mukosa
bibir. Folikulitis bisa di sebabkan oleh karena minyak ataupun pelumas dan
keringat berlebihan yang menutupi dan menyumbat saluran folikel rambut. Bisa
juga di sebabkan oleh gesekan saat bercukur atau gesekan pakaian pada folikel
rambut maupun trauma atau luka pada kulit. Hal ini merupakan port de entry dari
berbagai mikroorganisme terutama staphylococcus aureus sebagai penyebab
folikulitis. Kebersihan yang kurang dan higiene yang buruk menjadi faktor pemicu
dari timbulnya folikulitis, sedangkan keadaan lelah, kurang gizi dan Diabetes
melitus merupan faktor yang mempercepat atau memperberat folikulitis ini. (1, 2, 3)

3.4 Manifestasi Klinis

Secara umum folikulitis menimmbulkan rasa gatal seperti terbakar pada


daerah rambut. Gejala konstitusional yang sedang juga dapat muncul pada
folikulitis seperti badan panas, malaise dan mual. Pada folikulitis superfisialis
gambaran klinisnya di tandai dengan timbulnya rasa gatal dan agak nyeri, tetapi
biasanya tidak terlalu menyakitkan hanya seperti gigitan serangga, tergores atau
akibat garukan dan trauma kulit lainnya. Kelainan di kulitnya dapat berupa papul
atau pustul yang erimatosa yang dan di tengahnya terdapat rambut dan biasanya
multiple serta adanya krusta di sekitar daerah inflamasi. Tempat predileksi biasanya
pada tungkai bawah. Folikulitis superfisialis ini dapat sembuh sendiri setelah
beberapa hari tanpa meninggalkan jaringan parut. Pada folikulitis profunda
gambaran klinisnya hampir sama seperti folikulitis superfisialis. Folikulitis
profunda ini terasa sangat gatal yang di sertai rasa terbakar serta teraba infiltrat di
subkutan yang akhirnya dapat meninggalkan jaringan parut apabila taelah sembuh.
(1, 2, 4, 6, 7, 8)

3.5 Diagnosis

19
Diagnosa di tegakkan berdasarkan anamnesa, gambaran klinis, pemeriksaan
bakteriologis dari sekret lesi dan kalau mendukung bisa dilakukan pemeriksaan
histopatologi. Ditemukan sel-sel radang pada pemeriksaan histopatologi.

3.6 Diagnosa banding

Diagnosa banding dari folikulitis adalah :

1. Tinea Barbae.(1)
2. Acne Vulgaris. (2)
3. Kertosis Piliaris. (7)

3.7 Penatalaksanaan

Folikulitis kadang dapat sembuh sendiri setelah dua atau tiga hari, tetapi
pada beberapa kasus yang persisten dan rekuren perlu penanganan.

1. Umum
Cukup dengan menjaga kebersihan diri terutama kulit, menghindari
garukan dan faktor pencetus seperti gesekan pakaian atau mencukur dan
luka atau trauma.

2. Khusus, terbagi 2 yaitu secara tropikal dan secara sistemik :


Topikal, dapat di berikan antibiotik misalnya (2) :
1. Kemicetin salap 2 %
2. Kompres PK 1/ 5000 solusio sodium chloride 0,9 %( jika
ada eksudasi)
3. Salep natrium fusidat.

Sistemik, dapat diberikan : (1)


Antibiotik (umumnya di berikan 7 10 hari) misalnya :

1. Penisilin dan semisintetiknya.


a. Penisilin G prokain injeksi 0,6 1,2 juta IU, IM
selama 7 14 hari, 1 2 kali/ hari.
b. Ampisilin 250 500 mg/ dosis, 4 kali/ hari
c. Amoksisilin, 250 500 mg/ dosis, 3 kali/ hari
d. Kloksasilin ( untuk staphylococcus yang kebal
penisilin), dosis 250 500 mg, 4 kali / hari.
e. Dikloksasilin ( untuk staphylococcus yang kebal
penisilin), dosis 125 250 mg, 3 -4 kali/ hari.

20
2. Eritromisin 250 500 mg 3 4 kali/ hari(dewasa) dan
12, 5 25 mg/kbBB/ dosis 3 4 kali/ hari(anak).
3. Klindamisin 150 300 mg 3 4 kali/ hari (dewasa) dan
8 20 mg/ kgBB/ dosis 3- 4 ksli/ hsri(anak).(1, 6, 7, 8)
Penggunaan antiseptik dapat di berikan sebagai terapi tambahan
( misalnya : Chlorhexidine) tetapi jangan di gunakan tanpa pemberian
antibiotik sistemik. Dianjurkan pemberian antibiotik sistemik dengan
harapan dapat mencegah terjadinya infeksi kronik.

3.8 Prognosis

Prognosa penyakit folikulitis ini adalah Baik.

21
D. FURUNKEL DAN KARBUNKEL
Furunkel awalnya muncul sebagai sebuah folikel nodul inflamasi yang kecil
yang lalu berubah menjadi pustul dan menjadi nekrosis dan sembuh ketika pus
jaringan nekrosis tadi meninggalkan bekas luka yang permanen. Furunkel biasanya
muncul dengan lesi yang keras, merah dan meluas dan nyeri yang akan berkurang
ketika lesi pecah. Nekrosis biasa muncul dalam 2 hari atau 2-3 minggu. Gejala
yang ditimbulkan tetap dan pada kasus akut dan lesi yang lebih luas biasa
didapatkan adanya nyeri yang berdenyut. Lesi pada hidung atau lubang telinga luar
dapat menyebabkan nyeri yang sangat hebat. Lesinya bisa saja hanya satu atau
lebih dan biasanya muncul bersamaan dan berkumpul. Biasanya, demam juga akan
muncul dan beberapa gejala. Pyaemia dan septikemia terjadi pada pasien dengan
malnutrisi. Pada bibir bagian atas dan pipi, trombosis sinus cavernosa jarang terjadi
dan merupakan komplikasi yang berbahaya. Tempat muncul biasanya ada pada
wajah, leher, lengan, jari-jari tangan, pantat dan sekitar alat genitalia. Beberapa
penyakit sistemik bias menyebabkan furunkulosis seperti kecanduan alcohol,
malnutrisi, diskrasia darah, disfungsi neutrophil, iatrojenik, diabetes dan AIDS.
gejala sistemik biasanya jarang terjadi. (rook hal 30.24/bolognia 1077/Andrew
257/)
Karbunkel sendiri memiliki lesi yang lebih luas dengan dasar yang lebih
dalam, dengan lesi yang nyeri pada leher, punggung atau paha. Demam dan malaise
biasa ditemukan pada pasien dan terlihat sangat kesakitan. Area yang terkena
terlihat merah, dan pustul multipel segera muncul pada permukaan, dan basah
sekitar pada folikel rambut. Lesi yang nampak berwarna agak kuning-keabu-abuan
dengan tengah irregular yang akan sembuh setelah bergranulasi, walaupun area
yang terkena akan meninggalkan bekas yang dalam waktu yang lumayan lama.
Luka permanen bisanya akan muncul pada beberapa kasus. Karbunkel biasanya

22
muncul pada kulit dengan lapisan tebal. Lesi biasanya muncul di punggung, bahu,
pinggul dan paha. Di kasus tertentu, kematian bias saja terjadi karena toxaemia atau
infeksi metastatic. Karbunkel butuh waktu yang lebih lama untuk sembuh dan akan
selalu meninggalkan bekas luka. Gejala sistemik selalu ada.
(Fitzpatrick 3037, rook 30.25/bolognia 1077-1078)

4.1. Pemeriksaan klinis dan efloresensi


Furunkel awalnya muncul sebagai sebuah folikel nodul inflamasi yang kecil
yang lalu berubah menjadi pustul dan menjadi nekrosis dan sembuh ketika pus
jaringan nekrosis tadi meninggalkan bekas luka yang permanen. Nekrosis biasa
muncul dalam 2 hari atau 2-3 minggu. Tambahan, variasi sistemik factor yang
menyebabkan furunkulosis seperti obesitas, dikrasia darah, penruunan fungsi
neutrophil (high level of IgE), sedang dalam pengobaan glukokortikoid, dan
defisiensi immunoglobulin. Proses penyembuhan lebih lama terjadi pada pasien
dengan diabetes.
(rook 30.24/ fitz 3036)

Gambar 2. Furunkel pada bibir bagian atas1

Karbunkel sendiri memiliki lesi yang lebih luas dengan dasar yang lebih
dalam, dengan lesi yang nyeri pada leher, punggung atau paha. Demam dan lemah
biasa ditemukan pada pasien dan terlihat sangat sakit. Area yang terkena terlihat
merah, dan pustul multipel segera muncul pada permukaan, dan basah sekitar pada
folikel rambut. Lesi yang nampak berwarna agak kuning-keabu-abuan dengan
tengah irregular yang akan sembuh setelah bergranulasi, walaupun area yang
terkena akan meninggalkan bekas yang dalam waktu yang lumayan lama.
Karbunkel terjadi umumnya pada laki-laki, mereka mungkin terlihat sehat tapi
umumnya mereka menderita diabetes, malnutrisi, gagal jantung, ketergantungan
obat-obatan dan penyakit kulit yang parah seperti dermatitis exfoliate atau
pemvigus atau sedang dalam masa pengobatan kortikosteroid.
(fitz 3037/rook 30.24)

23
Gambar 3. Karbunkel. Lesi ini menampakkan multipel furunkel yang berkumpul
dan mengeluarkan pus (fitz 3038)

4.2. Pemeriksaan Penunjang


Furunkel dan karbunkel yang parah biasanya disertai dengan leukositosis. S
aureus hampir selalu menjadi penyebab utama di beberapa daerah. Pemeriksaan
histologi pada furunkel menunjukkan proses inflamasi polimorfonuklear di dermis
dan jaringan lemak subkutaneus. Pada karbunkel, multipel abses, terpisah oleh
jaringan ikat trabekula, infiltrat pada dermis melewati ujung dari folikel rambut,
mencapai permukaan melalui jaringan epidermis yang terbuka. Diagnosis dibuat
berdasarkan gejala klinis yang terlihat. Pewarnaan gram pada pus, rantai kokus
gram-positif, atau isolasi S. aureus untuk konfirmasi diagnosis. (fitz 3038/
Medscape)

a. Pewarnaan gram dan kultur bakteri sangat baik untuk dilakukan dengan
mengambil lesi dengan pisau 15 lalu diletakkan ke gelas dan kapas swas
steril. Di ebberapa kasus tertentu, pewarnaan gram menunjukkan hasil gram
kokkus positif, dan S.aureus yang tumbuh pada media kultur. (medscape)
b. Secara histologi, hamper semua penyakit dengan radang folikel memiliki
kesamaan yaitu menunjukkan infiltratsel inflamasi pada ostium follicular
dan bagian atas pada folikel. Pada kasus umum, inflamasi terdiri dari
neutrophil dan menjadi lebih kompleks dengan adanya limfosit dan
makrofag. (Medscape)

24
Gambar 4. Histologi pada furunkel.1
4.3 Diagnosis
Lesi dengan pustul harus selalu dibedakan. Furunkel adalah nodul dengan
dasar yang lebih dalam, dan berbeda dengan lesi superfisial pada folikulitis
staphylococcus. Vesikopustul pada herpes simplex muncul secara terus menerus
dalam jumlah yang besar. Pustul pada akne adalah satu tipe lesi pada sindrom
polimorfik. Mereka biasanya disertai dengan papul dan komedo dan biasanya
muncul pada daerah wajah dan badan. Pustul juga bisa muncul pada erupsi
halogen, biasanya simetris dan cepat. Nodul dan abses umumnya muncul di daerah
axilla dan perineum pada hidradenitis. Tunggal atau multipel, luas, nodul dengan
pus pada kulit yang terekspose dapat meningkatkan kejadian myiasis.

4.5 Diagnosis Banding


Mendiagnosis furunkel dan karbunkel jarang ditemukan adanya kendala.
Furunkel dan karbunkel timbul secara mendadak dan gejala sistemik biasanya
jarang, kalau ada, ringan.3 Tabel di bawah ini menyajikan diagnosis banding
furunkel dan kabunkel serta karakteristiknya yang dapat membedakannya dari
furunkel dan karbunkel.1
a. Hidradenitis Supuratif

Hidradenitis adalah infeksi kelenjar apokrin, biasanya oleh Staphylococcus


aureus. Infeksi terjadi pada kelenjar apokrin, karena itu terdapat pada usia sesudah
akil balik sampai dewasa muda. Sering didahului oleh trauma/microtrauma,
misalnya banyak keringat, pemakaian deodoran atau rambut ketiak digunting.3

Penyakit ini disertai gejala kosntitusi: demam, malese. Ruam berupa nodus
dengan kelima tanda radang akut. Kemudian dapat melunak menjadi abses, dan
memecah membentuk fistel dan disebut hidradenitis supurativa. Pada yang

25
menahun dapat terbentuk abses, fistel, dan sinus yang multipel. Terbanyak
berlokasi di ketiak, juga di perineum, jadi tempat-tempat yang banyak kelenjar
apokrin. Terdapat leukositosis.5

b. Kista Epidermal

Kista epidermoid, juga dikenal sebagai jenis folikuler cystin fundibular, kista
keratin, epidermal kista, epidermal inklusi kista, atau kista epitel, merupakan epitel
berlapis kista keratin penuh. Istilah sebaceous kista adalah keliru dan harus
dihindari, karena kista ini tidak melibatkan kelenjar sebasea, juga tidak
mengandung sebum.1
kista epidermoid adalah kulit klasik dengan punctum sentral. Lesi tidak
terkait dengan trauma biasanya terletak di dada bagian atas, punggung atas, leher,
atau kepala. Lesi traumatik yang lebih umum pada telapak tangan, telapak kaki,
atau bokong. Lesi ini dapat kulit berwarna, kuning, atau putih. Kista biasanya
tumbuh lambat dan tanpa gejala, meskipun pecah umum.1

c. Akne Konglobata

Akne konglobata merupakan bentuk yang jarang namun akne yang parah
paling sering ditemukan pada laki-laki dewasa yang tidak atau sedikit kesal
sistemik. Lesi biasanya terjadi pada badan dan tungkai atas dan sering meluas ke
bokong. Berbeda dengan jerawat biasa, lesi wajah yang tidak umum. Akne
konglobata ditandai dengan beberapa papula inflamasi, nodul lembut dan abses
yang biasa bergabung membentuk menguras sinus.6

Bentuk jerawat parah nodular yang paling umum pada laki-laki remaja, tetapi
bisa terjadi pada kedua jenis kelamin dan menjadi dewasa. Akne konglobata
(membulat berarti berbentuk massa bulat atau bola) adalah campuran dari komedo,
papula, pustula, nodul, abses, dan bekas luka. Hal ini dapat di belakang, pantat,
dada, dan, pada tingkat lebih rendah, pada bagian perut, bahu, leher, wajah, lengan
atas, dan paha. Komedo sering memiliki beberapa bukaan. Lesi inflamasi besar,
lembut, dan gelap berwarna, berbau busuk serosa, purulen, atau bahan berlendir.1

d. Kerion

Kerion adalah reaksi peradangan yang berat pada tinea kapitis, berupa
pembengkakan yang menyerupai sarang lebah dengan sebukan sel radang yang
padat di sekitarnya. Bila penyebabnya Microsporum canis, canis dan Microsporum
gypseum, pembentukan kerion ini lebih sering dilihat, agak kurang bila
penyebabnya adalah Trichophyton violaceum. Kelainan ini dapat menimbulkan
jaringan parut dan berakibat allopesia yang menetap. Jaringan parut yang menonjol
kadang-kadang dapat terbentuk.3

26
Kerion merupakan tinea kapitis yang disertai dengan reaksi peradangan yang
hebat. Lesi berupa pembengkakan menyerupai sarang lebah, dengan serbukan sel
radang di sekitanya. Kelainan ini menimbukan jaringan parut yang menetap.
Biasanya disebabkan jamur zoofilik dan geofilik.

Tabel 1. Diferensial Diagnosis 1


Kondisi Karakteristik yang
membedakan
Hidradenitis Supuratif

Penyakit ini ditandai abses steril


dan berulang. Ruam berupa
nodus dengan tanda radang akut.

Kista Epidermal

Lesi ini halus, tegas, berbentuk


kubah, 0.5- untuk 5-cm nodul
atau tumor; mereka tidak
memiliki punctum sentral terlihat
dalam kista epidermoid.

Akne Conglobata

Nodul nodul merah hitam

27
Kerion

Lesi dimulai dari bentuk


postular folikulitis sampai
bentuk keron.

E. ERITRASMA

5.1 Definisi

Definisi eritrasma saat ini adalah penyakit bakteri kronik pada stratum
korneum yang disebabkan oleh satu grup bakteri coryneform aerob, yang
dikenal dengan nama Corynebacterium minutissimum. 6

Corynebacterium minutissimum merupakan bakteri Gram positif,


aerob , tidak bergerak, tidak tahan asam. Morfologi berbentuk irregular,dapat
berbentuk batang lurus atau bengkok. Sering ada pembengkakan menyerupai
gada. Sel-sel tersusun sebagai pagar (palisade) dengan bagian-bagian yang
belang pada pewarnaan, kadang-kadang bergranula. Spesies ini juga
menghasilkan enzim katalase dan untuk spesies pathogen menghasilkan
eksotoksin, tidak mempunyai spora.2

Corynebacterium termasuk dalam flora normal. Berkembang biak


dengan baik dalam darah pada suhu 35-370C, membentuk koloni berukuran 1-
1,5 mm dengan diameter melebihi 24-48 h. Bakteri ini juga bisa
dikembangbiakkan dari contoh kulit yang terinfeksi.2

5.2 Epidemiologi

Epidemiologi dari eritrasma belum banyak diuraikan. 6 Insidens


eritrasma dilaporkan sekitar 4% di dunia. 11. Penyakit ini bersifat universal,
namun lebih banyak terlihat di daerah tropik.1

Usia. Lebih banyak pada dewasa muda4. Namun penyakit ini dapat
menyerang semua usia, pasien termuda yang perna dilaporkan menderita
eritrasma adalah anak usia 1 th. 8

28
Jenis kelamin. Frekuensinya sama pada pria dan wanita 4. Namun,
eritrasma pada regio kruris lebih banyak ditemukan pada pria. Studi pada th
2008 menemukan bahwa eritrasma interdigitalis lebih umum terjadi pada
wanita (83% dari 24 pasien)14

Bangsa/ras. Orang-orang yang banyak keringat, kegemukan, peminum


alkohol dan debilitas lebih sering terkena penyakit Pada ras kulit hitam lebih
banyak daripada kulit puth8
Daerah/musim. Daerah beriklim panas lebih sering terkena daripada
daerah dingin. 4
Kebersihan/hygiene. Higiene buruk berperan penting dalam
menimbulkan
penyakit. 4
Lingkungan. Panas dan lembab mempermudah timbulnya penyakit. 4

5.3 Patofisiologi

Corynebacterium minutissimum menginvasi tiga lapisan teratas dari


stratum korneum: kondisi panas dan lembab mempermudah proses proliferasi
yang terjadi. Stratum korneum menjadi semakin menipis. Corynebacterium
minutissimum menempati ruang-ruang interselular seperti layaknya sel,
menghancurkan keratin fibrils. Floresensi merah bata yang terlihat di bawah
sinar Wood merupakan hasil dari pembentukan porfirin oleh bakteri ini 12

Gambar 1. Terlihat gambaran hyperkeratosis, parakeratosis, akantosis, serta


pelebaran ujung-ujung pembuluh darah dan sebukan sel-sel polinuklear 4

Sumber: http://www.dermpathdiagnostics.com/assets/Erythrasma.pdf

Faktor predisposisi untuk erythrasma antara lain:8

29
* Keringat berlebihan / hiperhidrosis

* Barrier kulit yang terlalu tipis

* Obesitas

* Diabetes mellitus

* Iklim hangat

* Higiene yang buruk

* Usia lanjut

* Status imun yang menurun

5.4 Pemeriksaan fisik

Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan:


Dimulai dengan daerah eritema miliar, selanjutnya meluas ke seluruh region,
menjadi merah, teraba panas seperti kena cabai.4

Sering ditemukan di daerah dimana kulit bersentuhan dengan kulit,


misalnya di bawah payudara dan ketiak, sela-sela jari kaki dan daerah kelamin
(terutama pada pria, dimana kantung zakar menyentuh paha). 9

Tempat predileksi biasanya menyerang daerah-daerah yang banyak


keringat4 dan di daerah intertriginosa, yaitu: ketiak, lipat paha, dan daerah di
bawah payudara.3 Namun demikian, tempat yang paling sering diserang
organisme ini adalah daerah sela-sela jari kaki yang memberikan penampakan
seperti skuama yang mengalami maserasi, mirip dengan yang disebabkan oleh
infeksi jamur.3 Pada tempat-tempat yang lain organisme tersebut menimbulkan
daerah-daerah dengan tepi coklat, skuama yang tipis, dan berpermukaan seperti
sekam (gambar2)3

30
Gambar 2: Eritrasma pada aksila

Sumber: Graham Robin,Burns Tony.Lecture Notes Dermatologi, edisi


ke-8.Jakarta: Erlangga,2005: 22.

Lesi kulit dapat berukuran sebesar miliar sampai plakat. Lesi


eritroskuamosa, berskuama halus kadang-kadang dapat terlihat merah kecoklat-
coklatan. Variasi ini rupanya bergantung pada area lesi dan warna kulit
penderita. 1

Kadang-kadang berlokasi di daerah intertriginosa lain terutama pada


penderita gemuk. Perluasan lesi terlihat pada pinggir yang eritematosa dan
serpiginosa. Lesi tidak menimbul dan tidak terlihat vesikulasi. Skuama kering
yang halus menutupi lesi dan pada perabaan terasa berlemak.1

Beberapa penulis beranggapan ada hubungan erat antara eritrasma dan


diabetes melitus. Penyakit ini terutama menyerang pria dewasa dan dianggap
tidak begitu menular, berdasarkan observasi pada pasangan suami isteri yang
biasanya tidak terserang penyakit tersebut secara bersama-sama. Eritrasma
tidak menimbulkan keluhan subjektif, kecuali bila terjadi ekzematisasi oleh
karena penderita berkeringat banyak atau terjadi maserasi pada kulit.1

31
Infeksi menyebabkan terbentuknya bercak-bercak pink dengan bentuk
yang tidak beraturan, yang kemudian akan berubah menjadi sisik-sisik halus
berwarna coklat. Bisa timbul rasa gatal yang sifatnya ringan. 9

Pemeriksaan penunjang terdiri atas pemeriksaan dengan lampu Wood dan sediaan
langsung.

1. Pada pemeriksaan dengan lampu Wood, lesi terlihat berfluoresensi


merah membara (coral red).
Pemeriksaan dengan lampu Wood adalah prosedur pemeriksaan non
invasive, dilakukan dengan menyinari seluruh daerah lesi dengan sinar
ultraviolet. Pada eritrasma terlihat floresensi merah bata terang (a bright
coral-red fluorescence )10 yang disebabkan adaya porfirin yang diproduksi
oleh kuman.16

Gambar 3: florosensi merah membara

Sumber: http://www.aocd.org/skin/dermatologic_diseases/erythrasma.html

2. Sediaan langsung kerokan kulit dengan pewarnaan Gram, tampak batang


Gram positif

Bahan untuk sediaan langsung dengan cara mengerok. Lesi dikerok


dengan scalpel tumpul atau pinggir gelas objek. Bahan kerokan kulit
ditambah satu tetes eter, dibiarkan menguap. Bahan tersebut yang lemaknya
sudah dilarutkan dan kering ditambah biru metilen atau biru laktofenol,
ditutup dengan gelas penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan
pembesaran 10 x 100. Bila sudah ditambah biru laktofenol, susunan benang
halus belum terlihat nyata, sediaan dapat dipanaskan sebentar di atas api
kecil dan gelas penutup ditekan, sehingga preparat menjadi tipis.1

32
Organisme terlihat sebagai batang pendek halus, bercabang,
berdiameter, 1 u atau kurang, yang mudah putus sebagai bentuk basil kecil
atau difteroid. Pemeriksaan harus teliti untuk melihat bentuk akhir ini. 1

Gambar 4. Corynebacterium minutissimum

Sumber: en.wikipedia.org

3.Kultur bakteri dari daerah lesi.

Kultur biasanya tidak diperlukan.1

5.5 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala-gejalanya, dan


didukung pemeriksaan penunjang.5
Pada anamnesis didapatkan riwayat:
[Type4 a quote from the document or the
bercak merah yang meluas, teraba panas seperti kena cabai.
summary of an interesting point. You can
Gatal ringan (asimptomatik)9 position the text box anywhere in the
Terbentuknya bercak-bercak pink dengan bentuk document. yang tidak
Use the Text Box Tools tab to
beraturan, yang kemudian akan berubah menjadi sisik-sisik halus
change the formatting of the pull quote
berwarna coklat.9 text box.]
Pada beberapa penderita, didapatkan infeksi yang menyebar ke
batang tubuh dan daerah anus.9

Pada pemeriksaan kulit ditemukan:

33
Lokasi: lipat paha bagian dalam sampai skrotum, aksila, dan
intergluteal.4
Eflorosensi/sifat-sifatnya: eritema luas berbatas tegas, dengan
skuama halus dan terkadang erosif 4

Gambar 5: efloresensi pada eritrasma


Sumber: http://dermis.net

5.6 Diagnosis banding

Kelainan kulit kronik, non-inflamasi pada daerah intertriginosa, yang


berwarna merah kecoklatan, dilapisi skuama halus merupakan tanda eritrasma.1.
Kulit yang terdapat lesi juga menjadi mengkerut dan terlihat gambaran
likenifikasi 8. Pemeriksaan dengan lampu Wood dan sediaan langsung KOH
dapat menentukan diagnosis1. Pitiriasis versikolor, tinea kruris, kandidiasis
kutis intertriginosa, dermatitis seboroik, dermatitis kontak merupakan beberapa
penyakit yang dapat dijadikan diagnosis banding untuk eritrasma 1,4,8

34
Gambar 6: eritrasma dengan likenifikasi

Sumber: http://0.tqn.com/d/dermatology/1/0/q/8/erythrasma.jpg

Pitiriasis versikolor adalah penyakit yang paling sering dibandingkan


dengan eritrasma2. Namun pitiriasis versikolor biasanya tidak terbatas pada
daerah intertriginosa1, umumnya menyerang tubuh bagian atas dan masing
masing lesi umumnya berukuran kecil (tidak seluas eritrasma) dan tidak
terdapat eritem2.

Gambaran klinis Pitiriasis versikolor:17

1. Gatal bila berkeringat

2. Lokasi lesi pada umumnya terdapat pada badan (dada,


punggung), leher, lengan atas, selangkang, bisa ditemukan di
daerah lain termasuk muka.

3. Terdapat 3 bentuk lesi:

a. Makular: soliter dan biasanya saling bertemu


(koalesen) dan tertutup skuama.

b. Papuler: bulat kecil-kecil perifolikuler, sekitar folikel


rambut dan tertutup skuama

c. Campuran lesi makular dan papular.

4. Warna lesi bervariasi: putih (lesi dini), kemerahan, dan


coklat (lesi lama). Bentuk kronis sksn didapatkan bermacam
warna.

35
5. Selesai terapi biasanya didapatkan depigmentasi residual
tanpa skuama di atasnya yang akan menetap dalam beberapa
bulan sebelum kemudian normal.

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan hasil sebagi berikut:

1. Larutan KOH 20%, hasil positif bila terlihat hifa pendek,


lurus, bengkok (seperti huruf I,v,j) dan segerombolan spora
budding yeast yang berbentuk bulat mirip seperti spaghetti
eith meatballs.Hasil negative: bila tidak ada lagi hifa,maka
bukan Pitiriasis versikolor walaupun ada spora.

2. Lampu Wood, hasilnya positif apabila terlihat fuoresensi


berwarna kuning emas pada lesi tersebut.

Gambar7 Ptitriasis versikolor

Sumber: www.health-res.com

Tinea kruris adalah infeksi jamur dermatofita pada daerah kruris dan
sekitarnya. Efloresensi berupa makula eritematosa nummular samai geografis,
berbatas tegas dengan tepi lebih aktif terdiri dari papula atau pustule. Bila
kronik macula menjadi hiperpigmentasi dengan skuama di atasnya. 4. Gejala
subjektif berupa rasa gatal hebat, semakin hebat bila berkeringat. 4

36
Gambar8 . Tinea cruris

Sumber: http://dermatoblog.wordpress.com/2009/02/04/tinea-cruris-dermatofitia-
inghinala/

Kandidiasis kutis intertriginosa berlokasi daerah lipatan kulit, terutama


ketiak, bagian bawah payudara, bagian pusat, lipat bokong, selangkangan, dan sela
antar jari; dapat juga mengenai daerah belakang telinga, lipatan kulit perut, dan
glans penis (balanopostitis). Pada sela jari tangan biasanya antara jari ketiga dan
keempat, pada sela jari kaki antara jari keempat dan kelima, keluhan gatal yang
hebat, kadang-kadang disertai rasa panas seperti terbakar.9

Gambar 9: Kandidiasis kutis intertriginosa

Sumber: http://www.klikdokter.com/medisaz/read/2010/07/05/136/kandidosis

Lesi pada penyakit yang akut mula-mula kecil berupa bercak yang berbatas
tegas, bersisik, basah, dan kemerahan. Kemudian meluas, berupa lenting-lenting
yang dapat berisi nanah berdinding tipis, ukuran 2-4 mm, bercak kemerahan, batas
tegas, Pada bagian tepi kadang-kadang tampak papul dan skuama. Lesi tersebut

37
dikelilingi oleh lenting-lenting atau papul di sekitarnya berisi nanah yang bila
pecah meninggalkan daerah yang luka, dengan pinggir yang kasar dan berkembang
seperti lesi utama. Kulit sela jari tampak merah atau terkelupas, dan terjadi lecet.
Pada bentuk yang kronik, kulit sela jari menebal dan berwarna putih. 9

Dermatitis seboroik, Gambaran klinik yang khas untuk dermatitis seboroik


ialah skuama yang berminyak dan kekuningan dan berlokasi di daerah-daerah
seboroik1. Floresensi berupa makula atau plakat, folikular, perifolikular atau papul,
kemerahan atau kekuningan dengan derajat ringan sampai berat, inflamasi, skuama
dan krusta tipis sampai tebal yang kering, basah atau berminyak17.

Gambar 10: dermatitis seboroik pada wajah

Sumber: Barakbah jusuf, dkk. Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin. Surabaya:
Airlangga University Press,2008: 80, 112-4

Predileksi dermatitis seboroik antara lain di kulit kepala, supraorbital,


liang telinga luar, lipatan nasolabial, daerah sterna, areola mamae, lipatan di
bawah mamae pada wanita, interskapular, umbilikus, lipat paha, dan daerah
anogenital 1.

Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan terpaparnya kulit


dengan bahan dan luar yang bersifat iritan atau alergen. Kelainan yang terjadi
dapat berupa dermatitis akut, subakut, dan kronik. Lesi yang akut berupa lesi
yang polimorf yaitu tampak macula yang eritematous, batas tidak jelas dan
diatas makula yang eritematous terdapat papula, vesikula, bula yang bila pecah
menjadi lesi yang eksudatif. Bentuk yang kronik gambarannya lebih sederhana
berupa makula hiperpigmentasi disertai likenifikasi dan ekskoriasi.

38
Gambar 11: dermatitis kontak

Sumber: http://sehat-enak.blogspot.com/2010/02/dermatitis-kontak.html

5.7 Penatalaksanaan

Tujuan farmakoterapi untuk eritrasma adalah untuk mengurangi


morbiditas, untuk menghilangkan infeksi dan mencegah komplikasi.8

1. Obat topikal
a. Salap tetrasiklin 3% juga bermanfaat. Demikian pula obat anti
jamur yang baru yang berspektrum luas. Hanya pengobatan
topikal memerlukan lebih ketekunan dan kepatuhan penderita.1
b. Asam fusidat 2% merupakan anti bakteri topikal yang
menghambat sintesa protein bakteri, sehingga menyebabkan
kematian bakteri.12

c. Asam benzoat 6%, asam salisilat 3% (Salap Whitfield)


untuk mengatasi infeksi dan radang yang berkaitan dengan
eritrasma, diaplikasikan pada daerah yang terinfeksi selama 1
bulan.12
d. Mikonazol krim 2%, sesuai untuk digunakan di daerah
intertriginosa, dioles tipis untuk mencegah efek maserasi,
digunakan dalam 2minggu.12
e. Salap framicetin sulfat 1%6
f. Sabun anti bakteri dapat mencegah berulangnya penyakit ini6

2. Anti infeksi

39
a. Eritromisin merupakan obat pilihan utama. Satu gram sehari
(4x250mg) untuk 2-3minggu.1. Eritromisin merupakan obat
pilihan untuk menghambat pertumbuhan bakteri, kemungkinan
dengan menghambat disosiasi peptidil t-RNA dari ribosom,
menyebabkan sintesa protein menjadi terganggu. Pada anak-
anak, berat badan umur, dan tingkat keparahan infeksi
menentukan dosis yang tepat. Untuk infeksi yang lebih berat,
dosis ganda. 12

Gambar 12: struktur kimia eritromisin

Sumber: Gunawan sulistia. Farmakologi dan terapi. Edisi ke-5. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI 2000:723-5

40
Gambar 13: Posologi eritromisin

Sumber: Gunawan sulistia. Farmakologi dan terapi. Edisi ke-5. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI 2000:723-5

Gambar 14: Tabel penggunaan klinik eritromisin

Sumber: Gunawan sulistia. Farmakologi dan terapi. Edisi ke-5. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI 2000:723-5

Klaritromisin juga digunakan untuk indikasi yang sama


seperti eritromisin. Cara kerjanya dengan menghambat
pertumbuhan bakteri, kemungkinan dengan menghambat
disosiasi peptidil t-RNA dari ribosom, menyebabkan sintesa
protein yang tergantung RNA untuk menangkap 12. Dosis
dewasa: 2 kali 250-500mg sehari. Dosis anak 5-8mg/kgBB/hari
yang dibagi dalam 2dosis.8
3. Edukasi

Beberapa tindakan yang bisa dilakukan untuk mengurangi resiko


terjadinya eritrasma:7
-Menjaga kebersihan badan
- Menjaga agar kulit tetap kering
- Menggunakan pakaian yang menyerap keringat
- Menghindari panas atau kelembaban yang berlebihan.

41
5.8 Prognosis

Prognosis cukup baik, bila semua lesi diobati dengan tekun dan
menyeluruh1. Apabila tidak mendapat pengobatan, keadaan penyakitnya akan
bertahan dan kemungkinan menjadi parah tidak terlalu besar2. Relaps dapat
terjadi bila terdapat faktor predisposisi.6

F. ERISIPELAS

6.1 Definisi
Erisipelas adalah suatu jenis selulitis kutaneus superfisial yang ditandai
dengan keterlibatan pembuluh limfatik pada kulit. Ia disebabkan oleh bakteri
Streptococcus b-hemolytic grup A dan jarang disebabkan oleh S. aureus. Pada
bayi yang baru lahir, bakteri Streptococcus b-hemolytic grup B bisa
menyebabkan erisipelas. Limfaedema, vena stasis, dan obesitas merupakan
faktor resiko pada pasien dewasa.1

6.2 Etiologi
Erisipelas pada orang dewasa biasanya disebabkan oleh bakteri
Streptococcus b-hemolytic grup A, Staphylococcus aureus, dan gabungan
bakteri anaerobik fakultatif, bakteri gram positif dan bakteri gram negatif
seperti Clostridia. Erisipelas jarang disebabkan oleh Streptococcus grup C dan
G. Bakteri Streptococcus B hemolytic grup B bisa menginfeksi bayi baru lahir
yang biasanya disebabkan oleh penyakit erisipelas abdomen atau perianal pada
wanita setelah baru melahirkan.1,2,3,4

6.3 Patogenesis
Pada awalnya, erisepelas terjadi akibat inokulasi bakteri pada daerah
trauma pada kulit. Selain itu, faktor lokal seperti insufisiensi vena, ulkus,
peradangan pada kulit, infeksi dermatofita, gigitan serangga dan operasi bisa
menjadi port of the entry penyakit ini. Bakteri streptokokus merupakan
penyebab umum terjadinya erisipelas. Infeksi pada wajah biasanya disebabkan
oleh bakteri streptokokus grup A, sedangkan infeksi pada kaki disebabkan oleh
bakteri streptokokus non-grup A. Bakteri ini menghasilkan toksin sehingga
menimbulkan reaksi inflamasi pada kulit yang ditandai dengan bercak berwarna
merah cerah, plak edematous dan bulla. 2 Erisipelas pada wajah berawal dari
bercak merah unilateral dan kemudian terus-menerus menyebar melewati
hidung sampai ke sisi sebelahnya sehingga menjadi simetris. Nasofaring
mungkin menjadi port of the entry erisipelas pada wajah bila disertai dengan
riwayat streptokokal faringitis. Pada erisipelas di daerah extremitas inferior,

42
pasien mengeluh adanya pembesaran kelenjar limfatik femoral dan disertai
demam.1

6.4 Gejala klinis


Terdapat gejala-gejala konstitusi seperti: demam, malaise, flu,
menggigil, nyeri kepala, muntah dan nyeri sendi.3,5,6 Kelainan kulit yang utama
adalah eritema yang berwarna merah cerah, berbatas tegas dan pinggirnya
meninggi dengan tanda radang akut. Dapat disertai edema, vesikel dan bulla
dan terdapat leukositosis.5
Lesi pada kulit bervariasi dari permukaan yang bersisik halus sampai ke
inflamasi berat yang disertai vesikel dan bulla. Erupsi lesi berawal dari satu
titik dan dapat menyebar ke area sekitarnya. Pada tahap awal, kulit tampak
kemerahan, panas, terasa sakit dan bengkak. Kemudian kemerahan berbatas
tegas dengan bagian tepi meninggi yang dapat dirasakan saat di palpasi dengan
jari. Pada beberapa kasus, vesikel dan bulla berisi cairan seropurulen.
Pembengkakan nodus limfe di sekitar infeksi sering ditemukan. Bagian yang
paling sering terkena adalah kaki dan wajah.. Pada kaki, sering ditemukan
edema dan lesi bulla. Biasanya inflamasi pada wajah bermula dari pipi dekat
hidung atau di depan cuping telinga dan kemudian menyebar ke kulit kepala.
Infeksi biasanya terjadi bilateral dan ia jarang disebabkan oleh trauma. 7

6.5 Diagnosis
a. Anamnesis 1
Keluhanan utama : bercak kemerah-merahan pada kulit wajah
dan/atau kaki disertai rasa nyeri.
Keluhan lain : bercak eritem pada daerah wajah, awalnya unilateral
lama-kelamaan menjadi bilateral atau diawali dengan bercak eritem
di tungkai bawah yang sebelumnya dirasakan nyeri di area lipatan
paha. Disertai gejala-gejala konstritusi seperti demam, malaise, flu,
menggigil, sakit kepala, muntah dan nyeri sendi.
Riwayat penyakit : faringitis, ulkus kronis pada kaki, infeksi akibat
penjepitan tali pusat yang tidak steril pada bayi
Riwayat pengobatan : pernah dioperasi
Faktor resiko : vena statis, obesitas, limfaedema
b. Pemeriksaan fisis 4
Inspeksi : bercak merah bilateral pada pada pipi dan kaki, bekas
garukan dan abrasi, bekas luka, dan pembesaran kelenjar limfatik
femoral.
Effloresensi : eritema yang berwarna merah cerah, berbatas tegas
dan pinggirnya meninggi. Sering disertai udem, vesikel dan bulla
yang berisi cairan seropurulen.

43
c. Pemeriksaan penunjang 3
Bakteri dapat di indentifikasi melalui pemeriksaan biopsi kulit dan
kultur. Spesimen untuk kultur bisa diambil dari apusan tenggorokan,
darah dan cairan seropurulen pada lesi. Pada pemeriksaan darah
rutin menunjukkan adanya polimorfonuklear leukositosis,
meningkatnya laju endap darah (LED) dan juga meningkatnya C-
reaktif protein.

7 Diagnosis
Gambar banding
1. Erisipelas. Bercak kemarahan Gambar 2. Erisipelas. Bercak eritem pada
a. Selulitis
pada tungkai bawah yang disertai rasa kedua pipi yang berbatas tegas. Pasien disertai
Selulitis
nyeri yangterjadi
batas pada
tegas.lapisan
1 dermis dan subkutan. Etiologi paling
rasa nyeri, demam dan menggigil. 1
sering disebabkan oleh S. pyogens, S.aureus dan GAS. Selain itu, bakteri
streptokokus grup B juga bisa menyerang bayi dan bakteri basil gram
negatif bisa menyerang orang dengan tingkat imun yang rendah. Tinea
pedis biasanya menjadi port of the entry infeksi penyakit ini. Selulitis
mempunyai gejala yang sama dengan erisipelas yaitu eritema dan sakit,
tetapi dapat dibedakan dengan batas lesi yang tidak tegas, terjadi di lapisan
yang lebih dalam, permukaan lebih keras dan ada krepitasi saat dipalpasi.
Selulitis dapat berkembang menjadi bulla dan nekrosis sehingga
mengakibatkan penggelupasan dan erosi lapisan epidermal yang luas.1

Gambar 4. Selulitis pada ekstremitas


bawah tampak eritema dengan vesikel-
vesikel yang sudah pecah.3
Gambar 3. Selulitis pada ekstremitas
bawah
b. Dermatitisdisertai
Kontakbengkak,
Alergi melepuh dan
kontak 1alergi merupakan presentasi dari respon
Dermatitis berkrusta.
hipersensitivitas type IV terhadap lebih 3700 jenis zat kimia eksogen.
Gejala gejala klinis akan muncul segera setelah terekspos oleh alergen.
Fase akut ditandai dengan eritema, permukaan menonjol dan plak bersisik.
Penderita dermatitis kontak alergi biasanya dalam keadaan normal dan tidak
ditemukan tanda-tanda patologis pada pemeriksaan lab. 8

44
Gambar 5. DKA pada wajah disebabkan
oleh reaksi positif terhadap balsem. 8
Gambar 6. DKA pada jari disebabkan oleh
pajanan terhadap pekerjaan. 8
6.7 Penatalaksanaan
Pada erisipelas di daerah kaki, istirahatkan tungkai bawah dan kaki yang
diserang ditinggikan. Pengobatan sistemik ialah antibiotik, topikal diberikan
kompres terbuka dengan larutan antiseptik.5
Penicilline merupakan obat antibiotik pilihan utama dan memberikan
respon sangat bagus untuk penyembuhan erisipelas. Pemberian obat harus
disesuaikan dengan kondisi penyakitnya :
a. Infeksi sedang 5
- Procaine penicillin (penicillin G) 600,00 IU i.m 1-2x setiap hari
- Penicillin V 250 mg p.o 4-6x setiap hari
- Jika suspek terjadi infeksi staphylococcus, berikan dicloxacillin
500-1000 mg p.o
- Jika pasien alergi Penicillin, berikan erythromycin 500 mg p.o atau
clindamycin 150 300 mg p.o
b. Infeksi berat 5
- Rawat inap, lakukan kultur dan tes sensitivitas, konsultasi penyakit
infeksi
- Penicillin G 10,000,000 IU i.v
- Jika suspek terjadi infeksi staphylococcus, berikan nafcillin 500-
1000 mg i.v atau flucloxacillin 1 g i.v
- Jika pasien alergi penicillin, berikan vancomycin 1.0-1.5 g i.v setiap
hari
Obat Topikal2 :
Kompres dengan Sodium Chloride 0,9 %.
Salep atau krim antibiotika, misalnya: Natrium Fusidat, Mupirocin,
Garamycin, Gentamycin.

6.8 Prognosis
Prognosis pasien erisipelas adalah bagus. Komplikasi dari infeksi tidak
menyebabkan kematian dan kebanyakan kasus infeksi dapat diatasi dengan

45
terapi antibiotik. Bagaimanapun, infeksi ini masih sering kambuh pada pasien
yang memiliki faktor predisposisi.2 Jika tidak diobati akan ia menjalar ke
sekitarnya terutama ke proksimal. Kalau sering residif di tempat yang sama,
dapat terjadi elephantiasis.6

DAFTAR PUSTAKA

1. Saavedra A,Weinberg AN, Swartz MN, Johnson RA. Chapter 179 Soft Tissue
Infections : Erysipelas, Cellulitis, Gangrenous Cellulitis, and Myonecrosis.
Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatricks Dermatology in General
Medicine. 7th Ed. McGraw Hill Medical. United State of America. 2008.
P.1720-1722

2. Davis L. Medscape Drugs, Diseases & Procedures Reference : Erysipelas.


http://emedicine.medscape.com/article/1052445-overview. 2012.

3. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrews disease of Skin Clinical
Dermatology. 10th Ed. Elsevier. Canada. 2000. P.260-261

4. Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rooks Textbook of Dermatology.


8th Ed. Wiley Blackwell. United Kingdom. 2007. P.30.17- 30.20

5. Gawkrodger D. Dermatology An Illustrated Colour Text. 3 rd Ed. Churchill


Livingstone. China. 2002. P.45

6. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi Kedua. Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 1993. P.48-49

7. Sterry W, Paus R, Burgdorf W. Thieme Clinical Companions Dermatology.


Thieme. New York. 2006. P.82

46
8. Cohen DE, Jacob SE. Chapter 13 Allergic Contact Dermatitis. Wolff K,
Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 7 th
Ed. McGraw Hill Medical. United State of America. 2008. P.136-140

DAFTAR PUSTAKA

1. Adhi Djuanda, Mochtar Hamzah, Siti Aisah. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Edisi ke-4. Jakarta : FKUI. 2006.
2. Makalah impetigo. Availble at :
http://www.darwaners.co.cc/2010/08/makalah-impetigo.html
3. Penyakit Kulit. Available at :
http://mirzataqiem.blogspot.com/2009/10/penyakit-kulit.html
4. Arthur Rook, D.S. Wilkinson, F.J.G Ebling. Impetigo. Textbook of
Dermatology. Edisi ke-3, Vol 2, Hal 338-341. 1979.
5. Wahid, Dian Ibnu. Impetigo: Terapi dan Penggunaan Antibiotika Topikal
Berdasarkan Evidence Based Medicine. 18 Mei 2008. Diakses di
http://diyoyen.blog.friendster.com/ 2009/05/impetigo-terapi-dan-
penggunaan-antibiotik-topikal-berdasarkan-evidence-based-medicine/
6. Freedberg , Irwin M. (Editor), Arthur Z. Eisen (Editor), Klauss Wolff
(Editor), K. Frank Austen (Editor), Lowell A. Goldsmith (Editor), Stephen
Katz (Editor). Fitzpatrick's Dermatology In General Medicine (Two Vol.
Set). 6th edition (May 23, 2003): By McGraw-Hill Professional.
7. Diagnosa dan Pengobatan Impetigo. Available at :
http://www.topreference.co.tv/2010/04/diagnosa-dan-pengobatan-
impetigo.html
8. Siregar, R.S, 2005. Atlas Berwama Saripati Penyakit Kulit. Edisi Kedua.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Hal. 45-49
9. Penatalaksanaan Terapi Penyakit Impetigo. Available at :
http://yosefw.wordpress.com/2007/12/28/penatalaksanaan-terapi-penyakit-
impetigo/S

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi


Kelima, cetakan pertama, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007,
Hal 59 60.

47
2. Siregar R. S. Atlas Berwarna, Saripati Penyakit Kuli, Edisi 2, EGC, Jakarta,
2005, hal 50 51.
3. Airlangga Universitas, ATLAS Penyakit Kulit dan Kelami, SMF Penyakit
Kulit dan Kelamin Universitas Airlangg, Surabaya, 2007, hal 30 33.
4. Sumaryo Sugastiasri, Pioderma, Quality for Undergraduated Education
Project Bacth III FK Universitas Dipenogor, Semarang, 2001, hal 11 12.
5. D. S. S Emmy dkk, Penyakit Kulit yang Umum di Indonesia, Medical
Multimedia Indonesia, Jakarta Pusat, hal 35
6. Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta edisi ketiga, Jakarta, 2000, hal 79.
7. Goldstein, G Beth, Dermatologi Praktis, Jakarta, 2000, hal 76 77.
8. Andrianto, Dermato Venerologi, kapita selekta, EGC, Jakarta, 2000, hal
16 17.
9. Fitzpatrick. B. Thomas , JhonsonAllen Richard, Wolff Klaus, Palano. K.
Machiel, Suurmond Dick, Color Atlas and Synopsis of Clinical
Dermatology, Common And Serious Disease, Third Edition, The McGraw
Hill Companies, United States of America, 1987.

48

Anda mungkin juga menyukai

  • Print
    Print
    Dokumen12 halaman
    Print
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen5 halaman
    Bab I
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat
  • BAB I Minipro
    BAB I Minipro
    Dokumen5 halaman
    BAB I Minipro
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat
  • Gatau
    Gatau
    Dokumen3 halaman
    Gatau
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat
  • Yuhu
    Yuhu
    Dokumen26 halaman
    Yuhu
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat
  • Print
    Print
    Dokumen12 halaman
    Print
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat
  • Slkhkdffkrhtifadkagfjefjchviuedr
    Slkhkdffkrhtifadkagfjefjchviuedr
    Dokumen21 halaman
    Slkhkdffkrhtifadkagfjefjchviuedr
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat
  • Asal
    Asal
    Dokumen12 halaman
    Asal
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat
  • NEUROFEEDBACK VS PSIKOSTIMULAN
    NEUROFEEDBACK VS PSIKOSTIMULAN
    Dokumen94 halaman
    NEUROFEEDBACK VS PSIKOSTIMULAN
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat
  • Asalasalan
    Asalasalan
    Dokumen2 halaman
    Asalasalan
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat
  • Bab 3
    Bab 3
    Dokumen14 halaman
    Bab 3
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat
  • Asal
    Asal
    Dokumen12 halaman
    Asal
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat
  • Soal Anak Sayu
    Soal Anak Sayu
    Dokumen6 halaman
    Soal Anak Sayu
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat
  • Absensi Karyawan New
    Absensi Karyawan New
    Dokumen4 halaman
    Absensi Karyawan New
    Mourin Mosal
    Belum ada peringkat
  • Soal Anak
    Soal Anak
    Dokumen6 halaman
    Soal Anak
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat
  • GGN Perkemb Psikologik
    GGN Perkemb Psikologik
    Dokumen46 halaman
    GGN Perkemb Psikologik
    RezHa Feriansyah
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen1 halaman
    Bab Ii
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat
  • Jtptunimus GDL Kikaaldela 6006 2 Babii
    Jtptunimus GDL Kikaaldela 6006 2 Babii
    Dokumen29 halaman
    Jtptunimus GDL Kikaaldela 6006 2 Babii
    RadyGuyton
    Belum ada peringkat
  • Bab I-V Fix Bismillah
    Bab I-V Fix Bismillah
    Dokumen154 halaman
    Bab I-V Fix Bismillah
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat
  • Ver. TKP Magar Sari. 11.01.2018. Ny Desi. DR Kunti.
    Ver. TKP Magar Sari. 11.01.2018. Ny Desi. DR Kunti.
    Dokumen3 halaman
    Ver. TKP Magar Sari. 11.01.2018. Ny Desi. DR Kunti.
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat
  • STATUS UJIAN SKIZOFRENIA Novia
    STATUS UJIAN SKIZOFRENIA Novia
    Dokumen17 halaman
    STATUS UJIAN SKIZOFRENIA Novia
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat
  • BAB I Sayu
    BAB I Sayu
    Dokumen6 halaman
    BAB I Sayu
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat
  • 5913 11423 1 SM PDF
    5913 11423 1 SM PDF
    Dokumen11 halaman
    5913 11423 1 SM PDF
    JoviantoReynoldAndikaHidayat
    Belum ada peringkat
  • Referat Anastesi
    Referat Anastesi
    Dokumen31 halaman
    Referat Anastesi
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat
  • Absensi Kedkel Senen
    Absensi Kedkel Senen
    Dokumen1 halaman
    Absensi Kedkel Senen
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat
  • Referat
    Referat
    Dokumen25 halaman
    Referat
    Dan Kleio
    Belum ada peringkat