Kolelitiasis
Kolelitiasis
PENDAHULUAN
Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya
(membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang
meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Bilirubin dibentuk sebagai
akibat pemecahan cincin hem, biasanya sebagai akibat metabolisme sel darah
merah.1
Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis jaune yang berarti kuning.
Ikterus sebaiknya diperiksa di bawah cahaya terang siang hari, dengan melihat
sklera mata. Ikterus dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu ikterus hemolitik dan
ikterus obstruktif. 1,2
Pengaruh hormon pada wanita juga merupakan salah satu faktor predisposisi
meningkatnya jumlah pasien wanita dibanding laki-laki. Estrogen diduga berperan
penting pada wanita dengan kolelitiasis dimana estrogen dapat menstimulasi reseptor
lipoprotein hepar dan meningkatkan pembentukan kolesterol empedu serta
meningkatkan diet kolesterol.
1
Sumbatan bilier ekstra-hepatik biasanya membutuhkan tindakan pembedahan,
ekstraksi batu empedu diduktus, atau insersi stent, dan drainase via kateter untuk
striktur (sering keganasan) atau daerah penyempitan sebagian. Untuk sumbatan
maligna yang non-operabel, drainase bilier paliatif dapat dilakukan melalui stent yang
ditempatkan melalui hati (transhepatik) atau secara endoskopik. 3
2
BAB II
ILUSTRASI KASUS
A. Anamnesis
1. Identitas Pasien
Nama : Nn. MA
Umur : 20 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Mahaasiswa
Status Pernikahan : Belum Menikah
Agama : Islam
2. Keluhan Utama
Nyeri perut kanan atas sejak 2 hari SMRS
3
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat keluhan yang sama sebelumnya, riwayat kuning
sebelumnya(-), hipertensi (-), penyakit jantung (-), DM (-), riwayat kolesterol
tinggi tidak diketahui pasien
5. Riwayat kebiasaan
Pasien memiliki kebiasaan makan makanan berlemak, aktivitas sebagai
mahasiswa diruang kuliah, jarang berolah raga.
B. Pemeriksaan Fisik
C. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboraturium
Laboratorium 16 September 2012
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hematologi
Hemoglobin 12,7 gr/dl 13 ,2 17,3
Hematokrit 40 % 33,0 45,0
Leukosit 11300 ribu/ul 5,0 - 10,0
Trombosit 355 ribu/ul 150 440
Eritrosit 4,67 juta/ul 4,40 5,90
VER/HER/KHER/RDW
VER 83,7 Fl 80,0 -100,0
HER 27,2 Pg 26,0 34,0
KHER 31,9 gr/dl 32,0 36,0
RDW 14,5 % 11,5 14,5
Fungsi Hati
SGOT 24 u/l 0-34
SGPT 52 u/l 0-40
DIABETES
Gula Sewaktu
5
Gula Darah Sewaktu 82 mg/dl 70 140
Fungsi Ginjal
Ureum darah 17 mg/dl 20-40
Creatinin darah 0,6 mg/dl 0,6-1,5
Elektrolit
Natrium 132 mmol/l 135 -147
Kalium 4,14 mmol/l 3,10 5,10
Klorida 102 mmol/l 95 - 108
Fungsi hati
Bilirubin total 1,20 0,10-1,00
Bilirubin direk 0,80 <0,2
Bilirubin indirek 0,40 <0.6
b. Rontgent Thoraks
Kesan:
6
c. USG abdomen
Hati : dbn
Kandung empedu : tidak membesar, dinding menebal, terdapat 3 buah
batu masing-masing diameter 5 mm, 6 mm, 6 mm
Pancreas,ginjal kanan dan kiri dbn
Kesan : cholecystitis kronik dengan gall stones D 5mm, 6 mm, 6 mm
D. Resume
Pasien, perempun, 20 th, datang dengan keluahan terdapat nyeri perut sejak 2 hari
SMRS, nyeri dirasakan hilang timbul, menjalar hingga ke bagian punggung, tiba-
tiba muncul dan tidak menghilang dengan perubahan posisi, nyeri seperti ditusuk-
tusuk, tidak memberat dengan tarikan napas. Awalnya pasien terdapat nyeri yang
serupa sejak 2 bulan SMRS, nyeri semakin lama semakin sering, sebelumnya
pasien sempat dirawat di rumah sakit pasar rebo, keluhan mereda dan setelah 1
hari pasien pulang keluhan muncul kembali dan cenderung memberat. Pasien
juga selalu mual dan muntah jika makan, muntah berisi makan dan cairan
berwarna jernih, darah (-). Pasien menyangkal adanya demam. Pada BAK, warna
seperti teh, dan lampias, BB tidak ada perubahan (58 kg). pasien adalah
mahasiswa dengan keiatan sehari-harinya adalah kuliah. Menurut pasien dirinya
jarang berolah raga. Tidak terdapat keluhan kuning pada mata ataupun kulit
pasien
Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang, kompos
mentis, TD 120/80 mmHg, HR 79 x/mnt, RR : 20 x/mnt, suhu : afebris
Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) pada region kanan atas, hepar dan lien
7
tidak teraba membesar.
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Dari pemeriksaan laboraturium terdapat anemia normositik-normokrom,
leukositosis, peningkatan enzim hati,bilirubin total dan bilirubin direk, dari
pemeriksaan USG abdomen didapakan Kandung empedu : tidak membesar,
dinding menebal, terdapat 3 buah batu masing-masing diameter 5 mm, 6 mm, 6
mm
E. Diagnosis
Cholecystitis kronik dan cholelithiasis
F. Penatalaksanaan
IVFD RL /8 jam
Profenid supp
Tramadol 50 mg dalam RL
Ceftriaxone 1x2gr
Diet lunak rendah lemak
Pro laparoskopi kalesistektomi
G. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam: dubia ad bonam
Ad sanationam: dubia ad bonam
8
BAB III
TINJAUAN KASUS
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini.
Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar
kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain :
1. Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki)
2. Usia lebih dari 40 tahun .
3. Kegemukan (obesitas).
4. Faktor keturunan
5. Aktivitas fisik
6. Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan)
7. Hiperlipidemia
8. Diet tinggi lemak dan rendah serat
9. Pengosongan lambung yang memanjang
10. Nutrisi intravena jangka lama
11. Dismotilitas kandung empedu
12. Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate)
13. Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati, pankreatitis
dan kanker kandung empedu) dan penyakit ileus (kekurangan garam empedu)
14. Ras/etnik (Insidensinya tinggi pada Indian Amerika, diikuti oleh kulit putih,
baru orang Afrika)
A. Insidensi
Sementara itu, estrogen alamiah dan kontrasepsi oral dapat menurunkan
sekresi garam empedu dan menurunkan perubahan kolesterol menjadi kolesterol ester.
Jing-Sen Shi dalam penelitiannya mengatakan penggunaan kontrasepsi steroid
yang mengandung estrogen dan progesterone mempengaruhi pembentukan batu
empedu pada pasien wanita dengan usia 20-44 tahun. Adapun pada wanita usia di atas
55 tahun yang mengalami menopause dan kekurangan estrogen, tetap dapat terjadi
peningkatan resiko kolesistisis akibat meningkatnya faktor usia.
Adapun sebaran umur pasien kolesitisis beraneka ragam mulai dari umur
temuda 11 tahun hingga 88 tahun. Insidensi tertinggi kolesistisis terjadi pada usia 51-
60 tahun untuk wanita dan laki-laki. Sementara usia termuda terjadi pada 11-20
tahun. Usia menjadi faktor predisposisi kolelitiasis dimana semakin bertambah usia,
9
semakin mudah terjadi kolelitiasis. Kasper dalam Harrisons Principles of Internal
Medicine mengatakan faktor usia mempengaruhi perjalanan kolelitiasis karena
meningkatkan sekresi kolesterol empedu, menurunkan ukuran kantong asam empedu,
dan menurunkan sekresi garam empedu. Hal tersebut memudahkan terjadinya
pengendapan kolesterol dan garam-garam mineral penyebab batu empedu.
Penelitian di Amerika menunjukkan, batu empedu kolesterol menyerang 20%
dari 60% dewasa di Amerika dan Eropa karena genetik dan faktor lingkungan. Hal
senada diungkapkan oleh Beckingham bahwa usia lebih dari 40 tahun merupakan
faktor resiko terjadinya batu empedu. Sementara, usia dewasa yang banyak terkena
batu empedu tersebut ditunjukkan sebanyak 71% pasien berusia lebih dari 40 tahun
yang terdiri dari 15% pasien berusia 41-50 tahun, 34% pasien berusia 51-60 tahun,
19% pasien berusia 61-70 tahun dan sisanya 3% pasien berusia 71-80 tahun.
Sementar itu, pasien dengan usia 11-20 tahun hanya 5% dari jumlah
keseluruhan pasien. Jing-Sen Shi mengatakan batu empedu berhubungan dengan
usia, kegagalan metabolisme lamak dan kerusakan fungsi pengosongan kandung
empedu. Penelitian yang dilakukan Jing-Sen Shi menemukan adanya morbiditas batu
empedu sebesar 0,94% pada 522 pelajar muda dimana jumlahnya jauh lebih kecil
dibanding usia dewasa. Usia mempengaruhi pembentukan batu empedu karena adanya
indeks saturasi kolesterol di saluran empedu dan kecepatan pengosongan kandung
empedu.
10
Permukaan dorsal vesica biliaris yang berbentuk seperti buah pir, tertutup oleh
peritoneumviscerale, dan permukaan ventral vesica fellea melekat pada hepar. 3
fundus adalah ujungnya yang melebar dan menganjur dari tepi kaudal hepar;
biasanya fundus terletak pada ujung kartilagocostalis IX pada linea
medioclavicularis di sebelah kanan.
Corpus vesica fellea bersentuhan dengan facies visceralishepar, colon
transversum dan pars superior duodenum. Leher ini bentuknya dapat konveks,
dan mebentuk infundibulum atau kantong Hartmann. Kantong Hartmann
adalah bulbus divertikulum kecil yang terletak pada permukaan inferior dari
kandung kemih, yang secara klinis bermakna karena proksimitasnya dari
duodenum dan karena batu dapat terimpaksi ke dalamnya
Collum vesica biliaris berbentuk sempit, meruncing dan terarah ke porta
hepais
Collum vesica fellea berkelok menyerupai huruf S dan dilanjutkan sebagai
ductus cysticus. Duktus sistikus menghubungkan kandung empedu ke duktus
koledokus. Katup spiral dari Heister terletak di dalam duktus sistikus, mereka terlibat
dalam keluar masuknya empedu dari kandung empedu.
Mukosa collum vesica fellea berwujud sebagai lipat yang berulir, yakni
valvula spiralis yang berguna supaya ductus cysticus tetap terbuka sehingga a)
empedu dengan mudah dapat dialihkan ke dalamvesica fellea, jika di ujungdistal
ductus choledochus tertutup oleh m. Sphincter ductus choledochi dan atau oleh m.
Sphincter ampullae hepatopancreatica, tau b) empedudapat memasuki duodenum
sewaktu vesica fellea berkontraksi.4
11
Pasokan darah ke kandung empedu adalah melalui arteri sistika; yang akan
terbagi menjadi anterior dan posterior, secara khas merupakan cabang dari arteri
hepatika kanan, tetapi asal dari arteri sistika bervariasi. Arteri sistika muncul dari
segitiga Calot (dibentuk oleh duktus sistikus, common hepatic duct dan ujung hepar).
Pendarahan arterial ductus choledochus ialah sebagai berikut:6
Vesica fellea, panjangnya 7-10 cm terletak dalam fosssa vesicae biliaris pada
facies visceralis hepar.
Persarafannya berasal dari vagus dan cabang simpatik yang melewati celiac
plexus (preganglionik T8-9). Impuls dari liver, kandung empedu, dan bile ducts
melewari aferen simpatetik melalui splanknik nerve dan menyebabkan nyeri
kolik. Saraf muncul dari aksis seliak dan terletak di sepanjang arteri hepatica. Sensasi
nyeri diperantarai oleh serat viseral, simpatis. Rangsangan motoris untuk kontraksi
kandung empedu dibawa melalui cabang vagus dan ganglion seliaka.
C. Fisiologi
Salah satu fungsi hati adalah untuk mengeluarkan empedu, normalnya antara
600-1200 ml/hari. Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu.
Diluar waktu makan, empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu,
12
dan di sini mengalami pemekatan sekitar 50 %. Fungsi primer dari kandung empedu
adalah memekatkan empedu dengan absorpsi air dan natrium. Kandung empedu
mampu memekatkan zat terlarut yang kedap, yang terkandung dalam empedu hepatik
5-10 kali dan mengurangi volumenya 80-90%
.Menurut Guyton &Hall, 1997 empedu melakukan dua fungsi penting yaitu :
Kolesistokinin (CCK) hormon sel APUD dari selaput lendir usus halus,
dikeluarkan atas rangsang makanan berlemak atau produk lipolitik di dalam lumen
usus. Hormon ini merangsang nervus vagus sehingga terjadi kontraksi kandung
empedu. Dengan demikian, CCK berperan besar terhadap terjadinya kontraksi
kandung empedu setelah makan.4
13
D. Patofisiologi
Fase prahepatik
14
biliverdin reduktase, mengubah biliverdin jadi bilirubin. Tahapan ini terjadi
terutama dalam sel sistem retikuloendotelial.2
2. transport plasma. Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin tak
terkonyugasi ini transportnya dalam plasma terikat dalam albumin dan tidak
dapat melalui membran glomerulus, karenanya tidak muncul dalam air
seni.2
Fase intrahepatik
3. liver uptake. Fase pengambilan bilirubin tak terkonyugasi oleh hati secara
rinci dan pentingnya protein pengikat seperti ligandin dan protein Y, belum
jelas. Pengambilan bilirubin melalui transport aktif dan berjalan cepat, namun
tidak termasuk pengambilan albumin.2
4. konyugasi. Bilirubin yang bebas terkonsentrasi dalam sel hati mengalami
konyugasi dengan asam glukuronik membentuk bilirubin diglukuronida atau
bilirubin direk atau bilirubin konyugasi. sifat dari bilirubin ini adalah dapat
larut dalam air.2
Fase pasca hepatik
15
Ikterus Obstruktif
E. Biokimia
Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti
pengendapan kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol
keluar dari larutan membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan. Pada
tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang
lepas, atau partikel debris yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih
pengkristalan.
F. Klasifikasi
Kolestasis intrahepatik. Aliran empedu dapat terjadi dimana saja, dari mulai
sel hati (kanalikulus), sampai ampula Vater.untuk kepentingan klinis membedakan
penyebab sumbatan intrahepatik atau ekstrahepatik sangat penting. Penyebab paling
sering kolestatik intrahepatik adalah hepatitis, keracunan obat, penyakit hati akibat
alkohol dan penyakit hati autoimun. Penyebab yang kurang sering adalah sirosis hati
bilier primer, kolestasis pada kehamilan, karsinoma metastasis.5
17
G. Etiologi
a) Kolelitiasis
Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk penyakit batu empedu yang
dapat ditemukan di dalam empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada
kedua-duanya. Sebagian batu empedu terutama batu kolesterol, terbentuk di
dalam kandung empedu. Kalau batu kandung empedu ini berpindah ke dalam
saluran empedu ekstrahepatik, disebut batu saluran empedu sekunder.
Pada batu duktus koledokus, riwayat kolik di epigastrium dan kuadran kanan
atas disertai gejala sepsis, demam dan menggigil bila disertai kolangitis.
Diagnosis paling baik dengan USG dan ERCP.4
18
Penatalaksanaan tergantung dari lokalisasi dan tipe batu, komplikasi
saluran empedu dan keadaan kesehatan umum penderita. Pemberian asam
urso-deoksikolat atau asam kenodeoksikolat bisa dicoba untuk melarutkan
batu radiolusen. Pada penderita dengan batu radio-opak yang mengalami
serangan kolesistitis atau kolangitis, harus dilakukan kolesistektomi. Pada
penderita yang lemah yang tidak fit untuk anestesia umum, tetapi disertai
ikterus obstruktif, ERCP dengan papilektomi merupakan terapi pilihan.4
b) Karsinoma pankreas
Karsinoma hulu pankreas tidak menimbulkan keluhan atau tanda
sampai ada tekanan pada atau infiltrasi ke duktus pankreatikus, duktus
koledokus, duodenum, atau vena porta.
19
Gambaran klinis. Keluhan utama adalah ikterus obstruktif yang
progresif secara lambat dan disertai pruritus. Biasanya tidak ditemukan tanda
kolangitis, seperti febris, menggigil, dan kolik bilier, kecuali perasaan tidak
enak di perut kuadran kanan atas, selebihnya pemderita merasa baik-baik
saja.4
H. Diagnosis
1. Anamnesis4
nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas, atau
prekordium.
Kolik bilier, mungkin lebih dari 15 menit.
Penyebaran nyeri ke punggung bagian tengah, skapula, puncak
bahu
Mual
Muntah
Keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik
nafas.
Ikterus
Urin berwarna gelap
Feces warna putih seperti dempul
2. pemeriksaan fisik4
nyeri tekan dengan punctum maksimum di daerah letak
anatomi kandung empedu.
20
Murphy sign positif
Hati teraba membesar
Sklera ikterik
Kolangitis, trias Charcot:
a) Demam dan mengigil
b) Nyeri di daerah hati
c) Ikterus
Kolangitis piogenik intrahepatik, pentade Reynold:
a) Trias charcot
b) Syok
c) Penurunan kesadaran
3. pemeriksaan penunjang2
laboratorium
a) leukositosis
b) sindrom Mirizzi, kenaikan ringan bilirubin serum
c) batu duktus koledokus, bilirubin serum tinggi
d) fosfatase alkali meningkat
e) kadar amilase serum meningkat
pencitraan
a) USG
Derajat spesifitas dan sensivitas tinggi untuk deteksi
batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu
intrahepatik maupun ekstrahepatik. Bisa dilihat juga
penebalan dinding kandung empedu yang menebal
karena fibrosis atau udem.
21
b) olesistografi dengan kontras
Cukup akurat untuk melihat batu radiolusen, sehingga
dapat dihitung jumlah dan ukuran batu.
d) CT scan
Tidak lebih unggul daripada USG untuk mendiagnosis
batu kandung empedu. Cara ini berguna untuk
mendiagnosis keganasan pada kandung empedu yang
mengandung batu.4
22
secara spontan atau untuk memungkinkan pembuangan
batu dengan instrumentasi retrograde duktus biliaris.4
4. Penatalaksaan
nonbedah
a) lisis batu. Disolusi batu dengan sediaan garam empedu
kolelitolitik mungkin berhasil pada batu kolesterol.
Lisis kontak melalui kateter perkutan ke dalam kandung
empedu dengan metilbutil eter berhasil setelah
beberapa jam.4
Bedah
a) Kolesistektomi. Indikasi 1) kolelitiasis asimtomatik
pada penderita DM karena serangan kolesistitis kaut
dapat menimbulkan komplikasi berat. 2) kandung
empedu yang tidak terlihat dengan kolesitografi oral,
yang menandakan stadium lanjut, atau kandung empedu
dengan batu besar.4
23
b) Sfingterotomi endoskopik. Untuk menyalir empedu dan
nanah dan membersihkan duktus koledokus dari batu.
Indikasi lain adalah adanya riwayat kolesistektomi.2
c) Koledokotomi. Pada waktu laparotomi untuk
kolesistektomi, perlu ditentukan apakah akan dilakukan
koledokotomi dengan tujuan eksplorasi saluran empedu.
Indikasi koleedokotomi adalah kolangitis, teraba batu
atau ada batu di foto. Indikasi relatif adalah ikterus
dengan pelebaran duktus koledokus.4
d) Koledokoduodenostomi. Setelah eksplorasi saluran
empedu dan pengangkatan batu secara sempurna,
mungkin perlu penyaliran empedu diperbaiki dengan
koledokoduodenostomi latero-lateral atau
24
koledokoyeyunostomi Roux-en-Y. Tindakan ini
dilakukan bila ada striktur di duktus koledokus distal
atau di paila Vateryang terlalu panjang untuk
dilakukannya dilatasi atau sfingterotomi.4
25
BAB IV
ANALISA KASUS
Dalam kasus ini, Nn. MA, 20 tahun, dengan diagnosis kolesistitis kronik dan
kolelitiasis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
Pada anamnesis ditemukan pasien datang dengan keluhan utama nyeri perut
kanan atas sejak 2 hari SMRS. Keluhan nyeri telah timbul sejak 2 bulan SMRS.
Pertama kali pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas kita dapat menduga
beberapa kondisi yaitu adanya gangguan di hepar, paru paru atau kandung empedu.
Nyeri yang ditemukan pada pasien merupakan nyeri kolik yang timbul pada pasien
dengan kolelitiasis. Karena nyeri tidak memberat saat menarik napas ataupun batuk
yang biasa ditemukan pada pasien dengan gangguan pada paru. Sehingga dari
anamnesis kita dapat menyingkirkan adanya gangguan pada paru, namun belum
daapat menyingkirkan adanya gangguan pada hepar. Pasien juga mengeluh adanya
BAK yang berwarna seperti teh. Keluhan ini khas ditemukan pada gangguan sistem
bilier. Namun gangguan yang sifatnya intra atau ekstrahepatik belum dapat diketahui.
Untuk gangguan prehepatik dapat disingkirkan karena pada gangguan prehepatik
tidak dapat menyebabkan keluhan ini yang mana unconjugated bilirubin tidak
memberikan warna pada urin. Padaa pasien tidak ada gejala prodromal seperti demam
yang biasanya dialami oleh penderita hepatitis, tidak ada gejala muntah darah, BAB
warna hitam, sehingga adanya gangguan pada hepar dari anamnesis dapat
disingkirkan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan status gizi baik dengan normoweight. Pada
pemeriksaan ditemukan nyeri tekan pada kuadran hipokondrium kanan dan
epigastrium. Pada kolelitiasis didapatkan nyeri tekan dengan punktum maksimum di
daerah letak anatomis kandung empedu. Murphy sign ditemukan positif pada pasien
ini. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik
nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan
pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas. Dari pemeriksaan fisik hepar dan lien
tidak teraba.
27
DAFTAR PUSTAKA
28