Anda di halaman 1dari 11

Sistem Pemerintahan Orde Lama, Orde Baru, Dan Era

Reformasi

Pengertian orde
Dalam kamus politik pembangunan, CLC, Lanisius, 1970 :74

Orde berasal dari kata Latin ordo : deretan, susunan, atau kelas, kemudian berarti aturan, serta
ketertiban. Pengertian asasi orde dapat dirumuskan demikian : adanya banyak unsur;
bagian/anggota, yang diatur menurut suatu prinsip/hukum/ide tertentu. Prinsip itu yang
menentukan tempat dan fungsi setiap unsur dalam hubungannya dengan unsur-unsur lain,
sehingga timbul suatu kesatuan yang tersusun baik, misalnya bagian-bagian rumah, tersusun
menurut ide si arsitek, atau suatu organisme yang tersusun menurut prinsip hidup yaitu jiwanya.

Sistem pemerintahan orde lama


Sumber : http://mhafizyazid.blogspot.com/2012/11/normal-0-false-false-false-en-us-x-
none.html-tentang sistem pemerintahan orde lama.

Masa orde lama yaitu masa pemerintahan yg dimulai dari proklamasi kemerdekaan 17 Agustus
1945 sampai masa terjadinya G30 S PKI.

Orde Lama adalah istilah yang diciptakan oleh Orde Baru. Bung Karno sangat keberatan masa
kepemimpinannya dinamai Orde Lama. Bung Karno lebih suka dengan nama Orde Revolusi.
Tapi Bung Karno tak berkutik karena menjadi tahanan rumah (oleh pemerintahan militer Orde
Baru) di Wisma Yaso (sekarang jadi Museum TNI Satria Mandala Jl. Gatot Subroto Jakarta).

Tokoh dari sistem pemerintahan orde lama yang dimiliki Indonesia ialah siapa lagi kalau bukan
Bung Karno. Dengan segenap pemikiran, kepintaran, dan kecakapannya, Bung Karno perlahan
mulai "membangun badan" negara ini.

Orde Lama berlangsung dari tahun 1945 hingga 1968.

Dalam jangka waktu tersebut, Indonesia menggunakan bergantian sistem ekonomi liberal dan
sistem ekonomi komando. Di saat menggunakan sistem ekonomi liberal, Indonesia
menggunakan sistem pemerintahan parlementer. Presiden Soekarno digulingkan saat Indonesia
menggunakan sistem ekonomi komando.
Demokrasi terpimpin adalah sebuah demokrasi yang sempat ada di Indonesia, yang
seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpinnya saja.
Negara berada dalam suasana transisional dari masyarakat terjajah (inlander) menjadi
masyarakat merdeka. Kondisi sosial ekonomi, sosial politik, sosial budaya dan keamanan dalam
negeri diliputi oleh kekacauan dan hampir bangkrut.
Indonesia di masa Orde Lama (Soekarno, 1945 1966) lebih banyak konflik politiknya daripada
agenda ekonominya yaitu konflik kepentingan antara kaum borjuis, militer, PKI, parpol
keagamaan dan kelompok kelompok nasionalis lainnya. Kondisi ekonomi saat itu sangat parah
dengan ditandai tingginya inflasi yaitu mencapai 732% antara tahun 1964 1965 dan masih
mencapai 697% antara tahun 1965 1966.
Keadaan ekonomi keuangan pada masa orde lama amat buruk, antara lain disebabkan oleh :
1. Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata
uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI
menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche
Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang.
Kemudian pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands
East Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah
yang dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang
kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang.
Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar mempengaruhi
kenaikan tingkat harga.
2. Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk
menutup pintu perdagangan luar negeri RI.
3. Kas negara kosong.
4. Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain :
1. Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman
dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946.
2. Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan kontak
dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan
tujuan ke Singapura dan Malaysia.
3. Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh
kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang
mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta
status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
4. Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947,
Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga bekas
angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
5. Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa
petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan
perekonomian akan membaik (mengikuti Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian merupakan
sumber kekayaan).
Orde Lama telah dikenal prestasinya dalam memberi identitas, kebanggaan nasional dan
mempersatukan bangsa Indonesia. Namun demikian, Orde Lama pula yang memberikan peluang
bagi kemungkinan kaburnya identitas tersebut (Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945).
Beberapa peristiwa pada Orde Lama yang mengaburkan identitas nasional kita adalah;
Pemberontakan PKI pada tahun 1948, Demokrasi Terpimpin, Pelaksanaan UUD Sementara
1950, Nasakom dan Pemberontakan PKI 1965.

Pada Orde Lama terjadi banyak pergantian kabinet diakibatkan situasi politik yang tidak stabil.
Tercatat ada 7 kabinet pada masa Orde Lama, yaitu :
1. 1950-1951 - Kabinet Natsir
2. 1951-1952 - Kabinet Sukiman-Suwirjo
3. 1952-1953 - Kabinet Wilopo
4. 1953-1955 - Kabinet Ali Sastroamidjojo I
5. 1955-1956 - Kabinet Burhanuddin Harahap
6. 1956-1957 - Kabinet Ali Sastroamidjojo II
7. 1957-1959 - Kabinet Djuanda
Era 1950 - 1959 adalah era di mana presiden Soekarno memerintah menggunakan konstitusi
Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950, dimana periode ini berlangsung dari
17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959.

Sebelum Republik Indonesia Serikat dinyatakan bubar, pada saat itu terjadi demo besar-besaran
menuntut pembuatan suatu Negara Kesatuan. Maka melalui perjanjian antara tiga negara bagian,
Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur dihasilkan
perjanjian pembentukan Negara Kesatuan pada tanggal 17 Agustus 1950. Sejak 17 Agustus
1950, Negara Indonesia diperintah dengan menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara
Republik Indonesia 1950 yang menganut sistem kabinet parlementer.

Pada masa Orde lama, Pancasila dipahami berdasarkan paradigma yang berkembang pada situasi
dunia yang diliputi oleh tajamnya konflik ideologi. Masa orde lama adalah masa pencarian
bentuk implementasi Pancasila terutama dalam sistem kenegaraan.

Pancasila diimplementasikan dalam bentuk yang berbeda-beda pada masa orde lama. Terdapat 3
periode implementasi Pancasila yang berbeda, yaitu periode 1945-1950, periode 1950-1959, dan
periode 1959-1966.

Sistem pemerintahan orde baru

Jatuhnya Soekarno merupakan peristiwa politik cukup menarik dan sangat bersejarah.

Disintegrasi dan instabilisasi nasional sejak periode Orde Lama yang berpuncak pada
pemberontakan PKI 30 September 1945 sampai lahirlah Supersemar(Surat Peritah Sebelas
Maret).
Soekarno menandatangani Surat Perintah 11 Maret 1966 Supersemar yang kontroversial, yang
isinya berdasarkan versi yang dikeluarkan Markas Besar Angkatan darat menugaskan Letnan
Jenderal Soeharto untuk mengamankan dan menjaga keamanan negara dan institusi
kepresidenan. Supersemar menjadi dasar Letnan Jenderal Soeharto untuk membubarkan Partai
Komunis Indonesia (PKI) dan mengganti anggota-anggotanya yang duduk di parlemen.

Supersemar adalah titik balik lahirnya tonggak pemerintahan era Orde Baru yang merupakan
koreksi total terhadap budaya dan sistem politik Orde Lama.Orde baru berkehendak ingin
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen sebagai kritik terhadap
orde lama yang telah menyimpang dari Pancasila.

Setelah pertanggung jawabannya ditolak Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS)


pada sidang umum ke empat tahun 1967 (ditolaknya Pidato Nawaksara yang disampaikan oleh
Presiden Soekarno), Presiden Soekarno diberhentikan dari jabatannya sebagai presiden pada
Sidang Istimewa MPRS di tahun yang sama dan mengangkat Soeharto sebagai pejabat Presiden
Republik Indonesia.

Dalam laman http://tempo.co.id/ang/min/02/05/utama7.htm - berjudul saat-saat Jatuhnya


Presiden Soekarno Perjalanan Terakhir Bung Besar terdapatkronologis kejatuhan Soekarno
yang dikutip dari berbagai sumber, dan sebagian besar, dikutip dari buku "Proses Pelaksanaan
Keputusan MPRS No.5/MPRS/ 1996 Tentang Tanggapan Madjelis Permusjawaratan Rakjat
Sementara Republik Indonesia Terhadap Pidato Presiden/Mandataris MPRS di Depan Sidang
Umum Ke-IV MPRS Pada Tanggal 22 Djuni 1966 Yang Berdjudul Nawaksara,"
Di balik kesuksesan pembangunan di depan, Orde Baru menyimpan beberapa
kelemahan http://sejarahindonesiaa.blogspot.com/2013/02/runtuhnya-pemerintahan-orde-baru-
dan.html;http://sistempemerintahindonesia.blogspot.com/2013/07/sistem-pemerintahan-
indonesia-era-reformasi.html; http://id.wikipedia.org/wiki/Soeharto)

Selama masa pemerintahan Soeharto, praktik korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) tumbuh subur.
Pembangunan Indonesia berorientasi pada pertumbuhan ekonomi sehingga menyebabkan
ketidakadilan dan kesenjangan sosial. Bahkan, antara pusat dan daerah terjadi kesenjangan
pembangunan karena sebagian besar kekayaan daerah disedot ke pusat.

Akhirnya, muncul rasa tidak puas di berbagai daerah, seperti di Aceh dan Papua. Di luar Jawa
terjadi kecemburuan sosial antara penduduk lokal dengan pendatang (transmigran) yang
memperoleh tunjangan pemerintah. Penghasilan yang tidak merata semakin memperparah
kesenjangan sosial.

Pemerintah mengedepankan pendekatan keamanan dalam bidang sosial dan politik. Pemerintah
melarang kritik dan demonstrasi. Oposisi diharamkan rezim Orde Baru. Kebebasan pers dibatasi
dan diwarnai pemberedelan Koran maupun majalah. Untuk menjaga keamanan atau mengatasi
kelompok separatis, pemerintah memakai kekerasan bersenjata. Misalnya, program
Penembakan Misterius (Petrus) atau Daerah Operasi Militer (DOM). Kelemahan tersebut
mencapai puncak pada tahun 1997-1998.

Indonesia mengalami krisis ekonomi pada tahun 1997.


Krisis moneter dan keuangan yang semula terjadi di Thailand pada bulan Juli 1997 merembet ke
Indonesia. Hal ini diperburuk dengan kemarau terburuk dalam lima puluh tahun terakhir.

Dari beberapa negara Asia, Indonesia mengalami krisis paling parah. Solusi yang disarankan
IMF justru memperparah krisis. IMF memerintahkan penutupan enam belas bank swasta
nasional pada 1 November 1997.

Hal ini memicu kebangkrutan bank dan negara.


Krisis ekonomi mengakibatkan rakyat menderita. Pengangguran melimpah dan harga kebutuhan
pokok melambung. Pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi di berbagai daerah.

Daya beli masyarakat menurun. Bahkan, hingga bulan Januari 1998 rupiah menembus angka Rp
17.000,00 per dolar AS. Masyarakat menukarkan rupiah dengan dolar. Pemerintah mengeluarkan
Gerakan Cinta Rupiah, tetapi tidak mampu memperbaiki keadaan. Krisis moneter tersebut
telah berkembang menjadi krisis multidimensi.

Krisis ini ditandai adanya keterpurukan di segala bidang kehidupan bangsa. Kepercayaan
masyarakat kepada pemerintah semakin menurun. Pemerintah kurang peka dalam menyelesaikan
krisis dan kesulitan hidup rakyat. Kabinet Pembangunan VII yang disusun Soeharto ternyata
sebagian besar diisi oleh kroni dan tidak berdasarkan keahliannya. Kondisi itulah yang
melatarbelakangi munculnya gerakan reformasi.

Gerakan reformasi

Gerakan reformasi dilatarbelakangi oleh terjadinya krisis multidimensi yang dihadapi bangsa
Indonesia. Semula gerakan ini hanya berupa demonstrasi di kampus-kampus di berbagai daerah.
Akan tetapi, para mahasiswa harus turun ke jalan karena aspirasi mereka tidak mendapatkan
jalan keluar.

Gerakan reformasi tahun 1998 mempunyai enam agenda antara lain (1) suksesi kepemimpinan
nasional, (2) amandemen UUD 1945, (3) pemberantasan KKN,(4) penghapusan dwifungsi
ABRI, (5) penegakan supremasi hukum, dan (6)pelaksanaan otonomi daerah.
Agenda utama gerakan reformasi adalah turunnya Soeharto dari jabatan presiden.

Puncak kekesalan demonstran ketika terjadi Tragedi Trisakti tanggal 12 Mei 1998 yang
kemudian memicu Kerusuhan besar-besaran Mei 1998 (Kerusuhan Mei 1998) sehari setelah
kejadian tersebut.
Beberapa hari mereka menduduki gedung Parlemen kala itu. Ketika didalam gedung terjadi rapat
pleno Anggota Dewan.
Akhir dari itu tanggal 21 Mei 1998 Suharto secara resmi mengundurkan diri sebagai presiden
Republik Indonesia kemudian digantikan oleh wakilnya BJ.Habibie.
Setelah Habibie terpilih menjadi presiden menggantikan Suharto. Habibie membentuk kabinet
baru yang bernama "Kabinet Reformasi".
Seperti dilansir dari wikipedia, Tanggal 10 November 1998 dibentukan himpunan mahasiswa
yang tergabung dalam Forum Komunikasi Senat Mahasiswa se-Jakarta (FKSMJ), ITB Bandung,
Universitas Siliwangi serta empat tokoh reformasi yaitu Abrurrahman Wahid (Gus Dur), Amien
Rais, Sri Sultan Hamengkubuwono X dan Megawati Sukarno Putri. Mereka mengadakan dialog
nasional di kediaman Gusdur, Ciganjur, Jakarta Selatan, dan menghasilkan 8 Butir Kesepakatan,
yaitu :
1. Mengupayakan terciptanya persatuan dan kesatuan nasional.
2. Menegakkan kembali kedaulatan rakyat.
3. Melaksanakan desentralisasi pemerintahan sesuai dengan otonomi daerah.
4. Melaksanakan pemilu yang luber dan jurdil guna mengakhiri masa pemerintahan
transisi.
5. Penghapusan Dwifungsi ABRI secara bertahap
6. Mengusut pelaku KKN dengan diawali pengusutan KKN yang dilakukan oleh
Soeharto dan kroninya.
7. Mendesak seluruh anggota Pam Swakarsa untuk membubarkan diri.
Pidato pengunduran diri Soeharto
http://id.wikipedia.org/wiki/Kejatuhan_Soeharto
Kejatuhan Suharto adalah peristiwa mundurnya Suharto dari jabatan Presiden Indonesia. Suharto
mundur pada Mei 1998 setelah runtuhnya dukungan untuk dirinya.
Demi terpeliharanya persatuan dan kesatuan bangsa serta kelangsungan pembangunan
nasional, saya telah menyatakan rencana pembentukan Komite Reformasi dan mengubah
susunan Kabinet Pembangunan VII. Namun, kenyataan hingga hari ini menunjukkan Komite
Reformasi tersebut tidak dapat terwujud karena tidak adanya tanggapan yang memadai
terhadap rencana pembentukan komite tersebut. Dalam keinginan untuk melaksanakan
reformasi dengan cara sebaik-baiknya tadi, saya menilai bahwa dengan tidak dapat
diwujudkannya Komite Reformasi, maka perubahan susunan Kabinet Pembangunan VII menjadi
tidak diperlukan lagi. Dengan memperhatikan keadaan di atas, saya berpendapat sangat sulit
bagi saya untuk dapat menjalankan tugas pemerintahan negara dan pembangunan dengan baik.
Oleh karena itu, dengan memperhatikan ketentuan Pasal 8 UUD 1945 dan secara sungguh-
sungguh memperhatikan pandangan pimpinan DPR dan pimpinan fraksi-fraksi yang ada di
dalamnya, saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden RI
terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari Kamis, 21 Mei 1998. (Pidato
pengunduran diri)
Kejatuhan Suharto juga menandai akhir masa Orde Baru, suatu rezim yang berkuasa sejak tahun
1968. Soeharto telah menjadi presiden Indonesia selama 32 tahun.
BJ Habibie melanjutkan setidaknya setahun dari sisa masa kepresidenannya sebelum kemudian
digantikan oleh Abdurrahman Wahid pada tahun 1999(melalui pemilu).
Peninggalan Soeharto masih diperdebatkan sampai saat ini. Dalam masa kekuasaannya, yang
disebut Orde Baru, Soeharto membangun negara yang stabil dan mencapai kemajuan ekonomi
dan infrastruktur.[3][4][5][6] Suharto juga membatasi kebebasan warganegara Indonesia keturunan
Tionghoa, menduduki Timor Timur, dan dianggap sebagai rezim paling korupsi sepanjang masa
dengan jumlah $AS 15 miliar sampai $AS 35 miliar.[7] Usaha untuk mengadili Soeharto gagal
karena kesehatannya yang memburuk. Setelah menderita sakit berkepanjangan, ia meninggal
karena kegagalan organ multifungsi di Jakarta pada tanggal 27 Januari 2008.

Sistem pemerintahan pada masa reformasi


Sumber : http://sejarahindonesiaa.blogspot.com/2013/02/runtuhnya-pemerintahan-orde-baru-
dan.html &http://hitamandbiru.blogspot.com/2011/01/perbandingan-sistem-pemerintahan.html

Presiden Habibie sebagai pembuka sejarah perjalanan bangsa pada era reformasi mengupayakan
pelaksanaan politik Indonesia dalam kondisi yang transparan serta merencanakan pelaksanaan
pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Pemilihan umum yang
akan diselenggarakan di bawah pemerintahan Presiden Habibie merupakan pemilihan umum
yang telah bersifat demokratis.
Selain itu pada masa pemerintahan Habibie, orang bebas mengemukakan pendapatnya di muka
umum. Presiden Habibie memberikan ruang bagi siapa saja yang ingin menyampaikan pendapat,
baik dalam bentuk rapat-rapat umum maupun unjuk rasa atau demonstrasi. Namun khusus
demonstrasi, setiap organisasi atau lembaga yang ingin melakukan demonstrasi hendaknya
mendapatkan izin dari pihak kepolisian dan menentukan tempat untuk melakukan demonstrasi
tersebut.
Setelah reformasi dilaksanakan, peran ABRI di Perwakilan Rakyat DPR mulai dikurangi secara
bertahap yaitu 75 orang menjadi 38 orang. Langkah ini yang ditempuh adalah ABRI semula
terdiri dari empat angkatan yaitu Angkatan Darat, Laut, dan Udara serta Kepolisian RI, namun
mulai tanggal 5 Mei 1999 Polri memisahkan diri dari ABRI dan kemudian berganti nama
menjadi Kepolisian Negara. Istilah ABRI pun berubah menjadi TNI yang terdiri dari Angkatan
Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.
Pada masa Pemerintahan Presiden B.J. Habibie dilakukan reformasi di bidang hukum. Reformasi
hukum itu disesuaikan dengan aspirasi yang berkembang di masyarakat. Tindakan yang
dilakukan oleh Presiden Habibie untuk mereformasi hukum mendapat sambutan baik dari
berbagai kalangan masyarakat, karena reformasi hukum yang dilakukannya mengarah kepada
tatanan hukum yang didambakan oleh masyarakat.
Presiden Habibie mencabut lima paket undang-undang tentang politik. Sebagai gantinya DPR
berhasil menetapkan tiga undang-undang politik baru. Ketiga undang-undang itu disahkan pada
tanggal 1 Februari 1999 dan ditandatangani oleh Presiden Habibie. Ketiga undang-undang itu
antara lain undang-undang partai politik, pemilihan umum, susunan serta kedudukan MPR, DPR,
dan DPRD.
Munculnya undang-undang politik yang baru memberikan semangat untuk berkembangnya
kehidupan politik di Indonesia. Dengan munculnya undang-undang politik itu partai-partai
politik bermunculan dan bahkan tidak kurang dari 112 partai politik telah berdiri di Indonesia
pada masa itu. Namun dari sekian banyak jumlahnya, hanya 48 partai politik yang berhasil
mengikuti pemilihan umum tahun 1999. Hal ini disebabkan karena aturan seleksi partai-partai
politik diberlakukan cukup ketat. Setalah perhitungan suara berhasil diselesaikan oleh Komisi
Pemilihan Umum (KPU), hasilnya lima besar partai yang berhasil meraih suara-suara terbanyak
di antaranya PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan pembangunan, Partai
Pembangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional.
Setelah Komisi Pemilihan Umum berhasil menetapkan jumlah anggota DPR dan MPR segera
melaksanakan sidang. Sidang Umum MPR tahun 1999 diselenggarakan sejak tanggal 1 21
Oktober 1999. Dalam Sidang Umum itu Amien Rais dikukuhkan menjadi ketua MPR dan Akbar
Tanjung menjadi ketua DPR. Sedangkan pada Sidang Paripurna MPR XII, pidato pertanggung
jawaban Presiden Habibie ditolak oleh MPR melalui mekanisme voting dengan 355 suara
menolah, 322 menerima, 9 absen dan 4 suara tidak sah. Akibat penolakan pertanggungjawaban
itu, Habibie tidak dapat untuk mencalonkan diri mejadi Presiden Republik Indonesia. Hal ini
mengakibatkan munculnya tiga calon Presiden yang diajukan oleh fraksi-fraksi yang ada di MPR
yaitu Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarnoputri, dan Yuhsril Ihza MAhendra.
Namun tanggal 20 Oktober 1999, Yuhsril Ihza Mahendra mengundurkna diri. Oleh karena itu,
tinggal dua calon Presiden yang maju dalam pemilihan itu, Abdurrahman Wahid dan Megawati
Soekarnopoutri. Dari hasil pemilihan presiden yang dilaksanakan secara voting, Abdurrahman
Wahid terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 21 Oktober 1999
dilaksanakan pemilihan Wakil Presiden dengan calonnya Megawati Soekaroputri dan Hamzah
Haz. Pemilihan Wakil Presiden ini kemudian dimenangkan oleh Megawati Soekarnoputri.
Kemudian pada tanggal 25 Oktober 1999 Presiden Abdurrahman Wahid dan Wakil Presiden
Megawati Soekarnoputri berhasil membentuk Kabinet Persatuan Nasional.
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menduduki jabatan sebagai Presiden Republik Indonesia tidak
sampai pada akhir masa jabatannya. Beliau menduduki jabatan sampai tahun 2001 dikarenakan
munculnya ketidakpercayaan parlemen padanya. DPR/MPR kemudian memilih dan mengangkat
Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden Republik Indonesia dan Hamzah Haz sebagai Wakil
Presiden Indonesia. Masa kekuasaan Megawati berakhir pada tahun 2004.
Pemilihan Umum tahun 2004 merupakan momen yang sangat penting dalam sejarah
pemerintahan Republik Indonesia. Untuk pertama kalinya pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden dilakukan secara langsung oleh rakyat Indonesia. Pada pemilihan umum ini Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia dan Jusuf Kalla
sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia untuk masa jabatan 2004-2009.

Kondisi Sosial Masyarakat Sejak Reformasi


Sejak krisis moneter yang melanda pada pertengahan tahun 1997, perusahaan-perusahaan swasta
mengalami kerugian yang tidak sedikit, bahkan pihak perusahaan mengalami kesulitan
memenuhi kewajibannya untuk membayar gaji dan upah pekerjanya. Keadaan seperti ini menjadi
masalah yang cukup berat karena disatu sisi perusahaan mengalami kerugian yang cukup besar
dan disisi lain para pekerja menuntut kenaikan gaji. Tuntutan para pekerja untuk menaikkan gaji
sangat sulit dipenuhi oleh pihak perusahaan, akhirnya banyak perusahaan yang mengambil
tindakan untuk mengurangi tenaga kerja dan terjadilah PHK.
Para pekerja yang diberhentikan itu menambah jumlah pengangguran, sehingga jumlah
pengangguran diperkirakan mencapai 40 juta orang. Pegangguran dalam jumlah yang sangat
besar ini akan menimbulkan terjadinya masalah sosial dalam kehidupan masyarakat. Dampak
susulan dari pengangguran adalah makin maraknya tindakan-tindakan criminal yang terjadi
dalam kehidupan masyarakat.
Langkah yang diambil untuk mengatasi masalah tersebut adalah pemerintah dengan serius
menangani masalah pengangguran dengan membuka lapangan kerja baru yang dapat
menampung para penganggur tersebut. Langkah berikutnya, pemerintah berusaha menarik
kembali para investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia, sehingga dapat membuka
lapangan kerja baru untuk menampung para penganggur tersebut.

Kondisi Ekonomi Masyarakta Indonesia


Sejak berlangusngnya krisis moneter pertengahan tahun 1997, ekonomi Indonesia mulai
mengalami keterpurukan. Keadaan perekonomian makin memburuk dan kesejahteraan rakyat
makin menurun. Pengangguran juga semakin luas. Ada beberapa hal yang dilakukan oleh
pemerintahan Habibie untuk memperbaiki perekonomian Indonesia diantaranya :
a. Merekapitulasi perbankan
b. Merekonstruksi perekonomian Indonesia
c. Melikuidasi beberapa bank bermasalah
d. Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat hingga di bawah Rp 10.000,-
e. Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang disyaratkan IMF

Dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat, pemerintah juga memperhatikan


harga produk pertanian Indonesia, karena selama masa pemerintahan Orde Baru maupun sejak
krisis 1997 tidak pernah berpihak kepada petani. Apabila pendapatan petani meningkat, maka
permintaan pertanian terhadap barang non pertanian juga meningkat. Dengan ditetapkannya
harga produk pertanian akan member semangat bangkitnya para pengusaha untuk
mengembangkan kegiatan perusahaannya.
Pihak pemerintah telah berusaha ntuk membawa Indonesia keluar dari krisis. Tetapi tidak
mungkin dapat dilakukan dalam waktu yang singkat. Oleh sebab itu untuk mengatasi krisis,
presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan Republik Indonesia, memerlukan
penyelesaian secara bertahap berdasarkan skala prioritas.
Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan sebagai tanda akhirnya
Orde Baru, untuk kemudian digantikan "Era Reformasi". Masih adanya tokoh-tokoh penting
pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan pada masa Reformasi ini sering membuat
beberapa orang mengatakan bahwa Orde Baru masih belum berakhir. Oleh karena itu Era
Reformasi atau Orde Reformasi sering disebut sebagai "Era Pasca Orde Baru".

Perubahan (amandemen) UUD 1945


Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen) yang
ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:
Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999 Perubahan Pertama UUD
1945
Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000 Perubahan Kedua UUD 1945
Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001 Perubahan Ketiga UUD
1945
Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002 Perubahan Keempat UUD
1945
Undang-Undang Dasar 1945 berdasarkan Pasal II Aturan Tambahan terdiri atas Pembukaan dan
pasal-pasal. Tentang sistem pemerintahan negara republik Indonesia dapat dilihat di dalam pasal
pasal sebagai berikut :

Negara Indonesia adalah negara Hukum.


Tercantum di dalam Pasal 1 ayat (3). Negara hukum yang dimaksud adalah negara yang
menempatkan kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan yang merdeka, menghormati hak asasi
mansuia dan prinsip due process of law. Pelaksanaan kekuasaan kehakiman yang merdeka diatur
dalam bab IX yang berjumlah 5 pasal dan 16 ayat. (Bandingkan dengan UUD 1945 sebelum
perubahan yang hanya 2 pasal dengan 2 ayat). Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan
yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan (Pasal
24 ayat 1 UUD 1945). Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan
badan peradilan yang ada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama,
peradilan militer dan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Sedangkan badan-badan lainnya yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur
dalam undang-undang.

Sistem Konstitusional
Sistem Konstitusional pada era reformasi (sesudah amandemen UUD 1945) berdasarkan Check
and Balances. Perubahan UUD 1945 mengenai penyelenggaraan kekuasaan negara dilakukan
untuk mempertegas kekuasaan dan wewenang masing-masing lembaga-lembaga negara,
mempertegas batas-batas kekuasaan setiap lembaga negara dan menempatkannya berdasarkan
fungsi-fungsi penyelenggaraan negara bagi setiap lembaga negara. Sistem yang hendak dibangun
adalah sistem check and balances, yaitu pembatasan kekuasaan setiap lembaga negara oleh
undang-undang dasar, tidak ada yang tertinggi dan tidak ada yang rendah, semuanya sama diatur
berdasarkan fungsi-fungsi masing-masing.
Atas dasar semangat itulah perubahan pasal 1 ayat 2, UUD 1945 dilakukan, yaitu perubahan dari
Kedaulatan ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR, menjadi Kedaulatan di
tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Ini berarti bahwa kedaulatan
rakyat yang dianut adalah kedaulatan berdasar undang-undang dasar yang dilaksanakan
berdasarkan undang-undang dasar oleh lembaga-lembaga negara yang diatur dan ditentukan
kekuasaan dan wewenangnya dalam undang-undang dasar. Oleh karena itu kedaulatan rakyat,
dilaksanakan oleh MPR, DPR, DPD, Presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi,
Komisi Yudisial, BPK dan lain-lain sesuai tugas dan wewenangnya yang diatur oleh UUD.
Bahkan rakyat secara langsung dapat melaksanakan kedaulatannya untuk menentukan Presiden
dan Wakil Presidennya melalui pemilihan umum.

Tata urutan perundang-undangan RI


Pada era reformasi diadakan tata urutan terhadap peraturan perundang-undangan sebanyak dua
kali, yaitu :

Menurut TAP MPR III Tahun 2000:


1. UUD 1945
2. TAP MPR
3. UU
4. PERPU
5. PP
6. Keputusan Presiden
7. Peraturan Daerah
Menurut UU No. 10 Tahun 2004:
1. UUD 1945
2. UU/PERPU
3. Peraturan Pemerintah
4. Peraturan Presiden
5. Peraturan Daerah
Sistem Pemerintahan
Sistem ini tetap dalam frame sistem pemerintahan presidensial, bahkan mempertegas sistem
presidensial itu, yaitu Presiden tidak bertanggung jawab kepada parlemen, akan tetap
bertanggung kepada rakyat dan senantiasa dalam pengawasan DPR. Presiden hanya dapat
diberhentikan dalam masa jabatannya karena melakukan perbuatan melanggar hukum yang
jenisnya telah ditentukan dalam Undang-Undang Dasar atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai
Presiden. DPR dapat mengusulkan untuk memberhentikan Presiden dalam masa jabatannya
manakala ditemukan pelanggaran hukum yang dilakukan Presiden sebagaimana yang ditentukan
dalam Undang-Undang Dasar.

Kekuasaan negara tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) bahwa MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota Dewan
Perwakilan Daerah (DPD). MPR berdasarkan Pasal 3, mempunyai wewenang dan tugas sebagai
berikut :
1. Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar
2. Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden
3. Dapat memberhentikan presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya
menurut UUD
Presiden ialah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi menurut UUD.
Masih relevan dengan jiwa Pasal 3 ayat (2), Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2). Presiden adalah kepala
negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Pada awal reformasi Presiden dan wakil presiden
dipilih dan diangkat oleh MPR (Pada Pemerintahan BJ. Habibie, Abdurrahman Wahid, dan
Megawati Soekarnoputri untuk masa jabatan lima tahun. Tetapi, sesuai dengan amandemen
ketiga UUD 1945 (2001) presiden dan wakil presiden akan dipilih secara langsung oleh rakyat
dalam satu paket.

Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Dengan memperhatikan pasal-pasal tentang kekuasaan pemerintahan negara (Presiden) dari


Pasal 4 s.d. 16, dan Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 19 s.d. 22B), maka ketentuan bahwa
Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR masih relevan. Sistem pemerintahan negara
republik Indonesia masih tetap menerapkan sistem presidensial.

Menteri negara ialah pembantu Presiden, menteri negara tidak bertanggungjawab kepada Dewan
Perwakilan Rakyat.
Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara. Menteri-menteri diangkat dan diberhentikan oleh
presiden yang pembentukan, pengubahan dan pembubarannya diatur dalam undang-undang
(Pasal 17).

Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.


Presiden sebagai kepala negara, kekuasaannya dibatasi oleh undang-undang. MPR berwenang
memberhentikan Presiden dalam masa jabatanya (Pasal 3 ayat 3). Demikian juga DPR, selain
mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan menyatakan pendapat, juga hak mengajukan
pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas (Pasal 20 A ayat 2 dan 3).

Anda mungkin juga menyukai