Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun oleh:
Nama : Bukhoriah Saffitri
NIM : 1113102000006
Dosen Pengajar:
Suci Ahda Novitri, M.Si., Apt
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
2.1 Bioavaibilitas
Avaibilitas relatif =
Jika dosis yang diberikan berbeda, suatu koreksi untuk dosis dibuat,seperti
berikut :
/
Avaibilitas relatif =
/
()
Prosen Avaibilitas relatif = ()
Availabilias Absolut
Cara menghitung bioavailabilitas ini adalah membagi luas dibawah kurva(area
under the curve/AUC) pada kurva hubungan antara kadar obat versuswaktu
setelah pemberian obat tunggal dibagi dengan AUC pada pemberian obatyang
sama melalui IV.
Gambar 1. t vs konsentrasi plasma yang mengikuti administrasi dosis obat IV bolus, (a) rute
extravaskular; (b) AUC vs t dari waktu 0.
Dalam persamaan yaitu:
Avaibilitas absolut =
() /
Avaibilitas absolut = () /
Gambar 2. Kurva kadar serum waktu setelah pemberian dosis tunggal suatu obat per oral.
Obat diberikan per oral pada waktu nol; pada saat ini kadar obat dalam
darah adalah nol. Setelah obat melalui lambung dan/atau usus, akan
berdisintegrasi dan segera melarut dan absorpsi pun berlangsung. Peningkatan
kadar obat dalam darah akan terlihat pada sampel darah berikutnya sampai
tercapai kadar puncak. Titik ini disebut puncak kurva kadar serum waktu. Pada
titik ini kecepatan absorpsi sebanding dengan kecepatan eliminasi. Di sebelah kiri
titik puncak kurva merupa kan fase absorpsi, di mana kecepatan absorpsi lebih
besar daripada kecepatan-eliminasi. Di sebelah kanan titik puncak kurva disebut
fase eliminasi, di man kecepatan absorpsi lebih kecil daripada kecepatan
eliminasi.
Hubungan antara bioavailabilitas dan efektivitas klinik obat didasarkan
pada asumsi bahwa intensitas dan durasi respon farmakologik obat berkaitan erat
dengan kadar dan durasi obat aktif dalam darah atau sirkulasi sistemik. Profil
kadar obat dalam darah memungkinkan perhitungan kecepatan dan jumlah obat
yang diabsorpsi dari suatu produk obat, dengan demikian data ini sangat
membantu dalam mengevaluasi besarnya pengaruh formulasi pada perilaku obat
dalam tubuh.
Bila suatu industri obat telah memiliki data efektifitas obat melalui uji
klinik dari suatu formulasi obat, maka industri obat lainnya yang ingin
memasarkan obat yang sejenis haruslah melakukan suatu penetapan
bioavailabilitas yang dapat menunjukkan bahwa formulasinya memberikan kadar
puncak yang sama, kecepatan absorpsi yang sama, dan jumlah obat yang
diabsorpsi yang sama dengan formulasi dari industri obat yang pertama. Jika ke
tiga kriteria di atas dipenuhi, adalah beralasan untuk mengharapkan bahwa
formulasi yang dikembangkan industri obat ke dua akan memberikan efek
terapeutik yang sama dengan produk obat pertama. Aplikasi konsep
bioavailabilitas yang semacam ini disebut bioekivalensi.
AUC tidak bergantung pada rute pamberian dan proses eliminasi obat
seleamproses eliminasi obat tidak berubah.
2. Data Urin
Du
Du merupakan jumlah kumulatif obat yang diekskresi dalam urin
secaralangsung berhubungan dengan jumlah total obat terabsorbsi.
1. Data uji klinik menunjukkan produk obat tidak efek terapetik yang sebanding.
Klirens ginjal suatu obat didefinisikan sebagai volume darah yang dapat
dibersihkan dari obat tersebut oleh ginjal per satuan waktu, sehingga sebenarnya nilai
klirens ginjal ini merupakan suatu ukuran yang menggambarkan kemampuan ginjal
untuk membersihkan obat dari tubuh. Secara lebih sederhana klirens ginjal dapat
didefinisikan, dalam hubungannya dengan pembuangan obat melalui ginjal, sebagai
hasil dari kecepatan aliran darah ginjal (Qr) dan extraction ratio ginjal (Er );
Er =
Dapat dikatakan pula, sebenarnya nilai klirens ginjal tersebut merupakan tetapan yang
menggambarkan hubungan antara kecepatan ekskresi obat pada waktu t (= dAe/dt)
dengan konsentrasi obat dalam plasma Dada waktu t (= C). atau
dAe/dt
Clr =
Perlu diperhatikan bahwa sebenarnya klirens ginjal merupakan hasil dari proses-
proses filtrasi glomeruler dan sekresi maupun reabsorpsi di sepanjang tubuli renis.
Banyak manfaat yang dapat diambil dari pengukuran kadar obat dalam urin.
Keterbatasan kemampuan ekskresi ginjal suatu obat misalnya, dapat diketahui dari
nilai klirens ginjal yang terukur setelah pemberian dosis bertingkat. Manfaat yang
sangat besar dalam hubungannya dengan terapi obat itu untuk mengetahui
kemampuan tubuh mengeliminasi obat yang diberikan, bila obat tersebut dieliminasi
terutama dengan ekskresi ginjal. Untuk obat-obat ini, perubahan kemampuan ekskresi
ginjal akan memberikan akibat yang nyata pada efek farmakologiknya. Selain itu,
pengukuran klirens ginjal juga bermanfaat untuk kepentingan monitoring terapi obat,
terutama pada keadaan-keadaan dimana overdosis perlu dicurigai, mengingat :
0,693 0,693
T0,5 = atau
K el Kr
dimana t0,5 adalah waktu paruh obat, kel adalah tetapan kecepatan eliminasi, dan kr
adalah tetapan kecepatan ekskresi ginjal. Selain hal di atas, untuk obat-obat yang
eliminasi utamanya adalah ekskresi ginjal ini, pengukuran jumlah obat dalam urin
dapat memberikan gambaran kemampuan absorpsinya tanpa harus memberikan obat
secara intravenosa.
dAe/dt
Clr =
Ae/dt
Clr = Cmid
A Ae/ A t adalah kecepatan ekskresi ginjal obat yang diukur selama At, dan
Cmid adalah konsentrasi obat dalam plasma path pertengahan interval waktu
tersebut. A Ae/ A t dapat dihitung dari : = Qu x Cu
Sehingga: A Ae/At = Qu x Cu
Maka, Clr =
Aet
Clr = AUCt dt,
maka pada waktu 0 sampai t C Aet adalah jumlah obat yang telah diekskresi
dalam bentuk tetap ke urin sampai waktu t, dan AUC t adalah luas daerah di
bawah kurva kadar obat dalam plasma versus waktu dari 0 sampai t. Pada
waktu 0 sampai tak terhingga, maka
Ae~
Clr = AUC~
Ae~ adalah jumlah total obat dalam bentuk tetap yang ditemukan kembali di
urin, dan AUCt adalah luas daerah di bawah kurva kadar obat dalam plasma
versus waktu dari 0 sampai tak terhingga. Ae~dapat dihitung berdasarkan
volume urin yang ditampung dari waktu 0 sampai kira-kira 10 kali waktu paro
obat, dikalikan kadar obat dalam sampel urin tersebut. Bila semua dosis obat
yang diberikan masuk sirkulasi sistemik dan ekskresi ginjal merupakan cara
eliminasi utama, maka :
Schmitz, Gery et al. 2003. Farmakologi dan Toksikologi Edisi III. Buku Kedokteran
EGC. Jakarta
Tjay, Tan Hoan dan Kinara Rahardja. 2008. Obat-obat Penting. Gramedia. Jakarta
Wibowo, Agus. 2009. Cerdas Memilih Obat dan Mengenali Penyakit. Lingkar
PenaKreativa. Jakarta.
Weser JK. Bioavailability of Drugs, New England J. Med., Vol. 291 No. 5, pp. 233-
237.