PEMBAHASAN
Inspeksi pasien meliputi pemeriksaan terhadap adanya atau tak adanya beberapa
factor.
a. Sianosis adalah satu faktor dimana kita paling tertarik. Sianosis memang sulit
untuk mendeteksi bila pasien anemis, dan pasien yang mengalami polisitemik dapat
mengalami sianosis pada ekstremitas meskipun tekanan oksigen normal. Secara
umum kita membedakan antara sianosis perifer dengan sianosis sentral. Sianosis
perifer terjadi pada ekstremitas atau pada ujung hidung atau telinga, meskipun dengan
tekanan oksigen normal, atau bila ada penurunan aliran darah pada area ini,
khususnya bila area ini dingin atau sakit. Sianosis sentral terlihat pada lidah dan bibir,
mempunyai arti paling besar; ini berarti pasien secara nyata mengalami penurunan
tekanan oksigen. Pernapasan bekerja adalah tanda penting untuk diperiksa; kita
tertarik untuk mengetahui apakah pasien menggunakan otot asesori pernapasan.
Terdapat bicara terbata-bata dapat diobservasi. Pola bicara yang terhenti ini
disebabkan oleh udara napas. Kadang-kadang jumlah kata yang dapat disebutkan oleh
pasien sebelum menarik napas untuk napas berikutnya adalah pengukuran yang baik
terhadap jumlah pernapasan bekerja.
Deformitas dan jaringan parut dada penting dalam membantu menentukan penyebab
distres paru. Sebagai contoh, jaringan parut dapat merupakan indikasi pertama bahwa
pasien pernah mengalami pengangkatan paru. Deformitas paru seperti kifoskoliosis
dapat menunjukan mengapa pasien mengalami distres paru.
Postur pasien juga harus dikaji, karena pasien dengan penyakit paru obstruktif sering
duduk dan menyangga diri dengan tangan atau menyangga dengan siku di meja
sebagai upaya untuk tetap-mengangkat klavikula sehingga memperluas kernampuan
ekspansi dada.
c. Posisi trakea juga penting diobservasi. Apakah trakea pada garis tengah leher
atau deviasi ke satu sisi? Efusi pleural atau tekanan pnernotoraks selalu membuat
deviasi trakea ke sisi jauh dari yang sakit. Pada atelektasis, trakea sering tertarik pada
sisi yang sakit.
Emboli paru, pnemonia, efusi pleural, pnemotoraks, atau penyebab nyeri dada lain
seperti fraktur iga, dapat menimbulkan menurunnya ekspansi paru. Pemasangan
endotrakeal atau nasotrakeal yang terlalu dalarn sehingga meluas ke antara trakea
kedalam salah satu cabang utama bronkus (biasanya kanan) adalah penyebab serius
dan sering menurunkan ekspansi salah satu dada. Bila selang masuk ke cabang utama
bronkus kanan maka paru kanan tidak ekspansi, dan pasien biasanya mengalami
hipoksemia dan atelektasis pada sisi kiri. Untungnya perawat selalu menyadari
potensial masalah ini sehingga mengenali masalah ini.
Bila terjadi retraksi interkostal (mis., penyedotan pada otot dan kulit atau iga selama
inspirasi) selalu berarti bahwa pasien membuat upaya lebih besar pada inspirasi
daripada normal. Biasanya ini menandakan bahwa paru kurang komplain (lebih kaku)
dari biasanya. Penggunaan otot bantu napas, yang terlihat dengan mengangkat bahu,
menunjukan peningkatan kerja pernapasan.
Efektivitas dan frekwensi batuk pasien penting untuk dilaporkan, juga karakteristik
sputum seperti jumlah, warna, dan konsistensi.
Palpasi dada dilakukan dengan meletakan turnit tangan mendatar di atas dada pasien.
Seringkali kita menentukan apakah fremitus taktil ada. Kita melakukan ini dengan
meminta pasien mengatakan sembilan-sembilan. Secara normal, bila pasien
mengikuti instruksi itu, vibrasi terasa pada luar dada di tangan pemeriksa. Ini mirip
dengan vibrasi yang terasa pada peletakan tangan di dada kucing bila ia sedang
mendengkur. Pada pasien normal fremitus taktil ada. Ini dapat menurun atau takada
bila terdapat sesuatu dintara tangan pemeriksa dan paru pasien serta dinding dada.
Sebagai contoh, bila ada efusi pleural, penebalan pleural atau pnemotorak akan tidak
mungkin merasakan vibrasi ini atau vibrasi menurun. Bila pasien mengalami
atelektasis karena sumbatan jalan napas, vibrasi juga takdapat dirasakan. Fremitus
taktil agak meningkat pada kondisi konsolidasi, tetapi deteksi terhadap ini sulit.
Hanya dengan palpasi pada dada pasien dengan napas perlahan, seseorang dapat
merasakan ronki yang dapat diraba yang berhubungan dengan gerakan mukus
padajalan napas besar.
Pada perkusi dada pasien, kita harus mengunakan jari yang ditekan mendatar di atas
dada; ujung jari ini diketokan di atas tulang tengah jari dengan jari dominan.
Normalnya dada mempunyai bunyi resonan atau gaung perkusi. Pada penyakit
dimana ada peningkatan udara pada dada atau, paru-paru seperti pada pneumotoraks
dan emfisema dapat terjadi hiperesonan (bahkan lebih seperti bunyi drum). Perkusi
hiperesonan kadang-kadang sulit dideteksi. yang lebih penting adalah perkusi pekak
atau kempis seperti terdengar bila perkusi di atas bagian tubuh yang berisi udara.
Perkusi pekak dan kempis terdengar bila paru di bawah tangan pemeriksa mengalami
atelektasis, pnemonia, efusi pleural, penebalan pleural atau lesi massa. Perkusi pekak
atau kempis juga terdengar pada perkusi di atas jantung.
Secara umum, ada tiga tipe bunyi yang terdengar pada dada normal:
c. bunyi napas bronkovesikuler yang terdengar pada kebanyakan area paru dekat
jalan napas utama
Bunyi napas bronkial adalah bunyi nada tinggi yang tampat terdengar dekat telinga,
keras, dan termasuk penghentian antara inspirasi dan ekspirasi. Bunyi napas vesikuler
lebih rendah, mempunyai kualitas desir, dan termasuk takada penghentian antara
inspirasi dan ekspirasi. Bunyi napas bronkovesikuler menunjukan bunyi setengah
jalan antara kedua tipe bunyi napas. Bunyi napas bronkial, selain terdengar pada
trakea orang normal, juga terdengar pada beberapa situasi dimana ada konsolidasi-
contohnya pnemonia. Bunyi napas bronkial juga terdengar di atas efusi pleural
dimana paru normal tertekan. Dimanapun terdengar napas bronkial, di sini bisajuga
terjadi dua hal lain yang berhubungan dengan perubahan: (1) perubahan E ke A, dan
(2) desiran otot pektoralis. Perubahan E ke A hanya berarti bahwa bila seseorang
mendengar dengan stetoskop dan pasien mengatakan E apa yang didengar orang
tersebut secara nyata adalah bunyi A daripada bunyi E. Ini terjadi bila ada
konsolidasi.
Desiran otot pektoralis adalah adanya volume keras yang terdengar melalui stetoskop
bila pasien berbisik. Pada pernapasan bronkial dan dua perubahan akan ada, yang
harus ada juga adalah (1) terbukanya jalan napas dan tertekannya alveoli, atau (2)
alveoli dimana udara telah digantikan oleh cairan.
Bunyi lain yang terdengar dengan stetoskop meliputi crackles, mengi, dan gesekan.
a. Crackles
Crackles adalah bunyi yang jelas, bunyi terus menerus terbentuk oleh jalan napas
kecil yang terbuka kembali atau tertutup kembali selama akhir inspirasi. Crackles
terjadi padapnernonia, gagal jantung kongestif, dan fibrosis pulmonalis. Baik crackles
inspirasi maupun ekspirasi dapat terauskultasi pada bronkiektaksis. Crackles keras
dapat terdengar pada edema pulmonalis dan pada pasien sekarat. Seringkali crackles
keras dapat terdengar tanpa stetoskop karena ini terjadi padajalan napas besar.
b. Dispnea
Dispnea (kesulitan bernapas atau pernapasan labored, napas pendek) adalah gejala
umum pada banyak kelainan pulmonal dan jantung terutama ji ka terdapat
peningkatan kekakuan paru dan tahanan jalan napas. Dispnea mendadak pada
individu normal dapat menunjukkan pneumotoraks (udara dalam rongga pleura).
Pada pasien yang sakit atau setelah menjalani pembedahan disonea mendadak
menunjukkan adanya embolisme pulmonal.
c. Orthopnea
Orthopnea (tidak dapat bernapas dengan mudah kecuali dalam posisi tegak, mungkin
ditemukan pada orang yang mengidap penyakit jantung dan penyakit obstruktif paru
menahun (PPOM). Pernapasan bising dapat dijumpai akibat penyempitan jalan napas
atau obstruksi setempat bronkus besar oleh tumor atau benda asing.
d. Bunyi ekstra
Bunyi ekstra seperti mengi berarti adanya penyempitan jalan napas. Ini dapat
disebabkan oleh asma, benda asing, mukus di jalan napas, stenosis, dan lain-lain. Bila
mengi terdengar hanya pada ekspirasi, disebut mengi; bila bunyi mengi terjadi pada
inspirasi dan ekspirasi, biasanya berhubungan dengan tertahannya sekresi.
Friction rub terdengar bila ada penyakit pleural seperti emboli pulmonal, pnemonia
perifer, atau pleurisi, dan ini sering sulit untuk membedakannya dari ronki. Bila bunyi
abnormal makin jelas setelah batuk, biasanya berarti bunyi tersebut lebih sebagai
ronki daripada friction rub
Orang dewasa normal yang cukup istirahat bernapas 12 s.d 18 kali permenit
(Brunner, 2000). Bradipnea, atau pernapasan lambat berkaitan dengan penurunan
tekanan intra kranial, cedera otak, dan takar lajak obat, sedangakan takipnea adalah
pernapasan cepat, umumnya tanpak pada pasien pneumonia, edema pulmonal,
asidosis metabolik, septikemia, nyeri hebat, dan fraktur iga.
d. Dewasa 16 20 x/menit
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemeriksaan sistem pernapasan terdiri dari inspeksi dada posterior dan anterior, palpasi
dada posterior dan anterior, perkusi dada posterior dan anterior, auskultasi dada posterior
dan anterior.
B. Saran
Jadilah perawat yang profesional dalam melakukan tindakan dan harus sesuai dengan
prosedur dan SOP yang berlaku di institusi dan gunakanlah cara safety and comfort dalam
melakukan tindakan apapun terhadap klien dan gunakanlah alat perlindungan diri ( APD )
untuk keamanan dalam bekerja.
DAFTAR PUSTAKA
Priharjo, Robert. 1996. Pengkajian Fisik Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC
http://sistemrespirasis1-2b.blogspot.com/2013/09/makalah-kelompok-5_8456.html
http://eriesta-dwiestyani.blogspot.com/2012/12/pemeriksaan-fisik-dan-pengkajian-
pada.html
FORMAT PEMERIKSAAN FISIK
SISTEM PERNAPASAN
1. Stetoskop
2. Senter
3. Sarung tangan
4. Masker
2. Mencuci tangan
C Tahap Orientasi:
D Tahap Kerja:
1. Inspeksi Toraks
a. Observasi pernapasan : RR
(Respiratory rate), irama, dan
kedalaman
a. Visualisasikan penunjuk
daerah toraks ( landmark)
c. Perkusi pergerakan
diafragma
a. Auksultasi trakhea
b. Auksultasi bronkus
a. Visualisasikan landmark
toraks anterior
a. Auksultasi trakea
b. Auksultasi bronkus
E Tahap Terminasi: